Anda di halaman 1dari 29

JURNAL

ISLAM SEBAGAI SUMBER AJARAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH


METODE STUDI ISLAM

DOSEN PENGAMPU : ANDRE TIONO, M.Pd.I

Disusun oleh :

ILHAM FAKHROZI

NPM : 2011100431

Kelas : PGMI (I)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
ABSTRAK

Pendidikan Islam yang bersumber kepada Alquran dan as-sunnah adalah menjadi
pendidikan yang sangat jelas bagi seluruh manusia melalui syariat Islam, karena akal manusia
dengan kelebihannya mampu menggapai kebenaran, tetapi akal tetaplah sebagai alat yang
kadang-kadang berada pada kebenaran dan pada kesalahan, hal itu terjadi karena pengaruh
pengalaman, lingkungan, dan berbagai informasi yang diterima. Nabi Muhammad SAW, pernah
memberikan sabda tentang pendidikan yang artinya “Didiklah anak-anakmu sekalian karena
mereka diciptakan untuk pada masa mereka bukan untuk masa kamu” (Al-Hadis).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tujuan pendidikan Islam adalah mencakup seluruh unsur pada diri manusia yaitu akal, fisik dan
ruhnya. Ketiga unsur tersebut harus seimbang dalam memenuhi kebutuhanya, sehingga
pendidikan Islam akan melahirkan manusia yang mengembangkan hidupnya sebagai kholifah
Allah di alam fana ini untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, sesuai dengan
kehendak Allah SWT, karena agama Islam adalah agama fitrah maka upaya pendidikan pun
harus sesuai dengan fitrah manusia. Syahminan Zaini mengatakan ” pendidikan Islam ialah
usaha mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran Islam agar terwujud atau tercapai
kehidupan manusia yang makmur dan bahagia” di samping itu pula firman Allah SWT dalam
surat Ar-rum ayat 30.

Karakteristik tiap ajaran agama-agama memiliki perbedaan masing-masing sesuai dengan


pemikiran dan pemahaman terhadap al-Kitab yang dipelajari sebagai dasarnya dalam beragama.
Islam pun mempunyai karakteristik sendiri, berbeda dengan agama lain di dunia. Studi tentang
karakteristik ajaran Islam tidaklah mudah, karena ruang lingkup permasalahan yang sangat luas.
Mengenai karakteristik ajaran Islam yang berhubungan dengan bidangbidang yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam bidang kebudayaan, pendidikan, sosial, ekonomi, politik
dan sebagainya. Karakteristik tersebut dapat kita lihat dalam sumber ajaran al-Qur‟an dan Hadis.
Kedua sumber ini memberi karakteristik tersendiri dalam bidang-bidang tersebut yang berguna
bagi kehidupan umat manusia sepanjang masa.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. OTENSITAS AJARAN ISLAM

1. AL-QURAN

Secara etimologis, kata Al-quran berasal darikata qara’a yaqra’u qur’anan. Yaitu bacaan atau
mashdar yang di artikan dengan kata maqru’, artinya; yang dibaca.

Secara terminologis banyak definisi Al-Qur’an yang dikemukakan oleh para ulama’. Akan
tetapi dalam hal ini kita bisa melihat definisi yang dikemukakan oleh abdul Wahab Khalaf.
Menurut khalaf al-Qur’an ialah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, nabi
Muhammad bin Abdullah, melalui jibril dengan menggunakan lafadz bahasa arab dan
maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasulullah, bahwa ia benar-benar menjadi
Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, member petunjuk kepada mereka dan
menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan
membacanya. Ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al-Fatikhah dan di akhiri
dengan surat An-nas, disampaikan secara mutawattir dari generasi ke generasi, baik secara
lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.1

Al-Quran adlah wahyu dari Allah untuk nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat
jibril . kemudian nabi menyampaikannya kapada para sahabat. Lalu para sashabat menghafal
dan menuliskannya diberbagai media, seperti pelepah kurma, kertas maupun tulang hewan
dan lain-lain. Hal itu dilakukan terus menerus sampai wahyu yang terakhir dan akhirnya nabi
Muhammad wafat.

Setelah nabi Muhammad wafat, Abu bakar, sebagai khalifah yang menggantikan nabi
Muhammad memulai usha untuk mengumpulkan teks-teks Al-quran yang masih berserakan
dimana-mana. Hal itu didodrong oleh sahabat umar yang khawatir akan keutuhan Al-Quran
karena banyak dari penghafal Al-Quran yang gugur dalm peperangan yamamah. Kemudian
Abu Bakar menyetujuinya dan ditunjuklah sahabat Zaid bib Tsabit sebagai pelaksana penulis

1
Abdul Wahab Khallaf; Ilmu Ushulfiqh, cet IX, (Jakarta:Al-Majlis Al-A’la Indonesia lil Al-Da’wah Al-
Islamiyah,1972)hal.23.
Mushaf Al-Quran yang pertama. Tidak sampai waktu setahun, mushaf Al-Quran yang
pertama berhasil diselesaikan oleh Zaid bin Tsabit.

Pad zaman khlifah usman bin affan, seiring dengan perkembangan dan perluasn kekuasaan
islam, muncul problem baru yaitu perbedaan dialek karena keberagaman Negara-negara
islam yang dikhawatirkan akn meletuskansebuah pertentangan tentang Al-Quran. Lalu
muncul upaya untuk menyalin mushaf abu Bakar yang kemudian akan disebara ke beberapa
kota, yaitu: Kuffah, Bashrah, Mekkah, dan syuriah. Dalam upaya ini, zaid bin Tsabit
dipercaya lagi menjadi orang yang melaksanakan tugas mulia ini. upaya ini berhasi dan
menghasilkan beberapa mushaf hasil salinan dari mushaf Abu Bakar, yaitu yang biasa
disebut mushaf usmany. Kemudian khalifah usman memerintahkan agar membakar semua
catatan-catatan ayat Al-Qur’an selain Mushaf tadi. Dan membaca Al-Qur’an menurut bacaan
atau qira’at yang terdapat dalam mushaf usmany.

Itulah cikal bakal mushaf al-Quran yang kemudian sampai ke tangan kita sekarang ini.
Sebagaimana disebutkan oleh abdul wahab khllaf (ilmu ushul fiqh, 1990:24),
bahwa kehujahhan Al-Qur’an itu terlatak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikit
pun tidak ada keraguan atasnya. Dengan kata dan Al-Qur’an itu betul-betul datang dari Allah
dan dinukil secara Qath’iy (pasti) Allah sendiri-lah yang juga menjaga ke-otentitisitasnya dan
merawatnya sehingga jauh dari rekayasa, perubahan berupa penambahan atau pengurangan
Al-Qu’an.

2. AL-HADIST
Hadist menirut bahasa yaitu kebalikannya qadim : dahulu, yaitu baru. Ada juga yang
mengatakan bahwa hadist menurut bahasa yaitu perkataan. Ini berdasarkan ayat al-quran
surat An-nisa’ : 87. Hadist sering dikaitkan dengan sunnah. Menurut ulama’ jumhur hadist
dan sunnah adalah sama. Tetapi menurut Ibnu Taymiyyah hadist dan sunnah tidak sama.
Menurut Ibn Taymiyyah, al-hadis merupakan ucapan, perbuatan maupun taqrir Nabi
Mhammad sebatas beliau diangkat menjadi Nabi/Rasul. Sedangkan sunnah lebih dari itu,
yakni sebelum dan ssudah diangkat menjadi Nabi/Rasul.
Hadist menurut istilah ialah segala informasi mengenai perbuatan, perkataan, keizinan nabi.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka hadist itun terbagi menjadi tiga bentuk
1) Hadist perkataan, yang biasa disebut Hadist Qauli (berupa perkataan)
2) Hadist perbuatan, yang biasa disebut Hadist Fi’li (berupa perbuatan)
3) Hadist penetapan, yang biasa disebut Hadist Taqriri (berupa penetapan)

Selain tiga jenis hadist tersebut, juga ada hadist qudsi, yaitu firman allah yang disampaikan
kepada nabi, kemudian kalimatnya disusun oleh nabi Muhammad saw sendiri; bukan
kalimat-kalimat langsung dari Allah swt. Hadits tersebut dinamakan qudsi, kaerna berasal
dari Allah swt. Yang maha suci (Al-Qudsi), sedangkan kalimat atau bahasanya disusun oleh
Rasul, sehingga disebut Hadist.

Al-Quran dan hadits, keduanya merupakan sumber ajaran islam kepada umat islam. Dan
untuk menjadi kemurnian serta menghindari kemungkinan bercampur aduk antar keduanya,
maka rasulullah saw menggunakan cara dan jalan yang berbeda dalam menyampaikannya
kepada para sahabat. Terhadap Al-Quran, beliau secara resmi memerintahkan kepada para
sahabat untuk menulis serta menghafalkannya. Sedangkan terhadap hadits, beliau hanya
menyuruh menghafalkannya saja dan tidak menulisnya secara resmi.

Adapun faktor-faktor utama dan terpenting yang menyebabkan rasulullah melarang


penullisan dan pembukuan hadits adalah :

a) Khawatir terjadi kekaburan antara ayat-ayat al-Qur’an dan hadits rasul bagi orang-orang
yang baru masuk islam.
b) Takut berpegangan atau cenderung menulis hadits tanpa diucapkan atau ditelaah.
c) Khawatir oprang-orang awam berpedoman pada hadits saja. (Hasan Sulaiman abbas
Alwi, 1995:6)

Rasulullah menyampaikan hadits dalam berbagai kesempatan, antara lain;

1) melalui jamaah dalam majlis ilmi.


2) melalui sahabat-sahabat tertentu.
3) melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti saat haji wada dan futuh makkah
(penaklukan kota mekkah)
Jadi, penyebaran hadits pada masa rasulullah hanya disebarkan lewat mulut ke mulut (secara
lisan). Hal ini bukan hanya dikaerenakan banyak sahabat yang tidak bisa menulis hadits,
tetapi juga karena nabi melarang untuk menulis hadits.2 Hali ini dikarenakan munculnya
kekhawatiran beliau seperti yang telah disebutkan diatas.

Setelah rasulullah wafat, banyak sahabat yang berpindah ke kota-kota diluar madinah.
Sehingga memudahkan untuk percepatan penyebaran hadits. Namun, dengan semakin mudah
nya para sahabat meriwayatkan hadits dirasa cukup membahayakan bagi otentisitas hadits
tersebut. Maka khalifah abu bakar meneraokan aturan yang membatasi periwayatan hadits.
Begitu juga dengan khalifah umar ibn al-khattab.3

Pada masa khlifah ustman ibn affan, periwayatan hadits nabi tetap berlanjut meskipun tidak
setegas umar ibn al-khattab. ini disebabkan oleh karakteristik pribadi usman yang lebih lunak
jika dibandingkan dengan umar, selain itu wilayah kekuasaan islam yang semakin luas juga
menyulitkan pemerintah untuk mengontrol pembatasan riwayat secara maksimal.4

Sedangkan pada masa pemerintahan khalifah ali ibn abi thalib, situasi pemerintahan islam
telah berbeda dengan masa sebelumnya. Masa itu merupakan krisis dan fitnah dalam
masyarakat. Terjadinya peperangan antar beberapa kelompok kepentingan politik juga
mewarnai pemerintahan Ali. Secara tidak langsung, hal ini membawa dampak negative
dalam periwayatan hadits. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu
melakukan pemalsuan hadits. Dengan demikian, tidak seluruh periwayat hadits dapat
dipercaya riwayatnya

Pada masa pembatasan periwayatan ini, para sahabat hanya meriwaytkan hadits jika ada
permasalahan hokum yang mendesak. Mereka tidak meriwayatkan hadits setiap saat, seperti
dalam khutbah. Sedangkan pada masa pembanyakan periwayatan, banyak dari sahabat yang
dengan sengaja menyebarkan hadits. Namun tetap dengan dalil dan saksi yang kuat. Bahkan
jika diperlukan, mereka rela melakukan perjalanan jauh hanya untuk mencari kebenaran
hadits yang diriwayatkannya.

2
Pengantar studi al-quran dan al-Hadits (teras: nur kholis, Yogyakarta : 2008)hal.200.
3
Ibid. hal.202
4
Ibid hal.204
Pengumpulan dan penulisan hadits, atau yang lebih popular disebut dengan istilah
pentadwinan hadits pada masa khlifah umar bin abdul aziz merupakan usaha pengumpulan
dan penulisan hadits-hadits dari para ulama’ penghafalnya secara resmi yang pertama kali
dilakukan oleh pihak pemerintah. Hal ini dikarenakan kahalifah umar bin abdul aziz khawatir
akan hilangnya hadits-hadits rasulullah, karena banyak ulama yang meninggal dan juga akan
tercampurnya hadits yang asli dan hadits yang palsu.

Dengan pertimabangan tersebut, khalifah umar bin abdul aziz menginstruksikan kepada wali
kota madinah, abu bakar ibn Muhammad ibn ‘amr bin hazm, untuk mengumpulkan hadits
yang ada. Hal serupa juga diperintahkan kepada tabi’in wanita, ‘Amrah binti “abd al-
rahman. Dengan instruksi ini, ibn hazm mengumpulkan hadits-hadits, baik yang ad pada
dirinya sendiri maupun pada ‘amrah yang banyak meriwayatkan hadits dari Aisyah r.a.5

Namun usaha ini khusunya di madinah belum sempat dilakukan secara lengkap oleh abu
bakar ibn amr ibn hazm dan akhirnya di teruskan oleh imam Muhammad bin muslim bin
syihab az-zuhri.6 Inilah sebanya sejarah dan ulama menganggap bahwasanya ibn shihab az-
zuhri yang pertama mengkodifikasikan hadits secara resmi atas perintah khalifah.

Setelah ibn hazm dan ibn shihab, muncul kodifikasi hadits perioda kedua yang disponsori
oleh para khalifah bani abassiyah. Ulama periode ini antara lain ibn juraij (w. 150 H), abu
ishaq (w. 151 H), imam malik (w. 179 H) dan lain-lain.7

5
Pengantar studi islam (Ngainun naim, teras,yogyakarta.2009)hal.68.
6
Op.cit hal.208
7
Op. cit hal.69.
B. KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM

Istilah “karakteristik ajaran Islam” terdiri dari dua terma utama yang berbeda
pengertiannya, yaitu karakteristik dan ajaran Islam. Kata „karakteristik‟ dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai „sesuatu ciri khas/bentuk-bentuk watak/karakter
yang dimiliki oleh individu, corak tingkah laku, dan tanda khusus‟. Sedangkan kata „Islam‟,
secara etimologi dalam perspektif bahasa Arab adalah as-silm (damai), aslama (menyerahkan
diri/pasrah), istislam (penyerahan secara total kepada Allah), salim (bersih dan suci), dan
salam (selamat).8 Kata Islam secara terminologi diartikan sebagai pesan bahwa umat Muslim
hendaknya cinta damai, pasrah kepada ketentuan Allah SWT., bersih dan suci dari perbuatan
nista, serta dijamin selamat dunia dan akherat jika melaksanakan risalah Islam.

Dari berbagai sumber tentang Islam yang ditulis para tokoh, dapat diketahui bahwa Islam
memiliki karakteristik yang khas yang dapat dikenali melalui konsepsinya dalam berbagai
bidang, seperti bidang agama, mu‟amalah (kemanusiaan) yang di dalamnya termasuk
masalah pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, kehidupan,
lingkungan hidup, kesehatan pekerjaan, serta Islam sebagai sebuah disiplin ilmu. Konsep
ajaran Islam dalam berbagai bidang yang menjadi karakteristik ajaran Islam itu dapat
dikemukakan,9 sebagai berikut:

1. Bidang Agama

Karakteristik ajaran Islam dalam bidang agama adalah mengakui adanya pluralisme
sebagai sesuatu kenyataan, mengakui adanya universalisme, yakni mengajarkan kepercayaan
kepada Tuhan dan hari akhir, menyuruh berbuat baik, dan mengajak pada keselamatan. Islam
adalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui hak agama lain, kecuali yang
berdasarkan paganisme, dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan.
Al-Qur‟an menjelaskan tentang pengakuan akan hak agama-agama lain yang merupakan
dasar paham kemajemukan sosial budaya dan agama sebagai ketetapan Tuhan yang tidak

8
Pengertian Islam menurut al-Qur‟an, meliputi: as-silm (Q.S. al-Anfal, 8: 61); aslama (Q.S. an-Nisa‟, 4: 125);
mustaslim (Q.S. ash-Shaffat, 37: 26); salim (Q.S. asySyu'ara‟, 26: 89); salam (Q.S. Maryam, 19: 47). A. W.
Munawwir, Kamus Bahasa Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1984).
9
Nata, Metodologi …, 79-94
berubah-rubah.10 Dengan demikian, karakteristik ajaran Islam dalam visi keagamaannya
bersifat toleransi, pemaaf, tidak memaksa, dan saling menghargai karena dalam pluralitas
agama tersebut terdapat unsur kesamaan yaitu pengabdian kepada Tuhan.

2. Bidang Ibadah

Secara harfiah karakteristik ajaran Islam dalam bidang Ibadah berarti bakti manusia
kepada Allah SWT., karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Sebagaimana
Allah SWT. Firman: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rejeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha
Pemberi rejeki yang mempunyai Kekuatan lagi sangat kokoh”.11 Adapun ibadah dalam arti
umum, bersentuhan dengan masalah mu‟amalah sesuai dengan visi Islam tentang ibadah
adalah merupakan sifat, jiwa, dan misi ajaran Islam itu sendiri yang sejalan dengan tugas
penciptaan manusia, sebagai makhluk yang hanya diperintahkan agara beribahah kepada-
Nya.

3. Bidang Akidah

Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang
wajib disembah; ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat, yaitu menyatakan
tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad sebagai utusanNya; perbuatan
dengan amal saleh. Artinya, orang yang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan di
mulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah,
yakni tidak ada niat, ucapan, dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang yang beriman itu
kecuali yang sejalan dengan kehendak Allah. Akidah dalam Islam selanjutnya harus
berpengaruh ke dalam segala aktivitas yang dilakukan manusia, sehingga berbagai aktivitas
tersebut bernilai ibadah dan dasar dalam tingkah laku, serta berbuat yang pada akhirnya
menimbulkan amal saleh.

10
Kemajemukan agama yang dijelaskan di dalam al-Qur‟an (Q.S. al-Ma‟idah, 5: 44-50); beriman kepada semua
nabi dan rasul tanpa membeda-bedakan antara mereka, baik dalam kitab suci maupun yang tidak disebutkan (Q.S.
al-Baqarah, 2: 136 dan an-Nisa‟, 4: 163-165); agama tidak boleh dipaksakan (Q.S. al-Baqarah, 2: 256); al-Qur‟an
mengisyaratkan bahwa para penganut berbagai agama, asalkan percaya kepada Tuhan dan hari akhir, serta
berbuat baik semuanya akan selamat (Q.S. al-Baqarah, 2: 62 dan al-Ma‟idah, 5: 26).
11
Q.S. adz-Dzariyat, 51: 56-58.
4. Bidang Ilmu dan Kebudayaan

Karakteristik ajaran Islam dalam ilmu dan kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif,
tetapi juga selektif. Dari satu segi Islam terbuka dan akomodatif untuk menerima berbagai
masukan dari luar, tetapi bersamaan dengan itu Islam juga selektif, yakni tidak bergitu saja
menerima seluruh jenis ilmu dan kebudayaan, melainkan ilmu dan kebudayaan yang sejalan
dengan ajaran Islam sendiri. Dalam konteks historis Islam di bidang ilmu dan kebudayaan
menjadi mata rantai yang penting dalam peradaban dunia. Persoalan kebudayaan adalah
persoalan bagaimana manusia mewujudkan eksistensi dirinya dengan kekuatan akal, hati, dan
jiwa dalam lapangan hidup dan cara-cara yang ditempuhnya dalam menghadapi tantangan
kesejarahan. Lapangan kebudayaan begitu luas, seluas lapangan kehidupan manusia di
antaranya adalah keyakinan (agama), ilmu pengetahuan, bahasa, adat-istiadat, pranata sosial,
institusi sosial, hukum, seni, budaya, dan sebagainya.12 Demikian pentingnya ilmu ini hingga
Islam memandang bahwa orang menuntut ilmu sama nilainya dengan jihad di jalan Allah.

5. Bidang Pendidikan

Senada dengan bidang ilmu pentahuan dan kebudayaan di atas, Islam juga memiliki
ajaran yang khas di bidang pendidikan. Dalam sejarah kebudayaan Islam, akulturasi
operasional pendidikan Islam yang berpedoman pada al-Qur‟an dan al-Hadist secara serasi
dan seimbang, telah mampu memberikan motivasi dan inspirasi umat Islam pada masa klasik
dalam merumuskan berbagai persepsi mengenai manusia melalui pendidikan sebagai sarana
yang mendasari lahirnya peradaban dunia.13 Islam memandang pendidikan adalah hak bagi
tetiap orang (education for all), laki-laki atau perempuan, dan berlangsung sepanjang hayat
(long life education). Dalam bidang pendidikan, Islam memiliki rumusan yang jelas dalam
bidang tujuan, kurikulum, guru, metode, sarana, dan lain sebagainya.

Di dalam alQur‟an terdapat berbagai metode pendidikan, seperti; metode caramah, tanya-
jawab, diskusi, demonstrasi, penugasan, teladan, pembiasaan, hukuman, nasihat, dan lain-
lain. Bidang Sosial Karakteristik ajaran Islam di bidang sosial, bahwa Islam mengajarkan
setiap manusia untuk hidup damai dan sejahtera. Lebih khususnya, di bidang ini Islam

12
Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011), 2-3.
13
Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), 2.
menjunjung tinggi tolongmenolong, saling menghargai tentang hak dan kewajiban,
kesetiakawaan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa, dan kebersamaan. Atas dasar
ukuran ini, maka dalam Islam semua orang memiliki kesempatan yang sama. Mobilitas
vertikal dalam arti yang sesungguhnya ada dalam Islam, sementara sistem kelas yang
menghabat mobilitas sosial tersebut tidak diakui keberadaannya. Bryan S. Turner, dalam
memahami fungsi sosial bagi masyarakat manusia, para sosiolog agama menempatkan agama
sebagai perekat sosial yang merekat potensi-potensi antagonistik antar individu atau sebagai
candu sosial yang menekan konflik kepentingan antara kelompok-kelompok yang cenderung
antagonistik.14 Kendati demikian, Islam menilai bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna
atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifarat (tembusannya) adalah dengan
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan urusan sosial.

6. Bidang Kehidupan Ekonomi

Islam memandang bahwa kehidupan yang harus dilakukan manusia adalah hidup yang
seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akherat. Padangan Islam mengenai
kehidupan demikian, secara tidak langsung menolak kehidupan yang bercorak sekuleristik,
yaitu kehidupan yang memisahkan antara urusan dunia dengan urusan agama. Agama harus
terlihat dalam mengatur kehidupan dunia. Sistem ekonomi dalam Islam mempunyai beberapa
kelebihan yang tercermin dari beberapa karakteristik, meliputi :

Pertama, bersumber dari Tuhan dan Agama. Sumber awal ekonomi Islam berbeda dengan
sistem ekonomi lainnya karena merupakan kewajiban dari Allah. Ekonomi Islam dari agama
Allah dan mengikat semua manusia tanpa terkecuali. Sistem ini meliputi semua aspek
universal dan partikular dari kehidupan dalam satu bentuk, sebagai pondasi dan ekonomi
Islam tidak bisa berubah.

Kedua, ekonomi pertengahan dan berimbang. Ekonomi Islam memadukan kepentingan


pribadi dan kemaslahatan masyarakat dalam bentuk berimbang. Ekonomi Islam berposisi
tengah antara aliran individualis (kapitalis) yang melihat bahwa hak kepemilikan individu
bersifat absolut dan tidak boleh diintervensi oleh siapapun dan alisaran sosialis (komunis)

14 Bryan S. Turner, Religion and Social Theory, terj. Inyiak Ridwan Munir, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), 212.
yang menyatakan ketiadaan hak individu dan mengubahnya kedalam kepemilikan bersama
dengan menempatkannya di bawah dominasi Negara.

Ketiga, ekonomi berkecukupan dan berkeadilan. Ekonomi Islam memiliki keunggulan


dengan menjadikan manusia sebagai focus perhatian. Manusia di posisikan sebagai pengganti
Allah di bumi untuk memakmurkannya dan tidak hanya untuk mengekploitasi kekayaan dan
memanfaatkannya saja. Ekonomi ini ditujukkan untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan
manusia, hal ini berbeda dengan ekonomi kapitalis dan sosialis di mana focus pertahian
adalah kekayaan.

Keempat, ekonomi pertumbuhan dan barakah. Ekonomi Islam memeiliki kelebihan lain,
yaitu beroperasi atas dasar pertumbuhan dan investasi harta dengan cara legal, agar dari
mediasi jaminan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi manusia. Islam memandang harta dapat
berkembang hanya bekerja. Hal itu hanya dapat terwujud dalam usaha kerja keras untuk
menumbuhkan dan memperluas unsur-unsur produksi demi terciptanya hasil yang lebih baik.
Usaha itu dilakukan melalui perputaran modal di tengah masyarakat Islam dalam bentuk
modal produksi sebagai kontribusi dalam aturan-aturab yang berkembang. 15

7. Bidang Kesehatan

Ciri khas ajaran Islam selanjutnya dapat dilihat dalam konsepnya mengenai kesehatan.
Untuk menuju hal tersebut, Islam menekankan segi kebersihan lahir dan batin. Sementara itu
Islam memandang kebersihan lahir-batin (jiwa) dalam istilah nafs, akhlak, dan irfan.16
Artinya, kebersihan jiwa manusia dapat mengambil bentuk kebersihan tempat tinggal,
lingkungan sekitar, badan, pakain, makanan, minuman, dan lain-lain, firman Allah SWT.:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan senang kepada orang-orang
yang membersihkan diri”. 17 Sedangkan pada kebersihan batin dapat diwujudkan melalui

15
Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar, dan Tujuan, terj. M. Irfan Syofwani, (Yogyakarta:
Magistra Insania Press, 2004), 15-19.
16
Nafs dapat diartikan dengan jiwa, ruh, semangat, dan hasrat, lebih lanjutnya mengenai jiwa diartikan dengan: (1)
ruh manusia [yang ada di dalam tubuh dan menghidupkan] atau nyawa; (2) seluruh kehidupan batin manusia [yang
terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya]. Akhlak dapat diartikan sebagai watak, tabi‟at,
perilaku, dan tindakan manusia dalam segala bentuk kegiatannya dalam kehidupan sehari-hari. „irfan dapat
diartikan dengan ma‟rifat (pengetahuan), yang kemudian „irfan lebih dikenal sebagai terminologi tasawuf yang
berkaiatan pengetahuan esoterik, atau yang terkenal dengan istilah gnostik.
17
Q.S. al-Baqarah [2]: 222.
bentuk keikhlasan dan kekhusukan, perintah tersebut berbarengan dengan perintah
menyampaikan ajaran Islam dan membesarkan nama Allah SWT.18

C. Dimensi Ajaran Islam ( Iman, Islam, dan Ihsan )

Dimensi-dimensi atau tahapan-tahapan yang terkandung dalam islam sangatlah berurutan


sesuai dengan kemampuan jiwa yang terkandung dalam diri manusia sebagai makhluk yang telah
dikaruniai hati dan pikiran sebagai alat untuk menjalani kehidupan.

Adapun tahapan-tahapan bukanlah perbedaan yang memecah belah persatuan sebagai sesama
muslim,akan tetapi berfungsi saling melengkapi.dan dengan sadar atau tidak,itulah tahapan-
tahapan yang akan kita lalui sebagai manusia yang berakal.

Dalam sebuah hadits dikatakan :

ُ‫صلَّى اللَّه‬َ ‫ي‬ ُّ ‫ َكانَ النَّ ِب‬:َ‫ع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ قَال‬ َ َ ‫عة‬ َ ‫ي َع ْن أ َ ِبي ُز ْر‬ ُّ ‫يم أ َ ْخبَ َرنَا أَبُو َحيَّانَ التَّي ِْم‬
َ ‫سدَّد ٌ َقا َل َحدَّثَنَا ِإ ْس َما ِعي ُل ْبنُ ِإب َْرا ِه‬َ ‫َحدَّثَنَا ُم‬
ُ ‫اإلي َمانُ أ َ ْن تُؤْ ِمنَ ِبال َّل ِه َو َمالئِ َكتِ ِه َو ُكتُ ِب ِه َو ِب ِلقَائِ ِه َو ُر‬
َ‫س ِل ِه َوتُؤْ ِمن‬ ِ ‫اإلي َمانُ قَا َل‬ ِ ‫ َما‬:َ‫اس فَأَت َاهُ ِجب ِْري ُل فَقَال‬ ِ ‫سلَّ َم َب‬
ِ َّ‫ار ًزا َي ْو ًما ِللن‬ َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
، َ‫ضان‬َ ‫وم َر َم‬ َ ‫ص‬ َ ‫الزكَاة َ ْال َم ْف ُرو‬
ُ َ‫ضةَ َوت‬ َّ ‫ِي‬َ ‫صالَة َ َوت ُ َؤد‬
َّ ‫يم ال‬ َ ‫اإل ْسالَ ُم أ َ ْن ت َ ْعبُدَ اللَّهَ َوالَ ت ُ ْش ِركَ بِ ِه‬
َ ‫ش ْيئًا َوت ُ ِق‬ ِ :َ‫اإل ْسالَ ُم قَال‬ ِ ‫ َما‬:َ‫ قَال‬،ِ‫بِ ْالبَ ْعث‬
‫ َما ْال َم ْسئُو ُل َع ْن ََا بِأ َ ْعلَ َم ِم ْن‬:َ‫ قَال‬،ُ‫عة‬ َ ‫سا‬َّ ‫ َمتَى ال‬:َ‫ قَال‬، َ‫ أ َ ْن ت َ ْعبُدَ اللَّهَ َكأَنَّكَ ت ََراهُ فَإ ِ ْن لَ ْم ت َ ُك ْن ت ََراهُ فَإِنَّهُ يَ َراك‬:َ‫ قَال‬، ُ‫سان‬ ِ ‫ َما‬:َ‫قَال‬
َ ْ‫اإلح‬
ِ َ‫اإلبِ ِل ْالبُ َْ ُم فِي ْالبُ ْني‬
َ‫ فِي خ َْم ٍس الَ َي ْعلَ ُم َُ َّن إِالَّ اللَّهُ ث ُ َّم تَال‬،‫ان‬ ِ ُ ‫ط َاو َل ُر َعاة‬ َ َ ‫ت األ َ َمةُ َربَّ ََا َوإِذَا ت‬ ْ َ‫ إِذَا َولَد‬:‫اط ََا‬ ِ ‫سأ ُ ْخبِ ُركَ َع ْن أ َ ْش َر‬ َ ‫السَّائِ ِل َو‬
َ َّ‫ش ْيئًا فَقَا َل َهذَا ِجب ِْري ُل َجا َء يُعَ ِل ُم الن‬
‫اس دِي َن َُ ْم‬ َ ‫سلَّ َم إِ َّن اللَّهَ ِع ْندَهُ ِع ْل ُم السَّا َع ِة اآليَةَ ث ُ َّم أَدْبَ َر فَقَا َل ُردُّوهُ فَلَ ْم يَ َر ْوا‬
َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫ي‬ ُّ ‫النَّ ِب‬

Artinya :

Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Isma’il ibn Ibrahim telah
menceritakan kepada kami, Abu Hayyan al-Taimiy dari Abi Zur’ah telah menyampaikan kepada
kami dari Abu Hurairah r.a berkata:

Pada suatu hari ketika Nabi saw. sedang duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang seorang laki-
laki dan bertanya, “apakah iman itu?”. Jawab Nabi saw.: “iman adalah percaya Allah swt.,
para malaikat-Nya, kitab-kitabnya, dan pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya dan
percaya pada hari berbangkit dari kubur. ‘Lalu laki-laki itu bertanya lagi, “apakah Islam itu?

18
Firman Allah SWT: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu'
dalam sembahyangnya” (Q.S. Al-Mukminun [23]: 1-2).
Jawab Nabi saw., “Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan
suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan dan berpuasa di bulan
Ramadhan.” Lalu laki-laki itu bertanya lagi: “apakah Ihsan itu?” Jawab Nabi saw., “Ihsan
ialah bahwa engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau engkau
tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu.

Lalu laki-laki itu bertanya lagi: “apakah hari kiamat itu? “Nabi saw. menjawab: “orang yang
ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya, tetapi saya memberitahukan kepadamu
beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya hari kiamat, yaitu jika budak sahaya telah
melahirkan majikannya, dan jika penggembala onta dan ternak lainnya telah berlomba-lomba
membangun gedung-gedung megah. Termasuk lima perkara yang tidak dapat diketahui kecuali
oleh Allah, selanjutnya Nabi saw. membaca ayat: “Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya
sajalah yang mengetahui hari kiamat… (ayat).

Kemudian orang itu pergi. Lalu Nabi saw. bersabda kepada para sahabat: “antarkanlah orang
itu. Akan tetapi para sahabat tidak melihat sedikitpun bekas orang itu. Lalu Nabi saw.bersabda:
“Itu adalah Malaikat Jibril a.s. yang datang untuk mengajarkan agama kepada manusia.” (HR.
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal).

a) Iman

Kata iman berasal dari bahasa arab, yang merupakan masdar dari madli Amana,
Yu’minu, Imanan, yang artinya percaya. Sedangkan menurut hadits pokok yang telah kami
paparkan diatas, iman adalah percaya (adanya) Allah swt., para malaikat-Nya, kitab-kitabnya,
dan pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya serta percaya pada hari berbangkit dari kubur.

Pada redaksi lain juga disebutkan, yakni hadits yang diriwayatkan oleh bukhori muslim,
selain yang telah disebutkan pada hadits pokok diatas, ada tambahan mengenai obyek iman,
yaitu beriman adanya qodlo dan qodar, baik maupun buruk. Wal hashil, dari sinilah para ulama’
menyimpulkan bahwa rukun iman ada enam, yang mana setiap mu’min wajib mempercayainya
untuk menyandang sebuah titel mu’minnya. Yakni :
1) Iman kepada Allah
2) Iman kepada malaikat Allah
3) Iman kepada rusul Allah
4) Iman kepada kitab-kitab Allah
5) Iman kepada hari akhir (kiamat)
6) Iman kepada qodo’ dan qobar Allah, baik maupun buruk keberadaannya.

Banyak sekali hadits yang memuat tentang iman, yang tak mungkin kami sajikan disini, maka
kami hanya mengambil sebagian saja, diantaranya :

‫حدثنا عبد الله بن محمد قال حدثنا أبو عامر العقدي قال حدثنا سليمان بن بالل عن عبد الله بن دينار عن أبي صالح عن أبي‬
) ‫ ( اإليمان بضع وستون شعبة والحياء شعبة من اإليمان‬: ‫هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال‬

Artinya : Abdulloh bin Muhammad telah bercerita kepada kita, seraya berkata; Abu Amir
al Aqdi bercerita kepada kita seraya berkata ; sulaiman bin bilal telah bercerita kepada kita dari
abdulloh bin dinar dari abu sholih dari abu hurairoh ra. Dari Nabi SAW. Beliau bersabda :
“iman terdiri dari 70 lebih sekian cabang, sedangkan malu termasuk salah satu cabang darinya”.

Iman sering juga dikenal dengan istilah aqidah, yang berarti ikatan, yaitu ikatan hati.
Bahwa seseorang yang beriman mengikatkan hati dan perasaannya dengan sesuatu kepercayaan
yang tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan lain. Aqidah tersebut akan menjadi pegangan
\dapedoman hidup, mendarah daging dalam diri yang tidak dapat dipisahkan lagi dari diri
seorang mukmin. Bahkan seorang mukmin sanggup berkorban segalanya, harta dan bahkan jiwa
demi mempertahankan aqidahnya

b) Islam

Sebagaimana telah maklum, islam berasal dari bahasa arab juga, dari madli Aslama yuslimu
islaman, yang berarti selamat. Sedangkan menurut hadits pokok diatas, islam diartikan sebagai
Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun,
mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan dan berpuasa di bulan Ramadhan. Dilain
redaksi, ada yang mencantumkan perihal haji, sehingga dapat disimpulkan bahwa rukun iman
berjumlah lima, yaitu :
1) Syahadat.
2) Sholat.
3) Zakat
4) Puasa.
5) Dan haji

Sebagaimana hadits nabi yang berbunyi :

‫حدثنا عبيد الله بن موسى قال اخبرنا حنظلة بن أبي سفيان عن عكرمة بن خالد عن ابن عمر رضي الله عنَما قال‬

‫ قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( بني اإلسالم على خمس شَادة أن ال إله إال الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصالة‬:
) ‫وإيتاء الزكاة والحج وصوم رمضان‬

Abdulloh bin musa telah bercerita kepada kita, dia berkata ; handlolah bin abi sufyan telah
memberi kabar kepada kita d ari ikrimah bin kholid dari abi umar ra. Berkata : rasul saw.
Bersabda : islam dibangun atas lima perkara : persaksian sesungguhnya tidak ada tuhan selain
Allah dan sesungguhnya nabi Muhammad adalah utusannya, mendirikan sholat, memberikan
zakat, hajji dan puasa ramadlan”.

Islam merupakan agama terakhir dari syariat yang telah dirurunkan oleh Allah kepada
rasul sekaligus nabinya yang terakhir pula. Disini, eksistensi islam sebagai agama yang paling
benar telah tak diragukan lagi adanya. Banyak kaum orientalis yang berusaha menyerang islam,
dengan mempelajari islam itu sendiri, dengan tujuan mencari celah untuk meruntuhkan islam
melalui kekurangan-kekurangan yang ada dalam islam, tapi apa yang terjadi, banyak diantara
mereka yang malah berbalik kiblat kemudian masuk islam tanpa ragu. Karena islam merupakan
agama yang sempurna, sekaligus sebagai penyempurna dari agama-agama masawi yang
terdahulu. Allah berfiman :

َ َ‫ت اللَّ ِه فَإِ َّن اللَّه‬


‫سري ُع‬ َ ‫ف الَّذينَ أوتُوا ال ِك ٰت‬
ِ ‫ب ِإال ِمن بَع ِد ما جا َء ُه ُم ال ِعل ُم بَغيًا َبي َن َُم ۗ َو َمن َيكفُر ِبـٔ ٰاي‬ ٰ ‫اإل‬
َ َ‫سل ُم ۗ َو َما اختَل‬ ِ ‫ِإ َّن الدينَ ِعندَ اللَّ ِه‬
‫ب‬
ِ ‫الحسا‬
ِ

Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat
Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
c) Ihsan

Kata ihsan, lahir dari madli ahsana yuhsinu ihsanan, yaitu bahasa arab yang berarti bebuat baik,
atau memperbaiki. Sedangkan bila memandang dri hadits pokok diatas, ihsan diartikan sebagai
menyembah Allah seakan akan kita melihat-Nya, atau setidaknya kita merasa selalu diawasi oleh
Allah.Allah SWT berfirman dalam Al Qur`an mengenai hal ini. Yang artinya:

Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (al-Isra’: 7)

“…Dan berbuat baiklah (kepada oraang lain) seperti halnya Allah berbuat baik
terhadapmu….” (al-Qashash:77)

Disini terdapat indikasi lebih mengenai ihsan dibanding dengan yang lain. Karena ihsan
sendiri merupakan usaha untuk selalu melakukan yang lebih baik, yang lebih afdol, dan bernilai
lebih sehingga seseorang tidak hanya berorientasi untuk menggugurkan kewajiban dalah
beribadah, melainkan justru berusaha bagaimana amal ibadahnya diterima dengan sebaik-
baiknya oleh Allah. SWT. Karena dia akan merasa diawasi oleh Allah, maka akan terus timbul
dihatinya tuntutan untuk selalu memperbaiki amal perbuatannya dari yang kurang baik menjadi
yang baik, dari yang sudah baik, terus berusaha untuk yang lebih baik demi diterimanya amal
perbuatan mereka.19

19
Zuhrotul Azizah, Makalah Dimensi Ajaran Islam, jum’at 20 juni 2014
D. Memahami Ajaran Islam Dalam Struktur Islam, Iman, Ihsan

Banyak orang merasa memperjuangkan "Islam", tetapi sesungguhnya memperjuangkan


budaya dalam mana Islam mewujudkan dirinya, bukan Islamnya itu sendiri. Masih banyak umat
Islam belum bisa membedakan antara ajaran Islam dan budaya Arab, sebuah budaya yang
pertama kali mengusung ajaran Islam. Menjadi the best muslim tidak mesti harus menyerupakan
diri dengan orang Arab, orang Mesir, orang Yaman, atau orang Persia. Kita bisa tetap sebagai
orang yang berkebudayaan Indonesia dengan berbagai atributnya, tetapi pada saat bersamaan
tetap menjadi the best muslim. Bahkan mungkin tidak kalah dengan muslim Arab.
Kata Islam tersusun dari huruf sin, lam, mim (salima), sebuah akar kata yang membentuk
kata salam (damai), islam (kedamaian), istislam (pembawa kedamaian), dan taslim (ketundukan,
kepasrahan, ketenangan). Salam adalah kedamaian dan kepasrahan dalam pengertian lebih
umum. Islam adalah kedamaian dan kepasrahan dalam pengertian yang lebih khusus, memiliki
seperangkat konsepsi nilai dan norma. Istislam adalah seruan kedamaian dan kepasrahan yang
lebih cepat, tegas, rigit, dan sempurna. Allah memberi nama agamanya yang dibawa oleh Nabi
Muhammad dengan agama Islam. Bukan agama Salam (kepasrahan tanpa konsep). Bukan juga
agama Istislam yang lebih mengutamakan kecepatan, ketegasan, dan kesempurnaan dalam
memperjuangkan kedamaian dan kepasrahan.
Kata islam itu sendiri mengisyaratkan jalan tengah atau moderat (tawassuth). Di dalam Al-
Quran disebutkan: Inna al-dina 'inda Allah al-islam (Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah
Islam/Q.S. Ali Imran/3:19), man yabtagi gair al-islam dinan falan yuqbala minhu (Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya/Q.S. Ali Imran/3:19).
Perhatikan ayat-ayat tersebut di atas semuanya menggunakan kata al-islam, dengan
menggunakan alif ma'rifah (al), bukan islam dalam bentuk nakirah, bukan
juga salam atau istislam. Ini semua menunjukkan bahwa dari segi bahasa saja al-islam (Islam)
sudah mengisyaratkan jalan tengah, moderat, dan sudah barang tentu menolak kekerasan dan
keonaran. Seharusnya seorang muslim (orang yang beragama Islam) itu mengedepankan
kedamaian, ketundukan, kepasrahan, dan pada akhirnya merasakan ketenangan lahir batin.
Agaknya kontradiktif jika panji-panji Islam dibawa-bawa untuk sesuatu yang menyebabkan
lahirnya kekacauan dan ketidaknyamanan. Apalagi jika (atas nama) Islam digunakan untuk
melayangkan nyawa-nyawa orang yang tak berdosa; sangat tidak sepadan dengan kata islam itu
sendiri. Kelompok minoritas liberal muslim memaknai Islam dengan konteks salam yang lebih
bersifat inklusif-substantif, sementara kelompok minoritas radikal muslim lebih memaknai Islam
dengan konteks istislam yang menuntut adanya intensitas dan semangat progresif di dalam
mewujudkan nilai dan norma Islam. Kelompok mainstream muslim memaknainya sebagai islam,
sebuah sistem nilai dan norma kemanusiaan yang terbuka dan moderat.20

“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan ‘Sembahlah
Allah dan jauhilah thaghut’.”
(QS. An Nahl: 36)

Islam memiliki beberapa pengertian. Hal ini berdasarkan dalil-dalil yang ada serta
kesimpulan yang diberikan oleh para ulama. Secara umum telah kita pahami bahwa Islam adalah
nama dari agama yang diturunkan Allah kepada umat manusia. Inilah agama yang diajarkan oleh
setiap rasul kepada umatnya. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Sungguh Kami telah
mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan ‘Sembahlah Allah dan jauhilah
thaghut’(QS. An Nahl: 36).”
Islam dalam pengertian ini biasa didefinisikan secara lebih rinci oleh para ulama
sebagai: “kepasrahan kepada Allah dengan tauhid, tunduk kepada-Nya dengan melaksanakan
segala ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelaku-pelakunya.” Islam dalam pengertian
mencakup semua ajaran para rasul.
Adapun istilah Islam secara khusus adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi kita
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah menghapuskan syari’at umat-umat
terdahulu. Agama para nabi itu satu (sama), walaupun syari’at mereka berbeda-beda, dan ini
semua ini tentu dilandasi hikmah Allah Ta’ala.

Kemudian, Islam yang memiliki cakupan khusus yang sekarang ini berlaku hingga akhir
zaman dibangun di atas lima pondasi atau pilar sebagaimana disebutkan dalam hadist Jibril yang

20
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
terkenal, yaitu: syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji. Inilah yang biasa kita kenal dengan
istilah rukun Islam.

Dengan pemaknaan semacam ini, maka Islam lebih condong kepada syari’at-syari’at
yang lahiriyah, sementara istilah iman yang disebutkan dalam satu rangkaian pembicaraan
dengan Islam lebih condong kepada syari’at-syari’at yang batin (berkaitan dengan keyakinan
dalam hati) atau biasa kita kenal dengan istilah pokok keimanan atau rukun iman, yaitu iman
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan iman kepada takdir.

Namun, apabila istilah Islam dan Iman disebutkan dalam konteks terpisah “Islam” saja
atau “Iman” saja maka makna keduanya akan melebur menjadi satu. Jika yang disebutkan Islam
saja, maka Islam mencakup perkara lahir dan batin. Demikian juga Iman. Sebab keislaman yang
benar adalah yang ditegakkan di atas keislaman secara lahir dan batin. Demikian pula keimanan
yang benar adalah keimanan yang ditegakkan di atas keimanan secara lahir dan batin.

Oleh sebab itu, para ulama kita mendefinisikan iman sebagai pembenaran dengan hati,
ucapan dengan lisan, dan amalan dengan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan
berkurang karena kemaksiatan. Iman itu meliputi perkara-perkara yang sifatnya wajib dna
perkara yang sifatnya sunnah/mustahab. Sesuatu yang wajib apabila ditinggalkan akan merusak
iman, berbeda halnya denga perkara sunnah. Diantara perkara-perkara wajib itu ada yang
termasuk pokok agama yang apabila ditinggalkan menyebabkan keluar dari agama dan ada yang
menjadi cabangnya yang tidak sampai menyebabkan keluar dari Islam bagi orang yang
meninggalkannya. Inilah kaidah yang harus kita pahami agar tidak salah dalam memahimi Iman.

Dalam masalah Iman ini, ada dua kelompok besar yang menyimpang dari jalan yang
benar, yaitu murji’ah dan khawarij atau wa’idiyah. Kaum murji’ah mengeluarkan amal dari
hakikat iman. Sehinggga menurut mereka keimanan itu cukup dengan pembenaran dengan hati
atau ditambah dengan ucapan lisan, sementara amal bukan bagian dari iman. Konsekuensi
pendapat mereka ini adalah imannya orang yang paling salih sama dengan imannya orang yang
paling bejat dan jahat. Hal ini karena mereka mengatakan amal tidak mempengaruhi keimanan.
Tentu ini keliru.
Adapun kaum khawarij atau wa’idiyah menganggap bahwa orang yang melakukan dosa
besar maka dia akan kekal di neraka kalau mati dan tidak bertaubat. Mereka tidak meyakini
adanya orang-orang yang masuk ke neraka lalu dikeluarkan darinya dan masuk surga. Tentu
keyakinan mereka ini bertentangan dengan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah. Diantara ciri
kelompok ini adalah gemar mengjkafirkan kaum muslimin selain kelompoknya terutama
pemerintahnya. Diantara perkara yang sering dilalaikan oleh mereka yang terpengaruh
pemikiran khawarij adalah bahwa tidaklah setiap penafian (peniadaan) iman di dalam dalil Al
Qur’an dan As Sunnah itu menunjukkan kekafiran pelakunya. Seperti misalnya, di dalam hadist
disebutkan ‘tidak beriman orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya’, maka makna
‘tidak iman’ di sini bukanlah kafir, akan tetapi dia telah meninggalkan salah satu kewajiban
iman.
Demikian pula, diantara perkara yang sering dilupakan oleh mereka, bahwa pengkafiran
itu bukanlah perkara yang ringan, sebab ia mengandung konsekuensi yang sangat berat dan
membutuhkan penegakan hujjah (argumen/dalil), terpenuhinya syarat-syarat pengkafiran dan
tidak dijumpainya penghalang-penghalang vonis kekafiran. Di sisi lain, perlu diketahui bahwa
pengkafiran itu ada dua macam. Ada yang disebut takfir muthlaq tanpa mengaitkan dengan orang
tertentu, hanya sifatnya. Ada pula takfir mu’ayyan, yaitu dengan menunjuk orang tertentu dan
menjatuhkan vonis kafir kepaddanya.

Diantara perkara yang disepakati oleh para ulama adalah bahwa barangsiapa yang
mengingkari salah satu rukun iman maka dia menjadi kafir karenanya. Demikian pula oragn
yang tidak bersyahadat. Adapun mengenai hukum orang yang meninggalkan sholat, maka para
ulama berbeda pendapat. Sebagian mengkafirkan dan sebagian yang lain tidak. Dan yang
dimaksud meninggalkan sholat di sini adalah karena malas. Adapun apabila orang itu
meninggalkan sholat karena menentang bahwa shalat itu wajib maka para ulama sepakat tentang
kekafirannya.

Demikian pula termasuk perkara yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam adalah
apabila dia melakukan pembatal-pembatal keislaman seperti berbuat syirik akbar dalam bentuk
berdoa kepada selain Allah, menyembelih untuk selain-Nya, sihir, dan lainnya. Semikian pula
bila ia menentang salah satu perkara yang secara mendasar diketahui sebagai bagian dari agama
Islam, misalnya dia mengatakan bahwa khamr itu halal, zina itu halal, dan sebagainya.

Adapun istilah ihsan sebagaimana disebutkan dalam hadist Jibril maka maksudnya adalah
beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya atau meyakini bahwa Allah senantiasa melihat
dan mengawasi kita. Ini merupakan bentuk ihsan dalam beribadah kepada Allah. Ihsan ini
mencakup dua tingkatan. Pertama, musyahadah yaitu menyaksikan kebesaran nama-nama dan
sifat-sifat- Nya. Kedua, muraqabah yaitu merasa diawasi Allah. Tingkatan pertama adalah
tingkatan yang lebih utama.
Di sisi lain, ada juga ihsan dalam berinteraksi dengan sesama, yaitu dengan berbuat baik
kepada orang lain sesuai dengan hak mereka masing-masing, seperti kedua orang tua, tetangga,
kerabat, anak, istri, bahkan kepada hewan dan tumbuhan sekalipun. Ciri orang yang baik adalah
ihsan dalam beribadah kepada Allah dan ihsan dalam berinteraksi dengan sesama makhluk
Allah. Oleh sebab itu Allah sering menggandengkan antara perintah sholat dengan perintah
zakat. Karena sholat adalah simbol ihsan dalam beribadah kepada Allah, sedangkan zakat adalah
simbol ihsan dalam bergaul dengan sesama.21

E. Munculnya aliran pemikiran islam

Awalnya karena persoalan politik, lalu berlanjut pada masalah akidah dan takdir. Ketika
Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan ajaran Islam di Makkah, kota ini memiliki sistem
kemasyarakatan yang terletak di bawah pimpinan suku bangsa Quraisy. Sistem pemerintahan
kala itu dijalankan melalui majelis yang anggotanya terdiri atas kepala-kepala suku yang dipilih
menurut kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat.

Tetapi, pada saat Nabi SAW diangkat sebagai pemimpin, beliau mendapat perlawanan
dari kelompok-kelompok pedagang yang mempunyai solidaritas kuat demi menjaga kepentingan
bisnisnya. Akhirnya, Nabi SAW bersama para pengikutnya terpaksa meninggalkan Makkah dan
pergi (hijrah) ke Yatsrib (sekarang bernama Madinah) pada tahun 622 M.

Ketika masih di Makkah, Nabi SAW hanya menjadi pemimpin agama. Setelah hijrah ke
Madinah, beliau memegang fungsi ganda, yaitu sebagai pemimpin agama dan kepala
pemerintahan. Di sinilah awal mula terbentuk sistem pemerintahan Islam pertama, yakni dengan
berdirinya negara Islam Madinah.

21
Ust. Ari Wahyudi
Ketika Nabi SAW wafat pada 632 M, daerah kekuasaan Madinah tak sebatas pada kota
itu saja, tetapi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Negara Islam pada waktu itu, sebagaimana
digambarkan oleh William Montgomery Watt dalam bukunya yang bertajuk Muhammad Prophet
and Statesman, sudah merupakan komunitas berkumpulnya suku-suku bangsa Arab. Mereka
menjalin persekutuan dengan Muhammad SAW dan masyarakat Madinah dalam berbagai
bentuk.

Sepeninggal Nabi SAW inilah timbul persoalan di Madinah, yaitu siapa pengganti beliau
untuk mengepalai negara yang baru lahir itu. Dari sinilah, mulai bermunculan berbagai
pandangan umat Islam. Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar as-Siddiq-lah yang disetujui
oleh umat Islam ketika itu untuk menjadi pengganti Nabi SAW dalam mengepalai Madinah.
Selanjutnya, Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Kemudian, Umar digantikan oleh
Usman bin Affan.

 Munculnya perselisihan

Awal kemunculan aliran dalam Islam terjadi pada saat khilafah Islamiyah mengalami suksesi
kepemimpinan dari Usman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib. Masa pemerintahan Ali merupakan
era kekacauan dan awal perpecahan di kalangan umat Islam. Namun, bibit-bibit perpecahan itu
mulai muncul pada akhir kekuasaan Usman.

Di masa pemerintahan khalifah keempat ini, perang secara fisik beberapa kali terjadi antara
pasukan Ali bin Abi Thalib melawan para penentangnya. Peristiwa-peristiwa ini telah
menyebabkan terkoyaknya persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat, paling tidak, dua
perang besar pada masa ini, yaitu Perang Jamal (Perang Unta) yang terjadi antara Ali dan Aisyah
yang dibantu Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah serta Perang Siffin yang
berlangsung antara pasukan Ali melawan tentara Muawiyah bin Abu Sufyan.

Faktor penyulut Perang Jamal ini disebabkan oleh yang Ali tidak mau menghukum para
pembunuh Usman. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang dan menyelesaikan perkara
itu secara damai. Namun, ajakan tersebut ditolak oleh Aisyah, Zubair, dan Talhah. Zubair dan
Talhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali
ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Ali semasa memerintah juga
mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah bin Abu Sufyan,
yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi--di masa pemerintahan Khalifah Usman yang
merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.

Perselisihan yang terjadi antara Ali dan para penentangnya pun menimbulkan aliran-aliran
keagamaan dalam Islam, seperti Syiah, Khawarij, Murjiah, Muktazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah,
Ahlussunah wal Jamaah, Jabbariyah, dan Kadariah.Aliran-aliran ini pada awalnya muncul
sebagai akibat percaturan politik yang terjadi, yaitu mengenai perbedaan pandangan dalam
masalah kepemimpinan dan kekuasaan (aspek sosial dan politik). Namun, dalam perkembangan
selanjutnya, perselisihan yang muncul mengubah sifat-sifat yang berorientasi pada politik
menjadi persoalan keimanan.

''Kelompok khawarij yang akhirnya menjadi penentang Ali mengganggap bahwa Ali tidak
melaksanakan keputusan hukum bagi pihak yang memeranginya sebagaimana ajaran Alquran.
Karena itu, mereka menunduh Ali kafir dan darahnya halal,'' kata guru besar filsafat Islam, Prof
Dr Mulyadi Kartanegara, kepada Republika.

Sementara itu, kelompok yang mendukung Ali dan keturunannya (Syiah) melakukan
pembelaan atas tuduhan itu. Dari sinilah, bermunculan berbagai macam aliran keagamaan dalam
bidang teologi. Selain persoalan politik dan akidah (keimanan), muncul pula pandangan yang
berbeda mengenai Alquran (makhluk atau kalamullah), qadha dan qadar, serta sebagainya.

 Sunni dan Syiah Dua Aliran Teologi yang Masih Bertahan

Dari sekian banyak aliran kalam (teologi) yang berkembang di masa kejayaan peradaban
Islam, seperti Syiah, Khawarij, Muktazilah, Murjiah, Kadariyah, Jabbariyah, Asy'ariyah,
Maturudiyah, dan sebagainya, hingga saat ini hanya dua aliran yang masih memiliki banyak
pengikut. Kedua aliran itu adalah Ahlussunnah wal Jamaah (biasa disebut dengan kelompok
Sunni) dan Syiah.

Penganut kedua paham ini tersebar di berbagai negara di dunia yang terdapat komunitas
Muslim. Tak jarang, dalam satu negara Muslim, terdapat dua penganut aliran ini. Secara statistik,
jumlah Muslim yang menganut paham Sunni jauh lebih banyak dibandingkan yang menganut
paham Syiah. Wikipedia menyebutkan, sekitar 90 persen umat Muslim di dunia merupakan
kaum Sunni dan sekitar 10 persen menganut aliran Syiah. Namun, sumber lain menyebutkan,
paham Syiah dianut oleh sekitar 20 persen umat Islam. Sementara itu, penganut Islam Sunni
diikuti lebih dari 70 persen. Rujukan lain menyebutkan, penganut Islam Sunni sebanyak 85
persen dan Syiah 15 persen.

Kendati jumlahnya tak lebih dari 20 persen, penganut Syiah ini tersebar hampir di seluruh
dunia. Yang terbesar ada di Iran dan Irak, kemudian sedikit di Afghanistan, Pakistan, India,
Lebanon, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, beberapa negara pecahan Uni Soviet, beberapa negara di
Eropa, dan sebagian di Amerika Serikat. Seperti halnya Syiah, paham Sunni juga dianut oleh
umat Islam di negara-negara tersebut. Tetapi, itu dalam komposisi yang berbeda-beda antara satu
negara dan negara yang lain. Paham Sunni dianut lebih banyak umat, termasuk di Indonesia.

Di Iran yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, 90 persen merupakan penganut Syiah
dan hanya delapan persen yang menganut aliran Ahlusunah Waljamaah. Karena jumlahnya
mayoritas, paham Syiah tidak hanya diperhitungkan sebagai aliran teologi, tetapi juga sebagai
gerakan politik di Iran.

Di Irak, 60 persen penduduk Muslimnya menganut paham Syiah dan 40 persen merupakan
Sunni. Namun, ada juga yang menyebutkan, penganut Islam Syiah di negeri 'Seribu Satu Malam'
ini berkisar 60-65 persen dan penganut Suni 32-37 persen. Para penganut Syiah di Irak
merupakan orang dari suku Arab. Sementara itu, penganut Islam Sunni adalah mereka yang
berasal dari suku Arab, Kurdi, dan Turkmen.

Di negara Muslim lainnya, seperti Afghanistan, jumlah Muslim Sunni mencapai 80 persen,
Syiah 19 persen, dan penganut agama lainnya satu persen. Di Sudan, 70 persen penduduknya
merupakan penganut Islam Sunni yang mayoritas bermukim di wilayah utara Sudan. Di Mesir,
90 persen penduduknya adalah penganut Islam yang mayoritas beraliran Suni. Sementara itu,
sisanya menganut ajaran sufi lokal. Sedangkan, masyarakat Muslim di Lebanon, selain menganut
paham Sunni dan Syiah, juga menganut paham Druze. Namun, dari 59 persen penduduk
Lebanon yang beragama Islam, tidak diketahui secara pasti berapa komposisi penganut paham
Sunni, Syiah, dan Druze.

Berbagai sumber yang ada menyebutkan bahwa komunitas Suku Kurdi (kurang dari satu
persen) yang bermukim di Lebanon, termasuk dalam kelompok Sunni. Jumlah mereka
diperkirakan antara 75 ribu hingga 100 ribu orang. Selain itu, ada pula ribuan Suku Beduin Arab
yang tinggal di wilayah Bekaa dan Wadi Khaled, yang semuanya itu menganut paham Sunni.
Kendati demikian, di beberapa negara Muslim yang mayoritas menganut paham Sunni, seperti
Indonesia dan Malaysia, penganut Syiah nyaris tidak diperhitungkan, baik sebagai aliran teologi
maupun gerakan politik.22

Aliran-aliran pemikiran islam yaitu :

1. Pemikiran Kalam
2. Pemikiran Fiqih
3. Pemikiran Filsafat
4. Pemikiran Tasawuf

22 KHAZANAH, Sejarah Munculnya Aliran Teologi Islam, 09 juli 2009


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Otensitas ajaran islam mencakup al-quran dan al-hadist. Karakteristik ajaran islam, konsep
ajaran islam dalam berbagai bidang yang menjadi karakteristik ajaran islam yaitu bidang agama,
bidang ibadah, bidang akidah, bidang ilmu dan kebudayaan, bidang pendidikan, bidang
kehidupan ekonomi, dan bidang kesehatan.

Dimensi ajaran islam ( iman, islam, dan ihsan ), dimensi-dimensi atau tahapan-tahapan yang
terkandung dalam islam sangatlah berurutan sesuai dengan kemampuan jiwa yang terkandung
dalam diri manusia sebagai makhluk yang telah dikaruniai hati dan pikiran sebagai alat untuk
menjalani kehidupan.

Memahami ajaran dalam struktur islam, iman dan ihsan, banyak orang merasa
memperjuangkan "Islam", tetapi sesungguhnya memperjuangkan budaya dalam mana Islam
mewujudkan dirinya, bukan Islamnya itu sendiri. Masih banyak umat Islam belum bisa
membedakan antara ajaran Islam dan budaya Arab, sebuah budaya yang pertama kali mengusung
ajaran Islam.

Munculnya aliran pemikiran islam, awalnya karena persoalan politik, lalu berlanjut pada
masalah akidah dan takdir. Ketika Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan ajaran Islam di
Makkah, kota ini memiliki sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah pimpinan suku bangsa
Quraisy. Sistem pemerintahan kala itu dijalankan melalui majelis yang anggotanya terdiri atas
kepala-kepala suku yang dipilih menurut kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

http://ichsanulkarim.blogspot.com/2013/03/makalah-otentisitas-ajaran-islam.html

https://e-journal.stisbima.ac.id/index.php/ittihad/article/download/1/1

http://zuhrotulazizah23.blogspot.com/2014/06/makalah-dimensi-ajaran-islam-imanislam.html

https://core.ac.uk/download/pdf/74028193.pdf

https://republika.co.id/berita/61241/sejarah-munculnya-aliran-teologi-dalam-islam

https://news.detik.com/kolom/d-4858801/memahami-islam-secara-benar

http://lazis-sa.org/jurnal-umat-002/

Anda mungkin juga menyukai