Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH AQIDAH AKHLAK

PENGERTIAN MAKNA DAN MANFAAT AQIDAH AKHLAK

Dosen Pembingbing
Elly Ratman Dwiyana S.Pd
Disusun Oleh:
Eric Purnama

PRODI AKUNTANSI, FAKULTAS EKONOMI


TAHUN AJARAN 2023/2024

JL. Cibarehong, Citanglar, Kec. Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat 43179

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya MAKALAH
qidah Akhlak . Penulisan makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah Aqidah
Akhlak.alam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis
penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang kami miliki. Serta kami
mengucapkan terima kasih untuk pihak - pihak yang telah membantu kami. Semoga Allah
SWT memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah memberikan bantuan
baik secara langsung maupun tidak langsung, Amin yaa Robbal Alamin.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
A. Pengertian Akidah Akhlak.............................................................................................5
B. Sumber Akidah Akhlak.................................................................................................6
C. Hubungan Akidah dengan Akhlak...............................................................................10
D. Ruang Lingkup Akidah Akhlak...................................................................................12
E. Objek Akidah Akhlak..................................................................................................13
F. Manfaat Akidah Akhlak...............................................................................................13
G. Sistematika Akidah Akhlak..........................................................................................14
H. TUJUAN PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK...................................................16
BAB III PENUTUP..................................................................................................................17
1. Kesimpulan.................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama
engenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya
Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Sedangkan akal pikiran sebagai alat untuk
memahami Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Ketentuan ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri
sebagai wahyu yang berasal dari Allah SWT. Hal demikian dinyatakan dalam Al-Qur’an
yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil
amri diantara kamu”.
Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi
kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai
waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas dan berakhlak mulia dan
bersikap positif lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aqidah akhlak?
2. Apa saja sumber dari akidah akhlak itu?
3. Bagaimana hubungan antara akidah dan akhlak?
4. Apa manfaat aqidah akhlak?
5. Bagaimana sistematika aqidah akhlak

4
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Akidah Akhlak


Pengertian Aqidah
Aqidah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata dasar aqidatan yang berarti ikatan
atau pejanjian. Artinya sesuatu yang menjadi tempat hati yang mana hati terikat kepadanya.
Setelah berbentuk aqidah maka maknanya menjadi keyakinan. Adapun pengertian aqidah
secara istilah berarti perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati sehingga menjadi
suatu kenyataan yang teguh dan kokoh serta tidak ada keraguan dan kebimbangan
didalamnya.
Para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam mengenai pengertian aqidah,
diantaranya adalah sebagai berikut:
· Menurut Syaikh Thahir al-Jazairy
Aqidah Islamiyah adalah perkara-perkara yang diyakini oleh orang- orang muslim yang
berarti mereka teguh terhadap kebenaran perkara-perkara tersebut.
· Menurut Hasan al-Banna
Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati,
menentramkan jiwa dan menjadikan keyakinan yang tidak ada keraguan dan kebimbangan
yang mencampurinya.
Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti
wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita
yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan
tidak beranak-pinak. Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman yang
pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul
karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi
Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap
manusia harus mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi larangan-Nya.
Akidah adalah gudang akhlak yang kokoh. Ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi
manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Akan tetapi
sebaliknya, akidah-akidah hasil rekayasa manusia berjalan sesuai dengan langkah hawa nafsu
manusia dan menanamkan akar-akar egoisme dalam sanubarinya.

Akhlak mendapatkan perhatian istimewa dalam akidah Islam.


Rasulullah saww bersabda:
5
‫ُبِع ْثُت ِ ُألَتِّم َم َم َك اِر َم ْاَألْخ َالِق‬
(Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia).
Dalam hadis lain beliau bersabda: “Akhlak yang mulia adalah setengah dari agama”. Salah
seorang sahabat bertanya kepada belaiu: “Anugerah apakah yang paling utama yang
diberikan kepada seorang muslim?” Beliau menjawab: “Akhlak yang mulia”
Islam menggabungkan antara agama yang hak dan akhlak. Menurut teori ini, agama
menganjurkan setiap individu untuk berakhlak mulia dan menjadikannya sebagai kewajiban
(taklif) di atas pundaknya yang dapat mendatangkan pahala atau siksa baginya. Atas dasar
ini, agama tidak mengutarakan wejangan-wejangan akhlaknya semata tanpa dibebani oleh
rasa tanggung jawab. Bahkan agama menganggap akhlak sebagai penyempurna ajaran-
ajarannya. Karena agama tersusun dari keyakinan (akidah) dan perilaku. Dan akhlak
mencerminkan sisi perilaku tersebut.

B. Sumber Akidah Akhlak


Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apa saja yang disampaikan oleh
Allah SWT dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya wajib diimani
(diyakini dan diamalkan).
Akal pikiran tidaklah menjadi sumber akidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash
yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba kalau diperlukan membuktikan
secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, itu pun harus
didasari oleh kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya
kemampuan semua makhluk Allah. Akal tidak akan mampu menjangkau masalah-masalah
ghaib, bahkan tidak akan mampu menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan
waktu.[1]
Ilmu aqidah adalah ilmu yang membahas keyakina manusia kepada Allah SWT. Ilmu aqidah
disebut juga ilmu tauhid. Kata tauhid berasal dari wahhada,yuwahhidu,tauiddan, artinya
mengesakan,atau mengi’tikadkan bahwa Allah Maha Esa.[2]
Oleh sebab itu akal tidak boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut dan menjawab
pertanyaan segala sesuatu tentang hal-hal ghaib itu. Akal hanya perlu membuktikan jujurkah
atau bisakah kejujuran si pembawa berita tentang hal-hal ghaib tersebut dibuktikan secara
ilmiah oleh akal fikiran.
Sebagian ulama menambahkan ijma’ sebagai sumber ajaran Islam ketiga setelah Al-Qu’an
dan sunah. Penjelasan dari sumber-sumber akidah akhlak yaitu sebagai berikut:

1. Al-Qur’an

6
Secara etimologis, Al-Qur`an adalah bentuk dari mashdar dari kata qara’a, artinya bacaan,
berbicara tentang apa yang tertulis padanya atau melihat dan menelaah. Kata “Qur`an”
digunakan dalam arti sebagai nama kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Al-Qur’an banyak menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan masalah –masalah ketuhanan.
Menurut bahasa Al-Qur’an memiliki arti bacaan. Menurut istilah Al-Qur’an adalah wahyu
Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad secar lisan ,makna, dan gaya bahasa (ushlub)
yang termaktub dalam mushaf yang dinukil darinya secara mutawatir .[3]
Arti Al-Qur`an secara terminologis ditemukan dalam bebrapa rumusan definisi sebagai
berikut:
1) Menurut Syaltut, Al-Qur`an adalah: Lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, dinukilkan kepada kita secara mutawatir.
2) Al-Syaukani mengartikan Al-Qur`an: Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, tertulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir.
3) Definisi Al-Qur`an yang dikemukakan Abu Zahrah ialah: Kitab yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad.
4) Menurut Al Sarkhisi: Kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, ditulis
dalam mushaf diturunkan dengan huruf yang tujuh yang mansyur dan dinukilkan secara
mutawatir.
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang hakiki, diturunkan kepada Rasulullah dari Lauh
Mahfuz melalui malaikat Jibril dengan proses wahyu, yang berfungsi sebagai pedoman bagi
umat manusia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang hakiki,
diturunkan kepada Rasulullah dengan proses wahyu, membacanya termasuk ibadah,
disampaikan kepada kita dengan jalan mutawaatir (jumlah orang yang banyak dan tidak
mungkin bersepakat untuk berbohong), dan terjaga dari penyimpangan, perubahan,
penambahan dan pengurangan. Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya:
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya". (Q.S. Al-Hijr: 9)[4]
Al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk
berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia
yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangannya.

7
Isi kandungan Al Qur’an, pada garis besarnya mengandung pokok-pokok ajaran sebagai
berikut:
a) Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan atau akidah, yaitu ketetapan yang berkaitan
dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta
qadha dan qadar.
b) Tuntunan yang berkaitan dengan syari’ah, yaitu hukum-hukum yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan hubungan
manusia dengan makhluk lainnya atau alam sekitar.
c) Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi
pekerti yang baik serta etika kehidupan.
d) Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
e) Tuntunan yang berkaitan dengan janji dan ancaman, yakni seperti janji kepada orang-
orang yang berbuat baik dan ancaman kepada orang-orang yang berbuat jahat atau dosa.
f) Tuntunan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, yakni informasi-informasi tentang
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, langit, bumi, matahari dan lain sebagainya.
g) Sejarah atau kisah-kisah masa lalu, seperti kisah para nabi dan rasul, kisah orang-orang
umat terdahulu.[5]
Keistimewaan dan keutamaan Al-Quran dibandingkan dengan kitab lain
a) Memberi petunjuk lengkap disertai hukumnya untuk kesejahteraan manusia segala
zaman, tempat dan bangsa
b) Susunan ayat yang mengagumkan dan mempengarihi jiwa pendengarnya
c) Dapat digunakan sebagai dasar pedoman kehidupan manusia
d) Menghilangkan ketidakbebasan berfikir yang melemahkan daya upaya dan kreatifitas
manusia (memutus rantai taqlid).
e) Memberi penjelasan ilmu pengetahuan untuk merangsang perkembangannya.
f) Memuliakan akal sebagai dasar memahami urusan manusia dan hukum-hukumnya.
g) Menghilangkan perbedaan antar manusia dari sisi kelas dan fisik serta membedakan
manusia hanya dasi takwanya kepada Allah SWT.

8
2. As-Sunnah
As-Sunnah menurut bahasa Arab, adalah ath-thariqah, yang berarti metode, kebiasaan,
perjalanan hidup, atau perilaku. Kata tersebut berasal dari kata as-sunan yang bersinonim
dengan ath-thariq (berarti "jalan"). Mengikuti sunnah berati mengikuti cara Rasullulah
bersikap, bertindak, berfikir dan memutuskan.[6]
Dalam sebuah hadits disebutkan, "Barangsiapa melakukan sunnah yang baik dalam Islam,
maka selain memperoleh pahala bagi dirinya, juga mendapat tambahan pahala dari orang
yang mengamalkan sesudahnya, dengan tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Dan
barang siapa melakukan sunnah yang jelek dalam Islam, maka selain memperoleh dosa bagi
dirinya, juga mendapat tambahan dosa dari orang yang melakukan sesudahnya dengan
tanpa mengurangi sedkitpun dosa mereka." (HR Muslim).[7]
.
Dikatakan As-Sunnah sebagai wahyu kedua setelah Al-Qur’an karena alasan-alasan
berikut:
1. Allah SWT menetapkan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
2. Allah SWT menetapkan Muhammad SAW membawa risalah-risalah-Nya.
3. Allah SWT menetapkan Muhammad SAW terbebas dari kesalahan ketika berkaitan
dengan kerasulannya. Rasulullah SAW di ma’shum sehingga apapun yang disampaikannya
bukan berasal dari hawa nafsu, melainkan sebagai wahyu yang dikaruniakan Allah SWT.
4. Karena Al-Qur’an memberikan penjelasan bahwa hak untuk menjelaskan makna-
makna Al-Qur’an kepada umat manusia berada ditangan Rasulullah SAW.
As-sunnah merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki fungsi sebagai berikut.
1. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga keduanya
(Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama.
2. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat
umum.
3. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an.[9]

9
3. Ijma’ Para Ulama
Ijma’ dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad) terhadap
sesuatu. Ijma’ adalah sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid umat
Muhammad SAW setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah
orang yang sekedar tahu tentang masalah ilmu tetapi juga memahami dan mengamalkan ilmu.
Berkaitan dengan Ijma’, Allah SWT berfirman:
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali”. (Q.S An Nisaa:115)
Imam Syafi’i menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan disyariatkannya
ijma’, yaitu diambil dari kalimat “jalannya orang-orang yang beriman” yang berarti ijma’.
Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah dalil syar’i yang wajib untuk diikuti karena
Allah menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan menyelisihi Rasul.
Didalam pengambilan ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh
ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah aqidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al-Qur an
dan Sunnah yang shahih karena perkara aqidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak
diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi ijma’ adalah menguatkan Al Quran
dan Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzoni
sehingga menjadi qotha’i.
Makna Aqidah Akhlak

C. Hubungan Akidah dengan Akhlak


Akidah adalah gudang akhlak yang kokoh. Ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi
manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Akhlak
mendapatkan perhatian istimewa dalam akidah Islam.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya:“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia”
Islam menggabungkan antara agama yang hak dan akhlak. Menurut teori ini agama
menganjurkan setiap individu untuk berakhlak mulia dan menjadikannya sebagai kewajiban
(taklif) diatas pundaknya yang dapat mendatangkan pahala atau siksa baginya. Atas dasar ini
agama tidak mengutarakan akhlak semata tanpa dibebani rasa tanggung jawab. Bahkan
agama menganggap akhlak sebagai penyempurna ajaran-ajarannya. Karena agama tersusun
dari keyakinan (akidah) dan perilaku.
Oleh karena itu akhlak dalam pandangan Islam harus berpijak pada keimanan. Iman tidak
cukup hanya disimpan dalam hati, namun harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari
dalam bentuk akhlak yang baik.[11]
Menurut Mahmud Syaltut, tidak diragukan lagi bahwa untuk memperguanakan dan
menjalankan bagian aqidah dan ibadah perlu pula berpegang kuat dan tekun dalam
10
mewujudkan bagian lain yang disebut dengan bagian akhlak. Sejarah risalah ketuhanan dalam
seluruh prosesnya telah membuktikan bahwa kebahagiaan di segenap lapangan hanya
diperoleh dengan menempuh budi pekerti (berakhlak mulia).
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddiequ di dalam bukunya Al Islam mengatakan:
Kepercayaan dan Budi pekerti dalam pandangan Al-Qur’an hampir dihukum satu, dihukum
setaraf, sederajat. Lantaran demikianlah Tuhan mencurahkan kehormatan kepada akhlak dan
membesarkan kedudukannya. Bahkan Allah memerintahkan seorang muslim memelihara
akhlaknya dengan kata-kata perintah yang pasti, terang, dan jelas. Para muslim tidak
dibenarkan sedikit juga menyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tak boleh memudah-
mudahkannya.
Akidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat
berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik. Sebaliknya
akhlak tanpa akidah hanya merupakan layang-layaang bagi benda yang tidak tetap, yang
selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan
akhlak.
Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada
kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau: “Orang mukmin yang paling sempurna
imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim)
Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah
laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya
yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai iman yang kuat; dan
jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai Iman yang lemah. Muhammad al-
Gazali mengatakan, iman yang kuat mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedang iman
yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk.
Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan
perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang yang
berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan iman. Beliau
bersabda:
)‫الحياء وااليمان قرناء جميعا فاذا رفع احدهما رفع االخر (رواه الكاريم‬
”Malu dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilang pula
yang lain”. (HR. Hakim)
Kalau kita perhatikan hadits di atas, nyatalah bahwa rasa malu sangat berpautan dengan iman
hingga boleh dikatakan bahwa tiap orang yang beriman pastilah ia mempunyai rasa malu; dan
jika ia tidak mempunyai rasa malu, berarti tidak beriman atau lemah imannya.
Akidah erat hubungannya dengan akhlak. Akidah merupakan landasan dan dasar pijakan
untuk semua perbuatan. Akhlak adalah segenap perbuatan baik dari seorang mukalaf, baik
hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun lingkungan hidupnya. Berbagai amal
perbuatan tersebut akan memiliki nilai ibadah dan terkontrol dari berbagai penyimpangan jika
diimbangi dengan keyakinan akidah yang kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat
dipisahkan, seperti halnya antara jiwa dan raga.

11
Hal ini dipertegas oleh Allah dalam Al-Qur’an yang mengemukakan bahwa orang-orang
yang beriman yang melakukan berbagai amal shaleh akan memperoleh imbalan pahala disisi-
Nya. Dia akan dimasukkan ke dalam surga firdaus. Penegasan ini dikemukakan dalam firman
Allah sebagai berikut:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga
Firdaus menjadi tempat tinggal, Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah
dari padanya. (QS. Al-kahfi: 107-108)
Ayat di atas memperlihatkan betapa pentingnya akidah dan akhlak, dengan
keterpaduan keduanya seseorang akan memperoleh pahala yang besar disisi Allah dengan
jaminan surga Firdaus.
Hubungan antara akidah dan akhlak ini tercermin dalam pernyataan Nabi Muhammad SAW
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra yang artinya:
“dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,’orang mukmin yang sempurna imannya
ialah yang terbaik budi pekertinya”
Akidah sebagai dasar pendidikan akhlak “Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim
adalah aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, Karena akhlak tersarikan dari aqidah
dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya
akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka
akhlaknya pun akan salah.
Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang berhubungan dengan aqidah. Jujur dapat
terwujud apabila seseorang telah memegang konsep-konsep yang berhubungan dengan
aqidah. Dengan dijalankannya konsep-konsep aqidah tersebut maka seseorang akan memiliki
akhlak yang baik. Sehingga orang akan takut dalam melakukan perbuatan dosa.
Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan
ibadah dengan baik dan benar, dengan itu ia akan mampu mengimplementasikan tauhid ke
dalam akhlak yang mulia (Akhlakul Karimah). Karena barang siapa mengetahui Sang
Penciptanya dengan benar, niscaya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana
perintah Allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-
perilaku yang telah ditetapkan-Nya.
D. Ruang Lingkup Akidah Akhlak
1. Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan dengan Tuhan
(Allah), seperti wujud Allah, sifat Allah dll
2. Nubuwat, yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan
Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah dll
3. Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik
seperti jin, iblis, setan, roh dll

12
4. Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam barzkah, akhirat dan
Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga-Neraka dsb.

E. Objek Akidah Akhlak


Kalau kita berbicara mengenai Objek Akidah Akhlak kita harus mengetahui dulu apa
itu objek, objek adalah suatu yang terkena akibat dari proses akidah akhlak tersebut yang
tentu saja mengarah kepada manusia bagaimana membentuk manusia yang mempunyai
akidah dan akhlak yang baik, baik terhadap manusia yang lain maupun dengan Tuhanya.
F. Manfaat Akidah Akhlak
Akhlak memperoleh perhatian khusus dalam ajaran-ajaran akidah Islam. Dengan ini, dalam
usaha membentuk manusia berakhlak mulia dan terselamatkan dari dekadensi moral, akidah
mengikuti metode-metode yang beraneka ragam demi mencapai hal itu. Metode-metode
tersebut antara lain:
1. Menjanjikan Pahala Ukhrawi bagi Orang yang Berakhlak Mulia.
Akidah menjanjikan pahala yang besar dan derajat yang tinggi di akhirat kelak bagi orang
yang berakhlak mulia, dan siksa yang pedih bagi orang yang berakhlak tidak terpuji dan
menyembah hawa nafsunya.
Rasulullah saww bersabda:

‫ِإَّن اْلَع ْبَد َلَيْبُلُغ ِبُحْس ِن ُخ ُلِقِه َع ِظ ْيَم َد َر َج اِت ْاآلِخَرِة َو َش َرِف اْلَم َناِز ِل َو ِإَّنُه َلَضِع ْيُف اْلِع َباَد ِة‬
(Seorang hamba dengan akhlaknya yang mulia bisa mencapai derajat akhirat yang agung dan
tempat yang mulia kendatipun sedikit ibadahnya).
Dalam hadis yang lain beliau bersabda:

‫ِإَّن َحَس َن اْلُخ ُلِق َيْبُلُغ َد َر َج َة الَّصاِئِم اْلَقاِئِم‬


(Orang yang berakhlak terpuji dapat menyamai derajat orang yang berpuasa dan shalat
malam).
Beliau berwasiat kepada Bani Abdul Muthalib:

‫ َأْفُش وا الَّس َالَم َو ِص ُلوا ْاَألْر َح اَم َو َأْطِعُم وا الَّطَع اَم َو َطِّيـُبوا اْلَكَالَم َت ْدُخ ُلوا اْلَج َّن َة ِبَس َالٍم‬،‫َي ا َبِني َعبِد اْلُم َّطِلِب‬
(Wahai Bani Abdul Muthalib, sebarkanlah salam, sambunglah tali kekerabatan, berilah
makan (kepada orang-orang fakir) dan bertutur katalah yang baik, niscaya kalian akan masuk
surga dengan selamat).

13
2. Menjelaskan Efek-efek Duniawi Akhlak.
Seseorang yang berakhlak terpuji akan mampu beradaptasi dengan sesamanya, hidup
bahagia, tentram dan melangkah dengan mantap. Adapun orang yang tidak memiliki nilai dan
prinsip-prinsip moral, ia akan jatuh dalam jurang kegelapan, hidup dalam kecemasan dan
kebingungan sehingga dirinya tersiksa, tidak disenangi oleh sesamanya dan akhirnya akan
terjerumus ke dalam jurang kesesatan yang tidak memiliki akibat yang terpuji.
Rasulullah saww bersabda:
‫ُح ْسُن اْلُخ ُلِق ُيَثِّبُت اْلَم َو َّدَة‬
(Akhlak yang terpuji dapat melanggengkan kecintaan).
Imam Ali a.s. berkata:
... ‫َوِفي َسَعِة ْاَألْخ َالِق ُكُنْو ُز ْاَألْر َزاِق‬
(...Dan dalam akhlak yang mulia tersembunyi simpanan-simpanan rizki).
Imam Ash-Shadiq a.s. berkata:
‫ َو ِإْن ِش ْئَت َأْن ُتَهاَن َفاْخ ُش ْن‬، ‫َو ِإْن ِش ْئَت َأْن ُتْك َر َم َفِلْن‬
(Jika engkau ingin dihormati, maka berlemah lembutlah dan jika kau ingin dihina, maka
bersikaplah kasar).[12]
G. Sistematika Akidah Akhlak
Gambar tersebut merupakan sistematika akidah akhlak yang digambarkan melalui pohon.
Disamping sistematika diatas, pembahasan akidah bisa juga mengikuti sistematika Arkanul
iman yaitu :

1. Iman kepada Allah


Pengertian iman kepada Allah ialah:
· Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah
· Membenarkan dengan yakin keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan
alam, makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluknya.
· Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci
dari sifat kekurangan yang suci pula dari menyerupai segala yang baru (makhluk).
Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan segala perbuatan
dengan beribadah kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya, mengakui bahwa Allah swt. bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya di
muka bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah.

14
2. Iman Kepada Malaikat
Beriman kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai makhluk yang
dinamai “malaikat” yang tidak pernah durhaka kepada Allah, yang senantiasa melaksanakan
tugasnya dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya. Lebih tegas, iman akan malaikat
ialah beritikad adanya malaikat yang menjadi perantara antara Allah dengan rasul-rasul-Nya,
yang membawa wahyu kepada rasul-rasul-Nya.

3. Iman kepada kitab-kitab Allah


Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu
memuat wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kitab Tuhan ialah beritikad bahwa Allah ada
menurunkan beberapa kitab kepada Rasulnya, baik yang berhubungan itikad maupun yang
berhubungan dengan muamalat dan syasah, untuk menjadi pedoman hidup manusia. baik
untuk akhirat, maupun untuk dunia. Baik secara individu maupun masyarakat.
Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani sebagaimana yang
diterangkan oleh Al-Qur’an dengan tidak menambah dan mengurangi. Kitab-kitab yang
diturunkan Allah telah turun berjumlah banyak, sebanyak rasulnya. Akan tetapi, yang masih
ada sampai sekarang nama dan hakikatnya hanya Al-Qur’an. Sedangkan yang masih ada
namanya saja ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa dan
Zabur kepada Daud.

4. Iman kepada Nabi dan Rasul


Yakin pada para Nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat. Perbedaan antara Nabi dan
Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi
tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul
adalah utusan (Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada umat
manusia.

5. Iman kepada hari Akhir


Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini sangat penting
dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari akhirat sama
halnya dengan orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu merupakan hari yang tidak
diragukan lagi.

6. Iman kepada qada dan qadar


Dalam menciptakan sesuatu, Tuhan selalu berbuat menurut Sunnahnya, yaitu hukum sebab
akibat. Sunnahnya ini adalah tetap tidak berubah-ubah, kecuali dalam hal-hal khusus yang
15
sangat jarang terjadi. Sunnah Tuhan ini mencakup dalam ciptaannya, baik yang jasmani
maupun yang bersifat rohani.
Makna qadar dan takdir ialah aturan umum berlakunya hukum sebab akibat, yang ditetapkan
olehnya sendiri. [13]

H. TUJUAN PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK


Tujuan dari pembelajaran Aqidah Akhlak adalah untuk :
a. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan
pengetahuan, penghayatan,pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman tentang aqidah islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah.
b. Mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak
tercela dalam kehiduupan sehari-hari , baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai
manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai aqidah islam.

I. NILAI-NILAI PEMBELAJARAN AQIDAH ISLAM


Adapun untuk nilai-nilai akhlak yang dikembangkan di sekolaah/madrasah adlah:
a. Berhati lembut, bekrja keras , tekun dan ulet ,
b. Terbiasa berfikir kritis, sedderhana, sportif dan bertanggung jawab.
c. Terbiasa berprilaku Qana’ah, toleran, dan beretika dalam pergaulan sehari-hari.
Jadi akhlak merupakan hal yang sangat penting dalam islam. Seseorang akan mendapat nilai
dari caranya bertingkah laku dari akhlaknya[14]

16
BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apa saja yang disampaikan oleh
Allah SWT dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya wajib diimani
(diyakini dan diamalkan). Sebagian ulama menambahkan ijma’ sebagai sumber ajaran Islam
ketiga setelah Al-Qu’an dan sunah.
Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang hakiki, diturunkan kepada Rasulullah dengan proses
wahyu, membacanya termasuk ibadah, disampaikan kepada kita dengan jalan mutawaatir
(jumlah orang yang banyak dan tidak mungkin bersepakat untuk berbohong), dan terjaga dari
penyimpangan, perubahan, penambahan dan pengurangan.
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk
berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia
yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangannya.
As-Sunnah sering disebut juga dengan hadits merupakan segala tingkah laku Nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits
merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah
mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh
nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.
Akidah erat hubungannya dengan akhlak. Akidah merupakan landasan dan dasar pijakan
untuk semua perbuatan. Akhlak adalah segenap perbuatan baik dari seorang mukalaf, baik
hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun lingkungan hidupnya. Berbagai amal
perbuatan tersebut akan memiliki nilai ibadah dan terkontrol dari berbagai penyimpangan jika
diimbangi dengan keyakinan akidah yang kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat
dipisahkan, seperti halnya antara jiwa dan raga.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, S. M. (2012). pendidikan karakter perspektif islam. bandung: pt remaja


rosdakarya.
Amudidin. (2006). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Graha Ilmu.
Anwar, A. R. (2012). Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka setia.
Anwar, R. (2008). Akidah Akhlak . Bandung: Pustaka Setia.
Drs. M. Yatimin Abdullah, M. A. (2007). Studi Akhlak dalam Persepektif Al-Qur’an. Jakarta:
Amzah.
Drs. Muhammad Alim, M. A. ( 2006). Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya.
Ilyas, Y. (2010). Kuliah aqidah islam. Yogjakarta: LPPI.
Rohman, R. A. (2007). Akidah dan Akhlak. Bengkulu: Tiga Serangkai.
Saebani, B. A. Ilmu akhlak. Bandung: Pustaka Setia.
Suhendi, H. (2011). Akidah Akhlak. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Syarifuddin, P. D. (2011). garis-garis besar akidah akhlak. jakarta: kencana.

18

Anda mungkin juga menyukai