Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

AKHLAK & TASAWUF


“Dalil Tentang Tasawuf”

Dosen Pengampu : Abdur Rouf, M.Hum.

Disusun Oleh :

Muhammad Syiqa Ashfi

Muammar

Faiz Sabil Musanna

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN


TAHUN PELAJARAN 2020-2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur hanyalah milik Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena

dengan rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan tugas makalah yang sangat sederhana ini. Sholawat

serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad Saw kepada

keluarganya para Sahabatnya dan kepada kita semua umatnya. Aamiin.

Dalam makalah ini kami ingin menyampaikan tentang Akhlak & Tasawuf yang berjudul

Dalil Tentang Tasawuf, dengan Dosen pengampu Bapak. Abdur Rouf, M.Hum.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta

pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat

kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan

usulan demi perbaikan makalah yang kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada

sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Banjarmasin, 10 April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …….……....................…........................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Dasar-dasar Al-Qur’an dan Hadits Tentang Tasawuf............................................................. 6

B. Perilaku Kehidupan Akhlak dan Tasawuf Rasululullah SAW dan Para Sahabatnya............ 12

C. Pro Kontra Ajaran Tasawuf .................................................................................................. 19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 25

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila kita melihat zaman sekarang banyak orang-orang yang mengejar kemewahan
dunia, dan berlebih-lebihan dalam mencintai keindahan dunia seolah-olah akan hidup selamanya
di dunia ini. Namun, pada akhirnya mereka menyesal setelah mendapat suatu musibah dan
banyak yang sadar karena kesenangan dunia itu tidak bisa membuat orang tenang dan tentram.
Dengan demikian mereka mancari ketenangan dan kedamaian yang dibutuhkan oleh sentuhan-
sentuhan spiritual atau rohani yang bisa diperoleh dengan mendekatkan diri kepada Sang
Pencipta.
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari kita sering mendengar pertanyaan-pertanyaan
yang meminta atas landasan atau dasar apa kita berbuat sesuatu. Ataupun langsung orang lain
bertanya kepada kita apa dasar al-Qur’an dan hadistnya anda berkata demikian? Pertanyaan-
pertanyaan seperti ini sering dilontarkan kepada kita ketika orang itu menerima atau menemukan
persoalan-persoalan yang baru atau persoalan-persoalan yang unik yang mereka temui.
Oleh sebab itu landasan atau dasar-dasar tasawuf dalam Al-Qur’an dan Hadis urgen
untuk dibahas. Karena tanpa kajian yang khusus kita tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Karena masa modern ini kita harus lebih banyak mengkaji dan berpegang kepada Al-
Qur’an dan Hadis yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad sebagai pedoman bagi kita supaya
kita tidak terbawa arus globalisasi yang semakin merajalela ini.
Dalam makalah ini kami mencoba membahas sedikit tentang dasar atau landasan-
landasan yang sering digunakan oleh para sufi dalam bertasawuf. Landasan Al-Qur’an dan
Hadist merupakan acuan pokok yang selalu dijadikan oleh umat Islam untuk berbuat dan
bertindak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja dasar-dasar Al-Qur’an dan Hadits tentang Tasawuf?

2. Bagaimana perilaku kehidupan Akhlak dan Tasawuf Rasululullah SAW dan Para
Sahabatnya?

3. Apa saja pro kontra ajaran tasuwuf?

4
C. Maksud dan Tujuan

1. Untuk mengetahui dasar-dasar Al-Qur’an dan Hadits tentang tasawuf

2. Untuk mengetahui perilaku kehidupan Akhlak dan Tasawuf Rasulullah SAW dan Para
Sahabatnya

3. Untuk mengetahui apa saja pro kontra ajaran Tasawuf tersebut

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar-dasar Al-Qur’an dan Hadits Tentang Tasawuf

Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang didalamnya terkandung muatan-muatan ajaran


Islam, baik akidah, syarah maupun muamalah. Ketiga muatan tersebut banyak tercermin dalam
ayat-ayat yang termaktub dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur’an di satu sisi memang ada yang
perlu dipahami secara konstektual-rohaniah. Jika dipahami secara lahiriah saja, ayat-ayat Al-
Qur’an akan terasa kaku, kurang dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan persoalan yang
tidak dapat diterima secara psikis.

Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah.
Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya nanti melahirkan
tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran
Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah serta praktik kehidupan Nabi dan para sahabatnya.1

Agama Islam memiliki dua dasar dalam melakukan perbuatannya dalam sehari-hari,maka
dasar akhlak tasawuf juga berasal dari dua sumber itu, yaitu Al-Qur’an dan al-Hadits.
Dinyatakan dalam hadits Nabi Saw

‫ﻋﻦ اﻧﺲ اﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻗﺎل اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺗﺮﻛﺖ ﻓﻴﻜﻢ اﻣﺮﻳﻦ ﻟﻦ ﺗﻀﻠﻮا ﻣﺎ ﲤﺴﻜﺘﻢ ﻤﺎ ﻛﺘﺎب ﷲ وﺳﻨﺔ رﺳﻮﻟﻪ‬

Artinya: “Dari Anas bin Malik berkata: Bersabda Nabi SAW: Telah ku tinggalkan atas kamu
sekalian dua perkara yang apabila kamu berpegang pada keduanya maka tidak akan tersesat
yaitu kitab Allah dan sunnah RasulNya”.

Dengan demikian diketahui bahwa dasar-dasar atau pegangan orang Islam adalah Al-
Qur’an dan al-Hadits yang mana orang yang melakukan syariat-syariat islam sesuai dengan Al-
Qur’an dan Al-Hadits maka orang itu tidak akan merasa rugi.

1. Dasar Al-Qur’an

1
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2006), hlm.16.

6
Al-Qur’an merupakan dasar agama Islam yang di dalamnya termasuk “Akhlak Islam”.
Beberapa masalah yang timbul bisa diselesaikan melalui Al-Qur’an, sebagaimana salah satu
fungsi Al-Qur’an yaitu sebagai keputusan terakhir apabila dalam Al-Hadits tidak diterangkan.
Namun tidak semua masalah akhlak bisa dicari dalam Al-Qur’an, contohnya tentang masalah
yang bermunculan pada masa sekarang, maka orang Islam menggunakan hasil dari ijtihad
paraUlama, namun Ulama juga mengkaitkan jawaban-jawabannya itu dengan merujuk pada
dasar-dasar Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Dengan demikian Ulama mengambil keputusan dengan cara menyamakan


kejadianmaupun problem-problem sekarang dengan masalah-masalah yang ada ketika Al-Qur’an
diturunkan, maka Al-Qur’an digunakan sebagai dasar untuk mencari kesimpulan atau
mencarimana akhlak yang sebaiknya dilakukan. Namun demikian dalam pembentukan akhlak
ini,Islam juga menghargai pendapat akal pikiran yang sehat sejalan dengan Al-Qur’an dan Al-
Sunnah. Peranan akal pikiran dalam ajaran Islam demikian besar dan dihargai adanya,termasuk
peranannya dalam menjabarkan masalah akhlak. Ajaran akhlak yang berdasarkan Al-Qur’an dan
Sunnah bersifat absolute dan universal serta mutlak, yakni tidak dapat ditawar-tawar lagi dan
akan berlangsung sepanjang zaman. Namun dalam penjabaran ajaran Al-Qur’an yang absolute
itu bentuknya berbeda-beda sesuai dengan keadaan masyarakat atausesuai dengan yang diakui
masyarakat. Dengan demikian ajaran akhlak dalam Islam dapatditerima oleh seluruh masyarakat
berdasarkan hasil ijtihad akal pikiran. Sebagai contohmenutup aurat adalah merupakan akhlak
yang bersifat absolute, mutlak dan universal, tetapi bagaimana cara dan bentuk menutup aurat itu
dapat berbeda-beda. Untuk menentukan caradan bentuk menutup aurat tersebut diperlukan
pemikiran akal yang sehat.

Ketika Aisyah ditanya oleh sahabat tentang akhlak Rosulullah ia menjawab “Al-Qur’an”.
Para sahabat terkenal sebagai penghafal Al-Qur’an kemudian menyebarkannya disertai
pengamalan atau penjiwaan terhadap isinya. Mereka melakukan dan mengamalkanakhlak
Rosulullh yaitu akhlak Al-Qur’an. Dalam kitab Al-Luma yang ditulis oleh Abi NashrAs-Siraj
Ath-Thusi dikatakan bahwa dari Al-Qur’an dan As-Sunnah itulah para sufi pertama-tama
mendasarkan pendapat mereka tentang moral dan tingkah laku, kerinduan dan padaIllahi, dan
latihan-latihan rohaniyah mereka yang di susun demi terealisasinya tujuankehidupan mistis (hal
yang berhubungan dengan sesuatu yang ghoib).

7
Tasawuf sebenarnya merupakan bagian dari penelaahan rahasia di balik teks-teks Ilahiah
secara ringkas. Al-Qur’an menjelaskan konsepsi tasawuf dalam bentuk dorongan manusia untuk
menjelajahi dan menundukkan hatinya. Serta tidak tergesa-gesa untuk puas pada aktifitas dan
ritual yang bersifat lahiriah. Seperti dinyatakan dalam QS. Al-Hadid 16:

ُ‫ﺸﻊَ ﻗـُﻠُﻮ ُﻢْ ِﻟ ِﺬﻛْﺮِ ٱ ﱠِ وَﻣَﺎ ﻧـَﺰَلَ ﻣِﻦَ ٱﳊَْﻖِّ َوﻻَ َﻳﻜُﻮﻧُﻮا۟ ﻛَﭑﱠﻟﺬِﻳﻦَ أُوﺗُﻮا۟ ٱْﻟﻜِ ٰﺘَﺐَ ﻣِﻦ ﻗـَﺒْﻞُ ﻓَﻄَﺎلَ ﻋَﻠَْﻴﻬِﻢُ ٱﻷَْ َﻣﺪ‬
َ َْ‫َأﱂَْ َْنِ ﻟِﱠﻠﺬِﻳﻦَ ءَاﻣَﻨُـ ٓﻮا۟ أَن ﲣ‬

َ‫ﺴﺖْ ﻗـُﻠُﻮ ُﻢْ َوﻛَِﺜﲑٌ ﻣِّﻨْـﻬُﻢْ ﻓَٰﺴِﻘُﻮن‬


َ َ‫ﻓـَﻘ‬

Artinya: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati
mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya,
kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”.

Ajaran islam secara umum mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah,ajaran
yang bersifat batiniyah nanti akan menimbulkan hati mareka menjadi keras. Dengandemikian
unsur kehidupan tasawuf mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaranislam yaitu
As-Sunnah, Al-Qur’an serta praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya, antaralain Al-Qur’an
menerangkan tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai dengan tuhan. Hal itu
difirmankan Allah dalam QS. Al-Maidah 54:

ِ‫ﺴ ْﻮفَ َْﺗِﻰ ٱ ﱠُ ﺑِﻘَﻮْمٍ ﳛُِﺒﱡـﻬُﻢْ َوﳛُِﺒﱡﻮﻧَﻪُۥٓ أَذِﻟﱠﺔٍ ﻋَﻠَﻰ ٱْﻟ ُﻤﺆْﻣِِﻨﲔَ َأﻋِ ﱠﺰةٍ ﻋَﻠَﻰ ٱْﻟﻜَٰﻔِﺮِﻳﻦَ ٰﳚَُ ِﻬﺪُونَ ﰱ‬
َ َ‫َٰٓﻳﱡـﻬَﺎ ٱﱠﻟﺬِﻳﻦَ ءَاﻣَﻨُﻮا۟ ﻣَﻦ ﻳـَﺮَْﺗﺪﱠ ﻣِﻨﻜُﻢْ ﻋَﻦ دِﻳﻨِﻪِۦ ﻓ‬

ٌ‫ﺸٓﺎءُ وَٱ ﱠُ ٰوَ ِﺳﻊٌ ﻋَﻠِﻴﻢ‬


َ َ‫ﺳَﺒِﻴﻞِ ٱ ﱠِ َوﻻَ ﳜََﺎﻓُﻮنَ َﻟﻮْﻣَﺔَ ﻻَٓﺋِﻢٍ ذَٰﻟِﻚَ ﻓَﻀْﻞُ ٱ ﱠِ ﻳُـﺆْﺗِﻴﻪِ ﻣَﻦ ﻳ‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”.

8
Orang yang berakhlak berarti ia berilmu, tapi ilmu itu tergantung orang yang
memilikinya, ada yang baik dan ada yang buruk. Berarti akhlak sangat berkaitan dengan ilmu.
Apabila memiliki ilmu yang baik, maka kemungkinan besar orang itu bisa berbuat kebaikanatau
berakhlak dengan baik.

Abu Al-Wafa’ Al-Ganimi At-Taftazani mengatakan bahwa semua tahapan (maqamat)


dan keadaan (akhwal) para sufi, yang pada dasarnya merupakan tema pokok ajaran tasawuf,
berlandaskan Al-Qur’an. Berikut ini sebagian landasan sebagian muqamat dan akhwal para sufi
tersebut:

a. Menerangkan tentang penggemblengan jiwa, yang digunakan sebagai landasan, yaitu


dalam QS. Al Ankabut 69.

Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami tunjukkan
kepadamereka jalan-jalan Kami Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang
yang berbuat baik”.

b. Tentang maqam ketaqwaan, Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat 13.

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
danseorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamusaling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
adalahorang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”.

c. Tentang maqam Zuhud, QS. An-Nisa 77.

Artinya: “Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”.

d. Tentang maqam tawakal, QS. At-Talaq 3.

Artinya: “…Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya”...

9
e. Tentang maqam syukur, QS. Ibrahim 7.

Artinya: “…Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambahkan


(nikmat)kepadamu”…

f. Tentang maqam sabar, QS. Al-Mu’min 55.

Artinya: “Maka bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan
mohonlahampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuja Tuhanmu pada waktu
petang dan pagi”.

g. Tentang maqam ridha, QS. Al-Maidah 119.

Artinya: “….Allah rela terhadap mereka, dan merekapun rela terhadapnya”…

h. Tentang maqam ma’rifah, QS. Al-Baqarah 282.

Artinya: “Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu”.

2. Dasar Al-Hadits

Sejalan apa yang disitir dalam Al Quran, sebagaimana dijelaskan diatas, ternyata tasawuf
juga dapat dilihat dalam kerangka hadits. Hadits-hadits yang menjadi dasar dalam ajaran tasawuf
sangatlah banyak, sehingga disini kami hanya menuliskan sebagiannya saja. Umumnya yang
dinyatakan sebagai landasan ajaran-ajaran tasawuf adalah Hadits-hadits berikut.

Di samping riwayat yang menjelaskan bahwa Muhammad SAW setiap bulan Ramadhan
bertahannus di Gua Hira untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati serta hakikat
kebenaran ditengah-tengah keramaian hidup, ditemukan sejumlah hadits yang memuat ajaran-
ajaran tasawuf, diantaranya adalah hadis-hadis berikut.

( ‫ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ اﺗﻘﻮا ﻓﺮاﺳﺔ اﳌﺆﻣﻦ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻨﻈﺮ ﺑﻨﻮر ﷲ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري‬

10
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: takutilah firasat orang mukmin karena ia memandang
dengan nur Allah.”(HR. Bukhari).

Dalam Hadits lain,

( ‫أﻋﺒﺪ ﷲ ﻛﺄﻧﻚ ﺗﺮاﻩ ﻓﺈن ﱂ ﺗﻜﻦ ﺗﺮاﻩ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺮاك )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ‬...

Artinya: “Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihatNya, maka apbila engkau tidak
dapatmelihatNya, maka Ia pasti melihatmu.”(HR. Bukhari dan Muslim).

‫ﻣﻦ ﻋﺮف ﻧﻔﺴﻪ ﻋﺮف رﺑﻪ‬

Artinya: “Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri, maka akan mengenal Tuhannya."

Menurut hadits-hadits ini, bahwa Tuhan dapat dikenal melalui makhlukNya, dan
pengetahuan yang tinggi adalah mengetahui Tuhan melalui diriNya.

Diantara nya lagi, hadits lain yang menjadi dasar dari tasawuf:

‫ﻻﻳﺰال اﻟﻌﺒﺪ ﻳﺘﻘﺮب إﱄّ ﻟﻨﻮاﻓﻞ ﺣﱴ اﺣﺒﻪ ﻓﺈذا أﺣﺒﺒﺘﻪ ﻛﻨﺖ ﲰﻌﻪ اﻟﺬي ﲰﻊ وﺑﺼﺮﻩ اﻟﺬي ﻳﺒﺼﺮ ﺑﻪ وﻟﺴﺎﻧﻪ اﻟﺬي ﻳﻨﻄﻖ ﺑﻪ‬

‫وﻳﺪﻩ اﻟﺬي ﻳﺒﻄﺶ ﺎ ورﺟﻠﻪ اﻟﺬي ﳝﺸﻲ ﺎ ﻓﱯ ﻳﺴﻤﻊ ﻓﱯ ﻳﺒﺼﺮ وﰊ ﻳﻨﻄﻖ وﰊ ﻳﻌﻘﻞ وﰊ ﻳﺒﻄﺶ وﰊ ﳝﺸﻲ‬

Artinya: “Sentiasa seorang hamba itu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunat
sehingga Aku mencintainya. Maka tatkala mencintainya, jadilah aku pendengarannya yang dia
pakai untuk mendengar, penglihatannya yang dia pakai untuk melihat, lidahnya yang dia pakai
untuk berbicara, tangannya yang dia pakai untuk mengepal, dan kakinya yang dia pakai untuk
berjalan; maka denganKu dia mendengar, melihat, berbicara, berfikir, mengepal, dan
berjalan.”

Hadits di atas memberi petunjuk bahwa manusia dan Tuhan dapat bersatu. Diri manusia
dapat melebur dalam diri Tuhan, yang selanjutnya dikenal dengan istilah fana’, yaitu fana’nya
makhluk sebagai mencintai kepada Tuhan sebagai yang dicintainya. Maksudnya: pernyataan

11
bahwa Allah akan menjadi pendengaran, penglihatan, tangan , dan kaki hambayang dicintaiNya
merupakan majaz untuk menjelaskan pertolongan Allah.

(‫ازّﻫﺪ ﰱ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﳛﺒﻚ ﷲ و ازﻫﺪ ﻓﻴﻤﺎ ﰲ اﻳﺪي اﻟﻨﺎس ﳛﺒﻚ )رواﻩ اﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ‬

Artinya: “Zuhudlah terhadap dunia maka Allah mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di
tanganorang lain maka mereka akan mencintaimu.”

Dalam hadits ini menjelaskan tentang dasar dari cabang tasawuf yaitu sifat zuhud.Sifat
zuhud adalah salah satu sifat para sufi yang sangat menonjol. Karena pengertian zuhudadalah
mengambil bagian kehidupan duniawi hanya sekedar keperluan, bukan untuk bersenang-senang
semata.

Ayat-ayat dan hadis-hadis yang dikutip diatas hanya sebagian dari ayat-ayat dan hadis-
hadis yang memgemukakan hal-hal kehidupan ruhaniyah yang ditemukan dalam
tasawuf.Kehidupan yang didominasi oleh takut dan harap, kezuhudan, berserah diri kepada
Tuhan, bersyukur, bersabar dan redha serta dekat atau “intim” dengan Allah. Kehidupan seperti
inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW sendiri serta para sahabat-sahabatnya, khususnya
mereka yang dijuluki ahlus shuffah.

B. Perilaku Kehidupan Akhlak dan Tasawuf Rasululullah SAW dan Para Sahabatnya

Kehidupan Akhlak Tasawuf Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya adalah


kehidupan sufi yang murni dan menjadi inti dari kehidupan Islam yang sebenarnya. Kehidupan
tasawuf Nabi Muhammad SAW dapat menjadi tauladan bagi siapa saja yang menginginkan
kehidupan sejahtera lahir dan batin serta selamat didunia dan diakhirat.2

Kehidupan Akhlak Tasawuf Nabi Muhammad SAW dibagi menjadi dua fase, yaitu
kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat sebagai Rasul dan kehidupan
tasawuf Nabi Muhammad SAW setelah diangkat sebagai Rasul:3

2
Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tashawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hlm.54
3
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, (Bandung: Pustaka), hlm. 39

12
1. Kehidupan tasawuf sebelum diangkat sebagai Rasul

Kehidupan Akhlak Tasawuf Nabi Muhammad sebelum diangkat sebagai rasul dibagi
menjadi dua pendapat:

Pertama, Pertumbuhan tasawuf pada mulanya dapat dipandang ketika Nabi Muhammad
SAW suka menyendiri, berkhalwat atau bertahanuts di Gua Hira’.Di Gua Hira’ beliau melatih
diri untuk menjauhi keramaian hidup, menghindari kelezatan dan kemewahan dunia, bertekun,
berjihad, tafakkur, berfikir, menghindari makan dan minum yang berlebihan, dan memperhatikan
keadaan alam dan susunannya, memperhatikan segala-galanya dengan mata hatinya.

Kehidupan tasawuf pada diri Nabi Muhammad SAW tersebut membuat kalbu beliau
menjadi jernih dan menjadi pengantar terhadap kenabian beliau, sehingga cahaya kenabian
dalam diri beliau menjadi kuat.Keadaan ini berlangsung hingga Malaikat Jibril menyampaikan
wahyu pertama dan Nabi Muhammad SAW diangkat oleh Allah sebagai Rasul pada tanggal 17
Ramadhan tahun pertama kenabian.4

Dengan diangkatnya Nabi Muhammad menjadi Rasul, maka Nabi Muhammad


mengemban amanat Allah untuk menyelamatkan umat manusia dari lembah kejahilan dan
kesesatan dalam mencapai kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Demikian juga dengan
wahyu yang diturunkan, Rasulullah dapat mebenahi masyarakat Arab Jahiliyah menjadi
masyarakat yang maju sesuai dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia.5

Tahannuts Nabi Muhammad SAW di dalam Gua Hira’ menjadi cikal bakal kehidupan
yang nantinya akan dihayati para sufisme, dimana mereka menetapkan dirinya sendiri di bawah
berbagai latihan rohaniah, seperti sirna ataupun fana di dalam munajat dengan Allah, sebagai
buah dari khalwat. Manfaat dari jalan yang ditempuh para sufi mengikuti tahannuts Nabi
Muhammad SAW di dalam gua Hira’ menurut Imam Ghazali:6

1) Pemusatan diri dalam beribadah dan berfikir.

4
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, hlm.32
5
Usman Said, Pengantar Ilmu Tasawuf, hlm.38
6
Abu al-Wafa’ al-Ghani Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, hlm.59

13
2) Mengakrabkan diri di dalam munajat dengan Allah dengan menghindari perhubungan
diantara para makhluk.
3) Menyibukkan diri dengan menyingkapkan rahasia-rahasia Allah tentang persoalan dunia
dan akhirat maupun kerajaan langit dan bumi.

Kedua, Tahannuts Nabi Muhammad SAW tidak dapat dijadikan awal tasawuf Islam
karena terjadi sebelum Al-Qur’an diturunkan. Hanya perikehidupan Rasul setelah turun Al-
Qur’anlah yang dapat dipandang sebagai awal tasawuf Islam. Tahannuts Rasulullah di Gua Hira’
memang untuk memusatkan rohani, tetapi karena hal itu bukan dari ajaran Allah yang diturunkan
setelah datangnya syari’at Islam, maka tahannuts Rasul tersebut tidak dapat dijadikan sumber
tasawuf Islam.7

2. Kehidupan tasawuf setelah diangkat sebagai Rasul

Setelah Nabi Muhammad menjadi Rasul Allah, mulailah beliau mengajak manusia
membersihkan rohaninya dari kotoran-kotoran syirik dan nafsu amarah yang tidak sesuai dengan
fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan mempertinggi
akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah. Pada fase ini ditandai dengan askestisme serta
pembatasan diri dalam makan maupun minum, dan penuh makna-makna rohaniah yang
merupakan sumber kekayaan bagi para sufi. Nabi Muhammad SAW selalu mewajibkan diri tetap
dalam keadaan sederhana, banyak beribadah dan shalat tahajud. Keadaan ini berlangsung sampai
turunnya cegahan di dalam Al-Qur’an dalam firman-Nya “Thaha! Kami tidak menurunkan Al-
Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah” (Qs. Thaha: 1-2).8

Berikut ini merupakan perinsip hidup tasawuf Nabi Muhammad SAW dengan iman dan
ketabahan yang kuat yang menjadi suri teladan kaum shufi:9

1) Ketika perjuangan baru dimulai, tulang punggung perjuangan dakwahnya wafat, yaitu
Abu thalib dan Khadijah. Beliau terima segalanya dengan tabah dan tenang.Kemudian
pergi ke Thaif, sesampai disana dakwahnya ditolak dan pulang membawa luka dan derita.

7
Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tashawuf, hlm.53
8
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, hlm. 41
9
Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tashawuf, hlm.54

14
Beliau meneruskan perjalanan di tengah-tengah kepungan umat yang jahil itu. Maka
beliau terima segalanya dengan tabah.
2) Pada suatu waktu beliau datang ke rumah Aisyah, ternyata di rumah tidak ada apa-apa.
Beliau terima dengan sabar, ia kerjakan puasa sunat. Beliau kemudian pergi ke masjid
bertemu dengan Abu Bakar dan Umar, beliau bertanya :”apakah gerangan dengan anda
berdua datang ke masjid?” kedua sahabat tadi menjawab : “menghibur lapar, beliaupun
mengatakan :”aku pun keluar untuk menghibur lapar”.
3) Sahabat Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Abdullah bin Mas’ud, Abu Zar, dll pernah
berhimpun di rumah Usman bin Mazh’un Al-Jumahy. Mereka bermusyawarah untuk
berpuasa siang hari, tidak tidur di kasur, tidak memakan daging dan lemak, tidak
mendekati isteri, tidak memakai minyak wangi, akan memakai wool kasar, akan
meninggalkan dunia, akan mengembara di muka bumi dan ada diantara mereka yang
bercita-cita akan memotong kemaluannya. Musyawarah itu terdengar kepada Nabi
Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW berkata: “Sesungguhnya aku tidak menyuruh
yang demikian. Sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap dirimu, maka puasalah
kamu dan berbuka, bangunlah beribadah pada malam hari dan tidur, karena aku bangun
beribadah pada malam hari dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, aku makan daging dan
lemak, aku datangi perempuan-perempuan. Barangsiapa tidak suka kepada sunnahku itu
maka tidaklah dia termasuk sebagian dari umatku”.

Pokok-pokok corak kehidupan kerohanian Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu
sumber tasawuf disimpulkan sebagai berikut:10

 Zuhud

Beliau mengajarkan bahwa kekayaan yang sebenarnya bukanlah kekayaan harta benda
melainkan kekayaan rohaniah. Beliau tidak memiliki harta kekayaan padahal sebenarnya bisa
memilikinya jika beliau mau.Beliau tidak tertarik karena memandang nilai rohani lebih tinggi
kedudukannya.

 Hidup sederhana

10
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta:Amzah), hlm.53

15
Dalam kehidupan sehari-hari tercermin kesederhanaan beliau dalam alas tidur, pakaian
dan makanan. Alas tidur beliau sendiri terdiri dari kulit berisi sabut. Bahkan terkadang tidur di
atas tikar yang berbekas pada pinggangnya. Pilihan Rasulullah tersebut dilatarbelakangi oleh
keimanan yang sempurna bahwa dunia hanyalah tempat tinggal sementara, bukan untuk selama-
lamanya.

 Bekerja keras

Hidup sederhana yang dicontohkan Rasul bukan lahir dari kemalasan. Nabi yang
menyuruh bekerja keras untuk memenuhi hajat hidup dan kelebihan rezeki yang diperoleh dari
susur keringat itu untuk kepentingan infak di jalan Allah. Nabi pernah menandaskan:
“Bekerjalah untuk duniamu, seoalah-olah engkau akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk
akhirat mu seakan-akan engkau akan mati esok hari”.

 Sosial

Dalam bidang kemasyarakatan dan amal sosial beliau terkenal sebagai amat pemurah.
Berkeinginan keras melayani kepentingan umat dan menolong mereka dari segala kesulitan.
Rasulullah SAW selalu memperhatikan pelayanan terhadap fakir miskin, anak yatim piatu dan
orang-orang lemah.

3. Kehidupan Empat Sahabat Nabi Muhammad SAW.

Adapun kehidupan keempat sahabat Nabi SAW yang dijadikan panutan secara rinci
adalah sbb:

a) Abu Bakar as-Siddiq.

Pada mulanya ia adalah salah seorang quraisy yang kaya. Setelah masuk islam, ia
menjadi orang yang sangat sederhana. Ketika menghadapi perang Tabuk, Rasulullah SAW
bertanya kepada para sahabat, Siapa yang bersedia memberikan harta bendanya dijalan Allah
SWT. Abu Bakar lah yang pertama menjawab: ”Saya ya Rasulullah.” Akhirnya Abu Bakar
memberikan seluruh harta bendanya untuk jalan Allah SWT. Melihat demikian, Nabi SAW

16
bertanya kepada: ”Apalagi yang tinggal untukmu wahai Abu Bakar?” ia menjawab: ”Cukup
bagiku Allah dan Rasul-Nya.”

Diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu Abu Bakar selalu dalam keadaan
lapar. Pada suatu hari Rasulullah SAW pergi kemesjid. Disana Nabi SAW bertemu Abu Bakar
dan Umar bin Khattab, kemudian ia bertanya:”Kenapa anda berdua sudah ada di mesjid?” Kedua
sahabat itu menjawab:”Karena menghibur lapar.”

Diceritakan pula bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata:”Jika
seorang hamba begitu dipesonakan oleh hiasan dunia, Allah membencinya sampai ia
meninggalkan perhiasan itu.” Oleh karena itu Abu Bakar memilih takwa sebagai ”pakaiannya.”
Ia menghiasi dirinya dengan sifat-sifat rendah hati, santun, sabar, dan selalu mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan ibadah dan zikir.

b) Umar bin Khattab

Umar bin Khattab yang terkenal dengan keheningan jiwa dan kebersihan kalbunya,
sehingga Rasulullah SAW berkata:” Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati
Umar.” Ia terkenal dengan kezuhudan dan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada suatu ketika
setelah ia menjabat sebagai khalifah, ia berpidato dengan memakai baju bertambal dua belas
sobekan.

Diceritakan, Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khatab, ketika masih kecil bermain
dengan anak-anak yang lain. Anak-anak itu semua mengejek Abdullah karena pakaian yang
dipakainya penuh dengan tambalan. Hal ini disampaikannya kepada ayahnya yang ketika itu
menjabat sebagai khalifah. Umar merasa sedih karena pada saat itu tidak mempunyai uang untuk
membeli pakaian anaknya. Oleh karena itu ia membuat surat kepada pegawai Baitulmal
(Pembendaharaan Negara) diminta dipinjami uang dan pada bulan depan akan dibayar dengan
jalan memotong gajinya. Pegawai Baitulmal menjawab surat itu dengan mengajukan suatu
pertanyaan, apakah Umar yakin umurnya akan sampai bulan depan. Maka dengan perasaan
terharu dengan diiringi derai air mata , Umar menulis lagi sepucuk surat kepada pegawai Baitul
Mal bahwa ia tidak lagi meminjam uang karena tidak yakin umurnya sampai bulan yang akan
datang.

17
Disebutkan dalam buku-buku tasawuf dan biografinya, Umar menghabiskan malamnya
beribadah. Hal demikian dilakukan untuk mengibangi waktu siangnya yang banyak disita untuk
urusan kepentingan umat. Ia merasa bahwa pada waktu malamlah ia mempunyai kesempatan
yang luas untuk menghadapkan hati dan wajahnya kepada Allah SWT.

c) Utsman bin Affan

Utsman bin Affan yang menjadi teladan para sufi dalam banyak hal. Usman adalah
seorang yang zuhud, tawaduk (merendahkan diri dihadapan Allah SWT), banyak mengingat
Allah SWT, banyak membaca ayat-ayat Allah SWT, dan memiliki akhlak yang terpuji.
Diriwayatkan ketika menghadapi Perang Tabuk, sementara kaum muslimin sedang menghadapi
paceklik, Utsman memberikan bantuan yang besar berupa kendaraan dan perbekalan tentara.

Diriwayatkan pula, Utsman telah membeli sebuah telaga milik seorang Yahudi untuk
kaum muslimin. Hal ini dilakukan karena air telaga tersebut tidak boleh diambil oleh kaum
muslimin.

Dimasa pemerintahan Abu Bakar terjadi kemarau panjang. Banyak rakyat yang mengadu
kepada khalifah dengan menerangkan kesulitan hidup mereka. Seandainya rakyat tidak segera
dibantu, kelaparan akan banyak merenggut nyawa. Pada saat paceklik ini Utsman
menyumbangkan bahan makanan sebanyak seribu ekor unta.

Tentang ibadahnya, diriwayatkan bahwa utsman terbunuh ketika sedang membaca Al-
Qur’an. Tebasan pedang para pemberontak mengenainya ketika sedang membaca surah Al-
Baqarah ayat 137 yang artinya:…”Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ketika itu ia tidak sedikitpun beranjak dari
tempatnya, bahkan tidak mengijinkan orang mendekatinya. Ketika ia rebah berlumur darah,
mushaf (kumpulan lembaran) Al-Qur’an itu masih tetap berada ditangannya.

d) Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib yang tidak kurang pula keteladanannya dalam dunia kerohanian. Ia
mendapat tempat khusus di kalangan para sufi. Bagi mereka Ali merupakan guru kerohanian

18
yang utama. Ali mendapat warisan khusus tentang ini dari Nabi SAW. Abu Ali ar-Ruzbari ,
seorang tokoh sufi, mengatakan bahwa Ali dianugerahi Ilmu Laduni. Ilmu itu, sebelumnya,
secara khusus diberikan Allah SWT kepada Nabi Khaidir AS, seperti firmannya yang
artinya:…”dan telah Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi Kami.” (QS.Al Kahfi:65).

Kezuhudan dan kerendahan hati Ali terlihat pada kehidupannya yang sederhana. Ia tidak
malu memakai pakaian yang bertambal, bahkan ia sendiri yang menambal pakiannya yang robek.

Suatu waktu ia tengah menjinjing daging di Pasar, lalu orang menyapanya:”Apakah tuan
tidak malu memapa daging itu ya Amirulmukminin (Khalifah)?” Kemudian dijawabnya:”Yang
saya bawa ini adalah barang halal, kenapa saya harus malu?”.

Abu Nasr As-Sarraj at-Tusi berkomentar tentang Ali. Katanya: ”Di antara para sahabat
Rasulullah SAW Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib memiliki keistimewahan tersendiri
dengan pengertian-pengertiannya yang agung, isyarat-isyaratnya yang halus, kata-katanya yang
unik, uraian dan ungkapannya tentang tauhid, makrifat, iman, ilmu, hal-hal yang luhur, dan
sebagainya yang menjadi pegangan serta teladan para sufi.

C. Pro Kontra Ajaran Tasawuf

Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai asal usul ajaran tasawuf, apakah ia
berasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri. Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu
tasawuf sangat lah membingungkan.

Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakan paham yang sudah
berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Dan orang-orang Islam baru di
daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang
memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam,
hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan
keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam
hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu
mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu
pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda

19
bagi penganut-penganut paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut
paham sufi, sufisme atau paham tasawuf. Sementara itu, orang yang menganut paham tersebut
disebut orang sufi.

Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal usul ajaran tasawuf berasal dari zaman
Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl
al-suffa, seperti telah disebutkan diatas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf
yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad.

Pendapat lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam pada
zaman Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya karena faktor politik.
Pertikaian antar umat Islam karena karena faktor politik dan perebutan kekuasaan ini terus
berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali. Munculah masyarakat yang
bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah
yang kotor dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah, yaitu menarik diri dari hingar-bingar
masalah duniawi yang sering kali menipu dan menjerumuskan. Lalu munculah gerakan tasawuf
yang di pelopori oleh Hasan Al-Bashiri pada abad kedua Hijriyah. Kemudian diikuti oleh figur-
figur lain seperti Shafyan al-Tsauri dan Rabi’ah al-‘Adawiyah.11

Definisi Sufisme

 Yaitu paham mistik dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan ajaran
Yoga di India (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).
 Yaitu aliran kerohanian mistik (mystiek geestroming) dalam agama Islam (Dr. C.B. Van
Haeringen).

Pendapat yang mengatakan bahwa sufisme/tasawuf berasal dari dalam agama Islam:

 Asal usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan untuk
bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para muslim awal, yang
bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama, kemudian menjadi disiplin
tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai menyimpang dan berubah dari keadaan ini.

11
Solihin, M. Anwar, M Rosyid. Akhlak Tasawuf (Bandung: Nuansa 2005) hlm. 177

20
 Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan Sufisme
sebagai berikut: "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada
cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan,
kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma."Sufi tidak
lain adalah ajaran untuk mencapai maqam Ihsan (sebagaimana tersebut dalam hadist)
atau mencapai status muqarrabun (orang-orang yang didekatkan kepada Allah).
 Tasawuf adalah penafsiran bathin (psikologis) dari ayat-ayat Quran seperti:
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah
seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah
adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui(QS. Al-Ankabut: 41). Dalam Tasawuf,
yang dimaksud pelindung dalam ayat ini juga termasuk pelindung secara psikologis,
sebagaimana kita ketahui manusia banyak menggantungkan keberhargaan dirinya kepada
dunia (seperti harta, jabatan, pasangan, teman, dan lain-lain). Dalam Tasawuf,
keberhargaan diri hanya boleh digantungkan kepada Allah. Karena jika memang mereka
percaya Allah adalah yang paling kuat dan berharga, maka menggantungkan kepada
selain Allah adalah taghut (sesembahan). Inilah kenapa dalam tareqahnya, seorang Sufi
(penempuh Tasawuf) harus bisa menjadikan Allah sebagai satu-satunya sumber kekuatan
dan penghargaan dirinya. Dalam istilah lain, Tasawuf adalah ajaran untuk mencapai
Tauhid secara bathin (psikologis).
 Sisi psikologis (bathin) yang terdapat dalam ajaran-ajaran Kristen, Budha, dan lain-lain
sebaiknya tidak menafikan keberadaan Tasawuf sebagai sisi psikologis (bathin) dalam
ajaran Islam. Hal ini karena Islam adalah ajaran penyempurna sehingga tidak harus
sepenuhnya baru dari ajaran-ajaran yang terdahulu. Adanya sisi bathin dalam ajaran-
ajaran yang sebelumnya ada malahan memperkuat status Tasawuf karena tentunya harus
ada garis merah antara agama-agama yang besar, karena kemungkinan besar ajaran-
ajaran tersebut dulunya sempat benar, sehingga masih ada sisa-sisa kebenaran yang mirip
dengan Tasawuf sebagai sisi bathin (psikologis) dari ajaran Islam.

Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar agama Islam:

 Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada kaum
asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan).

21
Dunia Kristen, neo platonisme, pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham tasawuf
sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam.
 (Sufisme) yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok kepercayaan di
Timur terutama Persia dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia
ini sebagai sesuatu yang khayali, manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan
selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan dia.
 Al-Qur’an pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat
Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan bertambah luasnya
daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung perasaan-perasaan dari luar, dari
pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama yang kuat
ajaran kebatinannya dan telah mengikuti ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan
perseorangan dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama
masing-masing. Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah (yang
sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang
sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persia yang sebelumnya beragama Zoroaster
atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi) tidak ketahuan masuk dalam
kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat kehidupan batin yang ingin
mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan. Keyakinan dan gerak-gerik (akibat paham
mistik) ini makin hari makin luas mendapat sambutan dari kaum Muslim, meski
mendapat tantangan dari ahli-ahli dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian
berbagai aliran mistik ini yang pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik
Masehi, Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan memengaruhi aliran-aliran di dalam
Islam.
 Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1)Perasaan kebatinan yang ada pada
sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam, (2)Adat atau kebiasaan
orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non Islam dan berbagai paham
mistik. Oleh karenanya, paham tasawuf itu bukan ajaran Islam walaupun tidak sedikit
mengandung unsur-unsur ajaran Islam. Dengan kata lain, dalam agama Islam tidak ada
paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumlah orang Islam yang menganutnya.12

12
Masalah Mistik Tasawuf & Kebatinan, MH. Amien Jaiz, PT Alma'arif - 1980 Bandung

22
 Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena suka mengenakan
pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf), maka mereka disebut dengan "Sufi". Soal
hakikat Tasawuf, hal itu bukanlah ajaran Rasulullah SAW dan bukan pula ilmu warisan
dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu. Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir
rahimahullah berkata: “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan
juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan ataupun yang terdapat di
dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al
Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam
sejarah pemimpin umat manusia Muhammad SAW, dan juga dalam sejarah para
sahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini.
Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari
kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha".

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang didalamnya terkandung muatan-muatan ajaran


Islam, baik akidah, syarah maupun muamalah. Ketiga muatan tersebut banyak tercermin dalam
ayat-ayat yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ayat-ayat Al-Qur’an di satu sisi memang
ada yang perlu dipahami secara konstektual-rohaniah. Jika dipahami secara lahiriah saja, ayat-
ayat Al-Qur’an akan terasa kaku, kurang dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan persoalan
yang tidak dapat diterima secara psikis. Diketahui bahwa dasar-dasar atau pegangan orang Islam
adalah Al-Qur’an dan al-Hadits yang mana orang yang melakukan syariat-syariat islam sesuai
dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits maka orang itu tidak akan merasa rugi.

Kehidupan Akhlak Tasawuf Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya adalah


kehidupan sufi yang murni dan menjadi inti dari kehidupan Islam yang sebenarnya. Kehidupan
tasawuf Nabi Muhammad SAW dapat menjadi tauladan bagi siapa saja yang menginginkan
kehidupan sejahtera lahir dan batin serta selamat didunia dan diakhirat.

Pokok-pokok corak kehidupan kerohanian Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu
sumber tasawuf sebagai berikut:

 Zuhud
 Hidup Sederhana
 Bekerja Keras
 Sosial

24
DAFTAR PUSTAKA

Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2006), hlm.16.

Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tashawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hlm.53-54

Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, (Bandung: Pustaka), hlm. 39

Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, hlm.32

Usman Said, Pengantar Ilmu Tasawuf, hlm.38

Abu al-Wafa’ al-Ghani Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, hlm.59

Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, hlm. 41

Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta:Amzah), hlm.53

Solihin, M. Anwar, M Rosyid. Akhlak Tasawuf (Bandung: Nuansa 2005) hlm. 177

https://tafsirweb.com/7498-quran.html

Masalah Mistik Tasawuf & Kebatinan, MH. Amien Jaiz, PT Alma'arif - 1980 Bandung

25

Anda mungkin juga menyukai