11
Tugas ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai mata kuliah Ilmu
Pendidikan Islam, pun agar mahasiswa terampil menggunakan perangkat keras
berupa laptop, proyektor LCD, mahasiswa berlatih mandiri dan terampil berbicara di
depan umum.
Dosen Pembimbing:
Disusun oleh :
1. Nunung Haryani
2. Zulfani Hoiriyah Saskiya
MAJENANG – CILACAP
Jln. K.H. Sufyan Tsauri Majenang Cilacap, Jawa Tengah (53257) tlp. (0280) 623562
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
PEMBAHASAN............................................................................................................5
BAB III........................................................................................................................16
PENUTUPAN.............................................................................................................16
3.1. Kesimpulan....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................17
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012)
hlm. 291
2
Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan. I (Yogyakarta, STAIN Po Press, 2007)
hlm. 145
4
Dalam arti yang luas lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat
tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain
lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan
yang senantiasa berkembang.3
Pertama, aliran empirisme atau behaviorisme dari john locke. Menurut aliran
ini, manusia atau peserta didik diangga sebagai gelas kosongyang dapat diisi apa saja
oleh pemiliknya. Peserta dinilai sebagai yang pasif seperti robot yang patuh dan
tunduk sepenuhnya kepada pemiliknya. Murid ibarat kertas putih yang kosong yang
dapat ditulis apa saja oleh pemiliknya. Menurut aliran yang eksternalin, bahwa watak
dan karakter peserta didik ditentukan oleh faktor dari luar yang ditransmisikan oleh
pendidi. Dengan pandangan empirisme ini, maka yang menentukan dan aktif dalam
5
Ibid. hlm. 293.
6
pendidikan ialah guru. Pandangan empirisme dan behaviorisme ini selanjutnya
menjadi sebuah aliran yang memiliki paradigma belajar sebagai berikut:
1. Memandang ilmu pengetahuan sebagai hal yang objektif, pasti, tetap,dan tidak
berubah.
Kedua, aliran nativisme dari Scopenhaur. Menurut aliran ini, bahwa yang
menentukan seseorang menjadi apa saja, bukan lingkungan sebagaimana yang dianut
behaviorisme dan empirisme sebagaimana disebutkan di atas, melainkan watak,
pembawaan dan potensi yang dimiliki seoarang peserta didik dari sejak lahir. Aliran
nativisme ini bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dari
diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan
oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak lahir. Hasil pendidikan ditentukan oleh
pembawaan. Menurut Schopenhaur (filsuf Jerman 1788-1860) bahwa setiap bayi
yang lahir sudah membawa pembawaannya sendiri, baik pembawaan yang positif
maupun yang negatif, oleh karena itu hasil akhir pendidikan ditentukan oleh
pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Pembawaan yang
7
jahat akan menjadi jahat, dan pembawaan yang buruk akan menjadi buruk.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaaan anak didik tidak akan
berguna untuk berkembanagan anak sendiri.
Ketiga, aliran konvergensi. Aliran ini dirintis oleh William Stern (1871-1939),
seoarang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat, bahawa seorang anak
dilahirkan didunia sudah disertai pembawaan baik dan pembawaan buruk. Penganut
aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor
pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peran yang sangat
penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik
tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan bakat itu. Sebaliknya,
lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal,
kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk
mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak berbahasa dengan
kata-kata, ialah juga hasil konvergensi.
8
2.3. Pandangan Islam Tentang Lingkungan
6
Ibid. hlm. 297-289.
9
Dengan demikian, proses pendidikan dalam islam dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu faktor pembawaan dari diri manusia, faktor lingkungan, dan faktor hidayah dari
Allah SWT. Itulah sebabnya, jika seseorang berhasil mendidik manusia, maka
diharapkan ia tidak sombong, karena keberhasilan tersebut atas izin Tuhan.
Sebaliknya, jika seseoarang belum berhasil mendidik manusia, maka diharapkan tidak
putus asa, karena ketidak berhasilan tersebut juga atas kehendak Tuhan.
7
Ibid. hlm. 292
8
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2010, cet. ke-3, hlm. 226.
10
pendidikan luar sekolah. keluarga memiliki peranan penting dalam mendidik setiap
anak. Karena itu lingkungan keluarga harus menyiapakn lingkungan yang Islami bagi
anggotanya. Keberhasilan mencetak generasi sangat ditentukan oleh sejauh mana
peran keluarga dalam menyiapakan faktor-faktor yang dapat mendorong terhadap
keberhasilan pendidikan Islam di dalam keluarga dan meyingkirkan faktor-faktor
yang dapat menggagalkan pendidikan Islam di dalam keluarga. Baik atau buruknya
tauhid, ibadah dan akhlak orang tua sangat menentukan warna kepribadian anak.
Karena orang tua bertindak sebagai pendidik, dan si anak bertindak sebagai anak
didik. Jika orang tua tidak mengupayakan dan tidak punya cita-cita membangun
pendidikan Islam di rumahnya, maka sulit untuk membangun generasi yang baik.
Oleh karena itu, keluarga mesti menciptakan suasana yang edukatif lagi Islami
sehingga anak didiknya akan tumbuh dan berkembang menjadimanusia sebagaimana
yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan Islam. Agar keluarga mampu
menjalankan fungsinya dalam mendidik anak secara Islami, maka sebelum
membangun keluarga perlu dipersiapkan syarat-syarat pendukungnya. Seperti
memberikan syarat yang bersifat psikologis, seperti saling mencintai, kedewasaan
yang ditandai oleh batas usia tertentu dan kecukupan bekal ilmu dan pengalaman
untuk memikul tanggung jawab. yang di dalam al-Qur’an disebut baligh. Selain itu,
kesamaan agama juga menjadi syarat terpenting. Selanjutnya, juga persyaratan
kesetaraan (kafa’ah) dalam perkawinan baik dari segi latar belakang agama, sosial,
pendidikan dan sebagainya. Jelaslah kiranya bagi kita selaku orang tua yang menjadi
pemimpin, guru bagi anak-anaknya hendaklah mendidik anak-anaknya tentang:
9
Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, hlm.
264.
11
Itulah landasan pendidikan di rumah tangga muslim, hendaknya memperhatikan
pendidikan aqidah/keimanan kepada Allah. Kerusakan lingkungan masyarakat
sesungguhnya dimulai dari kerusakan lingkungan rumah jika kita memperhatikan
lingkungan masyarakat kita hari ini dengan seksama dan cermat, maka kita dapat
mengambil suatu kesimpulan bahwa lingkungan rumah tangga muslim belum terarah
sebagaimana kisah Luqman kepada anaknya.
12
ini, terutama sekolah yang yang dibawah Departemen Agama (DEPAG) sebagaimana
tersebut di atas kalau ukur dengan Islam masih jauh.
13
lingkungan keluarga, orang tua harus memilih lingkungan masyarakat yang Islami
dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. Begitu pula sekolah atau
madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang
Islami agar dukungan dari masyarakat setempat dapat memungkinkan
terselenggaranya pendidikan Islam tersebut. Berpijak dari tanggung jawab tersebut,
maka dalam masyarakat yang baik bisa melahirkan berbagai bentuk pendidikan
kemasyarakatan, seperti masjid, surau, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), kursus-
kursus ke-Islaman, pembinaan rohani, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya.
Mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lingkungan pendidikan, maka setiap
muslim sebagai anggota masyarakat harus menciptakan suasana yang Islamidan
nyaman demi keberlangsungan proses pembentukan lingkungan pendidikan yang
Islami terjadi di dalamnya.
11
Peraturan Premerintah RI No. 47 & 48 th. 2008, CV. Novindo Pustaka Mandiri,
Jakarta, 2008, 110.
14
BAB III
PENUTUPAN
3.1. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
Abudin, Nata. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2012
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir. 2010. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Dr. Hasan bin Ali Al-Hijazy. 2001. Manhaj Tarbiyah Ibnu Qoyim. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan. 2016. Studi Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Ar-Ruzz Media
Peraturan Pemerintah RI No. 47 & 48 th. 2008, CV. Novindo Pustaka Mandiri,
Jakarta, 2008, 110.
16