Kelompok 2
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat
kebaikan-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Tidak lupa, tim penyusun atau kelompok tiga ingin mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Supriyanto S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama dan Budi Pekerti yang sudah membantu
kami dalam proses penggarapannya.
Makalah yang berjudul “Menguatkan Iman dengan Menjaga Kehormatan, Ikhlas, Malu,
dan Zuhud” disusun oleh kami selaku kelompok dua untuk memenuhi tugas mata pelajaran
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti.
Lewat proses panjang, kami pun yang beranggotakan tujuh orang sedikitnya bisa
mengetahui proses konkret dalam menguatkan iman. Semoga hal-hal yang sudah kami dapatkan
bisa diwujudkan dan berdampak banyak bagi diri sendiri dan orang lain.
Kami pun mengetahui jika makalah yang sudah digarap masih jauh dari kata sempurna.
Masih banyak kekurangan sehingga kami sangat berharap saran dan kritiknya kepada kami agar
di kemudian hari kami bisa membuat satu makalah yang lebih berkualitas.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah Pendidikan Agama
dan Budi Pekerti ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................
1.2 Tujuan.............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................
Ilmu pengetahuan selalu berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat pesat, sesuai
dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Begitu banyak
perubahan yang menyangkut dalam segi aspek kehidupan dari mulai kepribadian, tingkah laku,
hingga rasa saling menghargai yang kini semakin jarang di dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam kesempatan kali ini kami mencoba menyusun makalah tentang bagaimana cara
menguatkan iman, menjaga kehormatan, ikhlas, dan zuhud.
1.2 Tujuan
Sebagaimana yang telah di uraikan sebelumnya, berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1) Untuk mengetahui arti dari menguatkan iman, menjaga kehormatan, ikhlas, dan zuhud.
2) Untuk bagaimana melaksakan hal-hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
3) Membahas dalil-dalil mengenai hal-hal yang telah disebutkan di atas.
BAB II PEMBAHASAN
1. Menjaga Kehormatan
Menjaga kehormatan adalah menjaga harga diri, nama baik, dan kemuliaan diri. Dengan
kata lain menjaga harkat, martabat dan harga diri manusia. Menjaga kehormatan dalam Bahasa
Arab disebut dengan muru’ah. Muru’ah adalah proses penjagaan tingkah laku seseorang agar
sejalan dengan ajaran agama, menghiasi diri dengan akhlak terpuji dan menjauhi segala bentuk
keburukan. Selain muru’ah juga disebut dengan istilah ‘iffah. Secara bahasa, istilah ‘iffah berarti
mencegah dari sesuatu yang tidak bermanfaat atau menjauhi hal yang buruk dan terlarang.
Sedangkan secara istilah berarti sifat yang menjadikan seseorang dapat menghindar dari
menuruti hawa nafsunya.Sikap menjaga kehormatan, terdapat dalam Q.S. Al-Ahzab/33:35.
"Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki
dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."
2. Ikhlas
Ali Abdul Halim (2010) mengatakan bahwa ikhlas dapat dibagi menjadi tiga tingkatan
yaitu,
3. Malu
Malu dalam bahasa Arab disebut kata al-haya’. Malu disebutkan oleh Nabi Saw sebagai
cabang dari iman karena dengan sifat malu seseorang dapat tergerak melakukan kebaikan dan
menghindari keburukan. Sifat malu akan selalu mengantarkan seseorang pada kebaikan.
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar: suatu saat Nabi saw bertemu seorang laki-laki yang mencela
saudaranya yang pemalu. Bahkan lelaki tersebut mengatakan rasa malu telah membahayakanmu.
Maka Rasulullah bersabda: berhentilah kamu mencela saudaramu, karena malu adalah bagian
dari iman.” (H.R. Al-Bukhāri)
Menurut Ibnu Hajar penulis kitab Fath al-Bari, malu dibagi menjadi dua, yaitu.
1) Malu naluri (gharizah) yakni sifat malu yang Allah ciptakan pada diri hamba sehingga
mengantarkan hamba tersebut melakukan kebaikan dan menghindari keburukan serta
memotivasi untuk berbuat yang indah.
2) Malu yang dicari/dilatih (muktasab). Sifat malu ini ada kalanya bagian dari iman, seperti
rasa malu sebagai hamba di hadapan Allah pada hari kiamat, sehingga menjadikannya
mempersiapkan bekal untuk menemui Allah di akhirat nanti.
Dengan demikian, sifat malu sangat penting dimiliki oleh setiap manusia, karena dapat
menjadi perantara meningkatkan keimanan sampai pada puncaknya. Supian Sauri (2019)
menegaskan bahwa manusia yang memiliki sifat malu (haya’) ialah manusia yang mampu untuk
menahan dan menutup diri dari hal-hal yang akan dapat mendatangkan aib atau keburukan pada
dirinya.
4. Zuhud
Zuhud secara bahasa berarti sesuatu yang sedikit, tidak tertarik terhadap sesuatu dan
meninggalkannya. Jadi, zuhud berarti meninggalkan dari kesenangan dunia untuk lebih
mementingkan ibadah. Orang yang melakukan zuhud disebut dengan zāhid.
Dalam kaitannya dunia, zuhud diartikan meninggalkan dunia dan menganggap dunia
adalah hal yang hina. Meskipun demikian perlu diingat, perilaku zuhud bukan berarti tidak
memperhatikan urusan duniawi, atau bukan berarti tidak memiliki harta dan mengasingkan diri
dari dunia. Para ulama menjelaskan bahwa hal tersebut bukanlah maksud dari zuhud.
Anjuran zuhud dalam bertasawuf dilatarbelakangi oleh keyakinan kalangan sufi bahwa
manusia cenderung terlalu menikmati hal-hal yang bersifat keduniaan yang mubah. Sehingga
akhirnya dapat menyebabkan manusia terjerumus ke sikap berlebihan sebagaimana penjelasan
sebelumnya. Lebih lanjut Rasul juga menyebutkan salah satu bahaya seseorang yang tidak
berlaku zuhud, yaitu dapat dijangkiti penyakit wahn, sebagaimana sabda beliau:
Dalam Islam, cinta dunia bukan berarti meninggalkan harta duniawi. Imam Ghazali dalam
Kitab Ihya’ ‘Ulumudin menjelaskan bahwa zuhud bukan berarti meninggalkan harta duniawi.
Perilaku zuhud adalah seseorang mampu mendapatkan/menikmati dunia tanpa menjadikan
dirinya hina, tanpa menjadikan nama baiknya buruk, tanpa mengalahkan kebutuhan rohani dan
tanpa menjadikannya jauh dari Allah.
Zuhud terhadap dunia sebagaimana yang diamalkan Rasulullah Saw. dan para sahabat
bukanlah mengharamkan hal-hal yang baik dan mengabaikan harta. Selain itu orang yang zuhud
tidak selalu identik dengan berpakaian yang kumal penuh tambalan. Zuhud juga bukan duduk
bersantai-santai di rumah menunggu sedekah, karena sesungguhnya amal, usaha, dan mencari
nafkah yang halal adalah ibadah yang akan mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Sehingga
harta tidak memperbudak dirinya.
BAB III PENUTUP
Dalam penutup makalah ini, kita dapat menyimpulkan bahwa menjaga kehormatan, ikhlas,
malu, dan zuhud adalah nilai-nilai yang memperkuat dimensi spiritual dan moral dalam
kehidupan sehari-hari. Ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi memberikan landasan yang kuat untuk
memahami dan mengamalkan nilai-nilai tersebut.
Dalam mengimplementasikan sikap muru’ah, ikhlas, malu, dan zuhud, kita perlu
memahami bahwa hal ini bukan hanya kewajiban spiritual, tetapi juga mencerminkan integritas
dalam tindakan sehari-hari. Dengan menjaga perkataan, berpakaian sesuai syariat, menjauhi
perbuatan tercela, dan menggunakan harta dengan baik, kita dapat menciptakan lingkungan yang
lebih baik.
Selain itu, tingkatan ikhlas yang disebutkan Ali Abdul Halim memberikan perspektif yang
mendalam, menunjukkan bahwa ikhlas bukan hanya mencari keuntungan dunia atau akhirat,
tetapi lebih pada cinta dan rindu kepada Allah. Malu, sebagai cabang iman, juga dapat
membimbing kita menuju perilaku yang baik dan menjauhi keburukan.
Terakhir, konsep zuhud mengajarkan kita untuk menikmati dunia tanpa terjerat olehnya,
memahami bahwa harta dan kenikmatan dunia adalah ujian yang perlu dijalani dengan penuh
kesadaran akan tanggung jawab spiritual. Dengan menerapkan nilai-nilai ini, kita dapat
menciptakan masyarakat yang lebih bermoral dan beradab.