Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia.
Kehadirannya setua peradaban manusia itu sendiri. Sepanjang sejarah, agama-
agama manusia tumbuh secara bersama-sama. Dalam kondisi yang beragam
diperlukan sebuah kesadaran bagi para pelaku agama untuk selalu mengakui
bahwa agama satu dengan agama yang lain terdapat perbedaan-perbedaan dan
sekaligus kesamaannya.
Sebagai agama, Islam tentu saja dapat diteliti secara detail menyangkut
apa saja yang terkait di dalamnya, mulai dari cara bertuhan (berteologis) sampai
beramal (berperilaku dan berbuat). Apalagi jika persoalan agama tersebut
menyangkut lebih dari satu agama, tentunya studi pendekatan agama merupakan
keharusan ilmiah yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Sama seperti studi
agama-agama pada umumya, studi Islam juga memiliki beragam pendekatan yang
dapat digunakan. Pendekatan tersebut seperti pendekatan normatif, pendekatan
antropologis, pendekatan sosiologis, pendekatan teologis, pendekatan
fenomenologis, pendekatan filosofis, pendekatan historis, pendekatan politis,
pendekatan psikologis, dan pendekatan interdisipliner.
Pendekatan dan metode yang digunakan sangat tergantung pada apa yang
ingin dicapai dan jenis data apa yang akan diakses. Karenanya, dalam pengkajian
Islam terdapat beragam pendekatan yang saling melengkapi dan mengisi secara
kritis dan komunikatif. Dari beberapa pendekatan-pendekatan diatas, penulis
tertarik untuk membahas mengenai pendekatan teologis dalam studi Islam. Di
masa sekarang ini, terjadi sebuah perbedaan dalam bentuk formal teologiss antara
berbagai madzhab dan aliran-aliran teologiss keagamaan.
Seharusnya pluralitas dalam perbedaan tersebut tidak membawa mereka
pada sikap yang saling bermusuhan dan saling menonjolkan pada segi-segi

1
perbedaan secara arogan, tetapi sebaliknya yaitu harus mencari titik persamaan
agar mencapai substansi dan misi agama yang paling benar dan suci. Salah
satunya yaitu dengan mewujudkan rasa keadilan, kedamaian, kemanusiaan,
kebersamaan, saling tolong menolong, dan lain-lain. Jika semua itu dapat
dirasakan, maka fungsi agama bagi kehidupan manusia akan segera dapat
dirasakan juga.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa konsep pendekatan teologis dalam Studi Islam ?
2. Bagaimana pendekatan teologis dalam Studi Islam ?
3. Bagaimana pemikiran Ismail Raji Al Faruqi dalam Pendekatan Teologis Studi
Islam ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep pendekatan teologis dalam Studi Islam
2. Untuk mengetahui pendekatan teologis dalam studi Islam
3. Untuk mengetahui pemikiran Ismail Raji Al Faruqi dalam Pendekatan
Teologis Studi Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Pendekatan Teologis Dalam Studi Islam


1. Pengertian Teologis
Secara harfiah, teologis berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti
ketuhanan. Teologis berasal dari kata theos dan logos yang berarti ilmu
1
ketuhanan. Dalam versi yang berbeda, teologis berasal dari kata theos dan
ology yang kemudian dialihkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi teologis.
Jadi, dalam pemahaman Yunani teologis memiliki arti ilmu yang membahas
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan.
Istilah teologis dalam tradisi Islam dikenal dengan ilmu kalam yang
berarti perkataan-perkataan manusia tentang Allah. Namun, pengertian ini
dianggap kurang tepat oleh Steenbrink karena teologis tidak bermaksud
membicarakan problematika mengenai ketuhanan, baik wujud, sifat, dan
perbuatan-Nya. Pendapat ini juga didukung oleh Al Ahwani. Al Ahwani
berpendapat bahwa teologis tidak identik dengan ilmu kalam atau ilmu luhut,
maksudnya adalah teologis diartikan sebagai rangkaian argumentasi rasional
yang disusun secara sistematik untuk memperkokoh kebenaran akidah agama
Islam. 2
Harun Nasution menjelaskan bahwa teologis adalah ilmu yang
membahas tentang ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Dalam termonologi
Islam, istilah teologis kerapkali disebut ushuluddin. Teologis dalam Islam
juga disebut ilmu tauhid. Selain itu teologis juga dapat disebut dengan Aqa’id
yakni ilmu yang berkenaan dengan iman kepada Allah, Rasul, dan sebagainya.
3
Dari beberapa pengertian teologiss diatas, maka penulis membuat
1
Imam Suprayogo, Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2003), hlm. 57.
2
Al-Ahwani, Ahmad Fuad, Filsafat Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1995), hlm. 17.
3
Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia,
(Jakarta : Teraju, 2002), hlm. 42

3
kesimpulan mengenai pengertian teologis yaitu ilmu yang membahas
mengenai Tuhan, namun tidak membahas mengenai wujud, sifat, dan
perbuatan-Nya, namun membahas dasar-dasar agama, mengenai keimanan
kepada Allah, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan lain-lain dalam upaya
untuk memperkokoh dan memperkuat kebenaran akidah Islam.
2. Jenis-jenis pendekatan teologis
Pendekatan teologis umumnya bersifat opologis, yakni seseorang yang
menggunakan pendekatan teologis dalam membahas agama lain, menyerang
agama lain, untuk memperkokoh keyakinan agama orang tersebut. Akan tetapi
tidak semua pendekatan teologiss bersifat opologis. Ada pendekatan teologiss
yang bertujuan dialogis mengkaji agama-agama dengan berupaya mencari
perbedaan-perbedaan pandangan, doktrin keagamaan masing-masing agama,
tetapi di sisi lain juga melihat kesesuaian-kesesuaian yang memungkinkan
terjadi saling mengakui masing-masing agama. Adapun pendekatan yang
bersifat teologis konvergensi, tidak lagi memperlihatkan perbedaan-perbedaan
dalam doktrin agama-agama tetapi melihat intisati agama-agama yang
memiliki kesamaan masing-masing kemudian diintegrasikan. 4
a. Pendekatan Teologis Normatif
Pendekatan teologis normatif adalah sebuah upaya memahami
agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang menimbulkan
keyakinan bahwa agama yang dianutnya dianggap paling benar
dibandingkan yang lain. Pendekatan teologis normatif dalam memahami
agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama
dengan menggunakan ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan
dalam wujud empirik dari suatu agama yang dianggap sebagai yang paling
benar dibandingkan dengan yang lainnya.
b. Teologis Dialogis

4
Hadi Mutamam, Pendekatan Studi Islam, (Samarinda : CV. Cahaya Mulia, 2013), cet. 1, hlm. 173.

4
Pendekatan teologis dialogis adalah mengkaji agama tertentu
dengan menggunakan perspektif agama lain. Teologis ini bertolak dari
perspektif teologis Kristen. Bahkan banyak digunakan orientalis dalam
mengkaji Islam. Dalam kamus bahasa Indonesia, dialogi berasal dari kata
dialog, yang berarti percakapan, cerita. Sedangkan dalam bahasa Inggris,
kata dialogue berarti perbincangan atau percakapan. Dari beberapa
pengertian dialogis ini maka dapat dipahami yang dimaksud dengan
pendekatan dialogis dalam pembahasan ini adalah metode pendekatan
terhadap agama melalui dialog nilai-nilai normatif masing-masing aliran
atau agama.
c. Teologis Konvergensi
Kata konvergensi berasal dari kata converge yang berarti bertemu,
berkumpul atau berjumpa. Pendekatan teologis konvergensi adalah
metode pendekatan terhadap agama dengan melihat unsur-unsur
persamaan dari masing-masing agama atau aliran, untuk mempersatukan
unsur esensial dalam agama-agama sehingga tidak nampak perbedaan
yang esensial. Melalui pendekatan konvergensi, kita ingin menyatakan
unsur esensial dalam agama-agama sehingga tidak tampak lagi perbedaan
yang prinsipil. 5
3. Pengertian Pendekatan Teologis
Pendekatan atau approach adalah disiplin ilmu yang dijadikan
landasan kajian sebuah studi atau penelitian. Pendekatan dapat dikatakan
sebagai disiplin ilmu karena tujuan utama dari pendekatan tersebut adalah
untuk mengetahui sebuah kajian dan langkah-langkah metodologis yang
dipakai dalam suatu pengkajian atau penelitian.
Pendekatan teologis adalah pembahasan eksistensi Tuhan dalam
konsep nilai-nilai ketuhanan yang terekontruksi dengan baik, sehingga akhirna

5
Muhtadin Dg. Mustafa, Reorientasi Teologis Islam Dalam Konteks Pluralisme Beragama,
dalam Jurnal Hunafa, vol. 3, 2006.

5
menjadi sebuah agama atau aliran kepercayaan. Pendekatan teologis dalam
6
penelitian agama yang dimaksud disini adalah eksistensi Tuhan. Dalam
pengertian lain dijelaskan bahwa pendekatan teologiss juga bisa disebut
sebagai pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan peneliti itu sendiri.
Pendekatan seperti itu biasanya dilakukan peneliti tersebut untuk menambah
pembenaran keyakinan terhadap agama yang dianutnya. Pendekatan ini
umumnya dilakukan dari dan oleh suatu penganut agama dalam upaya
menyelidiki agama lain. Pendekatan ini juga disebut dengan metode tekstual
atau pendekatan kitabi.
4. Pengertian Studi Islam
Studi berasal dari bahasa Inggris yang berarti mempelajari atau
mengkaji. Sedangkan Islam berasal dari kata salima dan aslama yang
memiliki arti selamat, tunduk, berserah, patuh. Studi Islam adalah pengkajian
terhadap segala ilmu yang diperlukan oleh seseorang muslim dalam
kehidupan dunia dan bagi keselamatan ukhrawi di hari kemudian. Ilmu
ukhrawi dalam studi Islam meliputi banyak hal yang tidak termasuk dalam
kegiatan penalaran. Sedangkan ilmu duniawi dalam studi Islam adalah ilmu
yang tergolong empiris, dan memerlukan metode ilmiah dalam
pengkajiannya. 7
B. Pendekatan Teologis Dalam Studi Islam
Secara umum, pendekatan teologis atau normatif dalam studi Islam
bertujuan untuk mencari pembenaran dari suatu ajaran agama atau dalam rangka
menemukan pemahaman atau pemikirian keagamaan yang lebih dapat
8
dipertanggungjawabkan secara normatif idealistik. Studi agama yang bersifat
teologiss ini memiliki sikap apologetik, maksudnya adalah menerima begitu saja
kenyataan agama tanpa melakukan penyelidikan sebab-sebab dan asal usulnya.
6
Harun Nasution, Teologis Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta : UI Press, 1978), cet. I, hlm. 32.
7
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam, (Yogyakarta : Teras, 2013), hlm. 85.
8
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2003), hlm. 57.

6
Pada hakekatnya ilmu teologis membahas berbagai masalah ketuhanan
dengan menggunakan logika dan filsafat. Dalam sejarah Islam, pergulatan
pemikiran dalam disiplin ilmu kalam atau teologis demikian polemis. Perdebatan
di bidang ini menyentuh bidang yang palng prinsip yakni soal keberimanan
seseorang terhadap Tuhan dan segala aspek yang berkaitan dengan hal tersebut.
Pada perkembangannya, di dalam teologis Islam dijumpai berbagai aliran teologis
seperti Mu’tazilah, Asy’Ariyah, Khawarij, Murji’ah, dan Syi’ah. Adapun
pembahasan yang diusung dalam aliran teologis Islam menyangkut hal – hal
sebagai berikut :
a. Konsep Iman
b. Konsep Keesaan
c. Konsep kehendak mutlak Tuhan
d. Konsep kehendak bebas manusia
e. Konsep keadilan Tuhan
f. Konsep kasb manusia
g. Konsep melihat Tuhan di akhirat
h. Konsep janji dan ancaman Tuhan
i. Konsep urgensi wahyu
j. Konsep status Al Qur’an. 9

Pendekatan teologis dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan


yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang
masing-masing mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sementara yang
lainnya slah. Dengan demikian, antara satu aliran dengan aliran lainnya tidak
terbuka dialog atau saling menghargai, yang ada hanyalah eksklusifisme,
sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan pengkotak-kotakan.

9
Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, (Depok : Serat Alam Media, 2012), hlm.
84.

7
Berdasarkan pemaparan di atas, maka pendekatan teologis dalam
memahami agama merupakan upaya memahami agama dengan menggunakan
kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud
empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan yang lainnya.

Sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan agama, teologis juga


menggunakan metode transeden yang terjadi dalam empat tahap : mengalami,
memahami, menilai dan memutuskan. Pengalaman merupakan data
keagamaan, pemahaman berarti menghayati makna-makna, penilaian akan
mencari dan mengukuhkan kebenaran dan keputusan adalah pengakuan
terhadap nilai-nilai (agama) yang diterima sebagai suatu fenomena yang
diperhatikan. 10
Sayyed Hossein Nasr mengungkapkan bahwa dalam era kontemporer
ini ada empat prototype pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran
keagamaan fundamentalis, modernis, mesianis, dan tradisionalis. Masing-
masing mempunyai keyakinan teologi yang seringkali sulit untuk didamaikan.
Dalam hal ini memang kurang tepat digunakan istilah teologi, tetapi menunjuk
pada gagasan pemikiran keagamaan yang terinspirasi ajaran agama tertentu
merupakan bentuk dari pemikiran teologi dalam wajah baru. 11
Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi
dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada
bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk
simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling
benar sedangkan yang lainnya salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan
fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lainnya salah,
sehingga memandang paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan

10
Hadi Mutamam, Pendekatan Studi Islam. . ., hlm. 172.
11
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.
29.

8
seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat dan kafir pun
menuduh kepada lawannya sebagai sesat dan kafir.
Berkenaan dengan pendekatan teologi tersebut, Amin Abdullah
mengatakan bahwa pendekatan teologi semata-mata tidak dapat memecahkan
masalah esensial pluralitas agama saat sekarang ini. Terlebih lagi kenyataan
demikian harus ditambahkan bahwa doktrin teologi, pada dasarnya memang
tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan
sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya. 12
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa pendekatan teologi dalam
memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak ada dialog, parsial,
saling menyalahkan, saling mengkafirkan, yang pada akhirnya terjadi
pengkotak-kotakan umat, tidak ada ada kerja sama dan tidak terlihat adanya
kepedulian sosial. Dengan pendekatan demikian, agama cenderung hanya
merupakan keyakinan dan pembentuk sikap keras dan tampak asocial. Melalui
pendekatan teologi ini agama menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial.
Namun, bukan berarti kita tidak memerlukan pendekatan teologi
dalam memahami agama. Karena tanpa adanya pendekatan teologi,
keagamaan seseorang akan mudah cair dan tidak jelas identitas
pelembagaannya. Proses pelembagaan perilaku keagamaan melalui mazhab-
mazhab sebagaimana halnya yang terdapat dalam teologi jelas diperlukan.
Antara lain berfungsi untuk mengawetkan ajaran agama dan juga berfunsgi
sebagai pembentukan karakter pemeluknya dalam rangka membangun
masyarakat ideal menurut pesan dasar agama.
Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara
berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang
diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan
sudah pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi. Pendekatan

12
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam. . ., hlm. 30.

9
teologis sebagaimana yang disebutkan di atas telah menunjukkan adanya
kekurangan yang antara lain bersifat eksklusif, dogmatis, tidak mau mengakui
kebenaran agama lain, dan sebagainya. Kekurangan ini dapat diatasi dengan
cara melengkapinya dengan pendekatan sosiologis. Sedangkan kelebihannya,
melalui pendekatan ini seseorang akan memiliki sikap militansi dalam
beragama, yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai
agama yang benar, tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya.
Dengan pendekatan yang demikian, seseorang akan memiliki sikap fanatik
terhadap agama yang dianutnya.
Pendekatan teologis ini melihat agama sebagai suatu kebenaran mutlak
dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak bersikap ideal.
Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang
khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung
nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil menawarkan nilai-nilai
kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong menolong, tenggang rasa,
persamaan derajat, dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi, agama tampil
menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan.
Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil mendorong pemeluknya agar
memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai
keterampilan, keahlian dan sebagainya. Demikian pula untuk bidang
kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya agama
tampil sangat ideal dan dibangun berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam
ajaran agama yang bersangkutan. 13

13
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam. . ., hlm. 34

10
C. Pemikiran Ismail Raji Al Faruqi Dalam Pendekatan Teologi Studi Islam
Ismail Raji Al Faruqi lahir pada tanggal 01 Januari 1921 di Jaffa
Palestina. Pendidikan dasarnya dimulai di madrasah, lalu pendidikan
menengah di College Des Freses St. Joseph di American University, Beirut.
Setelah tamat dan meraih gelar Bachelor of Arts, ia kemudian bekerja sebagai
pegawai negeri sipil pada pemerintah Inggris yang memegang mandate atas
Palestina ketika itu selama empat tahun. Karena kepemimpinannya menonjol,
pada usia 24 tahun ia diangkat menjadi gubernur Galilea. 14
Pemikiran Al Faruqi dapat ditelusuri melalui karyanya yang berjudul
Tahwid : Its Implications for Thought and Life. (Edisi Indonesia berjudul
Tauhid). Sesuai dengan judulnya, buku ini mengupas hakikat tauhid secara
mendalam. Al Faruqi menjelaskan hakikat tauhid sebagai berikut :
a. Tauhid sebagai pengalaman agama
Inti pengalaman agama kata Al Faruqi adalah Tuhan. Kalimat
syahadat menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan
pemikiran setiap muslim. Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran muslim
dalam setiap waktu.
b. Tauhid sebagai pandangan dunia
Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran,
dunia, ruang dan waktu, sejarah manusia, dan takdir.
c. Tauhid sebagai intisari Islam
Tauhid dapat dipastikan bahwa esensi peradaban Islam adalah Islam
sendiri, dan esensi Islam adalah tauhid atau pengesaan Tuhan. Tidak ada
satu perintah pun dalam Islam yang dapat dilepaskan dari tauhid. Tanpa
tauhid, Islam tidak ada. Tanpa tauhid, bukan hanya sunnah nabi yang patut
diragukan, bahkan pranata kenabian pun menjadi sirna.
d. Tauhid sebagai prinsip sejarah

14
Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung : Pustaka Setia), hlm. 228.

11
Tauhid menempatkan manusia pada suatu etika berbuat atau
bertindak, yaitu etika ketika keberhargaan manusia sebagai pelaku moral
diukur dari tingkat keberhasilannya mengisi aliran ruang dan waktu.
Eskatologi Islam tidak mempunyai sejarah formatif. Ia terlahir lengkap
dalam Al Qur’an dan tidak mempunyai kaitan dengan situasi para
pengikutnya pada masa kelahirannya.
e. Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
Iman Islam adalah kebenaran yang diberikan kepada pikiran,
bukan kepada perasaan manusia yang mudah percaya apa saja. Kebenaran
atau proposisi iman bukanlah misteri, hal yang sulit dipahami dan tidak
dapat diketahui serta tidak masuk akal, melainkan bersifat kritis dan
rasional.
f. Tauhid sebagai prinsip metafisika
Dalam Islam, alam adalah ciptaan dan anugerah. Sebagai ciptaan ia
bersifat teologis, sempurna dan teratur. Sebagai anugerah, ia merupakan
kebaikan yang tak mengandung dosa yang disediakan untuk manusia.
Tujuannya adalah memungkinkan manusia melakukan kebaikan dan
mencapai kebahagiaan.
g. Tauhid sebagai prinsip etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah memberikan amanatnya
kepada manusia, suatu amanat yang tidak mampu dipikul oleh langit dan
bumi, amanat yang mereka hindari dengan penuh ketakutan. Amanat atau
kepercayaan Ilahi tersebut berupa pemenuhan unsur etika dari kehendak
ilahi, yang sifatnya mensyaratkan bahwa ia harus direalisasikan. Dalam
Islam, etika tidak dapat dipisahkan dari agama.
h. Tauhid sebagai prinsip tata sosial
Dalam Islam, tidak ada perbedaan antara manusia satu dan lainnya.
Masyarakat Islam adalah masyarakat terbuka dan setiap manusia boleh
bergabung dengannya, baik sebagai anggota tetap ataupun sebagai yang

12
dilindungi (Dzimmah). Masyarakat Islam harus berusaha mengembangkan
dirinya untuk mencakup seluruh umat manusia. 15
i. Tauhid sebagai prinsip keluarga
Al Faruqi memandang bahwa selama tetap melestarikan identitas
mereka dari komunisme dan ideologi – ideologi barat, umat Islam akan
menjadi masyarakat yang selamat dan tetap menempati kedudukannya
yang terhormat. Keluarga Islam memiliki peluang lebih besar untuk tetap
lestari sebab ditopang oleh hukum Islam dan hubungan erat dengan tauhid.
16

j. Tauhid sebagai prinsip tata politik


Al Faruqi mengkaitkan tata politik tauhidi dengan kekhalifahan.
Kekhalifahan didefinisikan sebagai kesepakatan tiga dimensi, yakni
kesepakatan wawasan (ijma al-iradah), dan tindakan (ijma al-amal).
Wawasan yang dimaksud Al Faruqi adalah pengetahuan akan nilai-nilai
yang membentuk kehendak ilahi. Kehendak yang beliau maksud juga
disebut ashabiyyah, yaitu kepedulian kaum muslimin menanggapi
peristiwa-peristiwa dan situasi dengan satu cara yang sama, dalam
kepatuhan yang padu terhadap seruan Tuhan. Adapun yang dimaksud
dengan tindakan adalah pelaksanaan kewajian yang timbul dari
kesepakatan.
k. Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi
Al Faruqi dalam tata ekonomi melahirkan dua prinsip utama :
Pertama, bahwa taka da seorang atau kelompok pun yang boleh memeras
orang lain. Kedua, tak satu kelompok pun boleh mengasingkan diri dari
umat manusia lainnya dengan tujuan untuk membatasi kondisi ekonomi
mereka pada diri mereka sendiri. 17

15
Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam. . ., hlm. 102
16
Ismail Raji Al-Faruqi, Tauhid, terj. Rahmani Astuti, (Bandung : Pustaka, 1988), hlm. 137.
17
Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam. . ., hlm. 176

13
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Teologis adalah ilmu yang membahas mengenai Tuhan, namun tidak
membahas mengenai wujud, sifat, dan perbuatan-Nya, namun membahas dasar-
dasar agama, mengenai keimanan kepada Allah, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan lain-lain dalam upaya untuk memperkokoh dan memperkuat kebenaran
akidah Islam. Jenis pendekatan teologis yaitu pendekatan teologis normatif,
pendekatan teologis dialogis, dan pendekatan teologis konvergensi.
Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir
deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan
mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar, sehingga
tidak perlu dipertanyakan lagi. Pendekatan teologis sebagaimana yang disebutkan
di atas telah menunjukkan adanya kekurangan yang antara lain bersifat eksklusif,
dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain, dan sebagainya.
Kekurangan ini dapat diatasi dengan cara melengkapinya dengan pendekatan
sosiologis.
Pemikiran teologi Ismail Raji Al Faruqi yaitu : tauhid sebagai pengalaman
agama, tauhid sebagai pandangan dunia, tauhid sebagai intisari Islam, tauhid
sebagai prinsip sejarah, tauhid sebagai prinsip pengetahuan, tauhi sebagai prinsip
metafisika, tauhid sebagai prinsip etika, tauhid sebagai prinsip tata sosial, tauhid
sebagai prinsip keluarga, tauhid sebagai prinsip tata polik dan tauhid sebagai
prinsip ekonomi.
B. Saran
Berdasarkan simpulan diatas, saran penulis adalah hendaknya pembaca
tidak hanya bertumpu pada referensi-referensi dan penjelasan yang ada di
makalah ini saja. Penulis harap pembaca dapat lebih mengeksplore kembali

14
referensi-referensi terkait dengan isi dari makalah ini untuk menambah ilmu
pengetahuan dan juga wawasan terkait dengan pendekatan teologis studi Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi Ismail Raji. Tauhid, Terj. Rahmani Astuti. Bandung : Pustaka, 1988.
Anwar Rosihon. Razak Abdul. Ilmu Kalam, Bandung : Pustaka Setia.
Buchori Saefuddin Didin. Metodologi Studi Islam, Depok :Serat Alam Media, 2012.
Fuad Ahmad. Al Ahwani. Filsafat Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1995.
Khoiriyah. Memahami Metodologi Studi Islam. Yogyakarta : Teras, 2013.
Mustafa. Muhtadin Dg. Reorientasi Teologis Islam Dalam Konteks Pluralisme
Beragama, dalam Jurnal Hunafa, 2006.
Mutamam Hadi. Pendekatan Studi Islam, Samarinda : CV. Cahaya Mulia, 2013.
Nasution Harun. Teologis Islam, Jakarta : UI Press, 1978.
Nata Abuddin. Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Praja S Juhaya. Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di
Indonesia. Jakarta : Teraju, 2002.
Tobroni. Suprayogo Imam. Metodologi Penelitian Sosial – Agama, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2003.

15

Anda mungkin juga menyukai