“AKIDAH ISLAM”
DISUSUN OLEH :
......................................................................
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya, tugas makalah
yang membahas tentang “Akidah Islam” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku yang berkaitan dengan
Akidah Islam, dan serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan Akidah Islam.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna. Untuk itu diharapkan
berbagai masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaannya. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat membawa manfaat untuk pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHUUAN......................................................................................................... 1
A. Latar belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 3
A. Pengertian Akidah Islam............................................................................................3
B. Fungsi dan Peran Akidah Islam.................................................................................3
C. Tingkatan Akidah........................................................................................................4
D. Keesaan Allah.............................................................................................................. 5
F. Al-Qur’an dan Kitab Suci Lainnya..........................................................................10
G. Tugas Rasul dan Muhammad..................................................................................14
H. Hukum Alam dan Hari Kiamat...............................................................................16
I. Qadha dan Qadar......................................................................................................19
J. Iman kepada Allah dan Rasul dalam Syahadat......................................................20
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 22
A. Kesimpulan................................................................................................................ 22
B. Saran.......................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 23
ii
BAB 1
PENDAHUUAN
A. Latar belakang
Ni1ai suatu ilmu itu ditentukan ofeh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar
dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling
penting adalah ilmu yang mengenakan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta.
Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor
Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang
tidak mengenal yang menciptakannya?
Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi
dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada
bagian ini, karena aqidah adafah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia
seperti kepatanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus
direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinitah pentingnya aqidah ini. Apalagi
ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci
menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia
adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut
terminologi syarat (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-
kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik dan
buruknya. lni disebut Rukun Iman.
Dalam syarat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu
keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-
cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu
cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah
disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya
bergantung yang pertama.
Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama : ikhias karena Allah
SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan
ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasululiah SAW. ini disebut amal sholeh. Ibadah
yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk
Rasuluflah SAW tertolak atau mengikuti Rasuiullah SAW saja tapi tidak ikhlas,
karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar
1
memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam AI-Qur'an surah AI-
Kahfii 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia
me.mpersekutukan. seorangpun cialam befibadah kepada Tuhannya. “
Aqidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan
kita sebagai manusia wajib meyakininya sehingga kita layak disebut sebagai orang
yang beriman (mu’min).Namun bukan berarti bahwa keimanan itu ditanamkan dalam
diri seseorang secara dogmatis, sebab proses keimanan harus disertai dalil-dalil aqli.
Akan tetapi, karena akal manusia terbatas maka tidak semua hal yang harus diimani
dapat diindra dan dijangkau oleh akal manusia.
Para ulama sepakat bahwa dalil-dalil aqli yang haq dapat menghasilkan
keyakinan dan keimanan yang kokoh. Sedangkan dalil-dalil naqli yang dapat
memberikan keimanan yang diharapkan hanyalah dalil-dalil yang shahih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Akidah Islam?
2. Apa saja fungsi dan peran dari Akidah Islam?
3. Bagaimana tingkatan Akidah?
4. Apa yang dimaksud dengan Keesaan Allah?
5. Bagaimana tentang malaikat dan makhluk gaib lainnya?
6. Bagaimana tentang Al-Qur’an dan Kitab suci lainnya?
7. Apa saja tugas Rasul dan Muhammad?
8. Bagaimana Hukum Alam dan Hari Kiamat?
9. Apa yang dimaksud dengan Qadha dan Qadar?
10. Bagaimana keterkaitan Iman kepada Allah dan Rasul dalam Syahadat?
11.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
untuk apa hidup dan ke mana manusia akan pergi, sehingga kehidupan manusia
akan lebih jelas dan lebih bermakna.
Aqidah islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan
mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu a'la Almaududi menyebutkan
pengaruh aqidah tauhid sebagai berikut :
a. Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik
b. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri
c. Menumbuhkan sifat rendah hati dan khidmat
d. Membentuk manusia menjadi jujur dan adil
e. Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap
persoalan dan situasi
f. Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan dan optimisme
g. Menanamkan sifat kesatria, semangat dan berani ; tidak gentar menghadapi
resiko, bahkan tidak takut kepada maut
h. Menciptakan sikap hidup damai dan ridha
i. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan
ilahi
C. Tingkatan Akidah
Setiap orang memiliki tingkatan aqidah yang berbeda antara stu dengan
lainnya. Hal tersebut didasarkan pada dalil, penghayatan, pemahaman, serta
aktualisasinya. Pembahasan tingkatan aqidah adalah sebagi berikut :
1. Tingkat Taqlid, yaitu sikap seseorang yang menerima suatu kepercayaan tanpa
diketahui alasan yang mendasarinya. Seseorang tidak seharusnya bersikap taqlid
dalam memahami dan mengamalkan aqidah agar dapat saling mempelajari
bersama.
2. Tingkat Ilmul Yaqin, yaitu sikap yakin yang ada dalam diri seseorang dengan
memperoleh ilmu yang didasakan pada hal yang bersifat teoritis.
3. Tingkat ‘Ainul Yaqin, yaitu keyakinan seseorang yang didasarkan dan diperoleh
melalui suatu pengamatan secara langsung tanpa melalui perantara.
4. Tingkat Haqqul Yaqin, yaitu suatu keyakinan seseorang terhadap aqidah yang
didaskan pada pengamatan dan penghayatan dari pengalaman yang telah
dilakukan dalam melakukan aktualisasi aqidah itu sendiri.
4
D. Keesaan Allah
Surat Al Ikhlas adalah surat ke-112 dalam Alquran. Surat ini tergolong surat
Makkiyah atau diturunkan di Kota Makkah. Surat ini terdiri dari empat ayat yang
pokok isinya menegaskan keesaan Allah SWT. Ayat pertama surat Al
Ikhlas berbunyi:
ُق ُهَو ُهّٰللا َاَح ٌۚد
ْل
“Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha-Esa.”
5
malaikat, walaupun kita tidak dapat melihat mereka, dan bahwa mereka adalah salah
satu makhluk ciptaan Allah. Allah menciptakan mereka dari cahaya. Mereka
menyembah Allah dan selalu taat kepada-Nya, mereka tidak pernah berdosa. Tak
seorang pun mengetahui jumlah pasti malaikat, hanya Allah saja yang mengetahui
jumlahnya.
Walaupun manusia tidak dapat melihat malaikat tetapi jika Allah berkehendak
maka malaikat dapat dilihat oleh manusia, yang biasanya terjadi pada para Nabi dan
Rasul. Malaikat selalu menampakan diri dalam wujud laki-laki kepada para nabi dan
rasul. Seperti terjadi kepada Nabi ibrahim
1. Pengertian Malaikat
Secara etimologis kata Malaikah (dalam Bahasa Indonesia disebut
Malaikat) adalah bentuk jamak dari Malak, berasal dari mashdar Al-Alukah
artinya Ar-Risalah (missi atau pesan). Yang membawa missi atau pesan disebut
Ar-Rasul (utusan). Dalam beberapa ayat Al-Qur’an Malaikat juga disebut dengan
rusul (utusan-utusan), misalnya pada surat Hud ayat 69. Bentuk jamak lain dari
malak adalah mala-ik. Dalam bahasa indonesia menjadi para malaikat atau
malaikat-malaikat. Secara terminologis Malaikat adalah mahluk ghaib yang
diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya dengan wujud dan sifat-sifat tertentu.
2. Pencipta Malaikat
Malikat diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya, seperti yang dijelaskan
oleh Rasulullah SAW:
ُخ ِلَقِت ْالَََمَال ِئَك ُةِم ْن ُنوٍروخلق الجان من مارٍج ِم ْن َناٍر وخِلَق أَد ٌم ِم َّم ا ُوِص َف َلٌك ْم
“Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam
diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepada mu semua.” (HR. Muslim)
Tentang kapan Malaikat diciptakan oleh Allah SWT, tidak ada penjelasan.
Tapi yang jelas, Malaikat dicipatakan lebih dahulu dari manusia pertama (Adam
AS) sebagaimana yang disebutkan oleh Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat
30:
َو إِذ َقاَل َر ُّبَك ِْللَم لِكئَك ِة ِإنِى َخ ا ِع ٌل فِى اَألْر ِض َخ لِيَقًة
6
“ingatlah ketika Tuhan mu berfirman kepada para Malaikat: “sesungguhnya Aku
hendak mencuptakan seorang Khalifah di muka bumi…”(Al-Baqarah 2: 30
3. Wujud Malaikat
Sebagai mahluk ghaib wujud Malaikat tidak dapat dilihat, didengar,
diraba, dicium dan dicicipi (dirasakan) oleh manusia, atau dengan kata lain tidak
dapat dijangkau oleh pancaindra, kecuali jika Malaikat menampukan diri dalam
rupa tertentu, seperti rupa manusia.
Malaikat tidak dilengkapi dengan hawa nafsu, tidak memiliki keinginan
seperti manusia, tidak berjenis lelaki dan perempuan, dan tidak berkeluarga.
Hidup dalam alam yang berbeda dengan kehidupan alam semesta yang kita
saksikan ini. Yang mengetahui hakikat wujud Maliakat hanyalah Allah SWT.
Kemudian dalam beberapa hadits dikatakan bahwa Jibril memiliki 600
sayap, Israfil memiliki 1200 sayap, dimana satu sayapnya menyamai 600 sayap
Jibril dan yang terakhir dikatakan bahwa Hamalat al-'Arsy memiliki 2400 sayap
dimana satu sayapnya menyamai 1200 sayap Israfil.
Wujud malaikat mustahil dapat dilihat dengan mata telanjang, karena
mata manusia tercipta dari unsur dasar tanah liat kering dari lumpur hitam yang
diberi bentuk[31] tidak akan mampu melihat wujud dari malaikat yang asalnya
terdiri dari cahaya, hanya Nabi Muhammad SAW yang mampu melihat wujud
asli malaikat bahkan sampai dua kali. Yaitu wujud asli malikat Jibril .
Mereka tidak bertambah tua ataupun bertambah muda, keadaan mereka
sekarang sama persis ketika mereka diciptakan. Dalam ajaran Islam, ibadah
manusia dan jin lebih disukai oleh Allah dibandingkan ibadah para malaikat,
karena manusia dan jin bisa menentukan pilihannya sendiri berbeda dengan
malaikat yang tidak memiliki pilihan lain. Malaikat mengemban tugas-tugas
tertentu dalam mengelola alam semesta. Mereka dapat melintasi alam semesta
secepat kilat atau bahkan lebih cepat lagi. Mereka tidak berjenis lelaki atau
perempuan dan tidak berkeluarga.
4. Sifat Malaikat
Malaikat adalah hamba-hamba Allah SWT yang mulia:
Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan
segala perintah-Nya, serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada
Allah SWT:
7
َال َْيسِبُقْو َنُه ِبالَقْو ِل َو ُهْم ِبَأْمِره َيْع ُلْو َن
“Mereka (Malaikat-Malaikat itu) tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan
mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (Al-Anbiya’ 21: 27)
5. Nama dan Tugas Malaikat
Jumlah Malaikat sangat banyak, tidak bisa diperkirakan. Sama meraka
juga ada perbedaan dan tingkatan-tingkatan, baik dalam kejadian maupun dalam
tugas, pangkat dan kedudukan.Sebagian dari Malaikat disebut dengan nama-nama
mereka dan sebagiannya lagi hanya dijelaskan tugas-tugasnya saja. Diantara
nama-nama dan tugas-tugas Malaikat adalah sebagau berikut:
a. Malaikat Jibril ‘alaihis salam, bertugas menyampaikan wahyu kepada nabi-
nabi dan rasul-rasul.
ُقْل َم ْن َك اَن َعُد ًّو اِح ِبْبِرَيَل َفِإَّنُه َنَّز َلُه َعاُى َقْلِبَك ِباٍْذ ِن ِهللا ُم َص ِد ًقا لَِم ا َبْيَن ْيَد َو ُهًدى وُبُثَر ى
ِلْلَم ْو ِمِنَين
“Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah
menurunkan Al-Qur’an kedalam hatimu dengan seizin Allah, membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya menjadi petunjuk serta berita gembira bagi
orang-orang yang beriman.”(Al-Baqarah 2: 97)
Nama lain dari Jibril adalah Ruh Al-Qudus (An-Nahl 16: 102), Ar-
Ruh Al-Amin (Asy-Syu’ara’ 26: 193dan An-Namus (sebagaumana yang
perna dikatakan oleh Waraqah bin Naufal kepada Rasulullah SWA pada
permulaan kalinya menerima Wahyu).
b. Malaikat Mikail, bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alam
seperti melepaskan angin, menurunkan hujan dan menumbuhkan tumbuh-
tumbuhan dan lain-lain. Nama Mikail disebut didalam surat Al-Baqarah ayat
98:
من كاَن عد وهللا وملئكته ورسله وجبريل وميكل فإن َهللا عدولكفرين
“Barang siapa yang menjadi musuh Allah, maka sesungguhnya Allah adalah
musuh orang-orang kafir.” (Al-Baqarah 2: 98).
c. Malaikat Israfil, bertugas meniup terompet dihari kiamat dan hari
berbangkitnya nanti. Tentang terompet itu Al-Qur’an menyebutkan:
8
وهوألذى خلق السموت واَألرَض باحق ويوم يقولكن فيكون قوله احق وله الملك يوم
ينفخ فى الصورعلم الغيب والثهادةوهواحكيم أخبير
d. Malaikat Izrail dikenal dengan Malaikat maut, yang mana bertugas menyabut
nyawa-nyawa manusia dan mahluk hidup lainnya.
قل يتوفكم ملك الموت الذىوكل بكم ثم الى ربكم ترجعن
“Mereka berseru: “Hai Malik, biarlah Tuhan mu membunu kami saja” Dia
menjawab: “kamu akan tetap tinggal di neraka ini”(Az-Zukhruf 43: 77)
i. Malaikat yang bertugas memikul ‘Arasy.
ا لد ين يحملو ن ا لعر ش ومن حوله يسبحون بحمد رِبِهم
9
“malaikat-malaikat yang memikul ‘ Arsy dan malaikat yang berada
disekelilingnya bertasbih memuji tuhannya…” (Gafir 30: 7)
j. Malaikat yang bertugas mengerakkan hati manusia untuk berbuat kebaikan
dan kebenaran. Rasululallah SAW bersabda:
ِإن للثيطانلمة با بن أدموللملك لمة فام لمة الثيطان فإيعادبا لثروتكد يب با نحق وأما
لمةالملك فإيعاد بانحير وتصديق بلحق
“Syaitan dapat menggerakkan hati anak Adam, demikian pula malaikat dapat
menggerakkan hati. Bisikan syaitan berupa godaan untuk melakukan
kejahatan dan mendustakan kebenaran. Sedangkan ajakan malaikat
merupakan dorongan untuk berbuat kebaikan dan meyakini kebenaran…”
(HR Ibn Hatim dan Tirmizi).
k. Malaikat yang bertugas mendo’akan orang-orang yang beriman supaya
diampuni oleh Allah segala dosa-dosanya, diberi ganjaran surga dan dijaga
dari segala keburukan dan do’a-do’a. dalam surat Al-Ahzab ayat 43 dan
hadits riwayat Tarmizi, dijelaskan bahwa Malaikat-malaikat memohon
rahmat untuk orang-orang yang beriman umumnya dan untuk orang-orang
yang mengerjakan kebaikan khusunya.
10
malaikat Jibril alaihissalam. Dan juga sama-sama diturunkan kepada nabi yang
menjadi utusan Allah kepada umatnya. Bahkan salah satu fungsi Al-Qur’an justru
untuk membenarkan dan mengakui keberadaan kitab-kitab suci samawi itu,
sebagaimaan firman Allah SWT
َنَّز َل َع َلۡي َك ٱۡل ِكَٰت َب ِبٱۡل َح ِّق ُم َص ِّد ًقا ِّلَم ا َبۡي َن َيَد ۡي ِه َو َأنَز َل ٱلَّتۡو َر ٰى َة َو ٱِإۡل نِج يَل
Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya;
membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan
Injil (QS. Ali-‘Imran: 3)
Kita sendiri sebagai muslim mengenal adanya kitab-kitab samawi sebelumnya
juga lewat Al-Qur’an. Salah satunya kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud
alaihissalam.
َو َء اَتۡي َنا َداُوۥَد َز ُبوًر ا
Dan Kami berikan Zabur kepada Daud (QS. An-Nisa’: 163)
Namun antara Al-Qur’an dengan kitab-kitab samawi sebelumnya juga punya
beberapa perbedaan mendasar, yang membuat Al-Qur’an menjadi unik dan paling
berbeda. Hal paling fundamental yang membedakan Al-Qur’an dengan semua kitab
samawi sebelumnya adalah Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang turun ke
muka bumi. Sedangkan kitab-kitab samawi yang turun pada umat terdahulu,
umumnya didahului dengan turunnya kitab samawi dan diteruskan lagi dengan
turunnya kitab yang lain.
Misalnya di kalangan Bani Israil yang cukup banyak diutus para nabi, mereka
punya kitab Zabur yang turun kepada Nabi Daud. Mereka juga punya Taurat yang
turun kepada Nabi Musa. Dan juga ada Injil yang Allah turunkan kepada Nabi Isa.
Jadi kitab-kitab samawi sebelum Al-Qur’an itu turun silih berganti, susul menyusul,
satu sama lain berdekatan dan saling terkait. Sementara Al-Qur’an seolah-olah turun
terpisah dari kitab-kitab samawi yang lain. Jarak dari kitab samawi sebelumnya cukup
lama, yaitu 600-an tahun. Dan setelah itu, maksudnya setelah Al-Qur’an turun, justru
sama sekali tidak ada lagi wahyu yang turun ke muka bumi.
Setelah seluruh ayatnya turun dalam periode 23 tahun, maka sejak itu
terputuslah seluruh wahyu samawi kepada umat manusia. Tugas Nabi Muhammad
SAW sebagai penerima Al-Qur’an pun berakhir, tidak lama setelah wahyu terakhir
turun. Hanya berselang waktu singkat, Beliau SAW pun dipanggil Allah SWT. Kalau
dihitung-hitung dari turun wahyu terakhir di tahun 10 hijriyah hingga sekarang ini kita
11
di tengah abad 15 hijriyah, berarti sudah 1400 tahun-an tidak ada lagi wahyu samawi
turun ke bumi.
Padahal sebelum Al-Qur’an turun, kitab suci terakhir adalah Injil yang dibawa
oleh Nabi Isa alaihissalam. Jaraknya hanya terpuat 600-an tahun saja, sebab Nabi
Muhammad SAW diangkat menjadi utusan Allah di tahun 610 Masehi. Masa 600
tahun inilah yang sering disebut-sebut dengan masa fatrah alias masa kekosongan,
dimana umat manusia tidak lagi mendapat curahan wahyu samawi dari ufuk langit.
Namun masa fatrah yang 600-an tahun itu belum ada apa-apanya dibandingkan
dengan masa ‘fatrah’ yang kita alami. Kita tidak tahu tahun berapakah nanti terjadi
hari kiamat. Anggaplah misalnya seratus tahun lagi, yaitu tahun 1500 hijriyah, maka
jelas ini masa kekosongan atau fatrahnya sangat lama.
Perbedaan fundamental kedua antara Al-Qur’an dan kitab samawi sebelumnya
sudah sedikit disebutkan, yaitu Al-Qur’an ini tidak diturunkan untuk umat tertentu
saja, tetapi untuk seluruh umat manusia, hingga hari kiamat nanti. Meski secara
bahasa Al-Qur’an itu menggunakan bahasa Arab, namun bukan berarti hanya
dikhususkan hanya untuk bahasa Arab. Sementara kitab-kitab samawi sebelumnya
hanya diturunkan untuk satu kaum saja.
Kitab Taurat misalnya, hanya diperuntukkan kepada Nabi Musa alaihisalam
dan kaum Yahudi saja. Bangsa-bangsa lain selain Yahudi tidak diberlakukan kepada
mereka kitab Taurat, meski hidup di masa yang sama. Begitu juga Kitab Injil yang
diturunkan kepada Nabi Isa alahissalam, hanya diperuntukkan kepada kaum Nasrani
saja. Sedangkan bangsa lain yang bukan Nasrani, mereka tidak dibebankan untuk
bersandar kepada Injil. Adapun Al-Qur’an, meski awalnya turun di negeri Arab,
dengan berbahasa Arab, namun diperuntukkan juga kepada bangsa-bangsa ajam alias
non-arab. Perbedaan ketiga Al-Qur’an dibandingkan dengan kitab samawi
sebelumnya adalah dijaminnya kemurnian Al-Qur’an dan tetap akan terus ada sampai
hari kiamat. Allah SWT menyatakan hal itu didalam firman-Nya
ِإَّنا َنۡح ُن َنَّز ۡل َنا ٱلِّذۡك َر َو ِإَّنا َل ۥُه َلَٰح ِفُظوَن
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)
Bentuk penjagaan itu memang merupakan mukjizat Al-Qur’an tersendiri,
meskipun sebenarnya secara teknis tetap bisa dijabarkan dengan cara yang logis. Al-
Qur’an itu selain kitab hidayah juga merupakan kitab ibadah, dimana kalau kita baca
12
meski tidak paham artinya sudah merupakan sebuah ibadah tersendiri. Hadits Nabi
SAW malah lebih menyemangati, bahwa tiap huruf yang dibawa itu diganjar dengan
10 kebaikan. Oleh karena itulah kita menyaksikan di seluruh dunia umat Islam
membaca Al-Qur’an di setiap saat dan semua kesempatan. Di dalam shalat fardhu
lima waktu, mereka membaca Al-Qur’an. Dalam shalat tarawih dan tahajjud, mereka
pun membaca Al-Qur’an.
Di luar shalat dalam hampir semua even, mereka membaca Al-Qur’an. Dalam
setiap hajatan, pasti ada tilawah Al-Qur’an. Acara ritual kenegaraan, biasanya diawali
juga dengan tilawah Al-Qur’an. Hingga dalam duka cita karena kematian, Al-Qur’an
terus menerus dibaca dan didengungkan. Dan kalau sudah bulan Ramadhan, semua
sibuk membaca Al-Qur’an, bahkan menargetkan untuk bisa mengkhatamkannya
berkali-kali. Bahkan bulan Ramadhan sendiri seringkali dinamakan dengan bulan Al-
Qur’an.
Akibatnya, mana bisa Al-Qur’an itu hilang dari tengah umat Islam. Karena Al-
Qur’an sudah menjadi bagian dari keislaman mereka. Islam itu adalah membaca Al-
Qur’an. Kalau kita bandingkan dengan kitab-kitab samawi yang lain seperti Taurat
dan Injil, kita tidak menemukan fenomena semacam ini. Jangankah anak-anak yang
tiap hari membaca, bahkan pendeta dan pastor serta tokoh-tokoh agama lain tidak
punya aktifitas membaca kitab suci yang dibawa rutin tiap hari, kecuali hanya dibaca
di hari-hari besar keagamaan.
Dan yang menarik lagi, selain rutin dibaca oleh seluruh umat Islam, Al-Qur’an
pun sudah jadi tradisi untuk dihafalkan. Sehingga ketika dalam shalat jamaah ada
imam yang terlupa atau keliru membaca Al-Qur’an, sudah otomatis para makmum di
belakang akan mengoreksi dan membetulkan bacaan sang imam. Fenomena semacam
ini tidak kita temukan di dalam agama-agama di luar Islam. Kitab suci mereka tidak
pernah dihafalkan secara luar kepala, bahkan oleh para pemuka agama mereka
sekalipun. Tradisi menghafal kitab suci hanya ada di dalam agama Islam saja. Bahkan
kanak-kanak usia 5 tahun, sudah bisa menghafal Al-Qur’an 30 juz, 114 surat dan
6.236 ayat.
Maka secara teori manalah mungkin Al-Qur’an itu hilang dari tengah umat
Islam. Kalaupun umat Islam dijajah oleh bangsa asing dan semua mushaf dibakar tak
bersisa, umat Islam akan tenang-tengang saja. Sebab mushaf boleh hilang dan
dimusnhkan, tetapi hafalan di dalam hati tentu tidak akan pernah hilang. Disanalah
13
pernyataan Allah SWT tentang jaminan terpeliharanya Al-Qur’an itu benar-benar
terjadi dan mudah kita pahami secara sederhana.
Perbedaan keempat dari kitab samawi lainnya adalah Al-Qur’an memakai
bahasa yang abadi. Para ahli sejarah bahasa sepakat bahwa sebuah bahasa itu tumbuh,
berkambang dan punah bersama dengan eksistensi sebuah peradaban. Sehingga
bahasa-bahasa di dunia ini banyak yang dahulu pernah dipakai banyak orang, tetapi
pada generasi berikutnya, sudah tidak ada lagi orang memakai bahasa itu, karena
peradabannya telah berganti. Namun para ahli sepakat bahwa bahasa Arab merupakan
pengecualian. Tidak tidak hilang dari muka bumi meski telah berusia cukup tua. Ada
sebagian kalangan yang menyebutkan bahwa bahasa Arab telah digunakan di zaman
Nabi Ibrahim alaihissalam.
َو َم ا ُنْر ِس ُل اْلُم ْر َسِلْيَن ِااَّل ُم َبِّش ِر ْيَن َو ُم ْنِذ ِر ْيَۚن َفَم ْن ٰا َم َن َو َاْص َلَح َفاَل َخ ْو ٌف َع َلْيِهْم َو اَل ُهْم َيْح َز ُنْو َن
Artinya: "Tidaklah Kami utus para rasul melainkan untuk memberi kabar
gembira dan memberi peringatan. Siapa beriman dan mengadakan perbaikan, maka
tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."
Berdasarkan penafsiran Quran Kementerian Agama (Kemenag), tugas rasul
yang diemban dalam ayat di atas yakni sebagai sosok pembawa berita gembira,
pemberi peringatan, menyampaikan ajaran-ajaran Allah untuk menjadi pedoman
hidup. Untuk itulah, beban tugas yang diemban tidak ringan.
1. Adapun menurut buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti terbitan
Kemendikbud RI tugas-tugas rasul dapat terangkum menjadi 6 peran sebagai
berikut.
Menyampaikan risalah dari Allah SWT
2. Mengajak kepada tauhid, yaitu mengajak umatnya untuk mengesakan Allah SWT
dan menjauhi perilaku musyrik (menyekutukan Allah)
3. Memberi kabar gembira kepada orang mukmin dan memberi peringatan kepada
orang kafir
14
4. Menunjukkan jalan yang lurus
5. Membersihkan dan menyucikan jiwa manusia serta mengajarkan kepada mereka
kitab dan hikmah
6. Sebagai hujjah bagi manusia
قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أَّن َهَّللا َلْم َيْبَعْثِني ُم َعِّنًتا َو اَل ُم َتَعِّنًتا َو َلِكْن َبَعَثِني ُم َعِّلًم ا ُم َيِّسًر ا
َو َم ا آَتاُك ُم الَّرُس وُل َفُخ ُذ وُه َو َم ا َنَهاُك ْم َع ْنُه َفاْنَتُهواۚ َو اَّتُقوا َهَّللاۖ ِإَّن َهَّللا َش ِد يُد اْلِع َقاِب
Artinya: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh,
Allah sangat keras hukumanNya,"
Kisah Nabi Luth dan Ayahnya, yang Bersaudara dengan Nabi Ibrahim
Tidak mengherankan bila muslim diwajibkan untuk mengimani rasul dan tugas-
tugasnya. Iman kepada rasul dapat membawa muslim semakin mencintai rasul dengan
15
cara mengikuti dan mengamalkan ajarannya demi meraih cinta Allah SWT. Dia
berfirman dalam surat Ali Imran ayat 31.
ُقْل ِإْن ُك ْنُتْم ُتِح ُّبوَن َهَّللا َفاَّتِبُعوِني ُيْح ِبْبُك ُم ُهَّللا َو َيْغ ِفْر َلُك ْم ُذ ُنوَبُك ْم ۗ َوُهَّللا َغُفوٌر َرِح يٌم
)70( أََلْم َتْع َلْم َأَّن َهَّللا َيْع َلُم َم ا ِفي الَّس َم اِء َو اَأْلْر ِض ِإَّن َذ ِلَك ِفي ِك َتاٍب ِإَّن َذ ِلَك َع َلى ِهَّللا َيِس يٌر
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja
yang ada di langit dan di bumi?; sesungguhnya yang demikian itu terdapat dalam
sebuah Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi
Allah (Q.S. al-Hajj [22]: 70).
Tiada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri, melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (Q.S. al-
Hadid [57]: 22).
16
Jauh sebelum diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, al-Qur’an pun sudah
ada di Lauh Mahfuzh (Q.S. al-Buruj [85]: 21-22)
)22( ) ِفي َلْو ٍح َم ْح ُفوٍظ21( َبْل ُهَو ُقْر َآٌن َمِج يٌد
Bahkan (yang didustakan mereka itu) adalah al-Quran yang mulia, yang
(tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh (Q.S. al-Buruj [85]: 21-22).
Semua itu merupakan contoh sunnatullah yang tidak bisa diubah lagi (Q.S.
al-Ahzab [33]: 62)
)62( ُس َّنَة ِهَّللا ِفي اَّلِذ يَن َخ َلْو ا ِم ْن َقْبُل َو َلْن َتِج َد ِلُس َّنِة ِهَّللا َتْبِد ياًل
Sunnah dalam ayat ini bermakna sunnatullah, yaitu ketetapan Allah SWT
yang dibakukan. Misalnya, kita tidak bisa mengubah perjalanan matahari agar
berjalan dari barat ke timur. Kita tidak bisa meminta bumi ini tidak
bulat, semisal lonjong. Kita tidak bisa meminta hidup abadi. Kita tidak bisa meminta
hidup tanpa mengalami kesulitan. Kita tidak bisa meminta dunia ini bebas dari orang
jahat, nakal, preman, dan sebagainya. Semua itu adalah sunnatullah yang sudah
dibukukan dan dibakukan.
Kedua, Masyi’atullah. Misalnya, Allah SWT berkuasa membuat setiap
manusia dapat hidayah, namun Allah SWT berkehendak ada manusia yang tidak
mendapat hidayah, sehingga kelak masuk neraka (Q.S. al-Sajdah [32]: 13).
)13( َو َلْو ِش ْئَنا َآَلَتْيَنا ُك َّل َنْفٍس ُهَداَها َو َلِكْن َح َّق اْلَقْو ُل ِم ِّني َأَلْم َأَلَّن َج َهَّنَم ِم َن اْلِج َّنِة َو الَّناِس َأْج َم ِع يَن
Dan jika Kami menghendaki, niscaya Kami akan berikan kepada setiap
jiwa, hidayah (petunjuk); akan tetapi telah tetaplah perkataan dari-
Ku: “Sesungguhnya Aku akan penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan
manusia bersama-sama” (Q.S. al-Sajdah [32]: 13).
17
Jadi, ayat ini mengisyaratkan bahwa ada manusia yang mendapatkan hidayah-
Nya; dan ada pula yang tidak mendapatkan hidayah-Nya. Inilah
contoh masyi’atullah.
Kesimpulannya, sunnatullah itu pasti dan tidak bisa
diubah; sedangkan masyi’atullah itu relatif dan bisa diubah. Bagaimana cara
mengubahnya?
Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa masyi’atullah dapat diubah
melalui doa; sedangkan sunnatullah tidak bisa diubah dengan doa.
Ringkasnya, masyi’atullah merupakan tempatnya doa. Misalnya, orangtua berdoa,
“Ya Allah, mohon jangan jadikan saya sebagai preman; saya mohon Engkau jadikan
orang yang shalih”. Fungsi doa yang mengubah masyi’atullah ini selaras dengan
sebuah Hadits:
) َال َيُر ُّد اْلَقَض اَء ِإَّال الُّدَعاُء (َر َو اُه الِّتْر ِمِذُّي
Tidak ada yang mengubah (menolak) qadha’, kecuali doa (H.R. al-Tirmidzi).
Umat Islam wajib percaya dan yakin bahwa hari akhir atau hari kiamat itu
pasti akan datang. Kelak manusia akan dibangkitkan kembali dari kubur untuk
menerima pengadilan Allah swt. Perhatikan firman Allah berikut:
Artinya: "Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan
padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur." (QS.
al-Hajj/22: 7).
Ayat ini menegaskan bahwa hari Kiamat itu bukanlah omong kosong, tapi
kejadian yang benar adanya. Hanya saja, manusia tidak ada yang tahu, kapan itu akan
terjadi. Ini adalah rahasia Allah swt. Hanya Allah yang Maha Tahu kapan hari Kiamat
akan terjadi. Ketika kiamat tiba, bumi akan hancur, semua makhluk mati, lalu Allah
menghidupkan kembali manusia dari dalam kubur.
Iman kepada hari kiamat adalah percaya dan meyakini bahwa seluruh alam
termasuk dunia dan seisinya akan mengalami kehancuran. Hari akhir ditandai dengan
18
ditiupnya terompet Malaikat Israfil. Dijelaskan bahwa pada hari itu daratan, lautan
dan benda-benda di langit porak-poranda. Gunung-gunung meletus, hancur, dan
berhamburan. Bumi berguncang dan memuntahkan isi perutnya. Lautan meluap dan
menumpahkan seluruh isinya. Benda-benda yang ada di langit bergerak tanpa kendali.
Bintang, planet, dan bulan saling bertabrakan.
DUA MACAM KIAMAT
Para ulama mengelompokkan kiamat menjadi dua macam, yaitu:
a. Kiamat Shughra (Kiamat Kecil)
Yaitu terjadinya kematian yang menimpa sebagian umat manusia.
Misalnya: matinya seseorang karena sakit, kecelakaan, musibah tsunami, banjir,
tanah longsor, dan sebagainya.
b. Kiamat Kubra (Kiamat Besar)
Yaitu terjadinya kematian dan kehancuran yang menimpa seluruh alam
semesta. Dunia porak-poranda, rusak, dan hancur. Kehidupan manusia akan
berganti dengan alam yang baru yakni alam akhirat.
19
Dalil tentang adanya qadha dan qadar ini tersurat dalam beberapa ayat al-
Quran antara lain:
1. QS. Al-Ahzab/33:38
Artinya: "…Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti
berlaku." [Al-Ahzab/33:38]
2. QS. Al-Qamar/54:49
Jadi qadha dan qadar Allah SWT itu adalah benar adanya. Hal tersebut
disebutkan baik dalam al-Quran maupun hadis. Karena itu, terkait dengan qadha
dan qadar Allah SWT ini kita harus mengimani bahwa kehendak Allah meliputi
segala sesuatu: baik yang terjadi maupun yang tidak terjadi, baik perkara besar
maupun kecil, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, baik yang terjadi di
langit maupun di bumi.
20
“Asshadu allailaaha illallah wa asshadu anna muhammadan Rasululla” (Tiada
Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah)
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan sebagai fondasi.
Di mana seluruh komponen ajaran Islam tegak di atasnya. Aqidah merupakan
beberapa prinsip keyakinan. Dengan keyakinan itulah seseorang termotivasi untuk
menunaikan kewajiban-kewajiban agamanya. Karena sifatnya keyakinan maka materi
aqidah sepenuhnya adalah informasi yang disampaikan oleh Allah Swt. melalui
wahyu kepada nabi-Nya, Muhammad Saw.
Pada hakikatnya filsafat dalam bahasan aqidah tetap bersumber pada Al-
Qur’an dan Sunnah. Allah menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir
kepada manusia untuk mengenal adanya Allah dengan memperhatikan alam sebagai
bukti hasil perbuatan-Nya Yang Maha Kuasa. Hasil perbuatan Allah itu serba teratur,
cermat dan berhati-hati.
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Akal pikiran tidaklah
menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat
dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan – membuktikan secara
ilmiah kebenaran yang disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari
oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas. Sesuatu yang
terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatu yang tidak terbatas.
Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah maka
syari’at/jasad kita tidak ada guna apa-apa.
B. Saran
Aqidah merupakan hal yang sangat penting namun sering kali diabaikan.
Persoalannya adalah bagaimana kita ber-aqidah yang sesuai dengan Al-Quran dan
22
Hadist. Karena dewasa ini telah banyak bertebaran aqidah yang mengatasnamakan
islam namun melenceng dari tuntunan yang berlaku.
Marilah kita sebagai kaum muslim berintelektual membangun peradaban islam
yang baldatun, toyibatun, warabbun ghofur. Semoga apa yang telah kami sajikan tadi
dapat diambil intisarinya yang kemudian diamalkan juga semoga berguna bagi
kehidupan kita di masa yang akan datang.
23
DAFTAR PUSTAKA
Rohman, Roli Abdur. 2008. Menjaga Aqidah dan Akhlaq 1. Erlangga. Jakarta
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. 2011. Syarah Aqidah Ahlus Sunah wal Jama’ah. Pustaka
Imam Asy Syafi’i. Jakarta
Daudy, Ahmad. 1997. Kuliah Aqidah Islam. Bulan Bintang. Jakarta
24