Anda di halaman 1dari 28

AQIDAH ISLAM

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DOSEN PENGAMPU: MUALIMIN, M.PD.I.

OLEH

KELOMPOK 7

ALYUDA PUTRA 2015011021

FADHIL ZHURAHMAN ASRI 2015011082

RAHMA MAULIDIANA 2065011001

REYSA FINANDA 2015011052

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan kecerdasan dan ilmu
pada setiap manusia. Atas berkat rahmat-Nya pula makalah “Aqidah Islam” ini
bisa selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini mengambil topik mengenai mata kuliah Aqidah Islam. Dalam
makalah ini kami menjelaskan secara lebih mendalam mengenai Aqidah Islam
dan memaparkan karakteristik serta ruang lingkup Aqidah Islam.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan perlu
mendapatkan berbagai koreksi di sana-sini baik yang bersifat redaksional maupun
substansi. Namun terlepas dari segala kekurangan tersebut, kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mualimin yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk melaksanakan tugas makalah ini, dan juga kepada
seluruh anggota tim yang telah berusaha secara maksimal melakukan kajian.
Semoga makalah ini bisa memperkaya khasanah pemikiran khususnya bagi
mahasiswa yang beragama Islam.

Bandar lampung, April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ............................................................................................................. 4
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 5
2.1 Pengertian Aqidah ............................................................................................ 5
2.2 Macam Macam Sumber Aqidah....................................................................... 7
2.3 Tujuan dan Fungsi Aqidah ............................................................................. 14
2.4 Penyimpangan Aqidah dan Cara Menanggulanginya .................................... 21
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aqidah adalah dasar, pondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi


bangunan yang akan di dirikan, harus semakin kokoh pondasi yang kuat.
Kalau pondasinya lemah bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada
bangunan tanpa pondasi. Aqidah adalah inti daripada pendidikan Islam
yang merupakan tujuan diutusnya para Rasul di muka bumi ini. Pendidikan
aqidah ini di bawa oleh setiap para Nabi dan Rasul, dengan seiringnya
penyebaran agama Islamdi muka bumi ini, maka pendidikan aqidah tidak
pernah terabaikan, karena Islam yang di sebarkan oleh para Nabi adalah
Islam yang masih murni atau masih utuh, yaitu keutuhan dalam Islam
kemudian iman dan ihsan. Aqidah yang benar adalah yang tercermin dari
kemurnian seluruh amal perbuatan manusia dan ibadahnya semata-mata
hanya untuk Allah Swt semata.

Dewasa ini hampir setiap orang banyak yang membutuhkan pendidikan


aqidah karena sekarang merupakan hal yang sangat mahal dan sulit untuk di
cari. Karena juga minimnya tentang pemahaman aqidah yang terkandung di
dalam al-Qur’an hadits akan semakin memperparah aqidah pada seseorang.
Oleh karena itu, membentuk aqidah yang kuat dan benar, hendaknya
seorang guru maupun orang tua dalam menanamkan aqidah terhadap anak
mulai di galakkan sejak usia dini, karena menanamkan aqidah yang benar

1
sangat mudah ketika dalam menanamkannya sebelum anak itu menginjak
dewasa. Pendidikan aqidah ini sangat perlu di aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah bahkan yang
sangat penting lagi adalah dilingkungan masyarakat sehingga akan tercipta
pribadi yang luhur, santun sesuai dengan kitab Allah yaitu Al-Qur’an dan
As-Sunnah.

Aqidah juga berarti pokok-pokok keimanan seseorang yang telah di tetapkan


oleh Allah Swt, dan kita sebagai seorang manusia atau hamba Allah sangat
wajib meyakininya sehingga layak di sebut sebagai orang yang beriman
(mu’min). Akan tetapi bukan berarti bahwa keimanan seseorang itu
ditanamkan dari dalam diri seseorang tersebut secara dogmatis, karena
keimanan sesorang itu harus melalui proses dalil-dalil aqli. Dikarenankan
dengan akal manusia yang sangat terbatas, maka juga tidak semua hal yang
diimani itu dapat di lihat oleh indra manusia dan tidak dapat di jangkau
dengan akal manusia.3 Pada dasarnya pendidikan merupakan kebutuhan
manusia yang sangat utama, yang di mulai sejak manusia itu di lahirkan di
dunia sehingga meninggal dunia. Bahkan manusia tidak akan menjadi
manusia yang berkepribadian tanpa melalui suatu pendidikan, karena
pendidikan adalah peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia
dalam mencapai kehidupan yang sebenarnya. Begitu juga dengan
pendidikan aqidah di ruang lingkup siswa di sekolah yang sangat
mempengaruhi terhadap tingkahlakunya sendiri, maka dari itu pendidikan
aqidah sangat mempunyai arti yang sangat penting dan berarti dalam
pembentukan kepribadian mahasiswa, karena dalam pendidikan aqidah tidak
hanya di arahkan kepada kehidupan di dunia saja melainkan juga kehidupan
dan kebahagiaan di akhirat. Allah menciptakan manusia dengan seindah-
indahnya dan yang selengkap-lengkapnya bentuk dibandingkan dengan

2
makhluk atau ciptaan yang lain. Kemudian Allah bimbing mereka dengan
cara mengutus para rasul-rasulnya, semua rasul itu menyerukan kepada
manusia dengan tauhid supaya mereka semua berjalan dan hidup dimuka
bumi ini dengan kehendak Sang pencipta yaitu Allah Swt melalui wahyu
yang di turunkan kepada rasulnya. Maka orang yang menerima wahyu Allah
yang di perantarakan melalui rosulnya di sebut orang mukmin sedangkan
orang yang tidak mau menerimanya disebut orang kafir serta orang yang
ragu-ragu dengan wahyu Allah disebut orang munafik yang juga merupakan
bagian dari orang kafir. Aqidah yang ada dalam tubuh manusia itu ibarat
kepalanya. Dengan demikian apabila suatu umat sudah rusak, maka bagian
yang harus dirubah terlebih dahulu adalah aqidahnya, apalagi ini adalah
menyangkut sebuah kebahagiaan di dunia dan di akhirat.Keberhasilan
seseorang dalam menggapai dunia dan akhirat disebabkan karena aqidah
atau keyakinan yang melekat pada jiwanya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah, sebagai berikut:


1. Apa pengertian Aqidah?
2. Apa saja sumber-sumber Aqidah?
3. Tujuan dan Fungsi Aqidah dalam Islam?
4. Apakah Pendidikan Agama Islam diperlukan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan makalah ini dibuat yaitu agar para pembaca dapat mengenal
lebih lanjut mengenai Aqidah Islam.

3
1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini yaitu dapat
memahami pentingnya memahami Aqidah Islam.

4
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aqidah

Aqidah adalah masalah yang paling fundamental dalam ajaran Islam,


karena aqidah adalah merupakan dasar konsepsi dari keseluruhan ajaran
Islam. Sehingga diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia atau
muslim, di sisi Allah sangat bergantung pada aqidahnya itu sendiri.

Secara etimologi, aqidah berasal dari kata al-'aqdu ( ُ‫)ال َع ْقد‬ ْ yang
berarti ikatan, at- tautsiiqu (ُ‫ )الت َّ ْوثِيْق‬yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (ُ‫ )اْ ِإلحْ كَام‬yang artinya mengokohkan
(menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (ُ‫)ا)الربْطُ ِبق َّوة‬
َّ yang berarti
mengikat dengan kuat.

Secara terminologi (istilah) menurut Prof. Dr. TM. Hasbi Ash


Shiddieqy adalah urusan yang harus dibenarkan dalam hati dan
diterimanya dengan cara puas, serta tertanam kuat kedalam lubuk jiwa
dan tidak dapat diguncangkan oleh badai subhat. Secara singkat aqidah
dapat diartikan iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit
pun bagi orang yang meyakininya.

Jadi, Aqidah Islam adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala pelaksanaan kewajiban,
bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya,
Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip

5
Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang
menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita
qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah
ditetapkan menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’
Salafush Shalih.

Dalam ajaran agama Islam, aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah) merupakan


keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun
iman, yaitu keyakinan kepadaAllah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasul-Nya, hari akhir,serta taqdir baik dan buruk.Ulama telah membagi ruang
lingkup pembahasan aqidah ke dalam 4 (empat) pembahasan, yaitu:

1. Ilahiyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan


dengan Ilah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-
sifat Allah, af’al Allah dan lainnya.
2. Nubuwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah yang
dibawa para Rasul ,mu’jizat rasul dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
ghoib seperti jin, iblis, syaitan , roh ,malaikat dan lain sebagainya
4. Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah
seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-
tanda kiamat, Surga-Neraka dsb.

6
Di samping sistimatika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti
sistematika arkanul iman (rukun iman) yaitu:

1. Iman Kepada Allah SWT.


2. Iman Kepada Malaikat (termasuk juga makhluk ruhani lain seperti Jin,
Iblis dan Syaitan).
3. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah.
4. Iman Kepada Nabi dan Rasul.
5. Iman Kepada Hari Akhir.
6. Iman Kepada Takdir Allah.

2.2 Macam-macam Sumber Aqidah

1. Al-Qur’an sebagai sumber Aqidah

Firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Rasulullah melalui


perantara malaikat Jibril. Di dalamnya Allah telah menjelaskan segala
sesuatu yang telah dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan
di dunia dan di akhirat. Ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang
diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang-orang yang beriman, dan
obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Sebagaimana Firman Allah dalam
QS.Al-An’am:115.

ُ‫ُالعَ ِليْم‬ َّ ‫عد ً ًْۗل ًَُلُم َب ِدلَُ ِل َكلِمٰ ِت ٖهُ َۚوه َوُال‬
ْ ‫س ِميْع‬ َّ ً‫ُص ْدق‬
َ ‫اُو‬ ْ ‫َوتَ َّم‬
َ ‫تُ َك ِل َمت‬
ِ َ‫ُر ِبك‬
“dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan benar dan
adil. Tidak ada yang dapat mengubah Firman-Nya. Dan Dia Maha
Mendengar dan Maha Mengetahui”.

Al-Imam Asy-Syatibi mengatakan Bahwa sesungguhnya Allah telah


menurunkan syariat ini kepada Rasul-Nya yang didalamnya terdapat

7
penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan manusia tentang
kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan diatas pundaknya, termasuk
didalamnya perkara aqidah. Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai sumber
hukum aqidah karena Allah mengetahui kebutuhan manusia sebagai
seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Bahkan
jika dicermati akan ditemui banyak ayat dalam Al-Qur’an yang dijelaskan
tentang aqidah, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena
itu, menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui dan memahami aqidah
yang bersumber dari Al-Qur’an. Kitab mulia ini merupakan penjelasan
langsung dari Rabb manusia, yang hak dan tidak pernah sirna ditelan
masa.

2. As-sunnah

Seperti halnya Al-Qur’an, As-Sunnah adalah satu jenis wahyu yang


datang dari Allah SWT walaupun Lafadznya bukan dari Allah tapi
maknanya datang darinya. Hal ini diketahui dalam firman QS.An-Najm:
3-4.

ۡ ‫ع ِن‬
ُ‫ُال َه ٰوى‬ َ ُ‫ىُي ُّۡوحٰ ىُ َو َماُ َي ۡن ِطق‬ َ ‫ا ِۡنُه َوُا ًَِّل‬
ٌ ‫ُو ۡح‬
“dan tidaklah yang diucapkan-Nya itu (Al-Qur’an) menurut keinginan-
Nya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan
kepadanya.”

Rasulullah saw bersabda,


”tulislah demi dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidak keluar dari-
Nya kecuali kebenaran sambil menunjuk lidahnya” (HR. Abu dawud).

8
Yang menjadi persoalan adalah banyaknya hadits lemah yang beredar
ditengah umat dianggap “mutiara” yang bukan berasal dari Rasulullah
SAW dinisbahakan kepada beliau. Hal ini tidak lepas dari usaha
penyimpangan yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah untuk
mendapatkan keuntungan yang sedikit. Akan tetapi, maha suci Allah
yang telah menjaga kemurnian As-Sunnah hingga akhir zaman melalui
para ulama ahli ilmu. Selain melakukan penjagaan terhadap ahli sunnah,
Allah telah menjadikan As-Sunnah sebagai sumber hukum dalam Agama.
Kekuatan As-Sunnah dalam menetapkan syari’at termasuk perkara aqidah
ditegaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an, diantaranya firman Allah
dalam QS.An-nisa:59.

ُ‫ُم ْنك ۚ ْمُفَا ِْن‬ ْ ‫ُواو ِل‬


ِ ‫ىُاًلَ ْم ِر‬ َ ُ‫ل‬
َُ ‫واُالرس ْو‬
َّ ‫ُوا َ ِطيْع‬َ ‫ٰ ٰٓيا َ ُّي َهاُالَّ ِذيْنَ ُٰا َمن ْٰٓواُا َ ِطيْع ه‬
َ ‫واُّٰللا‬
ُ‫ُو ْال َي ْو ِم‬ِ ‫الرس ْو ِلُا ِْنُك ْنت ْمُتؤْ ِمن ْونَ ُ ِب ه‬
َ ‫اّٰلل‬ َّ ‫ُو‬ِ ‫ش ْيءُفَرد ُّْوهُاِلَ ه‬
َ ‫ىُّٰللا‬ َ ُ‫تَنَازَ عْت ْمُفِ ْي‬
ُ ً ‫سنُتَأ ْ ِوي‬
‫ْل‬ َ ْ‫ُواَح‬َُّ ‫اًل ِخ ۗ ِر ُٰذلِكَ ُ َخي ٌْر‬
ْٰ

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara
kamu.Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (As- Sunnah), jika
kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang demikian itu, lebih
utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”

Firman Allah di atas menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi
seorang muslim untuk mengambil sumber-sumber hukum aqidah dari As-
Sunnah dengan pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah berkata
“Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya”,
dengan mengulangi kata kerja (taatilah) yang menandakan bahwa
menaati Rasul wajib secara independen tanpa harus mencocokkan

9
terlebih dahulu dengan Al-Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu.
Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an
dan Sunnah.

3. Ijma’ Para Ulama

Sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid Umat


Muhammad saw setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa.
Mereka bukanlah orang yang sekedar tahu tentang ilmu tetap juga
memahami dan mengamalkan ilmu. Berkaitan dengan ijma’, Allah swt
berfirman dalam QS.An-Nisa:115.

ْ ‫س ِب ْي ِل‬
ُ َ‫ُالمؤْ ِم ِنيْن‬ َ ُ‫غي َْر‬ َ ُ‫ىُو َيتَّ ِب ْع‬ ْ ‫َُم ْۢ ْنُ َب ْعدُِ َماُتََُبيَّنَ ُلَه‬
َ ‫ُاله ٰد‬ ِ ‫ُالرس ْول‬
َّ ‫ق‬ ِ ِ‫َو َم ْنُ ُّيشَاق‬
‫صي ًْرا‬ ِ ‫تُ َم‬ْ ‫س ۤا َء‬ َ ‫ص ِل ٖهُ َج َه َّن ۗ َم‬
َ ‫ُو‬ َ ‫ن َو ِل ُٖهُ َماُت ََوله‬
ْ ‫ىُون‬
“dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mukmin, kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu
dan akan masukkan ia kedalam Neraka Jahannam, dan itu seburuk-
buruk tempat kembali.”

Imam Syafi’I menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan


disunnatkannya Ijma’, yaitu diambil dari kalimat “Jalannya orang-orang
yang beriman” yang berarti Ijma’. Beliau juga menambahkan bahwa
dalil ini adalah dalil Syar’I yang wajib untuk diikuti karena Allah
menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan menyelisihi Rasul.
Di dalam pengambilan Ijma’ terdapat juga beberapa kaidah- kaidah
penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah
harus bersandarkan kepada dalil dari Al-Qur’an dan As- Sunnah yang
shahih karena perkara aqidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak

10
diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi Ijma’ adalah
menguatkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menolak kemungkinan
terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzani sehingga menjadi qotha’i.

4. Akal Sehat Manusia

Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukum aqidah
dalam Islam. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan
akal serta memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya, dengan
cara memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak
terjebak kedalam pemahaman- pemahaman yang tidak benar. Hal ini
sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan dalam memahami
suatu ilmu atau peristiwa.

`Apa yang akan Anda lakukan jika seseorang yang Anda percaya berkata
kepada Anda bahwa ada korsleting listrik di rumah Anda yang dapat
menyebabkan kebakaran? Apa yang akan Anda lakukan jika seseorang
berkata kepada Anda bahwa di kantor tempat Anda bekerja ada bahan
peledak? Walaupun kemungkinan benarnya berita itu kecil sekali, tentu
Anda akan langsung mencari dan memeriksa rumah Anda sampai Anda
yakin bahaya tersebut tidak ada.

Begitu juga jika seseorang mengatakan kepada Anda bahwa mati bukan
akhir dari segalanya, bahwa Pencipta alam ini telah menetapkan aturan-
aturan yang mengakibatkan kesengsaraan abadi (neraka) bagi orang yang
tidak menaatinya. Anda, seperti manusia lain, dengan fitrah Anda akan
memperhatikan hal-hal ini walaupun Anda sebenarnya berpikir bahwa
kemungkinan benarnya kata-kata tersebut kecil sekali. Sebab, apa yang
dikatakan orang tersebut sangat penting dan bernilai.

11
Itulah yang mendorong manusia untuk terus mencari dan mengetahui
hakikat mengenai hal tersebut sampai dia mendapatkan hasil yang
meyakinkan, terlepas dari positif atau negatifnya hasil yang dia dapatkan.
Agama Islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak
pula membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti
yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :

“akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan kesempurnaan


beramal dengan keduanyalah ilmu dan dan amal menjadi sempurna,
hanya saja ia tidak dapat berdiri sendiri. Di dalam jiwa ia berfungsi
sebagai sumber kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada mata
yang jika mendapatkannya cahaya Iman dan Al-Qur’an seperti mendapat
cahaya matahari dan api. Tetapi jika berdiri sendiri, ia tidak akan
mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali dihilangkan ia
akan menjadi sesuatu yang berunsur kebinatangan”.

Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna


tentang perkara-perkara nyata yang memungkinkan panca indra untuk
menangkapanya. Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat
disentuh oleh panca indra maka tertutup jalan bagi akal untuk sampai
pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak/gaib, seperti akidah tidak dapat
diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk wahyu
baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Al-Qur’an dan As-
Sunnah menjelaskan bagaimana cara memahami dan melakukan masalah
tersebut. Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima
surga dan neraka karena tidak bisa diketahui melalui indera. Akan tetapi
melalui penjelasan yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah maka
akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia harus meyakininya.

12
Mengenai hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak
terdapat dalam Al- Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ yang menyelisih akal
sehat karena sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat adalah batil.
Sedangkan tidak ada kebatilan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’.
Tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak
memahaminya atau mereka memahaminya dengan makna yang batil.

5. Fitrah Kehidupan

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :

“ setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua


orangtuanyalah yang membuat ia menjadi yahudi, nasrani, atau
majusi.”( H. R. Muslim )

Dari hadits dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki


kecenderungan untuk menghamba kepada Allah. Akan tetapi bukan
berarti bahwa bayi yang lahir telah mengetahui rincian agama islam.
Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa- apa. Tetapi setiap
mamiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum dinodai oleh
penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah
manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang
memiliki sifat dan kemampuan yang sama. Bahkan ketika ditimpa
musibah pun banyak manusia yang menyeruh kepada Allah seperti
dijelaskan dalam firmannya: Q. S Al- Israa’:67.

Dari hadits dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki


kecenderungan untuk menghamba kepada Allah. Akan tetapi bukan
berarti bahwa bayi yang lahir telah mengetahui rincian agama islam.
Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa- apa. Tetapi setiap

13
mamiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum dinodai oleh
penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah
manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang
memiliki sifat dan kemampuan yang sama. Bahkan ketika ditimpa
musibah pun banyak manusia yang menyeruh kepada Allah seperti
dijelaskan dalam firmannya: Q. S Al- Israa’:67.

“dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua


yang biasa kamu seru, kecuali Dia. Tapi ketika Dia menyelamatkan
kamu kedaratan, kamu berpaling dari-Nya. Dan manusia memang
selalu ingkar (tidak bersyukur).”

2.3 Tujuan dan Fungsi Aqidah

Aqidah adalah dasar, pondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi


bangunan semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin
kokoh pondasi yang dibuat. Kalau pondasinya lemah bangunan itu akan
cepat ambruk, tidak ada bangunan tanpa pondasi. Seseorang yang memiliki
aqidah yang kuat pasti akan melaksanakan ibadah yang tertib dan memiliki
akhlak yang mulia. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah SWT
kalau tidak dilandasi dengan aqidah.

Aqidah Islam mempunyai banyak tujuan yang baik yang harus


dipegang teguh, yaitu :

1. Untuk mengihlaskan niat dan ibadah kepada AllahI semata.


Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagiNya,
maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya
kepadanya

14
2. Membebaskan akal dan pikiran dari kekacauan yang timbul dari
kosongnya hati dariakidah. Karena orang yang hatinya kosong
dari akidah ini, adakalanya kosong hatinya dari setiap akidah
serta menyembah materi yang dapat di indera saja dan
adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan
khurafat.

3. Ketenangan jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak
goncang dalam pikiran. Karena akidah ini akan menghubungkan
orang mukmin dengan Penciptanya lalu rela bahwa Dia sebagai
Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat tasyri'. Oleh
karena itu hatinya menerima takdir-Nya, dadanya lapang untuk
menyerah lalu tidak mencari pengganti yang lain.

4. Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam


beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan orang lain.
Karena diantara dasar akidah ini adalah mengimani para Rasul,
dengan mengikuti jalan mereka yang lurus dalam tujuan dan
perbuatan.

5. Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dengan tidak


menghilangkan kesempatan beramal baik, kecuali digunakannya
dengan mengharap pahala. Serta tidak melihat tempat dosa
kecuali menjauhinya dengan rasa takut dari siksa. Karena
diantara dasar akidah ini adalah mengimani kebangkitan serta
balasan terhadap seluruh perbuatan hal ini dijelaskan dalam surat
berikut ini yang bunyinya:

Aqidah sesuai dengan fungsinya sebagai dasar agama, maka keberadaan


aqidah Islam sangat menentukan bagi seorang muslim, sebab dalam sistem
teologi agama ini diyakini bahwa sikap, perbuatan dan perubahan yang
terjadi dalam perilaku dan aktivitas seseorang sangat dipengaruhi oleh
sistem teologi atau aqidah yang dianutnya. Untuk itu signifikansi aqidah
dalam kehidupan seseorang muslim dapat dilihat paling tidak dalam tujuh
hal, yaitu:

15
1. Aqidah Islam merupakan landasan seluruh ajaran islam.

Di atas keyakinan dasar inilah dibangun ajaran Islam lainnya, yaitu


syari’ah (hukum islam) dan akhlaq (moral Islam). Oleh karena itu,
pengamalan ajaran Islam lainya seperti shalat, puasa, haji, etika Islam
(akhlak) dan seterusnya, dapat diamalkan di atas keyakinan dasar
tersebut. Tanpa keyakinan dasar, pengamalan ajaran agama tidak akan
memiliki makna apa-apa.

2. Aqidah Islam berfungsi membentuk kesalehan seseorang


di dunia, sebagai modal awal mencapai kebahagiaan di akhirat.

Hal ini secara fungsional terwujud dengan adanya keyakinan terhadap


kehidupan kelak di hari kemudian dan setiap orang
mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia, Semua ibadah yang
kita laksanakan jika tanpa ada landasan aqidah maka ibadah kita tersebut
tidak akan diterima.

3. Aqidah Islam berfungsi menyelamatkan seseorang dari


keyakinan-keyakinan yang menyimpang, seperti bid’ah, khurafat, dan
penyelewengan-penyelewengan lainya,

4. Menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan yang


dimiliki manusia sejak lahir.

Aqidah Islam berfungsi untuk menetapkan seseorang sebagai muslim


atau non muslim. Begitu pentingnya kajian aqidah Islam hingga bidang
ini telah menjadi perbincangan serius dikalangan para ahli sejak zaman

16
awal Islam sampai hari ini, termasuk di Indonesia. Di dalam
apresiasinya, kajian mengenai bidang ini melahirkan beberapa aliran,
seperti Muktazilah, Asy’ariyah, Murjiah, Syiah, Khawarij, Qadariyah,
Jabbariyah dan lain-lain. Sebagai hal yang sangat fundamental bagi
seseorang, aqidah oleh karenanya disebut sebagai titik tolak dan
sekaligus merupakan tujuan hidup. Atas dasar itu maka aqidah memiliki
peran yang sangat penting di dalam memunculkan semangat
peningkatan kualitas hidup seseorang.

5. Aqidah dapat menimbulkan optimisme dalam kehidupan.

Sebab manusia yang di dalam dirinya tertanam akidah atau keyakinan


yang kuat, akan selalu merasa optimis dan merasa akan berhasil dalam
segala usahanya. Keyakinan ini didorong oleh keyakinan yang lain
bahwa allah sangat dekat padanya, bahkan selalu menyertainya dalam
usaha dan aktivitas- aktivitasnya. Sementara bagi orang yang tidak
memiliki akidah yang benar dan kuat tidak akan memilki keyakinan
yang kuat, jiwanya akan menjadi gersang dan hampa, dan selalu diliputi
keraguan dalam bertindak. Sehingga jika tertimpa sedikit cobaan dan
rintangan, ia menjadi gelisah, keluh kesah, yang sering kali berakhir
dengan putus asa, karena ia tidak memiliki pegangan batin yang kuat di
luar kemampuanya.

6. Aqidah dapat menumbuhkan kedisiplinan.

Disiplin dimaksud, seperti disebut oleh Yusuf Qardhawiy, adalah


kepatuhan dan ketaatan dalam mengikuti semua ketentuan dan tata tertib
yang berlaku, termasuk hukum alam (sunnah Allah) dengan kesadaran
dan tanggung jawab. Akidah yang mantap akan mampu menempatkan

17
diri seseorang sebagai makhluk berdisiplin tinggi dalam kehidupannya.
Disiplin adalah kata kunci untuk keberhasilan. Karena itu bila seseorang
muslim ingin berhasil, ia harus berdisplin. Tanpa disiplin, tidak mungkin
seseorang dapat meraih kesuksesannya. Dalam konteks peningkatan
kualitas hidup displin sangat dituntut terutama: Disiplin dalam waktu.
Artinya, tertib dan teratur dalam memanfaatkannya dalam penanganan
kerja maupun dalam melakukan ibadah mahdhah. Disiplin dalam
bekerja. Artinya, seorang muslim yang berakidah menyadari bahwa ia
harus bekerja, sebagai pelaksanaan tanggung jawabnya sebagai khalifah
Allah. Dan agar kerjanya berhasil baik, diperlukan sikap displin. Sebab
penangan kerja dengan kedisplinan akan menghasilkan sesuatu secara
maksimal dan membahagiakan.

7. Aqidah Berpengaruh Dalam Peningkatan Etos Kerja.

Sebab seseorang yang memilki keyakinan yang mantap akan selalu


berupaya keras untuk keberhasilan kerjanya, sebagai bagian dari
pemenuhan kataatanya pada Allah. Dengan demikian melalui aqidahnya
akan tersembul etos kerja yang baik yang tercermin dari ciri-ciri berikut
ini:
a) Memiliki jiwa kepeloporan dalam menegakan
kebenaran. Kepeloporan disini dimaksud sebagai mengambil peran
secara aktif untuk mempengaruhi orang lain agar dapat
meningkatkan kualitas hidupnya. Jadi, ia memilki kemampuan untuk
mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran (role)
sehingga kehadirannya selalu dirasakan memberikan spirit bagi
munculnya semangat peningkatan kualitas hidup setiap orang di
sekitarnya.

18
b) Memiliki perhitungan (kalkulatif)

Setiap langkah dalam hidupnya selalu diperhitungkan dari segala


aspek, termasuk untung dan resikonya, dan tentu saja sebuah
perhitungan yang rasional.

c) Tidak merasa puas dalam berbuat kebajikan.

Tipe muslim yang memilki aqidah yang kaut akan tampak dari
semangatnya yang tak kenal lelah melakukan berbagai aktivitas
untuk mencapai dan menegakan kebaikan. Sekali dia berniat, ia akan
menepati cita-citanya secara serius dan cermat, serta tidah mudah
menyerah bila berhadapan dengan cobaan dan rintangan. Dengan
semangat semacam ini seorang muslim selalu berusahamengambil
posisi dan memainkan peranan positif, dinamis, dan keratif dalam
penanganan kerjanya,dan memberi contoh kepada orang yang
disekitarnya. Sedemikian pentingnya peran dan kontribusi aqidah
bagi peningkatan kualitas hidup seorang muslim, hingga pemerhati
masalah-masalah tauhid, Ismail Razi al-faruqi menyebut aqidah
(tauhid) sebagai prinsip ekonomi Islam dalam bentuk etika produksi,
etika distribusi dan etika konsumsi.

Aqidah sebagai kebenaran merupakan landasan keyakinan bagi


seorang muslim memiliki fungsi dan peranan yang sangat besar
dalam hidupnya antara lain :

1. Menopang seluruh perilaku, membentuk dan memberi corak dan


warna kehidupannya dalam hubungannya dengan makhluk lain
dan hubungannya dengan Tuhan.

19
2. Aqidah/ keyakinan akan memberikan ketenangan dan
ketentraman dalam pengabdian dan penyerahan dirinya secara
utuh kepada Dzat Yang Maha Besar.

3. Dengan iman seorang muslim akan senantiasa menghadirkan


dirinya dalam pengawasan Allah semata.

4. Mengikhlaskan niat hanya kepada Allah.

5. Membebaskan akal dan pikiran dari kekeliruan yang timbul


karena jiwa yang kosong dari aqidah .

6. Membebaskan akal dan pikiran dari kekeliruan yang timbul


karena jiwa yang kosong dari aqidah .

7. Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam


beribadah kepada Allah dan bermu’amallah dengan orang lain.

8. Menuntun orang untuk berbuat dan mempertanggungjawabkan


perbuatannya dengan sungguh-sungguh

Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti akan beribadah


dengan tertib, memiliki akhlaq mulia dan bermu’amallah (hubungan
sesama manusia) dengan baik dan tanpa pamrih.

20
2.4 Penyimpangan Aqidah dan Cara Menanggulanginya

Sebab-Sebab Penyimpangan dari Aqidah, yaitu:

Kebodohan Terhadap Aqidah


karena tidak mau mempelajari dan mengajarkannya, atau karena
kurangnya perhatian terhadapnya. Sehingga tumbuh generasi yang tidak
mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau
kebalikannya. Akibatnya, mereka menyakini yang haq sebagai sesuatu
yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Umar bin Khatab radliyallahu ’anhu : ” Sesungguhnya
ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu manakala di dalam Islam
terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan”.

Ta’ashshub (fanatik)
kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekalipun
hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu
benar. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 170, yang
artinya: ”Dan apabila dikatakan kepada mereka, ’ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah ’,mereka menjawab, ’(tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga ), walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk?”.

Taqlid Buta
Dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa
megetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya.

21
Ghuluw (berlebihan)
Dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat
mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga menyakini pada diri
mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik
berupa mendatangkan kemanfaatan maupun meolak kemudharatan. Juga
menjadikan para wali itu perantara antara Allah dan
makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali
tersebut dan bukan menyembah Allah.

Ghaflah (lalai)
Terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini
(ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitabNya
(ayat-ayat Qura’niyah). Disamping itu, juga terbuai dengan hasil teknologi
dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil
kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung- agungkan manusia
dan menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan
manusia semata. Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong
dari pengarahan yang benar menurut Islam.

Cara-cara penanggulangan penyimpangan aqidah adalah dengan:

Kembali pada Kitabullah


Kembali pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shalallahu ’alaihi wa
sallam untuk mengambil aqidah shahihah. Sebagaimana para Salafush
Shalih mengambil aqidahmereka dari keduanya. Tidak akan dapat
memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat
terdahulunya. Juga dengan mengkaji aqidah golongan yang sesat dan
mengenal syubuhat-syubuhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai,
karena siapa yang tidak mngenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok
ke dalamnya.

22
Perhatian
Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di
berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta
mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.

Berpedomam pada kitab dan dai


Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran.
Sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.Menyebar
para da’i yang meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan aqidah
salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah batil. Aqidah atau
keimanan adalah suatu keyakinan seseorang yang diwujudkan dengan
membenarkan dengan hati kita sendiri, menyatakan dengan lisan dan
membuktikannya dengan seluruh amal perbuatan.Orang beriman wajib
juga percaya kepada AL-Quran, Malaikat, Hari akhir, qodlo dan
qodar. Karena semua itu merupakan perangkat dalam seting
kehidupan. Orang beriman seharusnya menyadari bahwa didalam
berperilaku senantiasa dihadapkan kepada keuntungan atau kerugian,
secara lahir dan batin, yang berakibat keuntungan lahiriah (materi) dan
batiniah (pahala)

23
BAB III

KESIMPULAN

Menurut Etimologi (Bahasa) Aqidah dapat diartikan sebagai


kepercayaan dasar atau keyakinan pokok. Dan menurut Terminologi
(Istilah) Aqidah bisa dikatakan sebagai keimanan yang terdapat di dalam
jiwa. Keberadaannya terikat dan sangat kokoh. Dan apabila terdapat
keraguan atau prasangka, maka tidak dapat dikatakan sebagai aqidah.

Pada hakikatnya aqidah tetap bersumber pada Al-Qur’an dan


Sunnah. Allah menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir
kepada manusia untuk mengenalkan adanya Allah SWT dengan
memperhatikan alam sebagai bukti hasil perbuatan kekuasaan-Nya.

Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan


sebagai pondasi. Dimana seluruh ajaran Islam berada di atasnya. Aqidah
merupakan beberapa prinsip keyakinan. Dengan keyakinan itulah
seseorang termotivasi untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agamanya.
Karena sifatnya keyakinan maka materi aqidah sepenuhnya adalah
informasi yang disampaikan oleh Allah SWT melalui wahyu kepada Nabi-
Nya, Muhammad Saw. Semoga apa yang kita sampaikan dapat diterima
dan bermanfaat, semoga berguna bagi kehidupan kita sekarang dan di
masa yang akan datang.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://www.jejakpendidikan.com/2016/04/makalah-aqidah.html. Diakses


pada 9 Mei 2021 pukul 15.17.
Anonim. aqidah islam dan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku manusia.
http://eprints.walisongo.ac.id/188/3/4105028_Bab2.pdf . Diakses pada 9 Mei
2021 pukul 10.13.
Ayat Kursi Network. Aqidah Islam dan Penjelasannya Sesuai Al Qur'an dan As Sunnah.
https://www.ayat-kursi.com/2017/01/pengertian-aqidah-islam-dan.html.
Diakses pada 9 Mei 2021 pukul 11.23.
Jumati Manan.https://mananjumati.wordpress.com/2014/09/13/makalah-konsep-
aqidah-dalam-islam/. Diakses pada 10 Mei 2021 pukul 06.00.
Farasyaa. https://www.slideshare.net/farasyaa/makalah-akidah-islamiyah.
Diakses pada 10 Mei 2021 pukul 06.59.
Saputra Aji Y, dkk. http://pemudaperaihasa.blogspot.com/2016/09/makalah-
tentang-aqidah-islam.html: Diakses pada 10 Mei 2021 pukul 08.00.

25

Anda mungkin juga menyukai