Anda di halaman 1dari 11

HAKIKAT EVALUASI DALAM PRESPEKTIF

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Oleh :
Zulfikar Pasaribu
Amrilsyah Butar Butar

Mata Kuliah :Filsafat Pendidikan Islam


Dosen : Prof.Dr. Al Rasyidin, M.Ag

PASCA SARJANA PROGRAM MAGISTER


Program Studi
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)


PADANGSIDIMPUAN
2018
Hakikat Evaluasi Dalam Prespektif
Filsafat Pendidikan Islam
Oleh : Zulfikar Pasaribu & Amrilsyah Butar Butar

A. Pendahuluan.
Islam merupakan agama yang selalu mengingatkan para pemeluknya
untuk senantiasa mengevaluasi diri. Salah satu anjuran yang popular berkaitan hal
ini adalah perkataan Umar bin Khattab ra. “hasibu anfusakum qobla antu hasabu”
secara literal, ungkapan ini dapat dimaknai sebagai anjuran kepada setiap muslim
untuk “menghitung” atau mengevaluasi diri sendiri sebelum datang masa dimana
mereka akan di evaluasi oleh Allah swt.
Perlunya menghitung atau menilai diri, pada prinsipnya dilatari oleh
filosofi ajaran Islam yang berkaitan dengan : (1) hakikat tujuan penciptaan
manusia, (2) prinsip kebebasan dan tanggung jawab, (3) hakikat kehidupan dunia,
dan (4) janji Allah Swt tentang adanya balasan baik (seperti pahala atau surga)
dan balasan buruk (seperti sikasa atau neraka).
Dalam Islam, manusia adalah makhluk psikofisik yang dianugerahi Allah
Swt al-jism dengan bentuk yang terbaik (ahsan taqwim) dan alruh dengan
seperangkat potensi seperti al-aql, al-nafs, dan al-qabl, yang dapat difungsikan
sebagai energi penggerak (al-quwwah) dan pembimbing manusia untuk
melakukan tindakan terbaik dalam kehidupannya. Allah Swt akan terus
mengevaluasi dengan cara melakukan pengukuran dan penelitian yang sangat
teliti, untuk menentukan siapa di antara manusia yang tulus mendayagunakan al-
jism dan energi atau daya-daya ruhiyah tersebut untuk membuat tindakan terbaik
dalam kehidupan dan siapa pula yang sebaliknya.
Filsafat pendidikan Islam merupakan bagian pengetahuan yang

memperbincangkan masalah-masalah pendidikan Islam. Ruang lingkup

pendidikan Islam berkaitan dengan lembaga pendidikan, pendidik, anak didik,

kurikulum, tujuan pendidikan, proses pembelajaran, metode dan strategi


pembelajaran, kepustakaan, evaluasi pendidikan, dan alat-alat pendidikan.1 Dan

tulisan ini mengkaji Hakikat Evaluasi pendidikan, karena dalam proses belajar

mengajar, evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dan tidak bisa

dipisahkan dari keseluruhan proses yang lainya.

Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa/peserta

pendidikan, pengajar maupun manajemen.Dengan adanya evaluasi, peserta didik

dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti

pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang memuaskan maka

akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih

meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidlak mernuaskan

maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat

diperlukan pemberian stimulus positif dari guru atau pengajar agar siswa tidak

putus asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik

untuk menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan.2

Mengingat begitu luasnya pembahasan evaluasi sistem pendidikan,

maka penulis membatasi masalahnya pada pembahasan evaluasi pendidikan

sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari evalusi pendidikan secara menyeluruh.

Hakikat

Kajian filsafat yang meneliti hakikat sesuatu adalah ontologi.Ontologi

dalam bahasa inggris ontology, berasal dari bahasa Yunani on artinya ada, dan

ontos berti keberadaan.Dan logos adalah pemikiran.Jadi ontologi adalah

1
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hal. 12.
2
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan Hakikat,
(Jogyakarta : Ar Ruza Media, 2008), hal. 111.
pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya. Secara ontologi pendidikan

adalah hakikat dari kehidupan sebagai makhluk yang berakal dan berfikir3

B. Pembahasan.
A. Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam
Menurut Ramayulis sebagaimana yang dikutip oleh Drs. Zainuddin, MA
dan Mohd.Nasir, MA bahwa terdapat beberapa makna evalusi dalam al-Qur‟an.
Pertama, al-Hisab.Kata ini memiliki makna mengira, menafsirkan, menghitung,
dan menganggap. Kedua, al-Bala.Kata ini memiliki makna keputusan atau vonis.
Ketigat, al-Qadha kata ini memiliki arti putusan . Keempat, al-Nazhar, kata ini
memiliki makna melihat. Kelima, al-Imtihan

B. Konsep Dasar Evaluasi


Dalam tataran praktikal, istilah imtihan dan khataman merupakan terma
yang selalu digunakan untuk menilai hasil akhir dari suatu aktivitas pendidikan
atau pembelajaran yang telah dilalui peserta didik. Dalam praktik di berbagai
lembaga pendidikan Islam, baik imtihan ataupu khataman, keduanya merupakan
istilah teknis yang selalu digunakan untuk menyabutkan proses mengevalusi hasil
belajar peserta didik. Karena itu, kedua istilah tersebut sebenarnya beulm dapat
menggambarkan esensi evaluasi pendidikan dalam konteks Islam.Sebab, evaluasi
pendidikan pada dasarnya bukan hanya menilai hasil belajar, tetapi juga proses-
proses yang diniai pendidik dan peserta didik dalam keseluruhan setting
pembelajaran.
Dalam al-Qur‟an, ada beberapa istilah yang selalu dikaitkan dengan proses
evaluasi, di antaranya adalah hisab, bala, dan fatanna. Ketiga terma ini sering
digunakan dalam arti memberi suatu perlakuan untuk melakukan proses
pengukuran atau penilaian terhadap diri manusia. Meskipun makna dasar ketiga
terma ini berbeda, namun penggunaannya selalu dalam konteks mengukur dan

3
Hasan Basri, ibid, hal. 18.
menilai kinerja manusia, baik dalam aspek pengetahuan, keimanan, kesabaran,
usaha atau perbuatan, bahkan hati atau nurani manusia4
Salah satu penggunaan kata hisab dalam konteks mengevaluasi kesungguhan dan
kesabaran manusia adalah sebagaimana terdapat pada Q.S, 3 Ali Imran : 142



Artinya :Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi Allah
orang-orang yang berjihad[232] diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.

Ayat di atas merupakan rangkaian dari firman Allah Swt yang memerintahkan
manusia untuk taat kepada Allah dan RasulNya ayat ke-(132), untuk segera
menuju ampunan Allah ayat ke-(133) serta diskripsi tentang sifat-sifat orang
muttaqunayat ke-(134-136). Kemudian Allah memerintahkan manusia agar
berkaca pada berbagai konsekuensi yang diterima umat-umat terdahulu yang
mendustakan para rasul ayat ke-(137) dan diskripsi tentang al-Qur‟an sebagai
penerang, petunjuk dan pengajaran ayat ke-(138). Setelah itu, Allah Swt menyeru
manusia untuk tudak bersikap lemah dan bersedih hati ayat ke-(139) karena masa
kejayaan maupun kemunduran, pasti akan digulirkan Allah Swt di antara manusia
untuk membedakan siapa di antara mereka yang beriman dan yang kafir ayat ke-
(141). Karenanya, jangan sekali-kali menusia menilai bahwa mereka akan beroleh
surga sebelum jelas bagi Allah siapa di antara mereka yang bersunggu-sungguh
dan sabar ayat ke-(142).5
Dalam Q.S, al-Thalaq (65) : 8-10, kata hisab digunakan Allah Swt untuk
menjelaskan hasil evaluasi yang sangat keras terhadap penduduk suatu negeri
yang mendurhakai Allah Swt dan rasul-Nya (fahasabnaha hisaban syadida).
Mereka merasakan akibat bburuk dari perbuatannya dan untuk mereka disediakan
azab yang mengerikan (azaban nukra) dan azab yang sangat keras (azaban
syadida) agar orang-orang berakal dapat mengambil pelajaran.

4
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan IslamMembangun Kerangka Ontologi, Epistimologi,
dan Aksiologi Praktik Pendidikan, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008), hlm. 183
5
Ibid, hlm. 184
Selanjutnya, pada Q.S, al- Ankabut (29) : 2-4, hisab dignakan Allah Swt
untuk menjelaskan bahwa Ia akan mengevaluasi semua manusia yang menyatakan
beriman sebagaimana Ia telah mengevaluasi umat-umat sebelumnya, sehingga
nyata bagi Allah siapa yang benar dan pendusta, dan bagi yang berbuat kejahatan,
maka hasil penilainnya amatlah buruk. Sebab, Allah Swt tidak akan memberikan
penilaian yang sama antara orang yang berbuat kejahatan dengan yang beriman
dan yang beramal shaleh. Allah sekali-kali tidak pernah lalai dalam mengevaluasi
segala sesuatu yang diperbbuat oleh orang-orang yang zalim dan Allah akan
meperlihatkan hasil penilaiannya meskipun manusia menyebunyikannya dalam
hati apa yang diperbuatnya.
Selain kata hisab, al-Qur‟an juga menggunakan kata bala untuk tujuan
evaluasi atau melakukan penilaian terhadap diri manusia. Dalam surahal-Kahfi
(18) : 7 dinyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di bumi dijadikan Allah Swt
sebagai perhiasan untuk menilai siapa diantara manusia yang terbaik amal atau
perbuatannya (linabluwahum ayyuhum ahsan ‘amala).kemudian pada
surahMuhammad (47) :31, kata bala juga digunakan Allah Swt dalam konteks
bahwa Ia benar-benar akan mengevaluasi manusia untuk mengetahui siapa
diantara mereka yang benar-benar berjihad dan bersabar, sekaligus untuk
memaparkan baik-buruknya hasil penilaian yang akan diterima seseorang.
Selanjutnya dalam Q.S, al-baqarah (2) : 155, Allah Swt menyatakan akan
melakukan pengujian atau evaluasi terhadap manusia dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Tentu saja, bagi mereka yang
lulus dalam penilaian akan memperoleh hasil yang positif.6

C. Tujuan dan Fungsi Evaluasi dalam pendidikan Islami.


Beranjak dari konsep dasar evaluasi, maka dalam konteks pendidikan
Islami, evaluasi adalah suatu suatu proses pengukuran dan penilaian seluruh
program dan aktivitas pendidikan yang dilaksanakan. Berhasil atau tidaknya suatu
program dan pelaksanaan pendidikan, pada dasarnya dapat diketahui setelah
dilakukan evaluasi kompherensif terhadap seluruh aspek atau dimensi yang

6
Ibid, Hlm. 185
melingkupinya. Karena itu, dari sisi ini, tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk
mengukur dan menilai apakah seluruh program dan aktivitas kependidikan yang
dilaksanakan telah berhasil merealisasikan program dan aktivitas tersebut kea rah
pencapaian matlamat pendidikan Islam, yaitu:
1. Mengembangkan potensi insaniyah peserta didik agar mereka memiliki
kemampuan dalam mengarahkan dan membimbing merealisasikan atau
aktualisasi diri dan masyarakatnya untuk melaksanakan tugas dan peran
sebagai khalifah di muka bumi.
2. Mengembangkan potensi ilahiyah pserta didik agar mereka berkemampuan
dalam membimbing dan mengarahkan mengenali dan realisasi diri sebagai
„abd yang tulus ikhlas dalam beribadah kepada Allah Swt.7

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam konteks praktik kependidikan Islam,


tujuan evaluasi adalah untuk mengukur dan menilai kualitas kinerja peserta didik
yang secara garis besar meliputi dua hal.Pertama dimensi ketundukan vertikal
kepada Allah Swt, yang dapat dilihat ari implementasi iman dan ilmu dalam
pelaksanaaan ibadah kepada Allah swt.Kedua, dimensi dialektikal- horizontal
antar manusia dengan sesamanya, dengan alam semesta, dan dengan dirinya
sendiri.Wujud nyata kualitas kinerja dalam dimensi ini dapat dilihat dari
penegakan syari’at dan al-akhlaq al-qarimah dalam seluruh perilaku atau
tindakan, baik terhadap diri sendiri, saama manusia, maupun alam semesta.
Dalam perspektif evaluasi pendidikan Islam, kualitas yang tercermin
sebagai gabungan dari dimensi “ketundukan” vertikal dan dialektikal-horizontal
tersebut merupakan tolak ukur untuk memberi „markah‟ terhadap kepribadian
seorang peserta didik. Karenanya dalam kaitan itu, ideaalnya evaluasi pendidikan
berfungsi sebagai instrumen untuk menjamin kontinuitas pembentukan dan
pengembangan kepribadian Muslim menuju khalifah yang berkualitas dan hamba
yang taqwa kepada Allah Swt.8

7
Ibid, Hlm. 186
8
Ibid, Hlm. 186
D. Sitem Evaluasi dalam Pendidikan Islami : Beberapa Contoh
Pada dasarnya, al-Qur‟an telah memberikan gambaran tentang system
evaluasi dan beberapa contoh yang berkaitan dengan pelaksanaannnya.
Diantaranya :
1. Sebagai pendidik semesta alam (Rabb al-‘Alamin) Allah Swt secara
langsung melakukan proses evaluasi terhadap hamba-Nya. Contoh untuk
hal ini adalah evaluasi yang dilakukan Allah Swt terhadap Adam as
sebagaimana terdapat pada Q.S al-Baqarah (2) : 31-34. Pertama, Allah
Swt mengajarkan pada Adam as seluruh perbendaharaan pengetahuan
(asma’ kllaha).Kedua, untuk mengukur dan melihat tingkat penguasaan
Adam as terhadap seluruh perbendaharaan pengetahuan tersebut, maka
Allah Swt mengevaluasi Adam as dengan cara memintanya untuk
memproduksi kembali semua perbendaharaan pengetahuan yang telah
dita’limkan Allah Swt tersebut dan mengimfornasikannya kepada para
malaikat. Ketiga, Allah Swt menginformasikan hasil evaluasi kepada para
malaikat dan meminta mereka untuk menghormati atau memuliakan Adam
as karena keberhasilannya lulus dalam proses evaluasi.
2. Allah Swt melakukan proses evaluasi dengan cara menugaskan para
malaikat untuk „mempersaksikan‟ dan mencatat seluruh tindakan
manusia.
3. Allah Swt mengevaluasi manusia dengan cara mengutus para nabi dan
rasul. Dalam konteks ini, para nabi dan rasul pada dasarnya hanyalah
„petugas pelaksana‟ perintah Allah Swt untuk memberi peringatan,
pengajaran, dan pensucian manusia serta untuk memberi penilaian sesuai
dengan ketentuan yang telah diturunkan Allah Swt, yakni al- Kitab atau al-
Mizan.

4. Allah Swt memerintahkan agar manusia mengevaluasi dirinya sendiri,


sebelum kelak Allah mengevaluasi mereka. Kemudian, Allah Swt juga
memerintahkan manusia untuk menilai segala sesuatu yang telah
dilakukannya untuk merancang masa depan yang lebih baik.
5. Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk menginformasikan dan
menyatakan bahwa bagi siapa saja berprestasi baik, maka mereka akan
memperoleh nilai atau balasan yang baik; sedangkan bagi yang berprestasi
jelek, maka mereka akan memperoleh nilai yang jelek pula.
6. Hakikat evaluasi bukanlah untuk menilai penampilan fisik seseorang,
melainkan segala sesuatu yang berada dibalik penampilan fisik tersebut.
Kemudian, evalusi juga tidak memandang formalitas dari suatu tindakan,
tetapi melihat substansi dibalik tindakan tersebut.
7. Allah Swt memrintahkan agar berlaku adil, jujur, dan terbuka dalam
melakukan evaluasi, jangan karena kebencian menjadikan seseorang tidak
objektif dalam melakukan evaluasi dan memberi penilaian, perlihatkan
hasil penilaian yang dilakukan, konsisten dalam memberi penilaian, dan
nilailah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sebab Allah Swt juga
mengevalusi hamba-Nya dengantidak menzalimi mereka dan tidak akan
meberi „markah‟ atau nilai yang sama antara orang-orang yang berbuat
jahat dengan orang-orang yang beriman dan beramal saleh.
8. Allah Swt mengevaluasi hamba- Nya secara komprehensif, meliputi
aspek keimanan, seperti evaluasi yang dilakukan Allah Swt terhadap
Ibrahim as, pengetahuan sebagaimana pengevalusian terhadap Adam as,
kejiwaan dan fisik-materi, seperti mengevaluasi manusia dengan sedikit
ketakutan (psikologis), kelaparan dan kekurangan harta (fisik-materi), jiwa
(metafisik), dan buah-buahan (materi), dan seluruh amal atau perbuatan
manusia, sebagaimana pengevauasian yang dilakukan Allah Swt terhadap
penduduk suatu negeri yang mendurhakai Allah dan rasul- Nya.9

E. KESIMPULAN
Pegertian evalusi Menurut Ramayulis sebagaimana yang dikutip oleh Drs.
Zainuddin, MA dan Mohd. Nasir, MA dalam al-Qur‟an. Pertama, al-Hisab. Kata
ini memiliki makna mengira, menafsirkan, menghitung, dan menganggap. Kedua,
al-Bala. Kata ini memiliki makna keputusan atau vonis. Keempat, al-Qadha kata

9
Ibid, Hlm. 186-188
ini memiliki arti putusan .Kelima, al-Nazhar, kata ini memiliki makna melihat.
keenam, al-Imtihan
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam konteks praktik kependidikan Islam,
tujuan evaluasi adalah untuk mengukur dan menilai kualitas kinerja peserta didik
yang secara garis besar meliputi dua hal. Pertama dimensi ketundukan vertikal
kepada Allah Swt, yang dapat dilihat dari implementasi iman dan ilmu dalam
pelaksanaaan ibadah kepada Allah swt. Kedua, dimensi dialektikal- horizontal
antar manusia dengan sesamanya, dengan alam semesta, dan dengan dirinya
sendiri. Wujud nyata kualitas kinerja dalam dimensi ini dapat dilihat dari
penegakan syari’at dan al-akhlaq al-qarimah dalam seluruh perilaku atau
tindakan, baik terhadap diri sendiri, saama manusia, maupun alam semesta.
Idealnya evaluasi pendidikan berfungsi sebagai instrumen untuk menjamin
kontinuitas pembentukan dan pengembangan kepribadian Muslim menuju
khalifah yang berkualitas dan hamba yang taqwa kepada Allah Swt.10

10
Ibid, Hlm. 186
Daftar Pustaka

Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan IslamMembangun Kerangka Ontologi,


Epistimologi, dan Aksiologi Praktik Pendidikan, (Bandung: Citapustaka Media
Perintis, 2008).
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009).
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan
Hakikat, (Jogyakarta : Ar Ruza Media, 2008).

Anda mungkin juga menyukai