Anda di halaman 1dari 13

Makalah Ilmu Sosial Dasar "Agama dan

Masyarakat"

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum, ilmu sosial budaya dasar bertujuan untuk mengembangkan kepribadian
manusia dalam masyarakat dan agama, sehingga mampu menghadapi masalah dalam
bermasyarakat. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang dibekali akal
dan nafsu perlu membekali diri dengan agama supaya menjadi manusia yang lebih baik bagi
sesama manusia berkelompok atau bermasyarakat .
Manusia sebagai makhluk sosial  atau bermasyarakat butuh individu atau manusia lain
karna manusia tidak akan mampu hidup sendiri ia butuh orang lain .manusia perlu
bermasyarakat dan saling berhubungan atau berinteraksi satu sama lain dalam kelompok
sosial maupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup nya dan untuk berkembang.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi
untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat
instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti
pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan,
yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai
manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Oleh karena
itu kami mengangkat judul makalah agama dan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1.      Apa pengertian agama ?
2.      Apa pengertian masyarakat ?
3.      Bagaimana hubungan agama dengan masyarakat ?
4.      Apa kaitan agama dalam masyarakat ?
5.      Bagaimana cara beragama masyarakat Indonesia ?
6.      Apa saja fungsi agama dalam masyarakat ?
7.      Bagaimana dimensi komitmen agama ?
8.      Apa saja pelembagaan agama di Indonesia ?
9.      Bagaimana terjadinya konflik beragama ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.      Untuk mengetahui apa pengertian agama
2.      Untuk mengetahui apa pengertian masyarakat
3.      Mendeskripsikan bagaimana hubungan agama dengan masyarakat
4.      Untuk mengetahui apa kaitan agama dalam masyarakat
5.      Mendeskripsikan bagaimana cara beragama masyarakat Indonesia
6.      Untuk mengetahui apa saja fungsi agama dalam masyarakat
7.      Mendeskripsikan bagaimana dimensi komitmen agama
8.      Untuk mengetahui apa saja pelembagaan agama
9.      Mendeskripsikan bagaimana terjadinya konflik beragama

1.4 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini merupakan tinjauan
kepustakaan yang bertujuan untuk mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah
yang diteliti karena penyusun tidak melakukan tinjauan secara langsung terhadap objek
pengamatan.

1.5 Manfaat Penulisan


1.      Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas masyarakat di
Indonesia agar meningkatkan ketaatannya pada agama.
2.      Bagi Dosen
Bisa dijadikan sebagai acuam dan sumbangsih dalam mengajar terutama pada materi ini
agar para peserta didiknya dapat berprestasu lebih baik dimasa yang akan datang.
3.      Bagi mahasiswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian untuk belajar dalam rangka meningkatkan prestasi
diri dan menignkatkan ketaatan terhadap agama.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Agama


Pengertian agama menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah system yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Kata agama
berasal dari Bahasa sansekerta yang berarti tradisi, sedangkan kata lain untuk menyatakan
konsep ini adalah religi yang berasal dari Bahasa latin religio dan berakar pada kata kerja re-
ligare yang berarti mengikat kembali. Maksudnya dengan religi seseorang mengikat dirinya
kepada tuhan. Pengertian agama menurut M. Hasbi Alshiddiqy adalah tuntunan yang
melengkapi segala segi dan suatu peruangan untuk memperoleh kekayaan dunia dan
kesentosaan akhirat, pengertian agama menurut Emile Durkheim adalah suatu sisten yang
terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.

2.2 Pengertian Masyarakat


1.      Peter l. Berger, definisi masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia
yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri
atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan .
2.      Karl Marx, definisi masyarakat ialah keseluruhan hubungan - hubungan ekonomis, baik
produksi maupun konsumsi, yang berasal dari kekuatan-kekuatan produksi ekonomis, yakni
teknik dan karya.
3.      Gillin & Gillin, definisi masyarakat adalah kelompok manusia yang mempunyai kebiasaan,
tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.
4.      Harold j. Laski, definisi masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan
bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama.
5.      Robert Maciver, definisi masyarakat adalah suatu sistim hubungan-hubungan yang
ditertibkan (society means a system of ordered relations)
6.      Selo Soemardjan, definisi masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan.
7.      Horton & Hunt, definisi masyarakat adalah suatu organisasi manusai yang saling
berhubungan.
8.      Mansur Fakih, definisi masyarakat adalah sesuah sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang
saling berkaitan dan masing-masing bagian secara terus menerus mencari keseimbangan 
(equilibrium) dan harmoni.
9.      Emile Durkheim, definisi masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi
yang merupakan anggotanya.
10.  Paul b. Horton & c. Hunt, definisi masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif
mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama , tinggal di    suatu    wilayah
tertentu , mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam
kelompok / kumpulan manusia tersebut .

2.3 Hubungan Agama dengan Masyarakat


Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga
berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia
dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan
budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu
Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.
Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya
sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan
melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar
dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama
dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya
hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan
membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat
satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan
peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat
keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui
oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian
seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut.
Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai
mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya
kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu
menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan
masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang
satu dengan lainnya.

2.4 Kaitan Agama Dalam Masyarakat


Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
1.   Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut
agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok
keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain.
Sifat-sifatnya: agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem
masyarakat secara mutlak, nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi
perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan
masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
2.      Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan
ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat,pada saat yang sama, lingkungan yang
sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-
upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap
aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu
dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan
kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila
dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan
manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah
keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk
memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya,
tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa
aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu
yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan
fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok
kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan. Adanya organisasi keagamaan,
akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan
untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.

2.5 Cara Beragama


1.      Tradisional , yaitu cara beragama berdasarkan tradisi. Cara ini mengikuti cara beragama nya
nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat
dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi
bertukar agama bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu
amal keagamaannya.
2.      Formal , yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungan atau
masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragama orang yang berkedudukan tinggi
atau punya pengaruh, pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara
beragamanya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau  masyarakat yang lain
agamanya.
3.      Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka
selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agama dengan pengetahuan, ilmu ,dan
pengamalannya.
4.      Metode pendahulu, yaitu cara beragamaberdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) di
bawah wahyu ,untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya
dengan ilmu ,pengamalan dan penyebaran (dakwah). Merekaselalu mencari ilmu dulu kepada
orang yang di anggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang di
bawa oleh utusan misalnya Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan
dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua .

2.6 Fungsi Agama dalam Masyarakat


Agama juga merupakan salah satu prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap manusia
untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama
bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-
hari. Adapun fungsi agama adalah sebagai berikut :
1.      Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat
sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap
masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan
hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
2.      Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu
ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
3.      Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi
dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk
(mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir
pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya
“moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah
untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai
tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa
setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana,
menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau,
tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi.
Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
4.      Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi
menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi
baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-
masing.
5.      Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat.
Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles
Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap
agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi
berhak bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya
bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif
(pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana
keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin
agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai
pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari
sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
6.      Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau
berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan
Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
7.      Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap
masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan
kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan
kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
8.      Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka
persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar “Civil Society” (kehidupan
masyarakat) yang memukau.
9.      Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau
kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus
menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
10.  Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak
umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi
orang lain.
11.  Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha
manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia
selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus,
karena untuk Alloh, itu adalah ibadah.

2.7  Dimensi Komitmen Agama


Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen agama,
menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman,
pengetahuan, dan konsekuensi.
1.      Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan
menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran
agama.
2.      Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk
melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan
dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia.
Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta relatif spontan.
3.      Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan
yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun
singkat, dengan suatu perantara yang supernatural.
4.      Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius
akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan,
kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
5.      Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan
pembentukan citra pribadinya.

2.8 Pelembagaan Agama


Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina
dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan Agama di Indonesia yang
mengurusi agamanya
1.      Islam : MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina
dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada
tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
2.      Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di
Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan
umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang
terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah
“mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
3.      Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja
Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan
dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing
Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan
KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi
anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah
pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006
anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35
keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup)
4.      Hindu : Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat Hindu
Indonesia.
5.      Budha : MBI Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia.
Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli
1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah,
dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha
Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
6.      Konghucu : MATAKIN Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia adalah sebuah
organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini
didirikan pada tahun 1955. Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga
keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu,
bersamaan dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita
ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama
Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-
lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan
Agama Negara .

2.9 Konflik Yang Ada Dalam Agama


Berbagai konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:
1.      Konflik antara Yahudi dan Nasrani. Walaupun sumber konflik ini didasarkan atas kitab suci
namun justru unsur dogmatis agama ini sangat mendukung pengambaran konflik yang terjadi.
Menurut versi Yahudi, Nasrani adalah agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai
mesias (juru selamat). Dalam pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah penista agama yang
paling berbahaya karena menganggap dirinya adalah anak Allah, sampai akhirnya otoritas
Yahudi sendiri menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan, sebuah jenis hukuman bagi
penjahat kelas kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut pandangan Kristen, umat Yahudi
adalah umat pilihan Allah yang justru menghianati Allah itu sendiri. Untuk itu Yesus datang
ke dunia demi menyelamatkan umat tersebut dari murka Allah. Dalam beberapa kesempatan,
misalnya, ketika Yesus mengamuk di bait Allah karena dipakai sebagai tempat berjualan,
atau dalam kasus lain yaitu penolakan orang Israel terhadap ajaran Yesus.
2.      Konflik Islam-Kristen. Konflik ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan bahwa Islam
memandang Nasrani sebagai agama kafir karena mempercayai Yesus sebagai anak Allah,
padahal dalam ajaran Islam Nabi Isa (Yesus) merupakan nabi biasa yang pamornya kalah dari
nabi utama mereka Muhammad S.A.W. Konflik ini pada awalnya hanya pada tataran
kepercayaan saja, namun ketika unsur politis, ekonomi, dan budaya masuk, maka konflik
yang bermuara pada pecahnya Perang Salib selama beberapa abad menegaskan rivalitas
Islam-Kristen sampai sekarang. Konflik itu sendiri muncul ketika Agama Kristen dan Islam
mencapai puncak kejayaannya berusaha menunjukkan dominasinya. Ketika itu Islam yang
berusaha meluaskan pengaruhnya ke Eropa, mendapat tantangan dari Nasrani yang terlebih
dahulu ada dan telah mapan. Puncak pertempuran itu sebenarnya terjadi ketika perebutan
Kota Suci Jerusalem yang akhirnya dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan, Islam
kemudian berhasil merebut Konstatinopel yang merupakan poros dagang Eropa-Asia pada
saat itu.
3.      Konflik antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan kita. Konflik ini berawal dari
kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka yang dipercayai
terletak di daerah Israel, termasuk Yerusalem, sekarang. Pasca perbudakan Mesir, ketika
orang Yahudi melakukan eksodus ke Mesir namun kemudian malah diperbudak sampai
akhirnya diselamatkan oleh Musa, orang Yahudi kemudian kembali ke tanah mereka yang
lama, yaitu Israel. Akan tetapi, pada saat itu orang Arab telah bermukim di daerah itu.
Didasarkan atas kepercayaan itu, kemudian orang Yahudi mulai mengusir Orang Arab yang
beragama Islam itu. Inilah sebenarnya yang menjadi akar konflik Israel dan Palestina dalam
rangka memperebutkan Jerusalem. Konflik ini semakin panas ketika unsure politis mulai
masuk.

2.10 Faktor Konflik Agama


       Terjadinya konflik tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1.      Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini menjadi pedoman
bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya amandemen UUD 45 dan upaya
merubah ideologi negara kita ke ideologi agama tertentu.
2.      Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun
sesame pemeluk agama.
3.      Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar pemeluk
agama.

2.11 Upaya Antisipasi Konflik Agama


       Upaya yang perlu ditempuh unuk menantisipasi konflik agama antara lain :
1.         Menurut Jusuf Kalla, dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa
dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan
dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap
agama membawa misi kedamaian.
2.         Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama didaerah atau
wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili atau perkampungan
sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama,
atau status sosial ekonomi tertentu.
3.         Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus berbaur
atau membaur atau dibaurkan.
4.         Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau
dibuat seminim mungkin.
5.         Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat – dapatnya
dihapuskan sama sekali.
6.         Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya kebangsaan
(nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa
dan bernegara. 

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
1.   Pengertian agama menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah system yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya.
2.      Peter l. Berger, definisi masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia
yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri
atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan .
3.      Agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari
masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.
4.      Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, yaitu masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sacral,
masyarakat-masyarakat perindustrian yang sedang berkembang.
5.      Cara beragama masyarakat Indonesia adalah tradisional, formal, rasional, metode
pendahuluan.
6.      Fungsi agama dalam masyarakat adalah sebagai pengukuhan nilai-nilai, penentu, sosialisasi
individu, pendidikan, penyelamat, perdamaian, kontrol sosial, pemupuk rasa solidaritas,
pembaharuan, kreatif, sublimatif.
7.      Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut
Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman,
pengetahuan, dan konsekuensi.
8.      Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan
mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan Agama di Indonesia yang
mengurusi agamanya adalah MUI, PGI, KWI, Parisada, MBI, Matakin.
9.      Konflik yang terjadi antara umat beragama diantaranya konflik antar yahudi dan nasrani,
konflik islam dan Kristen, konflik yahudi dan islam.
10.  Faktor konflik umat beragama adalah tida mengamalkan pancasila, kurang menghormati
antar umat beragama, adanya kesalahpahaman anatar umat beragama.
11.  Upaya antisipasi konflik agama adalah saling mentautkan hati, tidak adanya pengelompokan
etnis, berbaur.

Daftar Pustaka

Afrianto, Anton. 2013. Makalah Agama dan Masyarakat.http://gadogadoinf.blogspot.com. Diakses :


10 Mei 2014
Destiara, Cipta. 2013. Fungsi Agama dan Masyarakat Ilmu Sosial
Dasar.http://ciptadestiara.wordpress.com. Diakses : 10 Mei 2014
Puspitasari, Wati. 2011. Upaya Untuk Mengantisipasi Konflik
Agama.http://watipuspitasari.blogspot.com/. Diakses : 10 Mei 2014
Tahir, Tarmuji. 2012. Masyarakat Agama. http://tarmujimuji.wordpress.com/. Diakses : 10 Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai