PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
3. Tujuan Pembahasan
b. Pengertian Agama
Secara etimologi, agama menurut kamus besar bahasa
Indonesia adalah kepercayaan kepada Tuhan (dewa, dsb) dengan
ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan itu3. Sedangkan menurut Kamus Webster adalah
keyakinan akan keberadaan makhluk tertinggi, yang menghasilkan
rasa hormat, cinta dan syukur4
Menurut kamus Tesaurus bahasa Indonesia adalah din,
keyakinan, religi; kepercayaan.5 Dalam kamus Longman agama
adalah keyakinan dalam kehidupan roh dan biasanya dalam satu
atau lebih dewa.6 Dalam Kamus Sosiologi, Pengertian agama ada
tiga macam, yaitu (1) kepercayaan kepada hal-hal yang spiritual;
(2) Perangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989) hlm.1090
2
Ibid., hlm.105
3
Ibid.,hlm 3
4
A Merriam Webster, Webster’s Students Dictionary, (USA: Inernational Pan-Amirican, 1962), hlm
9
5
Eko Endarmoko. Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006),
Hlm.9
6
Longman. Longman Dictionary of Contemporary English, (England: Longman Group UK
Limited, 1987), Hlm. 1335
dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan (3) ideologi mengenai hal-
hal yang bersifat supranatural.7
Secara etimologis, kata “agama” konotasinya lebih dekat
kepada agama Hindu dan Budha. Akan tetapi, setelah digunakan
dalam bahasa Indonesia, pengertiannya mencakup semua agama.
Dalam bahasa Inggris disebut religion atau religi. Berasal dari
bahasa Latin religio atau relegere yang berarti ”mengumpulkan”
atau “membaca”. Dalam kamus Barat, religion hanya menyangkut
hubungan manusia dengan Tuhan dan tidak berhubungan dengan
seluruh aspek kehidupan manusia. Inilah yang melahirkan negara
sekuler, berbeda dengan agama dalam ajaran Islam.8
Menurut Hendropuspito, agama adalah suat jenis sistem
sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yag berproses pada
kekuatan-kekuatan non empiris yang dipercayaiaya dan
didayagunakannya untuk mecapai keselamatan bagi mereka dan
masyarakat luas umumnya9. Sementara itu, Thomas F. O’Dea
mengatakan bahwa agama adalah penyadagunaan sarana-sarana
supra-empiris untuk maksud-maksud non-empiris atau supra-
empiris10
7
Soejono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm 430
8
Ishomuddin, PengantarSosiologi Agama (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia-UMM Press, 2002), 84;
DadangKahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2000), 13
9
D. Hendropuspito O.C, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998) hlm 34
10
Thomas F. O’Dea, The Sociology of Religion, (Jakarta: CV Rajawali) hlm 13
11
Zul, Em dan Aprilian senja, Ratu, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Difa Publisher,
2008), hlm. 806
12
Eko Endarmoko, TESAURUS BAHASA INDONESIA, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006)
hlm. 660
Teori menurut kamus besar sosiologi adalah perangkat dari
proposisi-proposisi yang mempunyai korelasiyang telah terbukti
dan teruji kebenarannya.13
Teori adalah suatu ide atau beberapa ide yang dapat
menjelaskan sesuatu tentang kehidupan atau dunia; suatu ide
pikiran seseorang yag benar; prinsip umum atau ide-ide yang
berdasarkan subjek.14
Definisi teori menurut Kerlinger (1973) menyatakan bahwa
teori adalah sekumpulan konsep, definisi dan proposisi yang saling
terkait yang menghadirkan suatu tinjauan secara sistematis atas
fenomena yang ada dengan menunjukkan secara spesifik
hubungan-hubungan di antara variabel-variabel yang terkait dalam
fenomena, dengan tujuan memberikan eksplanasi dan prediksi atas
fenomena tersebut. Gibs (1972) mendefinisikan teori sebagai suatu
kumpulan statemen yang mempunyai kaitan logis, dan merupakan
cermin dari kenyataan yang ada tentang sifat-sifat atau ciri-ciri
suatu khas, peristiwa atau suatu benda. Ahli lain Hage (1972)
menyatakan bahwa teori tidak harus konsep dan statemen tetapi
juga definisi baik definisi teoritis maupun definisi operasional.15
Jadi, pengertian teori sosiologi adalah teori-teori yang
berkaitan dengan gejala-gejala sosial.16 Dan juga teori-teori
sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti
memperbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori yang
lama.17
13
Mustofa, dan Vindi, KAMUS LENGKAP SOSIOLOGI, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2008) hlm. 324
14
Longman, Longman Pocket English Dictionary, (U.S: Longma Publishing Group, 2007) hlm. 1648
15
Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1992) hlm. 1-
2
16
Mustofa, Bisri dan Vindi, Eilsa, KAMUS LENGKAP SOSIOLOGI, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2008)
hlm. 327
17
Soekanto, Sarjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010) hlm. 13
melakukan penelitian terhadap masyarakat yang paling dasar dan paling
rendah peradabannya. Dalam asumsi mereka, masyarakat seperti itu adalah
model dari masyarakat awal peradaban manusia. Mereka mengemukakan
enam teori setelah melakukan penelitian tersebut.18
1. Teori Jiwa
Para ilmuwan penganut teori ini berpedapat, agama yang
paling awal bersamaan dengan pertama kali manusia mengetahui
bahwa di dunia ini tidak hanya dihuni oleh makhluk materi, tetapi juga
oleh makhluk immateri yang disebut jiwa (anima). Pendapat ini
dipelopori oleh Edwad Burnet Taylor (1832-1917) dalam buknya yang
berjudul Primitif Culture (1872) yang mengenalkan teori animisme, ia
mengatakan bahwa asal mula agama bersamaan dengan munculnya
kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa. Mereka memahami
adanya mimpi dan kematian, yang mengantarkan mereka kepada
pengertian bahwa kedua peristiwa tersebut merupakan benuk
pemisahan antara roh dan tubuh kasar.19
Apabila orang meninggal dunia, rohnya mampu hidup terus
walaupun jasadnya membusuk. Dari sanalah asal mula kepercayaan
bahwa roh yang telah mati itu kekal abadi. Selanjutnya, roh orang
mati itu dipercayai dapat mengunjungi manusia, dapat menolong
manusia, dapat mengganggu manusia, dapat dapat juga menjaga
manusia yang masih hidup, terutama anak cucu, teman dan keluarga
sekampung.20
Tingkat yang paling dasar dari evolusi agama adalah manusia
percaya bahwa makhluk-makhluk halus itulah yang menempati alam
sekeliling tempat tinggal manusia. Karena mereka bertubuh halus
manusia tidak bisa menangkap dengan panca inderanya. Makhluk
halus itu mampu berbuat berbagai hal yang tidak dapat diperbuat oleh
manusia. Berdasarkan kepercayaan semacam itu, makhluk halus
menjadi objek penghormatan dan penyembahan manusia dengan
18
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 24
19
Ibid., hlm 24
20
Ibid., hlm 24
berbagai upaara keagamaan berupa doa, sesajen, atau korban.
Kepercayaan seperti itulah yang disebut Animisme.21
Pada tingkat selanjutnya dalam evolusi agama, manusia
percaya bahwa gerak alam ini disebabkan oleh jiwa yang ada
dibelakang peristiwa dan gejala alam itu. Sungai-sungai yang
mengalir, gunung yang meletus, angina topan yang menderu,
matahari, bulan, dan tumbuhan-tumbuhan, semuanya bergerak karena
jiwa alam ini.kemudian jiwa alam itu dipersonifikasikan, dianggap
sebagai makhluk-makhluk yang berpribadi yang mempunyai kemauan
danpikiran. Makhluk halus yang yang berada dibelakang gerak alam
seperti itu disebut dewa-dewa alam. Tingkat kedua dari evolusi agama
ini disebut Polytheisme. Poly berarti banyak dan theos berarti Tuhan.
Tingkatan ini merupakan perkembangan dari tingkat sebelumnya,
animism yang berarti pemujaan terhadap roh nenek moyang.22
Tingkat ketiga atau tingkat terakhir dari evolusi agama
bersamaan dengan timbulnya susunan kenegaraan sisalam masyarakat
manusia. Menurut E.B Taylor, ketika muncul susunan kenegaraan
dimasyarakat, timbul juga kepercayaan bahwa di alam dewa-dewa
juga terdapat susunan kenegaraan yang serupa dengan susunan
keneggaraan manusia. Susunan masyarakat dewa serupa itu lambat
laun menimbulkan kesadaran baru bahwa semua dewa itu pada
hakikatnya merupakan penjelmaan dari satu dewa yang tertinggi.
Akibat dari kepercayaan itu, berkembanglah kepercayaan kepada satu
Tuhan, yaitu tuhan Yang Mahaesa. Dari sinilah timbul berbagai agama
ertuhan satu atau monotheisme23
Pengalaman nyata mereka dengan kematian dan mimpi
menyebabkan masyarakat primitif mampu menalarkan untuk kali
pertama suatu teori sederhana tentang kehidupan mereka, bahwa
setiap kehidupan mereka, bahwa setiap kehidupan disebabkan oleh
sejenis roh atau prinsip spiritual. Mereka menganggap roh sebagai
sesuatu yang sangat halus bayang yang tak-bersubstansi dari manusia,
21
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 24
22
Ibid., hlm. 24
23
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 24
dengan bentuk yang sangat “halus”, “tipis” dan berupa bayangan;
dialah yang memberikan kehidupan bagi individu tempat dia berada.24
Dari premis ini, kemudian mereka melakukan penalaran dengan
jalan analogi dan ekstensi. Seandainya memang ada roh pada diri
manusia, tidaklah mungkin disana ada kekuatan lain yang bisa
menggerakkan aktivitas manusia, perubahan manusia dan fenomena-
fenomena alam yang lain. Akhirnya, yang paling penting adalah
kemungkinan adanya kekuatan lain yang paling tinggi, yaitu Tuhan.25
Argumen lanjutan dari Taylor adalah tentang pentignya arti teori
animistik ini yaitu ketika menjelaskan masyarakat primitif akan
terlihat dari varian-varian kepercayaan dan adat istiadat yang
dijelaskan. Dalam kebudayaan Timur, terdapat begitu banyak
keyakinan atas reingkarnasi, sedangkan dalam kebudayaan barat,
seperti Kristen dan Islam, terdapat adanya ajaran tentang Hari
Pembalasan dan Keabadian Jiwa. Animisme dapat menjelaskan
kenapa benda-benda yang dinamakan fetishes (jimat)- begitu penting
bagi masyarakat primitif. Masyarakat ini bukanlah menyembah
berhala, tetapi menyembah “anima” yang ada didalamnya yaitu roh
yang dapat memberikan kekuatan dan kehipan pada kayu atau
substansi bebatuan tersebut.26
Hakikat dari pemahaman animisme adalah memahami proses
pengobatan primitif. Ketika seseorang menggigil tanpa sadar karna
demam, dia tahu bahwa bukan perbuatannya yang menyebabkan sakit,
melainkan dirinya sedang “dikuasai” roh jahat yang masuk ke dalam
tubuhnya. Penyembuhan penyakit ini yang dibutuhkan bukanlah
pengobatan, tetapi pengusiran terhadap roh jahat tersebut.27
32
Ibid., hlm.27
33
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 27
34
Ibid., hlm. 27
rendah diri terhadap adanya gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang
dianggap luar biasa bagu manusia.35
Alam tempat gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa itu berasal
dari yang dianggap memiliki kekuatan yang melibihi kekuatan yang
telah dikenal manusia dialam sekeilingnya datau yang disebut
supernatural. Kepercayaan kepada suatu kekuatan sakti atau
supernatural yang ada dalam gejala-gejala, hal-hal dan peristiwa yang
luar biasa itu dianggap oleh Marret sebagai suatu kepercayaan yang
ada pada manusia sebelum mereka percaya kepada makhluk halus dan
roh. Dengan kata lain sebelum adanya kepercayaan animism, manusia
memiliki kepercayaan preanimisme. Marret menyatakan bahwa
preanimisme lebih dikenal dengan sebutan dinamisme.36
35
Ibid., hlm. 28
36
Ibid., hlm. 28
37
Dr.H Dadang Kahmad, M. Si, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009,hlm. 29
38
Ibid., hlm. 29
b) Bahwa sentiment kemasyarakatan dalam batinmanusia dahulu
berupa sutau kompleksitas perasaan yang mengandung rasa terikat,
bakti, cinta dan perasaan lainnya terhadap masyrakat dimana ia
hidup39
c) Bhawa sentime kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya
emosi keagamaan dan merupakan pangkaldari segala kelakuan
keagamaan manusia itu, tidak selalu berkobar-kobar dalam alam
batinnya. Apabila tidak dipelihara, maka sentiment kemasyrakatan
itu menjadi lemah dan laten sehingga perlu dikobarkan sentiment
masyarakat dengan mengadakan satu konstraksi masyarakat,
artinya dengan mengumpulkan seluruh masyrakat dalam
pertemuan-pertemuan besar40
d) Bahwa emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentiment
kemasyarakatan membutuhkan suatu objek tujuan. Sifat yang
menyebabkan sesuatu itu menjadi objek dari emosi keagamaan
bukan karena sifat luar biasanya, anehnya, megahnya, atau
ajaibnya, melainkan tekanan anggapan umum masyarakat. Objek
itu ada karena terjadinya suatu peristiwa secara kebetulan didalam
sejarah kehidupan suatu masyarakat masa lampau mnearik
perhatian orang banyak didalam masyarakat tersebut. Objek yang
menjadi tujuan emosi keagamaan juga objek yang bersifat keramat.
Maka objek lain yang tidak mendapat nilai keagamaan (tirual
value) dipandang sebagai objek yang tidak keramat (profane)41
e) Objek keramat sebenarnya merupakan suatu lambang masyarakat.
Misalnya pada suku-suku bangsa asli Australia, objek keramat dan
pusat tujuan dari sentiment kemasyarakatan sering beupa inatang
dan tumbuh-tumbuhan. Objek keramat seperti itu bersifat Totem.
Totem adalah mengkonretkan prinsip totem dibelakangnya,
sedangkan prinsip totem sendiri itu adalah suatu kelompok didalam
masyarakat berupa clan (suku) atau lainnya.42
39
Ibid., hlm. 29
40
Dr.H Dadang Kahmad, M. Si, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm.29
41
Ibid., hlm. 30
42
Ibid., hlm. 30
Menurut Durkheim pendapatnya diatas yang pertama mengenai
emosi keagamaan dan sentiment kemasyarakatan, pengertian-
pengertian dasar yang merupakan inti atau esensi dari religi.
Sedangkan ketiga pengertian lainnya; kontraksi masyarakat, kesadaran
akan objek keramat berlawanan dengan objek tidak keramat, dan
totem sebagai lambang masyarakat bermaksud memelihara kehidupan
dan inti kontraksi masyarakat itu.43
43
Ibid., hlm. 30
44
Dr.H Dadang Kahmad, M. Si, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 31
tertua. Pendirian seperti itu ia kemukakan dalam beberapa karyanya,
misalnya dalam The Making of Religion (1888).45
Pendapat Andrew Lang kemudian dilanjutkan oleh W Schmidt,
seorang tokoh besar antropolgi dari Austria. Menurut pendeta katolik
ini, mudah dimengertikan kalau ada kepercayaan kepada dewa yang
masih amat rendahtingkat kebudayaannya. Dalam hubungan itu, ia
percaya bahwa agama berasal dari wahyu Tuhan yang diturunkan
manusia pada masa permulaan ia mundul dimuka bumi ini. Oleh
karena itulah, adanya suatu kepercayaan kepada dewa pencipta (yang
justru berkembang pada bangsa-bangsa yang paling rendah tingkat
kebudayaannya) diperuat oleh anggapan mengenai adanya ‘wahyu
Tuhan asli’.46
Demikianlah kepercayaan yang asli dan bersih kepada Tuhan,
atau kepercayaan urmonotisme, yang ada pada bangsa-bangsa yang
sudah tua dan hidup dalam zaman ketika tingkat kebudayaan manusia
masih sangat rendah. Ketika kebudayaan manusia semakin maju,
kepercayaan terhadap Tuhan semakin kabur. Makin banyak
kebutuhan, makin terdesaklah kepercayaan asli itu oleh pemuja
kepada makhlk halus, roh, dewa, dan sebagainya. Anggapan Schimdt
tersebut dianut oleh beberapa orang ilmuwan yang bekerja sebagai
penyair agama Nasrani, dari organisasi Societas Verdi Divini. Selain
menjalankan tugas sebagai penyiar agma Nasrani di berbagai daerah
di muka bumi ini, mereka juga melakukan penelitian agama
berdasarkan teori Schmidt tersebut.47
Surah Al-Baqarah
45
Ibid., hlm. 31
46
Dr.H Dadang Kahmad, M. Si, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 31
47
Ibid., hlm. 31
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu
(Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah,
“Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang sebenarnya .” Dan
jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran)
sampai kepadamu, tidak aka nada bagimu pelindung dan penolong dari
Allah”
ب دع لن ام لا اة إا لب در ا اه ي دم إا الهه دم لن دس فا هد ند لف دس هه ُ دو لد قد اد ا ل
ص طد فد لي ند اَ هه افههي ا لههدد لن يد اَ دو إا انهههه افههي دو دم لن يد لر دغ ه
ا لل اخ در اة لد ام دن ال ا
ص اَ لا اح ي دن
“Dan tidak ada orang yang benci kepada agama Ibrahim itu hanyalah
orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah
memilih (Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia
termasuk orang-orang shaleh.
48
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 179.
sebaliknya Muhajir menolak, maka turunlah ayat tentang dirinya. (Surah
Al-Baqarah ayat 130)49
Diketengahkan oleh Ibnu Abi Hatim dari jalur Sa’id atau oleh Ikrimah
dari Ibnu Abbas, katanya: “Berkata Ibnu Surya kepada Nabi SAW: “tidak
ada petunjuk melainkan yang kami anut, maka itulah kami hai
Muhammad, niscaya Anda akan memperoleh petunjuk pula! Dan orang-
orang Nasrani mengatakan seperti itu pula, maka Allah pun menurunkan:
“Dan mereka berkata: “Jadilah kamu sebagai penganut agama Yahudi
atau Nasrani…” (Surah Al-Baqarah ayat 135)50
49
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 180
50
Ibid., hlm. 180
SWT “Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syiar
(agama) Allah. Maka barang siapa beribadah haji ke Baitullah atau
berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya.
Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka
Allah maha mensyukuri, Maha mengetahui” (Surah Al-Baqarah ayat
158)”51
Saya lihat tak ada alas an bagi seseorang untuk bersa’i di antara
keduanya”. Jawab Aisyah: “Buruk sekali apa yang kamu katakana itu,
wahai keponakanku! Sekiranya ayat itu menurut apa yang kamu
takwilkan, tentulah dia akan berbunyi: ‘Maka tidak ada dosa baginya
untuk tidak melakukan sa’i diantara keduanya’ (Surah Al-Baqarah ayat
158). Tetapi sebenarnya ia diturunkan terhadap orang-orang Ansar.
Sebelum masuk Islam mereka mengadakan upacara-upacara ke berhala
Manat dan sesudah masuk islam sebagian warganya merasakan keberatan
untuk sa’i diantara Safa dan Marwah. Lalu merea tanyakan hal itu kepada
Rasulullah SAW ., kata mereka: “Wahai Rasulullah, kami merasa
keberatan untuk sa’i diantara Safa dan Marwah di masa jahiliyah”. Maka
Allah pun menurunkan Surah Al-Baqarah Ayat 158.
51
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 182
Firman Allah SWT:
Diketengahkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Hatim serta Tabrani dala Al-
Kabir dan Baihaqi dalam Sunannya dari Jundub bin Abdillah bahwa
Rasulullah SAW mengirim sepasukan tentara yang dikepalai oleh
Abdullah bin Jahsy. Mereka dihadang oleh Ibnu Hadrami yang mereka
bunuh dan mereka tidak tahu apakah hari itu sudah termasuk bulan Rajab
atau masih dalam bulan Jumadil Akhir. Maka kata orang-orang musyrik
kepada kaum muslim: “Kalian melakukan pembunuhan di bulan suci”.
Maka Allah SWT pun menurukan Surah Al-Baqarah ayat 217. Kata
sebagian mereka: “Walaupun mereka tidak berbuat dosa, tetapi mereka
jug atidak beroleh pahala”. Maka Allah pun menurunkan:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah
52
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 195
dan berjihad di jalan Allah, mereka mengharapkan rahmat dari Allah,
dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah Al-Baqarah
ayat 217). Ini juga diketengahkan oleh Ibnu Mandah dari golongan
sahabat dari jalur Usman bin Ata’ dari Bapaknya Ibnu Abbas.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa-i dan Ibnu Hibban, dari Ibnu
Abbas, katanya: “Ada seorang wanita yang sering keguguran, maka dia
berjanji pada dirinya, sekiranya ada anaknya yang hidup, akan
dijadikannya seorang Yahudi. Maka tatkala Bani Nadir diusir dari
Madinah, kebetulan diantara mereka ada anak Ansar, maka kata orang-
orang Ansar: “ Kami takkan membiarkan anak-anak kami!” Maka Allah
pun menurunkan Surah Al-Baqarah ayat 256.
Diketengahkan oleh Ibnu Jarir, dari jalur Said atau Ikrimah dari Ibnu
Abbas, katanya: “Tidak ada paksaan dalam agama”. Ayat ini turun
berkenaan dengan seorang Ansar dari Bani Salim bin ‘Auf bernama
Husain, yang mempunyai dua orang anak beragama Nasrani, sedangkan
ia sendiri beragama Islam. Maka katnya kepada Nabi SAW: Tidakkah
akan saya paksa mereka, karena mereka tak hendak meninggalkan agama
Nasrani iu?” Maka Allah SWT pun menurunkan ayat tersebut.
53
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 203
ب ا
ااهههه لا يد لح هكههدم بد لي ند ههههلم هثههام ب هيههلد دع لو دن إا دلههىى اك دتههاَ ا أد لد لم تد در إا لد ى ا الههاذ ي دن أه و هتههوا ند ا
صههي بف اَ امههدن ا لل اك دتههاَ ا
ض و دن ق ام لن هه لم دو هه لم هم لع ار ه يد تد دو لا ىى فد ار ي م
Dikategorikan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Muzir dan Ikrimah dari
Ibnu Abbas, katanya: “Rasulullah SAW masuk kerumah Madras
menemui segolongan orang-orang Yahudi. Maka diserunya mereka
kepada Allah, lalu kata Na’im bin ‘Amr san Zais bin Zaid kepada Nabi
SAW: “Menganut agama apakah Anda, hai Muhammad?” Jawabnya:
“Menganut millah Ibrahim dan Agamanya”. Kata mereka pula:
“Sesungguhnya Ibrahim itu beragama Yahudi”. Sabda Nabi SAW, pula: “
Kalau begitu marilah kita pegang Taurat! Ialah yang akan menjadi hakim
diantara kami dan tuan-tuan!” Kedua mereka itu menolak, maka Allah
pun menurunkan Surah Ali Imran ayat 23-24.
) ب آامهنوا اباَلااذيِ أهلنازدل دعدلى الااذيدن آدمهنوا دولجهد النادهاَار دوالكفههروا آاخدرهه لددعلاههههلم يدلراجهعههودن
طاَئافدةم املن أدلهال اللاكدتاَ ا دودقاَلد ل
ت د
(72
اا أدلن يهلؤدتى أددحمد املثدل دماَ هأواتيتهلم أدلو يهدحاَدجوهكلم اعلندد درببهكههلم قهههلل إاان
دول تهلؤامهنوا اإل لادملن تدبادع اديندهكلم قهلل إاان اللههددى ههددى ا
اا يهلؤاتياه دملن يددشاَهء دو ا
(73) اه دوااسمع دعاليمم ضدل بايداد االلفد ل
54
Ibid., hlm. 292
moga mereka memperkuat pula apa yang kta perbuat lalu keluar dari
agama mereka. Maka Allah pun menurunkan pada mereka: “Wahai ahli
kitab, kenapa kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil….
Sampai dengan firman-Nya: “dan Allah Maha Luas lagi Maha
Mengetahui”. (Surat Ali Imran ayat 71-73).55
Diketengahkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dari As-Suddi dari Abu Malik
katanya: “ Rahib-rahib Yahudi mengatakan kepada orang-orang yang
menganut agama lain: “Janganlah kamu percaya kepada orang yang
maumengikuti agamamu!”. Maka Allah pun menurunkan:
“Sesungguhnya petunjuk ini ialah petunjuk Allah” (Surah Ali Imran ayat
73)
Diketengahkan oleh Faryabi dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas,
katanya: “Di masa jahiliyah, diantara suku-suku Aus dan Khazraj
terdapat persengketaan. Sementara mereka sedang duduk-duduk,
teringatlah mereka akan peristiwa yang mereka alami, hingga mereka
pun jadi marah lalu sebagian bangkit mengejar lainnya dengan senjata.
Maka turunlah ayat: “Kenapa kamu menjadi kafir… sampai akhir ayat”,
serta dua ayat berikutnya. (Surat Ali Imran ayat 101-103)
Diketengahkan oleh Ibnu Ishaq dan Abu Syaikh dari Zaid Ibnul Aslam
katanya: “ Seorang Yahudi bernama Syas Ibnul Qis lewat didepan
55
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 295
56
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm.297
beberapa orang Aus dan Kharzaj yang sedang bercakap-cakap. Syas pun
amat berang melihat kerukunan dan kedamaian mereka setelah
permusuhan dan persengketaan dulu. Maka disuruhnyalah seorang
pemuda Yahudi yang bersamanya untuk duduk menyelinap diantara Aus
dan Kazraj itu serta mengingatkan mereka akan perang Ba’as. Pemuda
itupun melakukan tugasnya dengan baik hingga mereka terhadap lawan,
bahkan dua orang laki-laki yaitu Aus bin Qaizi dari suku Aus da Jabbar
bin Shakhr dari Khazraj melompat bersahut-sahutan kata yang
menyebabkan tambah bangkitnya kemarahan kedua belah pihak dan
bersiap sedia untuk tempur. Peristiwa itu pun sampai ketelinga
Rasulullah SAW, hingga beliau datang dan memberi mereka nasihat dan
mendamaikan perselisihan mereka, yang mereka terima dengan taat dan
patuh. Maka Allah pun menurunkan kepada Aus dan Jabbar dan orang-
orang yang beserta mereka: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab… sampai
akhir ayat” (Surat Ali Imran ayat 100). Sedangkan kepada Syas bin Qais
diturunkan: “Hai Ahli Kitab, kenapa kamu menghalangi… sampai akhir
ayat” (Surat Ali Imran ayat 99).
57
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 299
Diketengahkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas, katanya:
“Beberapa orang laki-laki Islam masih juga berhubungan dengan laki-
laki Yahudi disebabkan mereka bertetangga dan terikat dalam perjanjian
jahiliyah. Maka Allah pun menurunkan ayat melarang mereka mengambil
orang-orang Yahudi itu sebagai teman akrab karena dikhawatirkan
timbulnya fitnah atas mereka. (Surat Ali Imran ayat 118)
Al Maidah
58
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 489
Telah diketengahkan oleh Ibnu Mandah didalam kitab As-Sahabah dari
jalur Abdullah ibnu Jabalah ibnu Hibban ibnu Hajar dari ayahnya,
kemudian dari kakeknya yang bernama Hibban. Kakeknya bercerita:
“Kami bersama Rasulullah SAW; sedangkan aku pada waktu itu sedang
menyalakan perapian dibawah sebuah panci besar yang berisikan daging
bangkai, kemudian turunlah ayat yang mengharamkan memakan daging
bangkai lalu segera aku tumpahkan panci itu.”
أد فد هح لك دم ا لل دج اَ اه لا يا اة يد لب هغ و دن ُ دو دم لن أد لح دس هن ام دن ا
ااههه هح لك فم اَ لا قد لو رم يه و قا نه و دن
Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa
Ka’abibnu Usaid, Abdullah ibnu Suria, dan Syasy ibnu Qais berkata: “
Bawalah kami olehmu menuju ke Muhammad, barangkali kami bisa
memfitnah agamanya”. Kemudian mereka mendatangai dan bertanya
kepadanya: “Hai Muhammad, sesungguhnya engkau telah mengetahui
bahwa kai ini adalah pendeta agama Yahudi dan termasuk orang-orang
mulia serta penghulu mereka. Dan kami merasa yakin, jika kami
mengikutimu berarti sama saja dengan mengikuti agama Yahudi. Mereka
tidak bertentangan dengan kami, hanya saja antara kami dan kaum kami
terjadi sengketa, maka dari itu kami menyerahkan keputusannya
kepadamu, kami persilahkan engkau menhukumi antara kami, kemudian
ami mau beriman kepadamu”. Akan tetapi Nabi SAW menolak ajakan
mereka itu, kemudian turunlah Surat Al-Maidah ayat 50.
59
Ibid., hlm 497
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-
orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (Surat Al-Maidah ayat 55)60
Ibnu Mardawih teah meriwayatkannya dari jalur lain, dari Ibnu Abbas
dengan makna yang sama. Dan telah diketengahkan pula hadist yang
serupa dari Ali secara langsung. Ibnu Jarir telah mengetengahkan dari
Mujahid, dan juga Ibnu Abi Hatim dari Salamah Ibnu Kuhail hadist yang
serupa; kesemuanya itu adalah saksi-saksi yang satu sama lainnya saling
memperkuat.
60
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 498
لهه دو ا لل ديههلو ام ا لل اخههار
صههاَ در ىى دمههلن آ دمههدن ابههاَ ا ا إا ان ا الههاذ ي دن آ دم هنههوا دو ا الههاذ ي دن دهههاَ هد وا دو ال ا
صههاَ با ئه و دن دو ال نا د
(69 ) ف دع لد لي اه لم دو دل هه لم يد لح دز نه و دن ص اَ لا فح اَ فد دل دخ لو م دو دع ام دل د
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang
telah mengatakan: “Rafi’, Salam Ibnu Misykum, dan Malik ibnus Saif
datang kepada Nabi SAW, lalu mereka berkata: ‘Hai Muhammad,
bukankah engkau mengaku bahwa sesungguhnya engkau ini adalah
pengikut agama Ibrahim dan engkau beriman (pula) kepada Al-Kitab
yang berada pada kami?”Nabi SAW menjawab: “Benar,akan tetapi kamu
telah membuat-buat bid’ah dan ingkar terhadap apa yang dikandung
didalamnya (Al-Kitab) itu, kemudian kamu menjelaskannya kepada umat
manusia’. Akan tetapi jawab mereka: “Sesungguhnya kami hanyalah
mengamalkan apa yang ada pada tangan kami (Al-Kitab), dan
sesungguhnya kami berada pada jalan hidayah dan kebenaran”. Setelah
itu Allah menurunkan ayat: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang
beraga sedikitpun…” (Surat Al-Maidah ayat 68-82)
Al ahzab ayat 5
61
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 501
الدهعوههلم الدباَئااهلم ههدو أدلقدسطه اعندد ا
اا فداإن لالم تدلعلدهموا آدباَءههلم فدإ الخدوانههكلم افي البديان دودمهدوااليهكلم دولدليه د
َس دعلدليهكههلم هجدنهاَمح افيدمهها
َاه دغهفوفرا اراحيفما ت قههلوبههكلم دودكاَدن اأدلخطدألهتم بااه دولداكن اماَ تددعامدد ل
Az-Zumar ayat 3
As-Syura ayat 16
62
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 529
63
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 699
ضههةم اع لنههدد در بب اهههلم دو دع لد لي اهههلم
ب دلهههه هح اج ته ههههلم دد ا اح د
ااههه ام لن بد لع اد دمههاَ ا لسههته اج ي د دو ا لا اذ ي دن يه دح اَ دج و دن فا ي ا
ب دو لد هه لم دع دذ ا م
ب دش اد ي مد ض م دغ د
Al-Mumtahanah ayat 8
64
Ibid., hlm 777
Imam Ahmad dan Imam Bazzar serta Imam Hakim telah
mengetengahkan sebuah hadis sahih oleh Imam Hakim dengan melalui
Abdullah ibnu Zubair yang telah menceritakan bahwa Qatilah datang
menemui anaknya, yaitu Asma binti Abu Bakar. Qatilah ini adalah bekar
istri Abu Bakar yang telah ditalaknya pada masa Jahiliyah. Qatilah
datang menemui anak perempuannya dengan membawa hadiah-hadiah,
tetapi Asma menolak menerima hadiah itu, atau menolak
mempersilahkannya masuk ke rumah. Lalu Asma mengirim utusan
kepada Siti Aisyah r.a. untuk menanyakan kepada Rasulullahh SAW
mengenai masalah ini. Lalu Siti Aisyah r.a. menyampaikan kepada
Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW memerintahkan supaya Asma
menerima hadiah-hadiah ibunya itu dan mempersilahkannya masuk ke
dalam rumah. Lalu Allah SWT, menurunkan firman-Nya:
“Allah tiada melarang kalian terhadap orang-orang yang tiada
memerangi kalian karena agama”. (Q.S. 60 Al-Muumtahanah, 8)65
65
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, Sinar Baru
Algensindo, Depok, 2008, hlm. 1076
C. Analisis dan Diskusi
1. Analisis
2. Diskusi
D. Kesimpulan
2. Banyak ilmuwan sosial yang telah mencoba meneliti asal-usul agama atau
menganalisis sejak kapan manusia mengenal agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan. Dengan metode pendekatan yang berbeda, mereka
melakukan penelitian terhadap masyarakat yang paling dasar dan paling
rendah peradabannya. Dalam asumsi mereka, masyarakat seperti itu adalah
model dari masyarakat awal peradaban manusia. Mereka mengemukakan
enam teori setelah melakukan penelitian tersebut, yaitu: Teori Jiwa, Teori
Batas Akal, Teori Krisis dalam Hidup Individu, Teori Kekuatan Luar
Biasa, Teori Sentimen Kemasyarakatan dan Teori Wahyu Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soejono, Kamus Sosiologi, 1993, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ishomuddin, 2002, PengantarSosiologi Agama . Jakarta: PT. Ghalia Indonesia-
UMM Press
Kahmad, Dadang, 2002, Sosiologi Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
D. Hendropuspito, 1998, Sosiologi Agama. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Thomas F, O’Dea, The Sociology of Religion.Jakarta: CV Rajawali
Zul, Em dan Aprilian senja, Ratu, 2008 Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Jakarta: Difa Publisher
Al-Mahalli, Imam Jalaludin dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008. Tafsir Jalalain
Jilid 1, Depok: Sinar Baru Algensindo.
Al-Mahalli, Imam Jalaludin dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008. Tafsir Jalalain
Jilid 2, Depok: Sinar Baru Algensindo.