Anda di halaman 1dari 6

Penyakit Hati

Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Islam 3
Dosen Pengampu: Dr. Eneng Nurlailiwangi M.Psi, Psikolog

Disusun oleh
Sabila Nadhirah Kurnia
10050019180

Kelas E

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
TAHUN 2021
A. Hasad (Dengki/Iri Hati)
Dalam kamus al-‘Ain disebutkan lafadz ẖasad adalah mashdar dari
fi’ilẖasada yaẖsudu ẖasadan. Hasad yaitu ketika seseorang melihat nikmat yang
dimiliki saudaranya, ia berharap nikmat tersebut hilang dari saudaranya tersebut dan
menjadi miliknya seorang. Menurut al-Ghazali, dalam semua keadaan hukum hasad
adalah haram, kecuali hasad terhadap nikmat yang diperoleh fajir (yang hanyut dalam
kemaksiatan) dan orang kafir yang mana nikmat tersebut digunakan untuk menyebar
fitnah, menciptakan permusuhan dan menyakiti makhluk.
Hasad adalah kejahatan dari energi tersembunyi yang dapat membahayakan
manusia, maka dari itu Allah menyuruh kita untuk meminta perlindungan Allah
darinya sesuai dengan surah al-Falaq ayat 5, yang artinya:
“Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”
Menurut al-Ghazali, ada enam faktor penyebab hasad, yakni:
1. Permusuhan dan kebencian (al-‘Adâwah wa al-Baghdhâ)
2. At-Ta’azzuz (Rasa Paling Mulia)
3. Kesombongan (al-Kibr)
4. At-Ta’ajjub (Merasa takjub dengan kehebatan diri sendiri)
5. Ketakutan mendapat saingan dalam mencapai suatu tujuan (al-khauf
min fût al-maqâshid)
6. Ḫubb ar-Riyâsah (Ambisi Kedudukan)

B. Takabur (Sombong)
Takabur adalah berbangga diri dan cenderung memandang diri berada di atas
orang lain. Takabur bisa diartikan dengan sikap dan sifat menolak kebenaran (al-Kibr
batharu al-haqq), ia menjadi salah satu sifat yang menyebabkan kejelekan dan
keburukan seseorang. Sifat dan sikap ini bisa menjadikan seseorang tertutup (terhijab)
hatinya dari cahaya Allah. Kekaguman pada diri sendiri bisa berakibat timbulnya
sikap sombong dan angkuh terhadap orang lain dan merendahkan serta meremehkan
mereka dalam pergaulan. Allah SWT berfirman dalam surah Ghafir ayat 60, yang
artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang takabur tentang penyembahan pada-Ku, niscaya
akan aku masukkan ke dalam neraka Jahannam kekal di dalamnya.”
Sebab timbulnya penyakit takabur di antaranya adalah:
1. Ilmu
2. Amal dan ibadah
3. Garis keturunan
4. Kecantikan
5. Harta
6. Kekuatan
7. Pengikut, pendukung, murid, anak, keluarga

Sifat takabur dapat dikatakan perangai di dalam jiwa yang menunjukkan


kepuasan, kesenangan dan kecenderungan kepada tingkatan (martabat) di atas orang
lain. Jadi, selain menyangkut orang pertama (yang menyombongkan diri), sifat ini
juga melibatkan orang kedua (yang dibohongi). Jadi, hakikat takabur itu baru
terwujud bila seseorang mendapat tiga keyakinan di dalam dirinya, di antaranya:

a. Ia melihat dirinya memiliki martabat.


b. Ia melihat pada diri orang lain juga memiliki martabat.
c. Bila ia menganggap martabatnya lebih tinggi dari pada orang lain.

C. Riya
Makna Riya sejatinya mengacu pada perbuatan yang bukan karena mencari
keridhaan Allah, namun hanya mencari pujian atau pamrih dari orang lain, seperti
firman Allah SWT dalam surah al-Ma’un ayat 4 sampai 6, yang artinya:
“Kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
salatnya, dan orang-orang yang berbuat Riya.”
Terkait dengan penjelasan Riya, al-Tustari menjelaskan sebagaimana dikutip
oleh Waryono Abdul Ghafar, bahwa Riya dapat wujud dalam tiga tahap aktivitas
manusia, antara lain:
1. Riya pada awal aktivitas (dalam niat), seseorang bermaksud ingin mendapat
pujian, sanjungan, dan penghargaan dari orang lain, bukan niat dan
mengharapkan ridha Allah.
2. Riya dalam aktivitas, senantiasa menampakkan kesungguhan, kerajinan, dan
kekhusyukan dalam beribadah.
3. Riya setelah beraktivitas, bergembira atas pujian mengenai kebaikan yang
dilakukannya.

Riya merupakan sifat tercela yang melekat pada setiap amal perbuatan,
dilakukan untuk dilihat orang lain agar mendapat pujian, sanjungan, kedudukan, dan
popularitas. Sifat Riya selain merupakan salah satu sifat orang munafik, ia juga
termasuk dalam koridor syirik ashghar yang menjadi palang pintu bagi masuknya
syirik akbar.

D. Bakhil (Kikir)
Kikir dalam bahasa Arab disebut ‘Bakhil” dan menurut istilah ialah sifat
seseorang yang amat tercela dan hina, tidak hendak mengeluarkan harta wajib
dikeluarkan. Baik dalam ketentuan agama seperti zakat, nafkah keluarga atau
ketentuan perikemanusiaan seperti sedekah, infak, dan hadiah. Bakhil adalah usaha
total untuk mempertahankan kekayaan ketika kekayaan tersebut ada. Sifat bakhil
muncul karena terlalu cinta kepada dunia. Ia meyakini bahwa harta bendanyalah yang
menyelamatkan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. Allah SWT berfirman
dalam surah al-Isra ayat 29 sampai 30, yang artinya:
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah
(pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela
dan menyesal. Sungguh tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki
dan membalas (bagi siapa yang dia kehendaki), sungguh dia Maha mengetahui dan
maha melihat hamba-hambanya.”

E. Ujub
Ujub dalam bahasa arab yang pengertiannya secara umum adalah
membanggakan diri sendiri merasa heran terhadap diri sendiri sebab adanya satu dan
lain hal. Menurut Al-Junjani, ujub adalah anggapan seseorang terhadap ketinggian
dirinya, padahal ia tidak berhak untuk anggapan itu. Hati manusia yang ujub, di saat
ia merasa ujub adalah buta sehingga ia melihat dirinya sebagai orang yang selamat
padahal ia adalah celaka, ia melihat dirinya sebagai orang yang benar padahal ia
adalah salah. Hakikat sifat ujub adalah, kesombongan batin atas kesempurnaan ilmu
atau amal yang digambarkannya melalui lisan maupun perbuatan (tindakan). Allah
SWT berfirman dalam surah an-Najm ayat 32, yang artinya:
“...........janganlah kamu mengatakan dirimu suci. dialah yang paling mengetahui
tentang orang yang bertakwa.”
Faktor yang memengaruhi timbulnya ujub di antaranya adalah:
1. Faktor keturunan dan lingkungan.
2. Sanjungan dan pujian yang berlebihan.
3. Bergaul dengan orang yang terkena penyakit ujub.
4. Kufur nikmat dan lupa kepada Allah SWT.
5. Menangani suatu pekerjaan sebelum matang dalam menguasainya dan
belum terbina dengan sempurna.
6. Jahil dan mengabaikan hakikat diri (lupa daratan).
7. Berbangga-bangga dengan nasab dan keturunan.
8. Berlebih-lebihan dalam memuliakan dan menghormati.
9. Lengah dari akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ujub.
REFERENSI

Arif, M. (2019). Pendidikan kejiwaan dan kesehatan mental (Perspektif fakhruddin ar-razi).
Farabi, 16(2), 161-180. DOI: https://doi.org/10.30603/jf.v16i2.1081

Hawari, A. (2020). Hasad Dalam Perspektif Ulama: Debibik Nabilatul Fauziah. Hawari:
Jurnal Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam, 1(1), 11-21. Diambil dari https://journal.
unsika.ac.id/index.php/hawari/article/view/3935

Nurkamiden, U. D. (2016). Cara mendiagnosa penyakit ujub dan takabur. Tadbir: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam, 4(2), 115-126. Diakses dari https://journal.iaingorontalo.ac.id/
indeks.php/tjmpi/article/view/445

Sugianto, E. (2020). Distribusi ekonomi islam dalam perspektif pendidikan qs. Al-isra’ ayat
29-30. Tawshiyah: Jurnal Sosial Keagaman dan Pendidikan Islam, 15(1), 72-84. DOI:
https://doi.org/10.32923/taw.v15i1.1664

Zulfikar, E. (2018). Interpretasi makna riya’ dalam al-qur’an: Studi kritis perilaku riya’ dalam
kehidupan sehari-hari. Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, 3(2), 143-157.
DOI: https://doi.org/10.15575/al-bayan.v3i2.3832

Anda mungkin juga menyukai