OLEH
KELOMPOK 7
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan kecerdasan dan ilmu
pada setiap manusia. Atas berkat rahmat-Nya pula makalah “Aqidah Islam” ini
bisa selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini mengambil topik mengenai mata kuliah Aqidah Islam. Dalam
makalah ini kami menjelaskan secara lebih mendalam mengenai Aqidah Islam
dan memaparkan karakteristik serta ruang lingkup Aqidah Islam.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan perlu
mendapatkan berbagai koreksi di sana-sini baik yang bersifat redaksional maupun
substansi. Namun terlepas dari segala kekurangan tersebut, kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mualimin yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk melaksanakan tugas makalah ini, dan juga kepada
seluruh anggota tim yang telah berusaha secara maksimal melakukan kajian.
Semoga makalah ini bisa memperkaya khasanah pemikiran khususnya bagi
mahasiswa yang beragama Islam.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ............................................................................................................. 4
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 5
2.1 Pengertian Aqidah ............................................................................................ 5
2.2 Macam Macam Sumber Aqidah....................................................................... 7
2.3 Tujuan dan Fungsi Aqidah ............................................................................. 14
2.4 Penyimpangan Aqidah dan Cara Menanggulanginya .................................... 21
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sangat mudah ketika dalam menanamkannya sebelum anak itu menginjak
dewasa. Pendidikan aqidah ini sangat perlu di aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah bahkan yang
sangat penting lagi adalah dilingkungan masyarakat sehingga akan tercipta
pribadi yang luhur, santun sesuai dengan kitab Allah yaitu Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
2
makhluk atau ciptaan yang lain. Kemudian Allah bimbing mereka dengan
cara mengutus para rasul-rasulnya, semua rasul itu menyerukan kepada
manusia dengan tauhid supaya mereka semua berjalan dan hidup dimuka
bumi ini dengan kehendak Sang pencipta yaitu Allah Swt melalui wahyu
yang di turunkan kepada rasulnya. Maka orang yang menerima wahyu Allah
yang di perantarakan melalui rosulnya di sebut orang mukmin sedangkan
orang yang tidak mau menerimanya disebut orang kafir serta orang yang
ragu-ragu dengan wahyu Allah disebut orang munafik yang juga merupakan
bagian dari orang kafir. Aqidah yang ada dalam tubuh manusia itu ibarat
kepalanya. Dengan demikian apabila suatu umat sudah rusak, maka bagian
yang harus dirubah terlebih dahulu adalah aqidahnya, apalagi ini adalah
menyangkut sebuah kebahagiaan di dunia dan di akhirat.Keberhasilan
seseorang dalam menggapai dunia dan akhirat disebabkan karena aqidah
atau keyakinan yang melekat pada jiwanya.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini dibuat yaitu agar para pembaca dapat mengenal
lebih lanjut mengenai Aqidah Islam.
3
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini yaitu dapat
memahami pentingnya memahami Aqidah Islam.
4
BAB II
Secara etimologi, aqidah berasal dari kata al-'aqdu ( ُ)ال َع ْقد ْ yang
berarti ikatan, at- tautsiiqu (ُ )الت َّ ْوثِيْقyang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (ُ )اْ ِإلحْ كَامyang artinya mengokohkan
(menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (ُ)ا)الربْطُ ِبق َّوة
َّ yang berarti
mengikat dengan kuat.
Jadi, Aqidah Islam adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala pelaksanaan kewajiban,
bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya,
Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip
5
Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang
menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita
qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah
ditetapkan menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’
Salafush Shalih.
6
Di samping sistimatika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti
sistematika arkanul iman (rukun iman) yaitu:
ُُالعَ ِليْم َّ عد ً ًْۗل ًَُلُم َب ِدلَُ ِل َكلِمٰ ِت ٖهُ َۚوه َوُال
ْ س ِميْع َّ ًُص ْدق
َ اُو ْ َوتَ َّم
َ تُ َك ِل َمت
ِ َُر ِبك
“dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan benar dan
adil. Tidak ada yang dapat mengubah Firman-Nya. Dan Dia Maha
Mendengar dan Maha Mengetahui”.
7
penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan manusia tentang
kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan diatas pundaknya, termasuk
didalamnya perkara aqidah. Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai sumber
hukum aqidah karena Allah mengetahui kebutuhan manusia sebagai
seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Bahkan
jika dicermati akan ditemui banyak ayat dalam Al-Qur’an yang dijelaskan
tentang aqidah, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena
itu, menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui dan memahami aqidah
yang bersumber dari Al-Qur’an. Kitab mulia ini merupakan penjelasan
langsung dari Rabb manusia, yang hak dan tidak pernah sirna ditelan
masa.
2. As-sunnah
ۡ ع ِن
ُُال َه ٰوى َ ُىُي ُّۡوحٰ ىُ َو َماُ َي ۡن ِطق َ ا ِۡنُه َوُا ًَِّل
ٌ ُو ۡح
“dan tidaklah yang diucapkan-Nya itu (Al-Qur’an) menurut keinginan-
Nya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan
kepadanya.”
8
Yang menjadi persoalan adalah banyaknya hadits lemah yang beredar
ditengah umat dianggap “mutiara” yang bukan berasal dari Rasulullah
SAW dinisbahakan kepada beliau. Hal ini tidak lepas dari usaha
penyimpangan yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah untuk
mendapatkan keuntungan yang sedikit. Akan tetapi, maha suci Allah
yang telah menjaga kemurnian As-Sunnah hingga akhir zaman melalui
para ulama ahli ilmu. Selain melakukan penjagaan terhadap ahli sunnah,
Allah telah menjadikan As-Sunnah sebagai sumber hukum dalam Agama.
Kekuatan As-Sunnah dalam menetapkan syari’at termasuk perkara aqidah
ditegaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an, diantaranya firman Allah
dalam QS.An-nisa:59.
Firman Allah di atas menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi
seorang muslim untuk mengambil sumber-sumber hukum aqidah dari As-
Sunnah dengan pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah berkata
“Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya”,
dengan mengulangi kata kerja (taatilah) yang menandakan bahwa
menaati Rasul wajib secara independen tanpa harus mencocokkan
9
terlebih dahulu dengan Al-Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu.
Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an
dan Sunnah.
ْ س ِب ْي ِل
ُ َُالمؤْ ِم ِنيْن َ ُغي َْر َ ُىُو َيتَّ ِب ْع ْ َُم ْۢ ْنُ َب ْعدُِ َماُتََُبيَّنَ ُلَه
َ ُاله ٰد ِ ُالرس ْول
َّ ق ِ َِو َم ْنُ ُّيشَاق
صي ًْرا ِ تُ َمْ س ۤا َء َ ص ِل ٖهُ َج َه َّن ۗ َم
َ ُو َ ن َو ِل ُٖهُ َماُت ََوله
ْ ىُون
“dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mukmin, kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu
dan akan masukkan ia kedalam Neraka Jahannam, dan itu seburuk-
buruk tempat kembali.”
10
diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi Ijma’ adalah
menguatkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menolak kemungkinan
terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzani sehingga menjadi qotha’i.
Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukum aqidah
dalam Islam. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan
akal serta memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya, dengan
cara memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak
terjebak kedalam pemahaman- pemahaman yang tidak benar. Hal ini
sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan dalam memahami
suatu ilmu atau peristiwa.
`Apa yang akan Anda lakukan jika seseorang yang Anda percaya berkata
kepada Anda bahwa ada korsleting listrik di rumah Anda yang dapat
menyebabkan kebakaran? Apa yang akan Anda lakukan jika seseorang
berkata kepada Anda bahwa di kantor tempat Anda bekerja ada bahan
peledak? Walaupun kemungkinan benarnya berita itu kecil sekali, tentu
Anda akan langsung mencari dan memeriksa rumah Anda sampai Anda
yakin bahaya tersebut tidak ada.
Begitu juga jika seseorang mengatakan kepada Anda bahwa mati bukan
akhir dari segalanya, bahwa Pencipta alam ini telah menetapkan aturan-
aturan yang mengakibatkan kesengsaraan abadi (neraka) bagi orang yang
tidak menaatinya. Anda, seperti manusia lain, dengan fitrah Anda akan
memperhatikan hal-hal ini walaupun Anda sebenarnya berpikir bahwa
kemungkinan benarnya kata-kata tersebut kecil sekali. Sebab, apa yang
dikatakan orang tersebut sangat penting dan bernilai.
11
Itulah yang mendorong manusia untuk terus mencari dan mengetahui
hakikat mengenai hal tersebut sampai dia mendapatkan hasil yang
meyakinkan, terlepas dari positif atau negatifnya hasil yang dia dapatkan.
Agama Islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak
pula membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti
yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :
12
Mengenai hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak
terdapat dalam Al- Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ yang menyelisih akal
sehat karena sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat adalah batil.
Sedangkan tidak ada kebatilan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’.
Tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak
memahaminya atau mereka memahaminya dengan makna yang batil.
5. Fitrah Kehidupan
13
mamiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum dinodai oleh
penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah
manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang
memiliki sifat dan kemampuan yang sama. Bahkan ketika ditimpa
musibah pun banyak manusia yang menyeruh kepada Allah seperti
dijelaskan dalam firmannya: Q. S Al- Israa’:67.
14
2. Membebaskan akal dan pikiran dari kekacauan yang timbul dari
kosongnya hati dariakidah. Karena orang yang hatinya kosong
dari akidah ini, adakalanya kosong hatinya dari setiap akidah
serta menyembah materi yang dapat di indera saja dan
adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan
khurafat.
3. Ketenangan jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak
goncang dalam pikiran. Karena akidah ini akan menghubungkan
orang mukmin dengan Penciptanya lalu rela bahwa Dia sebagai
Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat tasyri'. Oleh
karena itu hatinya menerima takdir-Nya, dadanya lapang untuk
menyerah lalu tidak mencari pengganti yang lain.
15
1. Aqidah Islam merupakan landasan seluruh ajaran islam.
16
awal Islam sampai hari ini, termasuk di Indonesia. Di dalam
apresiasinya, kajian mengenai bidang ini melahirkan beberapa aliran,
seperti Muktazilah, Asy’ariyah, Murjiah, Syiah, Khawarij, Qadariyah,
Jabbariyah dan lain-lain. Sebagai hal yang sangat fundamental bagi
seseorang, aqidah oleh karenanya disebut sebagai titik tolak dan
sekaligus merupakan tujuan hidup. Atas dasar itu maka aqidah memiliki
peran yang sangat penting di dalam memunculkan semangat
peningkatan kualitas hidup seseorang.
17
diri seseorang sebagai makhluk berdisiplin tinggi dalam kehidupannya.
Disiplin adalah kata kunci untuk keberhasilan. Karena itu bila seseorang
muslim ingin berhasil, ia harus berdisplin. Tanpa disiplin, tidak mungkin
seseorang dapat meraih kesuksesannya. Dalam konteks peningkatan
kualitas hidup displin sangat dituntut terutama: Disiplin dalam waktu.
Artinya, tertib dan teratur dalam memanfaatkannya dalam penanganan
kerja maupun dalam melakukan ibadah mahdhah. Disiplin dalam
bekerja. Artinya, seorang muslim yang berakidah menyadari bahwa ia
harus bekerja, sebagai pelaksanaan tanggung jawabnya sebagai khalifah
Allah. Dan agar kerjanya berhasil baik, diperlukan sikap displin. Sebab
penangan kerja dengan kedisplinan akan menghasilkan sesuatu secara
maksimal dan membahagiakan.
18
b) Memiliki perhitungan (kalkulatif)
Tipe muslim yang memilki aqidah yang kaut akan tampak dari
semangatnya yang tak kenal lelah melakukan berbagai aktivitas
untuk mencapai dan menegakan kebaikan. Sekali dia berniat, ia akan
menepati cita-citanya secara serius dan cermat, serta tidah mudah
menyerah bila berhadapan dengan cobaan dan rintangan. Dengan
semangat semacam ini seorang muslim selalu berusahamengambil
posisi dan memainkan peranan positif, dinamis, dan keratif dalam
penanganan kerjanya,dan memberi contoh kepada orang yang
disekitarnya. Sedemikian pentingnya peran dan kontribusi aqidah
bagi peningkatan kualitas hidup seorang muslim, hingga pemerhati
masalah-masalah tauhid, Ismail Razi al-faruqi menyebut aqidah
(tauhid) sebagai prinsip ekonomi Islam dalam bentuk etika produksi,
etika distribusi dan etika konsumsi.
19
2. Aqidah/ keyakinan akan memberikan ketenangan dan
ketentraman dalam pengabdian dan penyerahan dirinya secara
utuh kepada Dzat Yang Maha Besar.
20
2.4 Penyimpangan Aqidah dan Cara Menanggulanginya
Ta’ashshub (fanatik)
kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekalipun
hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu
benar. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 170, yang
artinya: ”Dan apabila dikatakan kepada mereka, ’ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah ’,mereka menjawab, ’(tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga ), walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk?”.
Taqlid Buta
Dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa
megetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya.
21
Ghuluw (berlebihan)
Dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat
mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga menyakini pada diri
mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik
berupa mendatangkan kemanfaatan maupun meolak kemudharatan. Juga
menjadikan para wali itu perantara antara Allah dan
makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali
tersebut dan bukan menyembah Allah.
Ghaflah (lalai)
Terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini
(ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitabNya
(ayat-ayat Qura’niyah). Disamping itu, juga terbuai dengan hasil teknologi
dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil
kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung- agungkan manusia
dan menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan
manusia semata. Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong
dari pengarahan yang benar menurut Islam.
22
Perhatian
Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di
berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta
mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
23
BAB III
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25