Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Hubungan Akidah Islam dan Akhlak

DISUSUN OLEH:
kelas : IE B
Kelompok 8 :
• Nurul Ilahi
• Nita Aulia Rahmi
• Muhammad Fadlan

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, yang Maha menentukan setiap detail takdir sekaligus
menetapkan segala hikmah disebaliknya Semata-mata demi kebaikan dan keadilan
pada hamba-hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada manusia
terbaik sepanjang sejarah manusia, sang khatamul anbiya', Muhammad Al-Musthafa,
beserta keluarga sahabat dan seluruh umat yang senantiasa istiqamah menapaki
risalahnya yang paripuma, hingga akhir zaman.

Bersyukurlah, sepahit apapun kondisi kami, masih selalu diberikan kesempatan dan
kesehatan untuk mengerjakan dan menyelesaikan penulisan tugas makalah Hubungan
Akidah Islam dan Akhlak ini.

Dapat kami selesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari dukungan berbagi pihak
terutama Dosen pembimbing mata kuliah Aqidah Akhlak, oleh karena itu kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingannya.

Akhirnya, besar harapan kami agar makalah Hubungan Akidah Islam dan Akhlak ini
dapat bermanfaat memberikan informasi, gambaran, dan dapat berguna bagi
pembelajar an di dunia. Amin ya rabbal alamin,

Makassar, 16 September 2021

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A...Latar Belakang....................................................................................................... 1
B...Rumusan Masalah..................................................................................................1
C...Tujuan.................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A...Pengertian Akhlak ................................................................................................3
B...Hubungan Akidah dan Akhlak .............................................................................3
C...Dasar Hukum Akhlak Tujuan Akhlak................................................................... 4
D...Pembagian Akhlak................................................................................................. 5
E... Realisasi Iman dalam Kehidupan Sehari-hari........................................................5

BAB III PENUTUP........................................................................................................10


A...Kesimpulan.......................................................................................................... 10
B...Saran.....................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai seorang yang beragama Islam wajiblah memiliki Aqidah dan Akhlak yang
kuat. Untuk memiliki Aqidah dan Akhlak yang kuat sebagai seorang muslim maka yang
harus dilakukan adalah mempelajari lebih dalam tentang Aqidah dan Akhlak.
Pengertian Aqidah itu sendiri secara etimologi berasal dari kata 'aqada- ya'qidu-'aqdan
yang berarti simpul, ikatan, dan perjanjian yang kokoh dan kuat, Setelah terbentuk
menjadi "aqidatan (aqidah) berarti kepercayaan atau keyakinan. Kaitan antara aqdan dan
aqidatan adalah bahwa keyakinan itu tersimpul dan tertambat dengan kokoh dalam hati,
bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Makna aqidah secara etimologi ini akan
lebih jelas apabila dikaitkan dengan pengertian terminologinya, seperti yang
diungkapkan Hasan Al-Banna dalam Majmu' Ar-Rasaail
"aqaid (bentuk jamak dari "aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. " (dalam Azra Azyumardi dkk, 2002: 1 15)
Secara etimologis (lughatan) akhlak (bahasa arab) adalah bentuk jamak dari khuluk
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Makna Akhlak secara
terminologi yaitu tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara
sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
Di dalam ensiklopedia pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak,
kesusilaan (kesadaran etika dan moral) yaitu kelakuan yang baik merupakan akibat dari
sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.

B. Rumusan Masalah
a. Pengertian akhlak ?
b. Hubungan aqidah dan akhlak ?
c. Dasar hukum akhlak Tujuan akhlak ?
d. Pembagian akhlak ?
e. Realisasi iman dalam kehidupan sehari-hari ?

1
C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan dari pembuatan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
tujuan umum dan khusus. Tujuan khusus dalam penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi kewajiban kami sebagai mahasiswa yang harus menyelesaikan salah satu
tugas dari dosen pembimbing kami dalam mata kuliah Aqidah Akhlak. Adapun tujuan
umum penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Hubungan Aqidah
Islam dan Akhlak sehingga dapat mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari, selain itu
juga kami tujukan untuk semua yang membutuhkan informasi atau pengetahuan yang
kami angkat dalam tema makalah ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak
Secara etimologis (lughatan) akhlak (bahasa arab) adalah bentuk jamak dari khuluk yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan
khalq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluk
(manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan
lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang hakiki mana kala tindakan atau
perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan). Dari pengertian etimologis
seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur
hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun agar tercipta
kerukunan dan ketertiban.
Dari ketiga definisi yang dikutip di atas sepakat menyatakan bahwa akhlaq atau khuluq
itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara
spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih
dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Akhlak secara terminologi yaitu tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu
keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Di dalam ensiklopedia
pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etika
dan moral) yaitu kelakuan yang baik merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap
khaliknya dan terhadap sesama manusia.

B. Hubungan Aqidah dan Akhlak


Hubungan antara Aqidah dan Akhlak itu sangat erat karna saling bergantungan. Aqidah
adalah gudang akhlak yg kokoh. Ia mampu menciptakan kesadaran bagi manusia untuk
berpegang Teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yg luhur. Akhlak mendapatkan
perhatian istimewa dalam aqidah islam.

3
Atas dasar ini agama tidak mengutarakan akhlak semata-mata tanpa di bebani rasa
tanggung jawab. Bahkan agama menganggap akhlak sebagai penyempurna ajaran-
ajarannya karna agama tersusun dari keyakinan (aqidah) dan perilaku.
Oleh karena itu akhlak dalam pandangan Islam harus berpijak pada keimanan. Iman
tidak cukup hanya disimpan dalam hati, namun harus dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari dalam bentuk akhlak yang baik.
Aqidah merupakan dasar pijakan untuk semua perbuata dan Akhlak adalah segenap
perbuatan baik, oleh sebab itu keduanya tidak dapat di pisahkan seperti halnya antara jiwa
dan raga.

C. Dasar Hukum Akhlak Tujuan Akhlak


Dasar hukum akhlak adalah al-Qur’an dan Al Hadits, dengan kata lain dasar-dasar yang
lain senantiasa dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Al Hadits. Mengingat kebenaran Al-
Qur’an dan Al Hadits adalah mutlak, maka setiap ajaran yang sesuai dengan Al-Qur’an dan
Al Hadits harus dilaksanakan dan apabila bertentangan maka harus ditinggalkan.
Dengan demikian dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah Nabi akan
menjamin seseorang terhindar dari kesesatan.Sebagaimana telah disebutkan bahwa selain
Al-Qur’an, yang menjadi dasar hukum akhlak adalah Hadits.
Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. baik
berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya. Tingkah laku nabi
Muhammad SAW merupakan contoh suri teladan bagi umat manusia semua. Hal ini
ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an:

٤) ٍ‫ وَاِﻧﱠﻚَ ﻟَﻌَﻠٰﻰ ﺧُﻠُﻖٍ ﻋَﻈِﯿْﻢ‬٣) ٍۚ‫وَاِنﱠ ﻟَﻚَ ﻻَﺟْﺮًا ﻏَﯿْﺮَ ﻣَﻤْﻨُﻮْن‬


Artinya: “ Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak
putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu (Nabi Muhammad) benar-benar berbudi pekerti
yang agung”.7 (al- Qalam: 3-4).
Ayat diatas menginformasikan kepada umat manusia, bahwa nabi Muhammad Saw,
memiliki pahala dan kebajikan yang tidak pernah putus- putusnya. Dan Muhammad Saw
itu benar-benar memiliki akhlak yang paling agung. Karena itulah, Muhammad Saw
dijadikan sebagai uswah (suri teladan).

Tujuan Akhlak:

4
Akhlak bertujuan untuk menjadikan manusia sebagai makhluk yang lebih tinggi dan
sempurna, dan membedakannya dari makhluk-makhluk yang lainnya. Menjadi suatu hal
yang harus dimiliki oleh manusia agar lebih baik dalam berhubungan baik sesama manusia
apalagi kepada Allah sebagai pencipta.

D. Pembagian Akhlak
 Akhlak terpuji (al-akhlaaqul mahmuudah)
Yaitu perbuatan baik terhadap Allah, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang
lain. Berikut ini contoh akhlak terpuji :

1. Berbakti kepada kedua orang tua


2. Menghormati tetanggga dan tamu
3. Berusaha menimbulkan rasa kasih sayang serta menarik simpati orang lain
4. Memberikan sumbangan yang bersifat meringankan beban hidup orang-orang
yang berhak menerimanya
5. Membantu memudahkan urusan sesama manusia bagi yang
berkemampuan

 Akhlak tercela (al-akhlaaqul madzmuumah)


Yaitu, perbuatan buruk terhadap Allah, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang
lain. Berikut ini contoh-contoh akhlak tercela :

1. Berdusta
2. Mengumpat
3. Mengadu domba
4. Iri hati/dengki
5. Congkak

E. Realisasi Iman dalam Kehidupan Sehari-hari

1 . Beriman Kepada Allah dan Rasul-Nya Tanpa Ragu-ragu, Allah dan Rasul-Nya Lebih
Dicintai Daripada Selain Keduanya, Mencintai Seseorang Karena Allah, dan Benci
Kembali Kepada Kekufuran

Allah Ta’ala berfirman;

١٥) ْ‫ِّٰ وَرَﺳُﻮْﻟِﮫٖ ﺛُﻢﱠ ﻟَﻢْ ﯾَﺮْﺗَﺎﺑُﻮْا وَﺟَﺎھَﺪُوْا ﺑِﺎَﻣْﻮَاﻟِﮭِﻢْ وَاَﻧْﻔُﺴِﮭِﻢْ ﻓِﻲ‬V‫اِﻧﱠﻤَﺎ اﻟْﻤُﻮْٔﻣِﻨُﻮْنَ اﻟﱠﺬِﯾْﻦَ اٰﻣَﻨُﻮْا ﺑِﺎ‬
َ‫اﻟﺼّٰ ِﺪﻗُﻮْن‬ ُ‫ﺳَﺒِﯿْﻞِ ﷲِّٰ ۗ اُوﻟٰۤٮِٕﻚَ ھُﻢ‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman)
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS. Al-Hujurat: 15)

5
Di riwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam beliau bersabda;

‫ وَأَنْ ﯾُﺤِﺐﱡ‬,‫ أَنْ ﯾَﻜُﻦَ ﷲُ وَرَﺳُﻮْﻟُﮫُ أَﺣَﺐﱠ إﻟَﯿْﮫِ ﻣِﻤﱠﺎ ﺳِﻮَاھُﻤَﺎ‬:ِ‫ﺛَﻠَﺚٌ ﻣَﻦْ ﻛُﻦﱠ ﻓِﯿْﮫِ وَﺟَﺪَ ﺣَﻼَوَةَ اﻹْﯾْﻤَﺎن‬
ِ‫ وَأنْ ﯾَﻜْﺮَهَ أنْ ﯾَﻌُﻮْدَ ﻓِﻲ اﻟﻘُﻔْﺮِ ﻛَﻤَﺎ ﯾَﻜْﺮَهُ أنْ ﯾُﻘْﺬَفَ ﻓِﻲ اﻟﻨﱠﺎر‬,ِِV ‫اﻟْﻤَﺮْءَ ﻻ ﯾُﺤِﺒﱡﮫُ إﻻﱠ‬
“Ada tiga perkara, siapa saja yang memilikinya niscaya ia akan merasakan manisnya iman: (1)
Allah dan Rasul-Nya menjadi yang paling ia cintai daripada selain keduanya. (2) Mencintai
seseorang karena Allah semata. (3) Benci kembali kepada kekufuran sebagaimana dia benci
dilemparkan ke dalam api.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan cinta yang sangat, ia akan merasakan manisnya iman.
Seorang Muslim mencintai para Nabi, para wali, kaum shiddiq, para syuhada, dan orang-
orang shalih, karena mereka melakukan apa-apa yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Dan ini merupakan kesempurnaan cinta kepada Allah. Ia membenci orang-orang kafir,
kaum munafiqin, dan pelaku maksiat, karena mereka melakukan apa yang dibenci oleh Allah
Ta’ala. Ia membenci mereka karena Allah Tabaraka wa Ta’ala. Siapa saja yang melakukan
itu, maka ia telah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Cukuplah Allah
sebagai pelindungnya dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.

2. Mencintai Saudaranya Seperti Mencintai Dirinya Sendiri

ُ‫ ﻻَ ﯾُﻮْٔﻣِﻦ‬:َ‫ ﻋَﻦِ اﻟﻨّﺒِﻲﱢ ﺻَﻠّﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻗَﺎل‬,ُ‫ﻋَﻦْ أﺑِﻲ ﺣَﻤْﺰَةَ أَﻧَﺲِ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ رَﺿِﻲَ ﷲُ ﻋَﻨْﮫ‬
ُ‫أَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺣَﺘﱠﻰ ﯾُﺤِﺐﱡ ﻷِﺧِﯿْﮫِ ﻣَﺎ ﯾُﺤِﺐ‬
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda;
“Tidak (sempurna) keimanan salah seorang diantara kalian, sehingga ia mencintai saudaranya,
sebagaimana ia mencntai dirinya sendiri.” (Muttafaq ‘alaih. HR. Bukhari Juz 1: 13 dan
Muslim Juz 1: 45).
Pelajaran yang dapat dipetik bahwa iman itu bertingkat-tingkat, ada yang sempurna ada yang
kurang. Hadits ini menunjukkan anjuran untuk mencintai kebaikan untuk kaum mukminin
dan larangan menyukai untuk saudaranya apa yang tidak disukai untuk dirinya sendiri. Dalam
hal ini berarti umat Islam wajib menjadi satu tubuh.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

6
‫الﻣُﻮْٔﻣِﻦُ ﻟِﻠْﻤُﻮْٔﻣِﻦِ ﻛَﺎﻟْﺒُﻨْﯿَﺎنِ ﯾَﺸُﺪﱡ ﺑَﻌْﻀَﮫُ ﺑِﻌْﻀًﺎ‬
“Orang-orang Mukmin itu bagaikan suatu bangunan, bagian yang satu menguatkan bagian
yang lainnya.” (HR. Bukhari).

Hadits di atas juga menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti
sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan
hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci.

Selama seorang mukmin masih bersaudara dengan mukmin lain, untuk menyempurnakan
imannya ia wajib mencintai sesuatu yang dicintai saudaranya sesama mukmin, seperti
kelapangan rezeki, kesempurnaan kesehatan, keteguhan iman, kebaikan amal, dan sebagainya.

Demikian pula, ia hendaknya membenci kejelekan yang tidak disenangi sekiranya hal-hal
yang tidak baik tersebutmenimpa saudaranya sesama mukmin. Misalnya, kefakiran,
gangguan kesehatan, ketidakberuntungan nasib, keburukan amal, dan sebagainya.

3. Berkata yang Baik serta Memuliakan Tetangga dan Tamunya

ِV‫ ﻣَﻦْ ﻛَﺎنَ ﯾُﻮْٔﻣِﻦُ ﺑِﺎ‬:َ‫ﻋَﻦْ أﺑِﻲ ھُﺮَﯾْﺔَ رَﺿِﻲَ ﷲُ ﻋَﻨْﮫُ أنﱠ رَﺳُﻮلَ ﷲِ ﺻﻠّﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وﺳَﻠﱠﻢَ ﻗَﺎل‬
ْ‫ وَﻣَﻦ‬,ُ‫ِ واﻟْﯿَﻮْمِ اﻵْﺧِﺮِ ﻓَﻠْﯿُﻜْﺮِمْ ﺟَﺎرَه‬V‫ وﻣَﻦْ ﻛَﺎنَ ﯾُﻮْٔﻣِﻦُ ﺑِﺎ‬,ْ‫واﻟْﯿَﻮْمِ اﻵﺧِﺮِ ﻓَﻠْﯿَﻘُﻞْ ﺧَﯿْﺮًا أوْ ﻟِﯿَﺼْﻤُﺖ‬
ُ‫ِ واﻟْﯿَﻮْمِ اﻵْﺧِﺮِ ﻓَﻠْﯿُﻜْﺮِمْ ﺻَﯿْﻔَﮫ‬V‫ﻛَﺎنَ ﯾُﻮْٔﻣِﻦُ ﺑِﺎ‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda; “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia
berkata yang baik atau diam, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka
hendaklah ia memuliakan tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari Juz 5: 6110 dan Muslim Juz 1:
47).

Pelajaran dari hadits ini antara lain; berfikir sebelum berucap, wajib memuliakan tetangga
dengan cara tidak mengganggunya dan dengan berbuat baik kepadanya, dan wajib
memuliakan tamu.

Memang sangat sulit untuk mengatur lidah agar selalu berkata baik atau diam. Akan tetapi,
kalau berusaha untuk membiasakannya, tidaklah sulit apalagi kalau sekedar diam.

7
Bagaimanapun juga, lebih baik diam daripada berbicara yang tiada berguna dan tidak karuan.
Orang yang tidak banyak berbicara, kecuali hal-hal baik, lebih banyak terhindar dari dosa dan
kejelekan, daripada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan hal yang pantas
dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan. Berbicara yang baik yakni perkataan yang di
dalamnya terkandung pahala.

Tetangga adalah bagaikan saudara. Ada kematian, kebakaran, sakit, dan bencana apa pun,
tetanggalah yang terlebih dahulu mengetahui dan bisa menolong. Santuni mereka yang lemah
dan bergaullah dengan akrab kepada para tetangga. Juga, memberikan pertolongan,
memberikan pinjaman, menengoknya jika sakit, melayat jika ada keluarganya yang
meninggal, dan lain-lain.

Memuliakan tamu tidak mesti harus dijamu makan minum yang lengkap, tetapi dengan sikap
ramah tamah dan lemah lembut serta manis muka, itu merupakan kehormatanyang selalu
terkenang. Di antara hal-hal yang harus diperhatikan dalam memuliakan tamu adalah
memberikan sambutan yang hangat. Hal ini akan lebih baik daripada disambut hidangan yang
mahal-mahal, tetapi dengan muka masam dan kecut. Namun, dalam menjamu tamunya ini
haruslah sesuai dengan kemampuan.

4. Rasa Malu Sebagian dari Iman

ُ‫ أنﱠ رَﺳُﻮْلَ ﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻣَﺮﱠ ﻋَﻠَﻰ رَﺟُﻞٍ ﻣِﻦَ اﻷْﻧْﺼَﺎرِ وَھُﻮَ ﯾَﻌِﻆ‬,َ‫ﺣَﺪِﯾْﺚُ اﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮ‬
ِ‫ دَﻋْﮫُ ﻓَﺈنﱠ اﻟﺤَﯿَﺎءَ ﻣِﻦَ اﻹﯾْﻤَﺎن‬:‫أﺧَﺎهُ ﻓِﻲ اﻟْﺤَﯿَﺎءِ ﻓَﻘَﺎلَ رَﺳُﻮْلُ ﷲِ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠّﻢ‬

“Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati
(melihat) seorang lelaki dari kaum Anshar yang sedang menasihati saudaranya karena malu,
maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkanlah ia karena sesungguhnya malu
itu bagian dari iman.” (Dikeluarkan oleh Imam Bukhari: (2) Kitab “Iman,” (16) bab: “Malu
Bagian dari Iman.”)

Dari Abu Hurairah memberitakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ‫اﻹْﯾْﻤَﺎنُ ﺑِﻀْﻊٌ وﺳِﺘﱡﻮْنَ ﺷُﻌْﺒَﺔً واﻟْﺤَﯿَﺎءُ ﺷُﻌْﺒَﺔٌ ﻣِﻦَ اﻹﻣَﺎن‬

8
“Iman itu 60 rangka lebih, dan malu itu salah satu cabang dari iman.” (HR. Bukhari dan
Muslim)

‫ ﻗَﺎلَ رَﺳُﻮْلُ ﷲِ ﺻَﻠّﻰ‬:َ‫ﻋَﻦْ أﺑِﻲ ﻣَﺴْﻌُﻮْدٍ ﻋُﻘْﺒَﺔَ ﺑْﻦِ ﻋَﻤْﺮُو اﻷﻧْﺼَﺎرِيﱢ اﻟﺒَﺪْرِي رَﺿِﻲَ ﷲُ ﻋَﻨْﮫُ ﻗَﺎل‬
َ‫ إذَا ﻟَﻢْ ﺗَﺴْﺘَﺢ ﻓَﺎﺻْﻨَﻊْ ﻣَﺎ ﺷِﺌْﺖ‬,‫ إنﱠ ﻣِﻤﱠﺎ أدْرَكَ اﻟﻨﱠﺎسُ ﻣِﻦْ ﻛَﻼَمِ اﻟﻨﱡﺒُﻮﱠةِ اﻻُٕوْﻟﻰ‬:‫ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠّﻢ‬

Dari Abu Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshari Al-Badri radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Sesungguhnya diantara yang didapatkan
(oleh) manusia dari kalimat kenabian yang pertama ialah; Jika engkau tidak malu, maka
berbuatlah sekehendakmu.” (HR. Bukhari Juz 3: 3296)

Rasa malu merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh manusia, dan sekaligus merupakan
salah satu sifat yang membedakan manusia dengan binatang. Namun demikian, malu yang
dimaksud dalam hadits di atas bukan dalam arti bahasa, tetapi arti malu di sana adalah malu
dalam mengerjakan kejelekan.

Ibnu Hajar dalam kitab Fathu Al-Bary mengemukakan bahwa merasa malu dalam
mengerjakan perbuatan haram adalah wajib; dalam mengerjakan pekerjaan makruh adalah
sunnah; dan dalam mengerjakan perbuatan yang mubah adalah kebiasaan/ adat. Perasaan
malu seperti itulah yang merupakan salah satu cabang iman.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sumber agidah islam adalah Al-Qur'an dan As Sunnah artinya informasi apa saja
yang wajib diyakini hanya diperoleh melalui Al-Qur'an dan As Sunnah. Al-Qur'an
memberikan penjelasan kepada manusia tentang segala sesuatu. Sedangkan akal fikiran
bukanlah merupakan sumber aqidah, dia hanya berfungsi untuk memahami nash-nash
(teks) yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba membuktikan secara
ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh Al-Qur'an dan As Sunnah (jika diperlukan).
Itupun harus didasari olch semua kesadaran bahwa kemampuan akal manusia sangat
terbatas.
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah
dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangu atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi
adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai,
bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut
akan runtuh dan hancur berantakan.
Hubungan Aqidah dengan semua ibadah yang kita lakukan tidak akan ada gunanya
jika tidak dilandasi dengan aqidah yang kuat dan kokoh. Ibarat sebuah bangunan, tídak
ada gunanya kita membangun bangunan yang megah jika pondasi yang kita bangun
tidak kokoh, pastinya bangunan itu akan roboh.

B. Saran
Terima kasih, demikian pembahasan makalah tentang Hubungan Akidah Islam dan
Akhlak, kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan
saran dari teman-teman yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk
perbaikan makalah-makalah selanjutnya. Semoga makalah Hubungan Akidah Islam dan
Akhlak ini bisa menambah pengetahuan dan bisa bermanfaat untuk pemakalah
khususnya dan untuk teman-teman pada umumnya. amiinn

10
DAFTAR PUSTAKA

8 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam,
1999), 1-2.
Ahmad A.K. Muda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Reality Publisher,2006), 45-
50.

Amaran as, Pengantar Studi Akhlak , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994),2.

Yunhar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007), 10.

Nasharudin, Akhlak: Ciri Manusia Paripurna, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), 104.

https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-akhlak/

11

Anda mungkin juga menyukai