Anda di halaman 1dari 2

Akar keraguan terhadap agama

1. Perspektif Humanisme

Humanisme secara bahasa diambil dari kata humanitas yang artinya pendidikan
manusia. Humanisme pada sekitar abad 14 merupakan gerakan filsafat yang berasal dari
Italia kemudian berekspansi ke seluruh Eropa. Tema pokok aliran humanisme ini ialah
kebebasan manusia. Manusia dipandang sebagai ukuran segala sesuatu 1, oleh karena itu
manusia bebas memilih, memandang, menentukan sesuatu sesuai dengan keinginannya.

Sebagai suatu aliran yang memiliki paham “kebebasan terhadap manusia”


tentulah tidak menginginkan apabila ada sesuatu yang mengatur atau mengurangi
pergerakan kebebasannya. Salah satunya ialah agama atau spititualitas, yang didalamnya
terdapat banyak sekali doktin dan dogma yang absolut. Akan tetapi apabila dilihat pada
pembabakan sejarahnya, pada dasarnya aliran humanisme tidaklah menolak agama 2.
Mereka hanya ingin mengurangi peranan kerajaan dan juga institusi gereja yang dianggap
membatasi ruang pergerakan mereka, bahkan sampai menghilangkan kebebasan mereka.
Maka atas dasar hilangnya kebebasan mereka, maka salah satu tokohnya Valla, menolak
superioritas agama dan manusia.

Maka apabila kita amati dari paparan diatas, akar permasalahan mengenai
keraguan terhadap agama perspektif humanisme terletak pada takut hilangnya kebebasan
manusia karena adanya aturan didalam agama yang mengaruskan mereka berbuat sesuai
aturan agama bukan atas dasar keinginan/pilihan mereka sendiri, membuat mereka ragu
bahkan enggan untuk beragama.

2. Perspektif Ekstensialisme

Ekstensialisme diambil dari kata eksistensi yang artinya muncul, ada timbul,
memiliki keberadaan actual. 3 Kaum eksistensialisme memberikan statement mengenai
pengertian eksistensi itu sendiri, yakni keluarnya manusia dari dirinya dan menempatkan
diri didalam dunia. Hal tersebut memberikan pengertian bahwa manusia itu eksis, ada,
fakta dan keberadaanya itu berbeda dengan objek-objek lain yang sama-sama ada
didalam dunia. Akan tetapi manusia memiliki kesadaran yang berbeda dengan objek-
objek lain yang ada, maka dari itu hanya manusia yang bereksistensi. Aliran ekstensialis
membawa manusia menuju pemahaman baru bahwa manusia itu sebagai subjek
pemikiran bukan objek pemikiran seperti apa yang dikatakan oleh kaum rasionalis.
(Lorens Bagus:2002)4

1
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama : wisata pemikiran dan kepercayaan, Depok : Rajawali Pers,
2007. Hal. 145
2
Mawardi, Keragu-raguan Terhadap Agama : Wacana Humanisme dan Ekstensialisme, Jurnal
Substantia Vol. 15, No.2, Oktober 2013. Hal. 282
3
Hafizh Zaskuri, Ekstensialisme religius, FIB Universitas Indonesia, 2009. Hal. 10
4
Hafizh Zaskuri, Ekstensialisme religius, FIB Universitas Indonesia, 2009. Hal. 10
Fokus pembahasan aliran Eksistensialisme ialah mengenai eksistensi pribadi
yang dibandingkan dengan eksistensi manusia secara umum, kemustahilan hidup dan
pertanyaan untuk arti dan jaminan kebebasan manusia, pilihan dan kehendak, pribadi
yang terisolasi, kegelisaha, rasa takut yang berlebihan dan kematian 5

Pada dasarnya baik aliran humanisme maupun ekstensialisme, keduanya sama


memakai konsep kebebasan manusia. Akan tetapi sebagaimana yang telah dijelaskan
diatas, aliran eksistensialisme lebih menekankan pada diri pribadi, sedangkan pada
humanisme kebebasan lebih diarahkan dari segi sosial. Penekanan dari Eksistensialisme
ialah bahwa seseorang dapat menilai dan menentukan sesuatu oleh tindakannya dan
pilihannya sendiri (tidak bergantung dari standar moral yang berlaku baik secara tertulis
ataupun secara lisan). Dalam hal ini pilihan menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang
akan diambil oleh seseorang.

Untuk lebih memperjelas pemahaman, berikut akan dipaparkan contoh perilaku


eksistensialisme. Menurut hukum dan norma dimasyarakat, korupsi merupakan suatu
tindakan melanggar hukum dan juga tercela. Lain halnya dengan penganut
eksistensialisme, mereka tidak akan mempermasalahkan tindakan korupsi itu melanggar
hukum atau tercela, tetapi pilihan untuk melakukannya atau tidak. Apabila mereka
memandang tindakan korupsi itu merupakan sesuatu yang positif dan menguntungkan,
maka korupsi akan dilakukan. Karena, pilihannya menjadi faktor penentu lahirnya
tindakan seseorang.

Menurut Eksistensialisme, jati diri manusia telah habis-habisan diambil alih oleh
peraturan-peraturan dari agama juga pemerintah atau institusi yang bersifat mapan dan
padat.6 Untuk dapat mendapatkan jati dirinya kembali, manusia harus melepaskan diri
dari ikatan-ikatan agama maupun institusi tersebut. Dapat kita simpulkan bahwa keraguan
terhadap agama perspektif Eksistensialisme berakar pada kebebasan individu yang tidak
mau terikat oleh aturan atau dogma agama yang dapat melenyapkan apa yang ia inginkan
atau pilih.

5
Mawardi, Keragu-raguan Terhadap Agama : Wacana Humanisme dan Ekstensialisme, Jurnal
Substantia Vol. 15, No.2, Oktober 2013. Hal. 284
6
Mawardi, Keragu-raguan Terhadap Agama : Wacana Humanisme dan Ekstensialisme, Jurnal
Substantia Vol. 15, No.2, Oktober 2013. Hal. 289

Anda mungkin juga menyukai