Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG TAFAKKUR

DAN PERANANNYA TERHADAP KESEHATAN MENTAL

(Studi Tematik)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir III

Dosen Pengampu: Asep Abdul Muhyi M.Ag

Oleh:

Okky Octaviana
(1181030136)

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020
DAFTAR ISI
Abstrak.......................................................................................................................i
PENDAHULUAN....................................................................................................1
PEMBAHASAN.......................................................................................................2
1. Pengertian Tafakkur......................................................................................2
2. Kesehatan mental..........................................................................................5
3. Penafsiran Ayat-Ayat....................................................................................6
KESIMPULAN.......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

2
Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peranan


tafakkur terhadap kesehatan mental. Sebagaimana kita ketahui, manusia
selalu dihadapkan pada dua situasi atau keadaan yakni menyenangkan dan
tidak menyenangkan. Kedua siatuasi tersebut akan mempengaruhi psikis
manusia. Contoh kasus ketika seseorang berada pada kondisi yang tidak
menyenangkan yakni memiliki permasalahan yang menurutnya sulit untuk
ia hadapi, maka secara ilmiah psikisnya ikut berperan dalam
mengekspresikan keadaan jiwanya. Seberapa besar keadaan tidak nyaman
tersebut mengganggu jiwanya, sebesar itu pula emosi yang akan ia luapkan,
emosi tersebut dapat berupa marah, kesal atau sedih. Dalam hal ini, penulis
ingin mengenalkan konsep tafakkur sebagai upaya untuk menjaga
kesehatan mental, karena dalam prosesnya, tafakkur menggunakan metode
berpikir dan merenung. Dengan memikirkan dan merenungi apa yang
terjadi, merenungi kebesaran Allah dibumi dapat membuahkan ketenangan
pada hati dan muncul ketentraman jiwa. Sehingga jiwa menjadi stabil dan
ideal ketika harus dihadapkan pada ujian hidup.

Kata kunci : Tafakkur, Merenung, Kesehatan Mental

i
PENDAHULUAN

Bagi seorang muslim, perlu kiranya memiliki kontrol dalam


dirinya, sebagai buah dari keimanannya. Tapi terkadang permasalahan
tidak hinggap hanya kepada orang yang memilki tingkat iman yang kuat,
tetapi juga yang cenderung masih belajar untuk taat. Dalam rangka
mengatasi persoalan hidup yang cukup rumit, setiap orang memiliki cara
masing-masing untuk menyelesaikannya. Ada yang menempuh jalan pintas
dengan melakukan berbagai cara meskipun itu tidak halal, ada pula yang
sabar dan tenang menghadapi ujian yang sedang dihadapinya. Ketenangan
itu muncul dari keyakinan hati kepada Allah swt. yang memiliki maksud
baik dengan mendatangkan musibah itu padanya. Allah swt berfirman
dalam Q.S Ar-Ra’du ayat 28

       


    
28. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram.”

Secara eksplisit, ayat tersebut memberikan pengertian bahwa


dengan mengingat Allah, maka hati akan menjadi tenang. Ayat ini tidak
berbicara tentang seberapa besar ujian hidup yang kita alami, yang ada
hanya jika mengingat Allah, maka hati akan menjadi tenang. Jadi jika kita
kaitkan dengan permasalahan hidup kita, sebesar apapun masalah yang kita
hadapi, sesulit apapun itu, jika dengan mengingat-Nya maka seakan-akan
masalah menjadi kecil bahkan bukan sebagai masalah, tapi sebagi rahmah
dan kasih sayang Allah.

Walaupun masalah dalam hidup kita belum selesai, setidaknya


dengan bertafakkur, hati kita akan menjadi tenang, pikiran akan jernih,
sehingga dalam menghadapi permasalahan tersebut tidak dalam keadaan
emosi.

1
PEMBAHASAN

1. Pengertian Tafakkur
Secara bahasa, tafakkur berasal dari akar kata tafakkara
yatafakkaru tafakkuran dengan kata dasarnya fakkara yang artinya
berpikir.1

Dalam pengertian istilah atau terminology, Al Jurjani


berpendapat bahwa tafakkur adalah penggunaan (pengendalian) atas
hati dalam rangka mencerna hakikat yang sebenarnya segala hal, demi
menggapai maksud yang diinginkan.2

Pengertian lain datang dari Al-Uwani, Jabir juga Thaha yang


memberikan pandangannya mengenai tafakkur, yakni suatu nama untuk
proses kegiatan kemampuan akal pikiran dalam diri manusia , baik itu
kegiatan hati, akal maupun jiwa melalui nalar dan renungan untuk
mencapai makna-makna sir (tersembunyi) dari suatu masalah tertentu
untuk mencapai ketetapan hukum ataupun mencapai asal-usul dan
korelasi antara permasalahan.3

Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menyifati tafakur dengan


kunci segala nur dan dasar mencari penglihatan kalbu. Manusia, terang
sang imam, hendaknya memeriksa empat perkara kala ia bertafakur.

 Pertama, tentang maksiatnya. Coba kita teliti setiap bangun tidur,


apakah anggota badan kita melakukan maksiat kemarin? Coba
periksa mulut, berapa kalimat candaan yang melukai hati saudara
sendiri? Tanya kaki, melangkah ke tempat buruk atau ke tempat
mulia dengan niat riya? Lalu kita berpikir jika ternyata ada anggota
badan kita yang melakukan hal-hal yang tidak disukaiAllah. Kita
berpikir ada dalil-dalil dari kitabullah dan sunah Rasul-Nya yang
mengancam dosa-dosa yang tubuh lakukan. Kemudian kita berpikir
bagaimana kita akan menjaga tiap jengkal tubuh kita dari perbuatan
maksiat. Semua itu hanya bisa dilakukan dengan duduk sejenak,
bertafakur, meneliti, dan jujur pada diri sendiri.
1
Badi jamal dalam Herman Alfarisi, Makna Tafakkur Dalam Al-Qur’an (Metode
Komparatif antara Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Azhar), UIN Sultan Syarif Kasim Riau
2013
2
Desri Ari Enghariano, Tafakkur Dalam Perspektif Al-Qur’an, Jurnal El-Qanuny.
Vol. 5 No. 1 Januari-Juni 2019 hal 135
3
Ahmad Wildan, Skripsi : Peranan Dzikir dan Tafakkur Dalam Mewujudkan
Stabilitas Emosi, Jurnal Skripsi Vol. ( Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007)

2
 Kedua, tentang perbuatan taat. Kita layak bertanya apakah shalat
fardhu kita sudah sempurna kita tunaikan? Kita berpikir bagaimana
menyempurnakan shalat fardhu dengan shalat sunah, kita berpikir
tentang keutamaan dan fadilah berbuat taat. Pada akhirnya, kita
memiliki azam yang kuat untuk tak absen pada ketaatan.
 Ketiga, tentang sifat-sifat yang membinasakan. Imam Ghazali
menerangkan, sifat yang membinasakan tempatnya di kalbu. Lantas
kita harus bertanya, apa saja sifat membinasakan yang saat ini
nyaman tinggal di kalbu kita? Sombongkah, iri, riya, kikir, nafsu
syahwat, marah, atau buruk sangka masih berjubel menyesakkan
kalbu.
 Tafakur adalah diagnosis penyakit kalbu. Secepat kita tahu apa
penyakit, kita lebih paham apa obatnya.
 Terakhir, berpikir tentang sifat-sifat yang menyelamatkan. Tobat,
sabar, syukur, takut, harap, zuhud, ikhlas, dan sifat-sifat yang
menenangkan adalah penyelamat. Mengetahui sifat-sifat yang
menyelamatkan ini penting. Kita harus memproduksi semua
kebaikan dan menyediakan semuanya dalam gudang penyimpanan
di hati. Lalu saat kita membutuhkan penawar, tinggal kita keluarkan
sifat yang kita butuhkan saat itu. Berbelanja sifat yang
menyelamatkan akan ada hasilnya jika kita sudah memproduksinya.
Bagaimana mungkin kita akan mengambil sifat sabar saat ditimpa
musibah, padahal kita sama sekali tak mengenal bagaimana sabar
itu bekerja.

Selamat datang jiwa-jiwa yang lelah di pemberhentian sejenak


tafakur. Isi energi dengan kekuatan tafakur dan tadabur. Sebelum
memulai lagi tugas besar mengurus bumi dengan hak perwalian sang
khalifah.

Tafakkur berarti berfikir dan merenung. Merenung dalam


berbagai hal untuk mengkondisikan keimanan dan ketakwaan kepada
Allah SWT. Tafakur menurut Syekh Abdullah bin Muhammad Al-
Munif bisa diartikan juga sebagai amal seseorang dalam
memperhatikan sesuatu dengan metode mengambil pelajaran (ibrah)
dan pengetahuan untuk menguatkan sisi-sisi kebaikan dirinya dan
menepis dorongan-dorongan keburukan.

Karena itu, para Mufassirin berkata dalam menafsirkan ayat yang


berbunyi: “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir”. (QS. Al-Baqarah: 219), maksud dari kata

3
“supaya kalian berfikir” adalah agar kalian berfikir dalam urusan Dunia
dan Akhirat. Maka kalian menghindari apa-apa yang mengundang bala’
dan keburukan di dunia dan akhirat, sekaligus agar kalian berpegang
teguh dengan akhlak dan kebaikan, memahami yang maslahat dan yang
bermanfaat, sehingga kalian mendatangi apa yang paling baik bagi
kalian dan meninggalkan apa yang membahayakan.

Tafakur merupakan salah satu Ibadah yang sangat bernilai dan


setidaknya memiliki empat keutamaan, di antaranya:

1.1 Tafakur adalah pangkal segala kebaikan.


Ibnul Qayyim berkata dalam kitab miftah dar assa’adah,
“Berfikir akan membuahkan pengetahuan, pengetahuan akan
melahirkan perubahan keadaan pada hati, perubahan keadaan hati
akan melahirkan kehendak, kehendak akan melahirkan amal
perbuatan. Jadi, berpikir adalah asas dan kunci semua kebaikan.
Hal ini bisa menunjukkan kepadamu keutamaan dan kemuliaan
tafakur, dan bahwasanya tafakur termasuk amalan hati yang paling
utama dan bermanfaat, sehingga dikatakan: ‘tafakur sesaat lebih
baik daripada ibadah setahun’.
1.2 Tafakur bisa mengubah kelalaian menjadi kesadaran.
Dari hal-hal yang dibenci Allah menuju hal-hal yang
dicintaiNya, dari ambisi dan keserakahan menuju zuhud dan
qana’ah, dari penjara dunia menuju keluasan akhirat, dari
kesempitan kejahilan menuju bentangan ilmu pengetahuan, dari
penyakit syahwat dan cinta kepada dunia menuju kesehatan ruhani
dan kedekatan diri kepada Allah, dari bencana buta, tuli, dan bisu
menuju nikmat penglihatan, pendengaran, dan pemahaman tentang
Allah, dan dari berbagai penyakit syubhat menuju keyakinan yang
menyejukkan hati dan keimanan yang menentramkan.”

1.3 Tafakur termasuk amal yang terbaik dan unggul.


Ada atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban berbunyi,
“Berpikir sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.” Berpikir
bisa memberi manfaat-manfaat yang tidak bisa dihasilkan oleh
suatu ibadah yang dilakukan selama setahun. Abu Darda’ seorang
sahabat yang terkenal sangat abid (ahli ibadah) pernah ditanya
tentang amalan yang paling utama, ia menjawab: “tafakur.” Dengan
tafakur seseorang bisa memahami sesuatu hingga hakikat, dan
mengerti manfaat dari yang membahayakan. Dengan tafakur,
seseorang bisa melihat potensi bahaya hawa nafsu yang

4
tersembunyi di dalam diri, mengetahui tipu daya setan, dan
menyadari bujuk rayu duniawi. Umar bin Abdul Aziz berkata:
“tafakur tantang nikmat-nikmat Allah termasuk di antara ibadah
yang paling agung.”
Allah memuji orang-orang yang senantiasa bertafakur dan
berzikir. Sa’id Hawa dalam Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil Anfus
mengulas surat Ali Imran 190-191: “Dari ayat ini kita memahami
bahwa kemampuan akal tidak akan terwujud kecuali dengan
perpaduan antara zikir dan fikir pada diri manusia. Apabila kita
mengetahui bahwa kesempurnaan akal berarti kesempurnaan
seorang manusia, maka kita bisa memahami peran penting dzikir
dan fikir dalam menyucikan jiwa manusia. Oleh karena itu, para
ahli suluk yang berupaya mendekatkan diri kepada Allah senantiasa
memadukan antara zikir dan fikir di awal perjalanannya menuju
Allah. Sebagai contoh, di saat bertafakur tentang berbagai hal,
mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil.”

1.4 Tafakur mengantarkan kepada kemuliaan dunia dan akhirat.


Ka’ab bin Malik berkata, “Barangsiapa menghendaki
kemuliaan akhirat, maka hendaknya ia memperbanyak tafakur.”
Hatim menambahkan, “Dengan merenungi permisalan akan
bertambah ilmu pengetahuan; dengan mengingat-ingat nikmat
Allah akan bertambah kecintaan kepadaNya; dan dengan bertafakur
akan bertambah ketakwaan kepadaNya.” Imam Syafi’i
menegaskan, “Milikilah kepandaian berbicara dengan banyak
berdiam, dan milikilah kepandaian dalam mengambil keputusan
dengan berfikir.

2. Kesehatan mental
Kesehatan mental menurut WHO adalah suatu kondisi sejahtera
dimana individu dapat merealisasikan pendapatnya, dan melakukan
coping terhadap tekanan hidup yang normal, bekerja dengan produktif
dan memiliki kontribusi dalam kehidupan di komunitasnya.

Pendapat lain datang dari Assagioli, yang menyebutkan bahwa


kesehatan mental adalah terwujudnya integritas kepribadian,
keselarasan dengan jati diri, pertumbuhan kea rah realissi diri dan juga
kea rah hubungan yang sehat dengan orang lain.

5
Pada umumnya setiap orang diberikan kesehatan mental, akan
tetapi pada beberapa orang yang sulit mengendalikan mentalnya karena
beban psikis yang dialaminya, secara tidak langsung hal tersebut
merubah kepribadiannya, karena jiwanya merasa terganggu dengan
adanya beban psikis tersebut yang akhirnya mengganggu ketenangan
hidupnya.

Maka disini, penulis ingin menawarkan konsep tafakkur yakni


berpikir dan merenung sebagai upaya untuk menenangkan hati dan
menentramkan jiwa supaya timbul kenyamanan dalam diri. Ketika jiwa
seseorang dalam keadaan tenang, maka pikirannya pun menjadi bersih,
emosinya menjadi stabil, dan kesehatan mentalnya terjaga.

3. Penafsiran Ayat-Ayat

1. Q.S Ar-Ra’du ayat 28

       


    
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram.

Menurut Buya Hamka, yang menyebabkan kita senantiasa


selalu ingat kepada Allah ialah iman. Karena iman, hati kita
mempunyai pusat ingatan atau tujuan ingatan. Dengan mengingat
Allah, semua kecemasan dalam diri akan hilang. Ketenangan hati
merupakan pokok kesehatan jasmani maupun rohani. Sebaliknya
keraguan dan kecemasan merupakan pangkal dari segala penyakit. 4

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa maksud dari


hati yang tentram adalah hati itu menjadi baik, bersandar kepada Allah
dan menjadikan hati tenang ketika mengingat-Nya dan ridho
bahwasanya Allah sebagai Penolong dan juga Pelindung. Oleh karena
itu, Allah melanjutkan firman-Nya, Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram. Maksudnya , itulah hal yang
sepantasnya diperoleh dengan mengingat Allah.5
4
Warni, Skripsi, Dzikir dan Kesehatan Mental (Studi Al-Qur’an Surat Ar-Ra’du
Ayat 28 dalam Tafsir Al-Azhar), Jurnal Skripsi Vol ( Lampung : IAIN Raden Intan
Lampung, 2017), hal 72
5
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Syeikh, Lubaabut
Tafsir Min Ibni Katsiir, Mu-assah Daar al-Hilaal Kairo, 1994 hal 500

6
Mengenai kajian ulumul qur’an yang penulis ketahui, ayat ini
menggunakan kata “aamanu” tidak “annasu”, karena keyakinan akan
membuahkan dan menimbulkan bekas pada hati dan ingatan.

 Q.S Al-Fath ayat 4

      


      
       
4. Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-
orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping
keimanan mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara
langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana,

Musthafa Al-Maraghi dalam tafsirnya mengemukakan bahwa Allah


lah Dzat yang telah menurunkan ketentraman kedalam hati setiap
mukmin dan kemantapan langkah kaki ketika menghadapi dan
memerangi musuh, ( dalam kata lain kekuatan mental atau nafsu )
supaya mereka bertambah yakin pada agama disamping keyakinan
mereka yang telah ada dalam jiwanya.6

Penjelasan berikut ini berasal dari Marwan Hadidi bin Musa yang
menafsirkan q.s Al-Fath sebagai berikut :

“Dialah yang telah menurunkan yakni mewujudkan dan


memantapkan kedalam hati orang-orang mukmin sehingga mereka
tidak gentar menghadapi dan memerangi musuh untuk menambah
keimanan atas keimanan mereka tentang kebesaran Allah. Dan milik
Allah lah bala tentara langit dan bumi yang senantiasa patuh
melaksanakan perintahnya untuk memberikan pertolongan kepada
orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui keadaan
makhluknya. Maha Bijaksana dalam hal Rububiyah-Nya, agar
memasukkan laki-laki dan perempuan kedalam surga untuk tinggal
disana selama-lamanya yang mengalir dibawahnya istana nya sungai-
sungai. Mereka kekal didalamnya dan tidak akan menghapus
kesalahan-kesalahan yang pernah mereka lakukan agar mereka masuk
kedalam surga tanpa noda. Dan yang demikian itu, yakni surga dan
ampunan Allah menurut Allah suatu keuntungan yang besar.”

Apabila ditinjau dari segi kesehatan, Allah memberikan manusia


ketenangan didalam hati manusia supaya bertambah iman manusia. Dan
apabila iman manusia bertambah, maka semakin dekatlah ia dengan
Rabb-Nya. Jadi salah satu cara Allah menginginkan kebaikan bagi
6
Musthafa Al Maraghi, Terjemahan Tafsir Al Maraghi, Semarang : PT Karya
Thoha Putra, 1993 hal 85-86

7
hamba-Nya ialah dengan memberikan suasana hati yang tenang,
tentram, karena dengan begitu, seorang muslim akan dapat memikirkan
segala sesuatunya dengan jernih dan rasional. Sampai menemukan
keyakinan yang kuat kepada Rabb-Nya bahwa semua yang terjadi
padanya merupakan bagian dari kasih sayang Allah pada dirinya, dan
Allah ingin memberikan kebaikan pada dirinya. Maka beruntunglah
orang-orang yang senantiasa diberikan ketenangan karena itulah salah
satu kunci dalam menggapai Ridho Allah swt.

 Q.S Ali Imran ayat 164

       


     
    
      
164. sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari
golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka
Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi)
itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

Dalam tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah, dijelakan bahwa arti


sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman yakni Allah telah memberi kenikmatan kepada mereka. Dari
golongan mereka sendiri, karena jika Rasul itu bukan dari golongan
Nabi Adam maka tidak akan tercapai kesempurnaan interaksi karena
terdapat perbedaan jenis. yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, ini adalah karunia yang kedua yang berupa Rasul yang
membacakannya kepada mereka Al-Qur’an padahal sebelumnya
mereka dalam keadaan jahiliyyah tidak mengetahui apapun dari syariat.
Dan membersihkan jiwa mereka yakni membersihkan jiwa mereka dari
najisnya kekufuran. Dan mengajarkkan kepada mereka al kitab yakni
Al-Qur’an dan al hikmah yakni sunnah. mereka adalah benar-benar
dalam kesesatan yang nyata. Tidak ada lagi keraguan dalam kesesatan.

 Q.S Al Isra ayat 82

      


       
82. dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.

8
Dalam tafsir Ibnu Katsir, mengenai firman-Nya dan Kami
turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. Qatadah mengatakan jika orang mukmin
mendengarnya, niscaya ia akan memperoleh manfaat, menghapalnya
bahkan menyadarinya.

Dalam literature lain pula maksud nya adalah dapat


menghilangkan penyakit hati seperti keraguan, kemunafikan dan
kemusyrikan kesesatan dan tidak istiqomah. Disamping sebagai
penawar, Al-Qur’an juga merupakan rahmat yang dapat menumbuhkan
keimanan, dan kegemaran untuk mewujudkan kebaikan. Namun hal ini
hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang beriman. Bagi orang yang
yang beriman, Al-Qur’an adalah obat atau syifa, khususnya obat bagi
hati. dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang
zalim selain kerugian. Maksudnya mereka tidak mengambil manfaat
tidak menghapal dan tidak menyadarinya. Karena sesungguhnya Allah
swt. menjadikan Al-Qur’an itu sebagai penyembuh dan rahmat hanya
bagi orang-orang yang beriman saja. 7 Adapun bagi orang kafir dan
dzalim terhadap dirinya sendiri dan tidak mempercayainya, maka
mendengarkan Al-Qur’an itu tidak akan menambah keimanan
melainkan semakin jauh daan mengingkarinya.

Tidak jauh berbeda dengan M. Quraish Shihab yang


mengemukakan pandangan dalam tafsirnya yakni kata “syif “ biasa
diartikan dengan obat atau kesembuhan juga digunakan dalam arti kata
kekurangan dan keterbebasan, dan penyakit-penyakit yang ada didalam
dada (penyakit-penyakit jiwa) dan Al-Qur’an juga merupakan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan ia kembali pada Al-Qur’an itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian
yang tidak lain disebabkan oleh kekufuran mereka. 8

Lebih jauh, Fakhrudin Ar-Razi mengemukakan maksud kata syif


sebagai penyakit ruhani diartikan dengan akidah yang salah dan akhlak
yang tercela.9

Maka analisis mufrodat dari yang dimaksud “syif “ disini,


semuanya sudah pasti pada penyakit hati, hanya ada bebarapa saja
mengartikannya dengan meambahkan penyakit jasmaniyah.

7
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Syeikh, Lubaabut
Tafsir Min Ibni Katsiir, Mu-assah Daar al-Hilaal Kairo, 1994 hal 207
8
Rohmatullah, Skripsi, Syif Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif M. Quraish
Shihab,, Fakhrudin Ar-Razi dan Ibnu Katsiir) Jurnal Skripsi Vol. ( Curup : IAIN Curup,
2019), hal 65
9
Rohmatullah, Skripsi, Syif Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif M. Quraish
Shihab,, Fakhrudin Ar-Razi dan Ibnu Katsiir) Jurnal Skripsi Vol. ( Curup : IAIN Curup,
2019), hal 67

9
 Q.S Yunus ayat 57

      


     
 
57. Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

M. Quraish Shihab membagi ayat ini menjadi empat fungsi Al-


Qur’an diantaranya ialah pengajaran, obat, petunjuk serta rahmat.

Pendapat salah satu Ulama yaitu Thahir Ibnu Asyhur mengenai


ayat ini, beliau memberi perumpamaan tentang jiwa manusia dalam
kaitannya dengan kehadiran Al-Qur’an. Beliau mengilustrasikannya
sebagai berikut. Seseorang yang sedang sakit adalah yang lemah
fisiknya, tidak stabil keadaannya. Ia menantikan seorang dokter yang
dapat memberinya obat guna wasilah untuk kesembuhannya. Dalam
memberikan obat, sang dokter pasti memberikan peringatan prihal
sebab dan akibat yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut, kemudian
dokter memberikan tips dan petunjuk prihal bagaimana pola hidup yang
baik, agar tidak mudah terserang penyakit dan penyakit yang ia derita
tidak kambuh lagi. Apabila orang yang sakit tersebut memenuhi
petunjuk dari dokter, maka ia akan sembuh, sehat dan sejahtera terbebas
dari penyakit. Dan itulah rahmat yang paling besar. 10

Jika kita terapkan ke empat fungsi Al-Qur’an tersebut di hidup


kita, maka dapat dikatakan bahwa pengajaran Al-Qur’an pertama kali
menyentuh hati yang masih diselimuti oleh keragauan. Dengan
sentuhan pengajaran itu, perlahan-lahan keraguan tersebut akan hilang
dan berubah menjadi kepercayaan . demikian pula penyakit-penyakit
hati akan segera sembuh seiring waktu dengan diberi obat Al-Qur’an.
Ketika hatinya telah sembuh dari penyakit-penyakit hati maka akan
mudah dalam menerima petunjuk mengenai pengetahuan yang benar
sampai ia sadar posisinya dihadapan Tuhannya hingga melahirkan
akhlak-akhlak yang baik dan amal-amal yang bisa mengantarkannya
kepada kasih sayang Allah yang puncaknya berupa surga dan ridha
Allah.

Pendapat selanjutnya datang dari Fakhrudin Ar-Razi yang


memberikan statement prihal ayat ini dengan membaginya menjadi
10
Rohmatullah, Skripsi, Syif Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif M. Quraish
Shihab,, Fakhrudin Ar-Razi dan Ibnu Katsiir) Jurnal Skripsi Vol. ( Curup : IAIN Curup,
2019) hal 73-74

10
empat fungsi Al-Qur’an . Yang pertama, keberadaan Al-Quran sebagai
mauidzah ataupun pelajaran dari Allah, kedua Al-Qur’an sebagai syif
atau obat terhadap penyakit hati, ketiga Al-Qur’an sebagai petunjuk dan
keempat Al-Qur’an sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Apabila dipelajari lebih lanjut, Ar-Razi memberikan statemen


bahwa arwah itu hakikatnya bermacam-macam,ada yang suci lagi
bersinar pun yang jelek juga menyesatkan ada yang rusak adapula yang
hina. Sedangkan jasad dapat dipahami sebagai jasadiah atau badaniah.
Hubungan antara keduanya digambarkan sebagai bentuk keterkaitan
yang lebih mengarah pada nilai-nilai jasadiah mulai dari dorongan fisik
yang menekan ruh untuk berada pada posisi jasad sehingga substansi
ruh dapat merasakan bentuk kenikmatan dan keindahannya melalui
penataran panca indra.sehingga hal ini dinyatakan sebagai penyakit
yang berat, begitupula yang terjadi pada akal. Dimana akal itu sendiri
pada substansinya dapat digunakan untuk mngetahui hakikat ruh.
Dengan hubungan yang dikatakan sangat dekat ini, maka dapat menjadi
sebab tercapainya suatu akidah yang salah dan tercela pada substansi
ruh. Oleh karena itu sangat dibutuhkan peran seorang dokter yang
cerdas, apabila seorang dokter yang tidak cerdas dihadapkan pada
pasien yang mengidap penyakit ganas dan berbahaya maka
kemungkinan besar akan mengalami kematian. Tetapi apabila persoalan
tersebut dihadapkan pada dokter yang cerdas, kemudian fisik pasien
juga dapat menerimanya maka besar kemungkinan dapat segera
memperoleh kesembuhan.11

Pandangan terakhir datang dari Ibnu Katsir, seorang mufassir


kontemporer yang berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman. Maksudnya yaitu
menghilangkan penyakit hati seperti keraguan, kemunafikan, ketidak
istiqomahan dalam beramal dan lainnya12

Berikutnya akan kita telusuri makna dari syif atau obat dalam ayat
ini apakah hanya dalam konteks bathiniah saja atau bisa juga dalam arti
lahiriah. Jika kita analisis pendapat dari para mufassir diatas, M.
Quraish Shihab dan Ibnu Katsir sepakat dengan tidak ada masalah yang
serius jika term syif ini diartikan sebagai obat hati.akan tetapi Fakhrudin
Ar-Razi memiliki pandangan berbeda, yakni selain sebagai obat dari
11
Rohmatullah, Skripsi, Syif Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif M. Quraish
Shihab,, Fakhrudin Ar-Razi dan Ibnu Katsiir) Jurnal Skripsi Vol. ( Curup : IAIN Curup,
2019), hal 76

12
Rohmatullah, Skripsi, Syif Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif M. Quraish
Shihab,, Fakhrudin Ar-Razi dan Ibnu Katsiir) Jurnal Skripsi Vol. ( Curup : IAIN Curup,
2019) hal 84

11
penyakit hati, Al-Qur’an juga bisa digunakan dalam bebagai macam
penyakit fisik, dengan alasan kedekatan hubungan fisik dan ruhnya.

KESIMPULAN
Tafakkur merupakan kegiatan berpikir yang melahirkan ketenangan
dan ketentraman didalam hati manusia, sehingga orang memiliki tingkat
stress yang tinggi disarankan untuk banyak banyak melakukan tafakkur.
Keadaan jiwa yang tenang, akan membuahkan pemikiran yang jernih dan
penuh dengan opsi-opsi lainnya, sebaliknya keadaan jiwa yang stress,
penuh dengan tekanan akan membuat seseorang menjadi terkena gangguan
psikis, contohnya karena terlalu berat ujian hidup yang ia pikul sampai
muncul keyakinan bahwa ia sendirian, tidak punya tempat untuk bernaung
untuk mengadu, gangguan semacam ini harus segera diatasi supaya tidak
terlalu parah hingga menyebabkan depresi. Dalam kehidupan, adakalanya
kita berbuat baik dan berbuat maksiyat. Dalam rangka memeriksa nya ,
maka prlu adanya waktu untuk sekedar mencocokkan antara petunjuk (Al-
Qur’an dan Sunnah) dengan kenyataan apa yang kita lakukan, apakah
sudah sesuai tuntun Islam atau belum. Dalam proses berpikir juga kita tahu
bahwa ada dzat yang lebih besar dari pada masalah kita, Dialah yang
memberikan masalah kepada kita, Dia juga yang menyelesaikan masalah
kita, maka apabila kita bertafakkur, alangkah baiknya jika sampai kepada
keyakinan bahwa semua yang terjadi telah direncanakan dan apa yang
menimpanya pasti bagian dari rencana-Nya dan sudah tentu yang teraik
untuknya. Sehingga dalam menghadapi masalah apapun, hatinya akan kuat
dan siap mnerima konsekuensi-konsekuensi yang harus ia jalani.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al Maraghi, Musthafa. (1993). Terjemahan Tafsir Al Maraghi, Semarang :


PT Karya Thoha Putra.

Al-Syeikh, Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq


Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir, Mu-assah Daar al-Hilaal Kairo,
1994

Enghariano, Desri Ari. Tafakkur Dalam Perspektif Al-Qur’an, Jurnal El-


Qanuny. Vol. 5 No. 1 Januari-Juni 2019

Rohmatullah, Skripsi, Syif Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif M. Quraish


Shihab,, Fakhrudin Ar-Razi dan Ibnu Katsiir) Jurnal Skripsi Vol.
Curup : IAIN Curup, 2019

Warni, Skripsi, Dzikir dan Kesehatan Mental (Studi Al-Qur’an Surat Ar-
Ra’du Ayat 28 dalam Tafsir Al-Azhar), Jurnal Skripsi Vol. Lampung :
IAIN Raden Intan Lampung, 2017.

13
Wildan, Ahmad. Skripsi : Peranan Dzikir dan Tafakkur Dalam
Mewujudkan Stabilitas Emosi, Jurnal Skripsi Vol. Jakarta : UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

14

Anda mungkin juga menyukai