Anda di halaman 1dari 19

AQIDAH ISLAM

Oleh:

Kelompok 5

1. Adinda Diana Suci Istiqomah 2007113879

2. Ibnu Rizqullah 2007113881

3. Teddy Prasetya 2007113870

Dosen:

Khairul Amin, M.Pd.I.

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. karena atas rahmat dan karunia-nya kami dapat
menyelesaikan makalah Pendidikan Agama Islam ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Adapun maksud dari pembuatan makalah ini untuk memaparkan materi yang kami
lakukan terhadap tugas yang diberikan oleh ustadz Khairul Amin, M.Pd.I. mengenai Aqidah
Islam.

Terlepas dari segala hal, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Pekanbaru, 06 Oktober 2020

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. i


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ........................................................................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
A. Pengertian Aqidah Islam ................................................................................................................ 3
B. Keistimewaan Aqidah Islam .......................................................................................................... 3
C. Implementasi Aqidah dalam kehidupan ....................................................................................... 6
D. Proses lahirnya iman ...................................................................................................................... 7
E. Iman antara hati dan aplikasi ........................................................................................................ 8
F. Rukun iman ................................................................................................................................... 10
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................................... 15
1. Kesimpulan .................................................................................................................................... 15
2. Saran .............................................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aqidah Islam berpangkal pada keyakinan “Tauhid” yaitu keyakinan tentang wujud Allah,
Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada yang menyekutuinya, baik dalam zat, sifat-sifat maupun
perbuatannya. Akhlak mulia berawal dari aqidah, jika aqidahnya sudah baik maka dengan
sendirinya akhlak mulia akan terbentuk. Iman yang teguh pasti tidak ada keraguan dalam hatinya
dan tidak tercampuri oleh kebimbangan. Beriman kepada Allah pasti akan melaksanakan segala
perintahnya dan menjauhi larangannya. Beriman kepada Allah juga harus beriman kepada
Malaikat, Nabi, kitab, hari akhir, qada dan qadar Allah.

Aqidah memiliki peranan penting dalam mendidik siswa, ruang lingkup aqidah yang
dapat membentuk akhlak mulia akan mengantarkan manusia Indonesia sebagai manusia yang
mumpuni dalam segala aspek kehidupan. Dari ruang lingkup aqidah yang dijadikan rujukankan
terbentuknya manusia berakhlakul karimah, berarti manusia dapat menghindari akhlak tercela
sebagai manifestasi dari ajaran-ajaran aqidah Islam.

Pendidikan aqidah akhlak mempunyai arti dan peranan penting dalam membentuk
tingkah laku mahasiswa seutuhnya. Sebab dengan pendidikan aqidah akhlak inimaha siswa tidak
diarahkan kepada pencapaian kebahagiaan hidup di dunia saja, tetapi juga untuk kebahagiaan
hidup di akhirat. Dengan pendidikan aqidah akhlak siswa diarahkan mencapai keseimbangan
antara kemajuan lahiriah dan batiniah, keselarasan hubungan antara manusia dalam lingkup
sosial masyarakat dan lingkungannya juga hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan dengan
pendidikan aqidah akhlak pula siswa akan memiliki derajat yang tinggi yang melebihi makhluk
lainnya. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pendidikan aqidah akhlak dapat
dipandang sebagai suatu wadah untuk membina dan membentuk tingkah laku siswa dalam
mengembangkan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik).

1
B. Rumusan masalah
1. Apa itu pengertian akidah islam?
2. Apa-apa saja keistimewaan akidah islam?
3. Bagaimana implementasi akidah dalam kehidupan?
4. Bagaimana proses lahirnya iman?
5. Bagaiman perwujudan iman antara hati dan aplikasi?
6. Apa saja rukun iman?
C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian aqidah islam
2. Agar mengetahui keistimewaan aqidah islam
3. Untuk mengetahui implementasi aqidah dalam kehiduoan
4. untuk mengetahui proses lahirnya iman
5. Agar mengetahui perwujudan iman anatar hati dan aplikasi
6. Agar mengetahui apa saja rukun iman.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aqidah Islam

Aqidah secara bahasa berasal dari kata ‘aqd yang berarti mempererat, mengokohkan, dan
mengikat dengan kuat. Secara istilah aqidah adalah keyakinan yang kuat yang tidak dimasuki
oleh keraguan. Dengan demikian, aqidah Islam berarti keimanan yang kuat kepada
Allah Ta’ala dengan melaksanakan kewajiban berupa tauhid dan taat kepada-Nya, demikian
juga beriman kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman
kepada qadar serta mengimani semua yang sudah shahih tentang prinsip-prinsip agama
(ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, berita yang disebutkan dalam Alquran maupun sunah
baik ‘ilmiyyah (sebagai pengetahuan yang harus diyakini) maupun ‘amaliyyah (pengetahuan
yang harus diamalkan).

B. Keistimewaan Aqidah Islam

Yang dimaksud dengan keistimewaan yaitu sifat baik yang dimiliki oleh sesuatu yang
tidak dimiliki oleh yang lainnya. Keistimewaan akidah Islam banyak sekali, kami akan
mencukupkan dengan menyebutkan tiga perkara di antaranya, yaitu:

Akidah Islam Adalah Akidah Tentang Perkara Ghaib.

Perkara ghaib adalah perkara yang tidak terjangkau oleh indra, sehingga tidak bisa
dicapai oleh panca indra: pendengaran, penglihatan, sentuhan, penciuman, dan pengecap.
Sehingga seluruh perkara akidah yang wajib diyakini adalah perkara ghaib. Seperti iman kepada
Allâh Azza wa Jalla , para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, takdir,
siksa kubur dan nikmat kubur, dan lainnya, yang berdasarkan keterangan di dalam kitab suci al-
Qur’an dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Allâh Azza wa Jalla memuji
orang-orang yang beriman kepada perkara ghaib di permulaan surat al-Baqarah dengan firman-
Nya:
َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َٰ َ
َ ‫ب ۛ فيه ۛ ُه ًدى ل ْل ُم َّتق‬
‫ي‬ ِ ِ ِ ِ ‫﴾ ذ ِلك ال ِكتاب َل ري‬١﴿ ‫الم‬

Alif laam miin. Kitab (al-Qur’ân) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib. [Al-Baqarah/2:1-3]

Akidah Islam Adalah Akidah Yang Komplit

Kelengkapan akidah Islam terlihat jelas dalam tiga perkara sebagai berikut:

Pertama:

3
Ibadah adalah istilah yang meliputi semua perkara yang dicintai oleh Allâh Azza wa Jalla
dan diridhai-Nya, yang berupa perkataan dan perbuatan, yang lahir dan yang batin. Sehingga
ibadah itu mencakup ibadah-ibadah hati, seperti: mencintai (Allâh), takut (kepada siksa Allâh),
berharap (kepada rahmat Allâh), tawakkal (kepada Allâh); Dan mencakup ibadah- ibadah
perkataan, seperti dzikir, amar ma’ruf, nahi mungkar, dan membaca al-Qur’ân; Serta mencakup
ibadah-ibadah perbuatan, seperti shalat, puasa, haji, juga mencakup ibadah-ibadah harta, seperti
zakat dan shadaqah tathawwu’ (sunat). Juga mencakup syai’at semuanya. Karena jika seorang
hamba menjauhi semua perkara yang diharamkan dan melaksanakan kewajiban, hal-hal yang
dianjurkan, dan perkara-perkara yang mubah, untuk mencari wajah Allâh Subhanahu wa Ta’ala ,
perbuatannya itu menjadi ibadah yang diberi pahala.

Kedua:

Akidah mencakup hubungan hamba dengan Rabbnya juga hubungannya dengan sesama
manusia.

Ketiga:

Akidah mencakup keadaan manusia dalam kehidupan dunia, kehidupan di alam kubur,
dan kehidupan di akhirat. Oleh karena itu, bagi orang yang beriman, mengikuti wahyu, al-Kitab
dan as-Sunnah itu sudah cukup. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
َ ‫ش َٰى ل ْل ُم ْسلم‬ْ ُ َ ً َ ْ َ َ ً ُ َ ْ َ ْ ِّ ُ ً َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َّ َ َ
‫ي‬ ِِ ِ َ ْ ‫ش ٍء وهدى ورحمة وب‬ ‫ونزلنا عليك ال ِكتاب ِتبيانا ِلكل ي‬

Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. [An-Nahl/16: 89]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata pada tafsir ayat ini, “Sesungguhnya al-Qur’an
memuat segala ilmu yang bermanfaat, memuat berita yang telah terjadi dan ilmu yang akan
terjadi, dan memuat segala yang halal dan yang haram, dan segala yang dibutuhkan oleh manusia
dalam urusan dunia, agama, kehidupan, dan akhirat mereka. Dan petunjuk terhadap hati, serta
rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. [Tafsir Ibnu Katsir surat an-
Nahl, ayat ke- 98]

Karena memang petunjuk al-Qur’ân dan as-Sunnah telah lengkap, agama ini telah
sempurna, maka merupakan keharusan, bahkan kewajiban untuk mencukupkan diri dengan
agama ini, tanpa mengikuti selainnya. Dan sesungguhnya berpegang kepada al-Qur’ân dan as-
Sunnah merupakan jaminan dari kesesatan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ َّ َ َ ُْ َ ُّ َ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ َ
‫هللا َو ُسنة َر ُس ْو ِل ِه‬
ِ ‫ ِكتاب‬: ‫ت َركت ِف ْيك ْم أ ْم َري ِن لن ت ِضل ْوا َما ت َم َّسكت ْم ِب ِه َما‬

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada
keduanya: kitab Allâh dan Sunnah rasul-Nya. [Hadits Shahih Lighairihi. Riwayat Mâlik dan
lainnya]

4
Akidah Islam Adalah Akidah Tauqîfiyyah (Hanya Mengikuti Dalil)

Akidah Islam hanya berdasarkan kitab Allâh Azza wa Jalla (al-Qur’ân) dan riwayat yang
shahih dari Sunnah Rasûlullâh Muhammad bin ‘Abdullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sehingga akidah bukan tempat bagi ijtihad (fikiran; akal) karena sumbernya tauqîfiyah
(mengikuti dalil). Hal itu dikarenakan akidah yang shahih harus dilandasi keyakinan, sehingga
sumbernya harus pasti kebenarannya. Dan ini tidak didapati kecuali dalam kitab Allâh (al-
Qur’ân) dan riwayat yang shahih dari Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Berdasarkan ini maka semua sumber-sumber yang kebenaran tidak pasti, seperti qiyas dan akal
manusia tidak boleh dijadikan sumber akidah. Barangsiapa menjadikannya sebagai sumber
akidah maka dia telah menjauhi kebenaran, dan menjadikan akidah sebagai ruang ijtihad
(fikiran) yang terkadang salah dan terkadang benar.

Oleh karena itu ahli kalam, seperti Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan Asya’irah, menjadi sesat
ketika mereka menjadikan akal sebagai salah satu sumber akidah. Mereka mendahulukan
akal daripada nash-nash syari’at, sehingga di kalangan mereka, al-Qur’ân dan as-Sunnah hanya
mengikuti akal manusia. Ini merupakan penyimpangan dari jalan yang lurus, meremehkan kitab
Allâh (al-Qur’an) dan as-Sunnah, dan mempermainkan akidah Islam, karena mereka
menjadikannya tunduk kepada fikiran manusia dan ijtihad akal. Yang benar adalah akal
mendukung nash-nash syari’at, akal yang sharih (sehat) mendukung nash yang shahih (benar),
dan tidak menentangnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Ahlul bid’ah, mereka adalah ahlu
ahwa’ dan syubuhat. Mereka mengikuti persangkaan dan apa-apa yang disukai oleh hawa-nafsu.
Padahal telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka. Setiap kelompok dari ahlul
bid’ah telah membuat sendiri kaedah agama untuk dirinya. Kemungkinan dengan fikirannya dan
perbandingan (logika) nya, yang dia namakan perkara-perkara yang ditetapkan akal.
Kemungkinan dengan perasaannya dan hawa-nafsunya, yang dia namakan perkara-perkara yang
ditetapkan perasaan. Dan kemungkinan dengan apa yang dia tafsirkan dari al-Qur’ân dan dia
rubah-rubah kalimat-kalimat al-Qur’an dari tempat-tempatnya. Dan dia mengatakan bahwa dia
semata-mata mengikuti al-Qur’ân, sebagaimana kelompok Khawarij. Dan kemungkinan dengan
apa yang dia anggap sebagai hadits atau sunnah, padahal dusta atau lemah. Sebagaimana
disangka oleh kelompok Râfidhah yang berupa nash dan ayat-ayat. Dan kebanyakna orang yang
telah membuat-buat agama dengan fikirannya, atau perasaannya, dia berargumen dengan al-
Qur’ân dengan apa yang dia tafsirkan dengan penafsiran yang tidak benar. Dia menjadikan al-
Qur’ân sebagai argumen, tidak menjadikan sebagai dasar/pegangan, tetapi dasarnya yang
sebenarnya adalah fikirannya, seperti Jahmiyah, Mu’tazilah dalam masalah sifat-sifat dan
perbuatan-perbuatan Allâh”.

5
[An-Nubuwat, hlm. 129] Adapun anggapan kaum Mu’athillah (orang-orang yang
meniadakan kandungan nash syari’at) dan kaum Muawwillah (orang-orang yang
menyelewengkan kandungan nash syari’at) bahwa ada kontradiksi antara akal dengan syari’at,
maka itu disebabkan oleh kedangkalan akal manusia. Oleh karena itu, sesuatu yang dianggap
kontradiski seseorang, namun itu tidak dianggap kontradiksi oleh yang lain. Berdasarkan hal ini
maka sesungguhnya akal itu mendukung nash-nash syari’at dalam bab akidah dan bab-bab
lainnya. Namun akal bukan sebagai sumber yang berdiri sendiri untuk akidah. Sehingga akal
sendirian tidak boleh memikirkan tentang perkara-perkara ghaib, dan tentang perkara-perkara
yang akal tidak mengetahui ilmunya. Dan ilmu manusia tidak akan meliputi tentang Allâh Azza
ْ َ ُ ُ ََ
wa Jalla dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla : ‫يطون ِب ِه ِعل ًما‬ ‫وَل ي ِح‬

Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. [Thaha/20: 110]

C. Implementasi Aqidah dalam kehidupan

Aqidah memberikan peranan yang besar dalam kehidupan seseorang, karena :

➢ Tanpa aqidah yang benar, seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai
prasangka, yang lama kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkan
dirinya dari jalan hidup kebahagiaan.
➢ Tanpa aqidah yang lurus, seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh
berbagai informasi yang menyesatkan keimanan.

Oleh karena itu, akidah sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Beberapa implementasi aqidah dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari beberapa sisi,
antara lain:

1. Aqidah dalam individu


Implementasi aqidah dalam individu berupa perwujudan enam rukun iman dalam
kehidupan manusia. Contoh penerapannya adalah melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi semua larangan-Nya. Contohnya, merenungkan kekuasaan Allah swt,
berbuat kebaikan karena tiap gerakan kita diawasi Allah dan malaikat, mengamalkan
ayat- ayat Al Quran, menjalani risalah nabi, dan bertindak penuh perhitungan agar
tidak terjadi kesalahan, serta berikhtiar sebelum bertawakal. Kemampuan beraqidah
pada diri sendiri akan membuat hubungan kita dengan Allah dan manusia lain
menjadi lebih baik.
2. Aqidah dalam keluarga
Aqidah dalam berkeluarga mengajarkan kita untuk saling menghormati dan saling
menyayangi sesuai dengan ajaran islam. Contoh implementasi aqidah dalam keluarga

6
adalah shalat berjamaah yang dipimpin oleh ayah, dan berdoa sebelum melakukan
sesuatu.
3. Aqidah dalam kehidupan bermasyarakat
Aqidah sangat penting dalam hidup bermasyarakat karena dapat menjaga hubungan
dengan manusia lain. Hal ini bisa diwujudkan dengan berbagai cara, antara lain
dengan saling menghargai satu sama lain sehingga tercipta suatu masyarakat yang
tentram dan harmonis. . Contoh implementasi aqidah dalam kehidupan bermasyarakat
adalah tolong menolong, toleransi, musyawarah, bersikap adil, menyadari bahwa
derajat manusia itu sama di depan Allah swt dan pembedanya adalah nilai
ketakwaannya.
4. Aqidah dalam kehidupan bernegara
Setelah tercipta aqidah suatu masyarakat, maka akan muncul kehidupan bernegara
yang lebih baik dengan masyarakatnya yang baik pada negara itu sendiri. Tak perlu
lagi menjual tenaga rakyat ke negara lain karena rakyatnya sudah memiliki SDM
yang tinggi berkat penerapan aqidah yang benar. Apabila hal ini terlaksana 20 dengan
baik, maka negara tersebut akan memperoleh kehidupan yang baik pula dan semua
warganya akan hidup layak dan sejahtera.
5. Aqidah dalam pemerintahan
Implementasi aqidah yang terakhir adalah implementasi aqidah terhadap
pemerintahan yang dapat membuahkan hasil yang bagus untuk rakyat dan negaranya.
Contohnya saat menyelesaikan sebuah masalah pemerintahan. Dalam menyelesaikan
masalah pemerintahan, semuanya disandarkan pada ketetapan Alqur'an dan hadist.
Apabila permasalahan tersebut tidak memiliki penyelesaian yang pasti dalam Al-
qur'an dan hadist, maka akan dibuat keputusan bersama yang berasaskan kedua
sumber ajaran tersebut. Segala keputusan yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadist
adalah benar dan diridhoi Allah. Dengan begitu, nantinya akan dihasilkan suatu
kehidupan berbangsa dan bernegara yang insyaallah juga akan diridhoi Allah SWT.

D. Proses lahirnya iman

Spermatozoa dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang
digariskan ajaran Allah, merupakan benih yang baik. Allah menginginkan agar makanan yang
dimakan berasal dari rezeki yang halalan thayyiban. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu
yang sedang hamil mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang mengandung tidak lepas
dari pengaruh suami, maka secara tidak langsung pandangan dan sikap hidup suami juga
berpengaruh secara psikologis terhadap bayi yang sedang dikandung. Oleh karena itu jika
seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin yang muttaqin, maka suami isteri
hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang dikehendaki Allah.

Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar

7
kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh
terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari
lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati
seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna.

Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang
disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku
orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak.
Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak
berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela. Dalam hal ini
Nabi SAW bersabda, “Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan
menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.

E. Iman antara hati dan aplikasi

Dalam keyakinan yang benar yaitu keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sesuai
pemahaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, iman itu tidak cukup
keyakinan dalam hati, tetapi harus diucapkan di lisan dan dibuktikan dalam amal perbuatan
anggota badan. Jadi, ada tiga komponen di dalam iman. Jika seseorang mengucapkan laa ilaha
illallah, namun tiada amalan dalam hidupnya, seperti enggan untuk shalat sama sekali, maka
pengakuannya sebagai muslim hanyalah pengakuan yang dusta.

Dalam hadits dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda,

ُ ‫ق َو ْال َحيَا ُء‬


َ‫ش ْعبَةٌ مِ ن‬ َّ ‫ع ِن ال‬
ِ ‫ط ِري‬ َ ‫َّللاُ َوأَدْنَاهَا ِإ َما‬
َ ‫طةُ األَذَى‬ َ ‫ش ْعبَةً فَأ َ ْف‬
َّ َّ‫ضلُ َها قَ ْو ُل الَ ِإلَهَ ِإال‬ ْ ‫س ْبعُونَ أ َ ْو ِب‬
ُ َ‫ض ٌع َو ِستُّون‬ ْ ‫ااإلي َما ُن ِب‬
َ ‫ض ٌع َو‬ ِ
‫ان‬ ‫م‬
ِ َ ِ‫ي‬‫اإل‬ “Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha
illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR.
Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35).

Cabang Iman

Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman
adalah perkataan di lisan, keyakinan dalam hati, amalan dengan anggota badan, bertambah
dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat.

Disebutkan dalam hadits di atas bahwa cabang iman yang tertinggi ialah kalimat ‘laa
ilaha illalah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah). Kalimat tersebut adalah
pokok Islam dan Iman. Kalimat tersebut merupakan rukun pertama dari Islam dan yang bisa
membuat seseorang masuk Islam.

Sedangkan cabang iman yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari
jalanan, yang dimaksud di sini adalah menyingkirkan setiap gangguan apa pun. Sedangkan

8
meletakkan gangguan di jalanan termasuk sesuatu yang terlarang. Semisal memarkir mobil di
tengah jalan dan mengganggu kendaraan yang lalu lalang, ini termasuk meletakkan gangguan di
jalan. Mengalirkan air sehingga mengganggu orang lain di jalan, ini pun termasuk yang
terlarang. Begitu pula meletakkan batu sehingga mengganggu di jalan, ini pun terlarang. Apalagi
jika sampai meletakkan bom di jalanan, meskipun disebut sebagai jihad! Jika seseorang
menyingkirkan gangguan-gangguan tadi dari jalanan, itu menunjukkan keimanannya.

Malu pun termasuk cabang iman. Seseorang yang memiliki sifat malu, maka dirinya akan
semakin mempesona dengan akhlaknya yang mulia tersebut. Malu ada dua macam sebagaimana
dijelaskan oleh guru kami, Syaikh Sholih Al Fauzan:

1. Malu yang terpuji: Malu yang bisa mengantarkan pada kebaikan dan mencegah dari
kejelekan.

2. Malu yang tercela: Malu yang menghalangi seseorang dair berbuat baik, dari menuntut
ilmu dan malu bertanya dalam perkara yang dibingungkan.

Cabang iman sebenarnya amatlah banyak, sebagaimana disebutkan ada 60 atau 70 sekian
cabang. Bahkan Imam Al Baihaqi memiliki karya tulis dalam masalah cabang-cabang iman ini,
yaitu dalam kitab Syu’abul Iman dan kitab ringkasannya pun sudah ada yang tercetak (dalam
versi Arabic).

Beberapa Keyakinan dalam Masalah Iman

1. Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Iman adalah keyakinan dalam hati, perkataan dalam lisan
dan amalan dengan anggota badan. Dalil yang menunjukkan keyakinan ahlus sunnah
adalah hadits Abu Hurairah yang telah disebutkan di atas. Perkataan ‘laa ilaha illallah’
menunjukkan bahwa iman harus dengan ucapan di lisan. Menyingkirkan duri dari jalanan
menunjukkan bahwa iman harus dengan amalan anggota badan. Sedangkan sifat malu
menunjukkan bahwa iman harus dengan keyakinan dalam hati, karena sifat malu itu di
hati. Inilah dalil yang menunjukkan keyakinan ahlu sunnah di atas. Sehingga iman yang
benar jika terdapat tiga komponen di dalamnya yaitu (1) keyakinan dalam hati, (2)
ucapan di lisan, dan (3) amalan dengan anggota badan.

Secara jelas keyakinan Ahlus Sunnah mengenai iman termaktub dalam perkataan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah di mana beliau
berkata,

‫ان‬ِ ‫س‬ َ ‫ب َوال ِِّل‬ِ ‫ع َم ُل ْال َق ْل‬


َ ‫ َو‬، ‫ان‬ ِ ‫س‬ ِ ‫ قَ ْو ُل ْالقَ ْل‬، ‫ع َم ٌل‬
َ ‫ب َوال ِِّل‬ َ ‫اإلي َمانَ قَ ْو ٌل َو‬ َ ‫سنَّ ِة َو ْال َج َما‬
ِ ْ ‫ع ِة أ َ َّن ال ِدِّينَ َو‬ ُ ُ ‫ َومِ ْن أ‬: ‫ص ٌل‬
ُّ ‫صو ِل أ َ ْه ِل ال‬ ْ
‫ص َي ِة‬ِ ‫ص ِب ْال َم ْع‬ُ ُ‫ َو َي ْنق‬، ‫ع ِة‬ َّ ‫اإلي َمانَ َي ِزيدُ ِبال‬
َ ‫طا‬ ِ ‫َو ْال َج َو ِار‬
ِ ْ ‫ َوأ َ َّن‬، ‫ح‬
“Fasal: Di antara pokok akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bahwa agama dan iman
terdiri dari: perkataan dan amalan, perkataan hati dan lisan, amalan hati, lisan dan

9
anggota badan. Iman itu bisa bertambah dengan melakukan ketaatan dan bisa berkurang
karena maksiat.”

2. Murji’ah: Iman adalah keyakinan dalam hati dan ucapan di lisan saja.

3. Karomiyah: Iman adalah ucapan di lisan saja.

4. Jabariyyah: Iman adalah pengenalan dalam hati saja.

5. Mu’tazilah: Iman adalah keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan dan amalan anggota
badan. Namun ada sisi yang membedakan Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah. Mu’tazilah
menganggap bahwa pelaku dosa besar hilang darinya cap iman secara total dan kekal di
neraka. Sedangkan Ahlus Sunnah, pelaku dosa besar masih diberi cap iman, akan tetapi ia
dikatakan kurang imannya dan tidak kekal dalam neraka jika memasukinya.

F. Rukun iman

Rukun Iman adalah tiang-tiang fondasi keimanan dari seorang muslim, apabila ia
memiliki dan mengamalkan rukun iman, maka dia akan memiliki keimanan yang kuat. Dan
apabila ia mengabaikan rukun iman dalam hidupnya, maka ia akan dengan mudah diguncang
hatinya dengan berbagai masalah dan kegelisahan dalam keimanan.

Terdapat enam rukun iman, yang didasarkan pada ayat-ayat Jibril pada kitab Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab. Berikut keenam rukun
iman tersebut:

1. Iman kepada Allah


2. Iman kepada Malaikat
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
4. Iman kepada rasul
5. Iman kepada hari akhir
6. Iman kepada qodho dan qodar

AL-QUR’AN DAN HADIS TENTANG RUKUN IMAN

Rukun iman telah dicantumkan atau disebutkan di dalam al qur’an pada surat Al Baqarah
ayat 177 yang artinya: “Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.” Disini disebutkan terdapat lima hal
yang mampu menjadi dasar keimanan atau sumber kebaikan dalam islam.

Sedangkan dalam ayat lain menyebutkan : “Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang
diturunkan kepadanya dari tuhannya demikian pula orang-orang beriman. Semuanya beriman
kepada Allah, Malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, dan rasul-rasul Nya. Kami tidak
membeda-bedakan antara seorang rasul dengan yang lainnya.” Ayat ini merupakan ayat pada
surat Al Baqarah ayat 285.
10
Sedangkan khusus untuk beriman kepada takdir, Allah telah berfirman secara khusus
pada ayat 49 surat Al Qomar yang artinya “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut ukuran.” Menurut ayat ini, Allah telah menuliskan takdir dari tiap-tiap makhluk Nya
tidak secara acak ataupun kebetulan, melainkan semuanya dalam keadaan telah diperhitungkan
baik dan buruknya.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
salam pernah bersabda bahwa “Iman adalah: kamu beriman kepada Allah dan malaikat-malaikat
Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari kemudian dan takdir yang baik maupun yang buruk.”
Dalam redaksi definisi rukun iman dalam enam isi disebutkan dalam hadis ini.

RUKUN IMAN YANG KE-1: IMAN KEPADA ALLAH

Hal pertama yang wajib di amalkan oleh seorang muslim untuk menambah keimanannya
dalam islam adalah anda harus mengimani tentang keberadaan Allah Subhanallahu wa ta’ala.
Seperti halnya saat anda ingin menjadi seorang muslim sepenuhnya, maka anda harus
mengucapkan dua kalimat syahadat yang menunjukkan bahwa anda bersedia untuk beriman.
“Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah.” Hal ini menunjukkan bahwa saat anda memilih islam sebagai agama anda, maka anda
harus mengakui keesaan dari Allah dan tidak ada dzat apapun yang mampu menjadi pesaing
maupun mampu menjadi sekutu Nya.

Cara beriman kepada Allah ada dua macam, yaitu beriman kepada Allah secara
rububuiah yang berarti bahwa tiada yang mampu mencipta, menguasai dan mengatur alam
semesta kecuali Allah. Dan secara uluhiah yang berarti bahwa tidak ada dzat yang berhak
disembah kecuali Allah dan mengingkari adanya tuhan lain selain Allah.

Mengimani sifat Allah, yakni wujud, qidam, baqa’, almumatsalatu lil hawaditsi,
qiyamuhu binafsihi, wahdaniyat, qudrat, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar’ kalam, qadiran,
muridan, ‘aliman, hayyan, samian, basyiran, mutakalliman. Mengimani sifat Allah dapat
membantu anda untuk terus menambah keimanan kepada Allah.

RUKUN IMAN YANG KE-2: IMAN KEPADA MALAIKAT

Malaikat merupakan makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya, malaikat juga memiliki
sifat untuk selalu patuh dan taat kepada apa yang diperintahkan oleh Allah. Malaikat tidak
memiliki nafsu, sehingga malaikat tidak makan ataupun minum, melainkan malaikat selalu
berdzikir kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala.

Sebagai makhluk yang selalu taat kepada perintah Allah, malaikat berhak di yakini dan
diakui keberadaannya. Salah satu cara untuk mengimani keberadaan malaikat adalah dengan
menghafalkan dan memahami nama maupun tugas dari masing-masing malaikat Allah. Anda
juga cukup mengetahui dan menghafal 10 malaikat utama beserta tugas-tugasnya, yakni:

11
1. Malaikat Jibril, memiliki tugas menyampaikan wahyu dari Allah kepada para Nabi atau
rasul Nya.
2. Malaikat Mikail, memiliki tugas untuk menurunkan hujan dan memberikan rezeki kepada
setiap makhluk Allah.
3. Malaikat Isrofil, memiliki tugas meniup sangkakala di hari penghabisan.
4. Malaikat Izroil, memiliki tugas untuk mencabut nyawa.
5. Malaikat Rakib, memiliki tugas mencatat amal baik manusia.
6. Malaikat Atid, memiliki tugas mencatat amal buruk manusia.
7. Malaikat Mungkar, memiliki tugas untuk menanyai roh dalam kubur.
8. Malaikat Nakir, memiliki tugas untuk menanyai roh dalam kubur.
9. Malaikat Malik, memiliki tugas untuk menjaga pintu gerbang neraka.
10. Malaikat Ridwan, memiliki tugas untuk menjaga pintu gerbang surga.

RUKUN IMAN YANG KE-3 : IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

Allah telah menurunkan beberapa kitab yang berisi tentang wahyu dan petunjuk kepada
nabi ataupun rasul, sehingga dapat mereka jadikan petunjuk untuk para umat dan pengikutnya.
Berdasarkan Al Qur’an, Allah telah menurunkan empat buah kitab melalui malaikat jibril
ataupun secara langsung kepada masing-masing nabi dan rasul Nya. Berikut ini adalah keempat
dari kitab-kitab tersebut:

1. KITAB TAURAT

Kitab taurat merupakan kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa AS sebagai petunjuk
kepada kaumnya. Karena Nabi Musa saat itu menjadi Nabi yang diutus kepada Bani Israil, maka
kitab Taurat merupakan kitab petunjuk yang di gunakan sebagai pedoman bagi Bani Israil. Isi
dari kitab Taurat merupakan 10 perintah tuhan atau dikenal sebagai The Ten Commandements.

2. KITAB ZABUR

Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud AS. Kitab ini ditujukan sebagai petunjuk dan
pedoman kepada para kaum Nabi Daud. Kitab ini disebut juga sebagai “Mazmur” dan memiliki
isi berupa nyanyian dan pujian kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala atas segala nikmat dan
rahmat yang telah Dia berikan kepada kaum Nabi Daud pada saat itu.

3. KITAB INJIL

Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS. Sama halnya dengan kitab Taurat, kitab Injil
diturunkan sebagai petunjuk dan pedoman bagi kaum Israil. Isi dari kitab Injil adalah pokok
tatacara untuk menjadalani kehidupan secara zuhud, dimana kita di haruskan untuk
meninggalkan berbuat kerusakan dan memiliki sifat ketamakan saat di dunia.

4. KITAB AL QUR’AN

12
Berbeda dengan kitab-kitab yang lainnya, Al Qur’an merupakan kitab yang di turunkan
kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam untuk digunakan sebagai pedoman seluruh
umat manusia di dunia. Kitab ini diturunkan melalui perantara malaikat Jibril dan secara
berangsur-angsur atau tidak secara langsung, serta apabila kita membacanya maka kita mendapat
pahala.

RUKUN IMAN YANG KE-4: IMAN KEPADA RASUL

Salah satu cara mengimani nabi dan rasul Allah adalah dengan cara mempercayai bahwa
Allah telah mengutus manusia dengan segala kelebihannya untuk memberikan petunjuk kepada
kaumnya dan juga seluruh umat manusia di muka bumi ini untuk beriman dan mengakui keesaan
Allah Subhanallahu wa ta’ala. Serta mengenal dan mengetahui 25 nama-nama wajib Nabi dan
rasul:

1. Nabi Adam As.


2. Nabi Idris As.
3. Nabi Nuh As.
4. Nabi Hud As.
5. Nabi Sholeh As.
6. Nabi Ibrahim As.
7. Nabi Luth As.
8. Nabi Ismail As.
9. Nabi Ishak As.
10. Nabi Yakub As.
11. Nabi Yusuf As.
12. Nabi Ayub As.
13. Nabi Sueb As.
14. Nabi Musa As.
15. Nabi Harun As.
16. Nabi Zulkifli As.
17. Nabi Daud As.
18. Nabi Sulaiman As.
19. Nabi Ilyas As.
20. Nabi Ilyasa As.
21. Nabi Yunus As.
22. Nabi Zakariya As.
23. Nabi Yahya As.
24. Nabi Isa As.
25. Nabi Muhammad SAW.

Diantara 25 nabi ini terdapat 5 orang rasul yang memiliki kelebihan dibandingkan nabi-nabi lain
dan memiliki gelar Ulul Azmi yang berarti Nabi atau rasul yang memiliki kesabaran yang luar

13
biasa. 5 orang rasul tersebut adalah Nabi Nuh As, Nabi Ibrahim As, Nabi Musa As, Nabi Isa As
dan Nabi Muhammad SAW. Kelima Nabi atau rasul ini wajib memiliki sifat jujur, dapat
dipercaya, amanah dan cerdas.

RUKUN IMAN YANG KE-5: IMAN KEPADA HARI AKHIR

Hari akhir atau disebut juga hari kiamat merupakan akhir dari seluruh kehidupan di
dunia. Pada saat itu, dunia dan seluruh isinya akan hancur secara berkeping-keping. Tidak akan
ada kehidupan satu pun baik manusia maupun makhluk gaib seperti malaikat maupun iblis. Pada
hari kiamat ini tidak akan ada satupun makhluk yang bisa lolos dari kehancuran yang
membinasakan.

Menanamkan keyakinan bahwa hari akhir itu akan benar-benar ada dan terjadi membuat
anda menjadi lebih meningkatkan ketakwaan kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala, agar
mendapatkan ampunan dari segala dosa dan diselamatkan dan di berikan tempat di surga
nantinya. Hari kiamat da kedahsyatannya pun telah banyak disebutkan serta dikisahkan dalam Al
Qur’an maupun hadis.

Allah berfirman dalam surat Al Hajj atay 6-7, yang artinya “Yang sedemikian itu supaya
kamu mengerti bahwa Tuhan Allah itu Tuhan yang benar dan Tuhan itu menghidupkan segala
yang telah mati. Lagi Allah itu maha kuasa atas segala sesuatu. Dan sesungguhnya kiamat itu
pasti datang, tidak ragu lagi. Tuhan Allah benar-benar akan membangkitkan orang-orang yang
ada dalam kubur.”

Allah juga berfirman dalam surat Az Zumar ayat 68, bahwa “Sungguh pada hari kiamat
akan ditiup sangkakala (terompet) lantas matilah sekalian apa yang ada di langit dan yang di
bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian akan ditiup padanya sekali lagi,
kemudian mereka sekalian akan bangkit memandang (menunggu keputusan).”

RUKUN IMAN YANG KE-6: IMAN KEPADA QODHO DAN QODAR

Qodho merupakan suatu keputusan atau nasib dari seseorang yang telah bersifat tetap dan
tidak bisa di ubah lagi, seperti hari kematian. Sedangkan qodar adalah takdir atau nasib yang
masih berupa perkiraan atau masih dapat diusahakan untuk diperbaiki atau diarahkan ke arah
yang lebih baik, dan tentunya atas izin Allah Subhanallahu wa ta’ala, salah satunya adalah kapan
rezeki akan di berikan.

Saat anda ingin mengimani qodho dan qodar Allah maka anda juga harus mengimana 4
perkara, yakni percaya bahwa Allah telah mengimani seluruh apa yang telah maupun yang belum
terjadi, Allah telah menuliskan segala ketentuan dan takdir makhluk hidup dan menuliskannya di
lauh al-Mahfudz, tidak ada segala sesuatu yang diam atau bergerak tanpa izin Allah dan semua
adalah ciptaan Allah.

14
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan sebagai fondasi. Di mana
seluruh komponen ajaran Islam tegak di atasnya. Aqidah merupakan beberapa prinsip keyakinan.
Dengan keyakinan itulah seseorang termotivasi untuk menunaikan kewajiban-kewajiban
agamanya. Karena sifatnya keyakinan maka materi aqidah sepenuhnya adalah informasi yang
disampaikan oleh Allah Swt. melalui wahyu kepada nabi-Nya, Muhammad Saw.

Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Akal pikiran tidaklah menjadi
sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber
tersebut dan mencoba –kalau diperlukan – membuktikan secara ilmiah kebenaran yang
disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa
kemampuan akal sangat terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai
sesuatu yang tidak terbatas. Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa
ruh/aqidah maka syari’at/jasad kita tidak ada guna apa-apa.

2. Saran

Aqidah merupakan hal yang sangat penting namun sering kali diabaikan. Persoalannya
adalah bagaimana kita ber-aqidah yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadist. Karena dewasa ini
telah banyak bertebaran aqidah yang mengatasnamakan islam namun melenceng dari tuntunan
yang berlaku.

Marilah kita sebagai kaum muslim berintelektual membangun peradaban islam yang
baldatun, toyibatun, warabbun ghofur. Semoga apa yang telah kami sajikan tadi dapat diambil
intisarinya yang kemudian diamalkan juga semoga berguna bagi kehidupan kita di masa yang
akan datang.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/30886/4/BAB_1.pdf
https://yufidia.com/2893-aqidah-islam.html
https://almanhaj.or.id/5596-keistimewaankeistimewaan-akidah-islam.html
http://eprints.walisongo.ac.id/188/3/4105028_Bab2.pdf
https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-04
https://muslim.or.id/14768-iman-keyakinan-ucapan-dan-amalan.html
https://umma.id/article/share/en/1017/577193
http://pemudaperaihasa.blogspot.com/2016/09/makalah-tentang-aqidah-islam.html

16

Anda mungkin juga menyukai