“EPISTEMOLOGI ISLAM”
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Hilmi Tsaqif
(16650104)
Dalam mencari ilmu, harus mengetahui strategi yang benar sehingga mencari
ilmu dapat dilakukan dengan mudah. Untuk mengetahui strategi mencari ilmu, dapat
dilihat dalam pelajaran filsafat ilmu karena didalamnya membahas tentang tata cara
atau prosedur mecari ilmu dengan baik dan benar. Prosedur mencari ilmu tersebut
dibahas dalam materi epistemologi.
1
BAB II PEMBAHASAN
Epistemologi terdiri dari dua kata yaitu episteme dan logos yang berarti ilmu
atau diskursus. Jadi epistemologi, secara harfiah adalah ilmu atau diskursus tentang
pengetahuan dan dalam konteks filsafat epistemologi adalah filsafat pengetahuan.1
Istilah lain yang mempunyai arti yang sama dengan “Epistemologi” dalam filsafat
terkadang disebut juga logika material, criteriology, kritika pengetahuan, gnosiology,
dan dalam bahasa Indonesia lazim menggunakan istilah “Filsafat Pengetahuan”. 2
Epistimologi Islam menurut Harun Nasution berasal dari kata episteme yang
berarti pengetahuan dan epistimologi adalah ilmu yang membahas tentang apa
pengetahuan dan bahaimana memperoleh pengetahuan. Selanjutnya, R.B.S
Furdyartanto memberikan pengertian epistimologi yakni ilmu filsafat tentang
pengetahuan atau filsafat pengetahuan.3 Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa epistimologi bersangkutan dengan masalah-masalah yang meliputi:
1
Arifin, Syamsul dan Ajang Budiman. 2004. “Pengantar Filsafat (Pendekatan Sistematis) PSIF”. UMM
Press, Malang, hal 129.
2
Surajiyo. 2007. “Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia”. PT Bumi Akses. Jakarta. Hal 24.
3
Azzimar Shidqy Pramushinta. “Mengenal Epistemologi Islam dalam Perkembangan Ilmu Hukum”.
Hukum Khaira Ummah. vol. 12. No. 2 Juni 2017, hal 198-199.
2
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Menurut Harun Nasution, Islam menurut istilah adalah agama yang berisi
ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan melalui Nabi Muhammad SAW untuk
diajarkan kepada umat manusia. Islam mengajarkan tentang kehidupan manusia.4
Pada dasarnya, kata filsafat memang tidak ada dalam Al-Qur’an dan As
Sunnah, namun bukan berarti kedua sumber tersebut tidak mengenal tentang
falsafah, tetapi dalam Al-Qur’an dan As Sunnah mengenalnya dengan kata lain yaitu
hikmah. Al-Qur’an dan As Sunnah juga mendorong manusia untuk menggunakan
pikirannya dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan, seperti masalah yang
menyangkut akidah dan keyakinan agama. Akibat dorongan dari kedua sumber
tersebut, maka lahirlah sebuah pemikiran terhadap Hukum Islam pada awal sejarah
umat islam.6
Al-Asy’ari, yang dijuluki sebagai Bapak Teologi Umat Islam Indonesia dan
merupakan salah seorang tokoh pemrakarsa berfilsafat dengan hukum Islam. Al-
Asy’ari adalaha generasi kedua setelah Al-Kindi (185 H/ 801 M – 260 H/ 873 M).
Al-Kindi sangat menguasai bahasa yunani dan syiria. Sehingga beliau terkenal
sebagai penjelas dan penerjemah buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.
Salah satu buku yang telah diulas dan diterjemahkan adalah buku Plotinus yang
berjudul Enneads. Yang mana buku tersebut mengajarkan tentang ajaran-ajaran Plato
4
Ibid., hal 199.
5
Azzimar Shidqy Pramushinta. “Mengenal Epistemologi Islam dalam Perkembangan Ilmu Hukum”.
Hukum Khaira Ummah. vol. 12. No. 2 Juni 2017, hal 199.
6
Ibid, hal 199.
3
dan Aristoteles. Itulah asal mula filsafat dan ilmu pengetahuan dikenal di dunia
Islam.7 Al-Kindi meneybutkan ada 3 macam pengetahuan manusia, yaitu:
Ibn Sina (980-1037 M), mengatakan teori al-Rūh alMuqaddas (ruh yang
disucikan), yaitu jiwa insani yang dipersiapkan dari keterjagaan dan berhubungan
dengan akal, ilham, dan wahyu. Ibnu Sina menyatakan bahwa seluruh pengetahuan
dapat diperoleh lewat akal, sehingga kita mampu mendapatkan kebenaran yang
hakiki dan membangun kepribadian.10
7
Ibid, hal 200.
8
Mufid, Fathul. “Perkembangan Paradigma Epistemologi dalam Filsafat Islam”. Jurnal Studi
Keislaman. Vol.17 No. 17, 1 Juni 2013. Hal 24, 25.
9
Ibid, hal 25.
10
Ibid, hal 26.
4
pengetahuan dari hasil rasio dianggap sebagai pengetahuan sejati. Sedangkan
pengetahuan dari hasil indra tidak sampai dianggap sebagai pengetahuan sejati
karena masih bisa tertipu oleh imajinasi sendiri.11
11
Mufid, Fathul. “Perkembangan Paradigma Epistemologi dalam Filsafat Islam”. Jurnal Studi
Keislaman. Vol.17 No. 17, 1 Juni 2013. Hal 26.
12
Ibid, Hal 27
13
Noeng Muhadjir. Filsafat Ilmu, Kualitatif dan Kuantitatif untuk Pengembangan Ilmu dan Penelitian.
Edisi III. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2006, 101.
14
Fuad Ramly. “Kontribusi Pemikiran Islam Kontemporer Bagi Pengembangan Filsafat Ilmu-Ilmu
Keislaman” . Ar -Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1 No.2, Desember 2014. Hal 224.
5
mengandalkan otoritas akal dan pengalaman manusia sebagai sumber segala bentuk
pengetahuan yang paling valid. Masyarakat menganggap bahwa satu-satunya
kemajuan peradaban adalah dari keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh
karena itu, Al-Attas membuat pernyataan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi
umat islam jaman sekarang adalah tantangan pengetahuan, yang telah serbarluaskan
ke segala penjuru dunia oleh peradaban barat. Sedangkan Sardar menilai peradaban
dapat ditentukan oleh epistimologi karena epistimologi menuntun semua aspek studi
manusia dari filsafat, ilmu murni, dan ilmu sosial.15
2.3 Analis Epistimologi Islam terhadap Islamic Discourse dan Islamic Civilization
Wacana Peradaban Islam yang berkembang saat ini salah satunya adalah
masalah pernikahan beda agama. Banyak masyarakat indonesia yang melakukan
pernikahan beda agama. Seperti yang kalian tahu artis-artis indonesia seperti Lydia
Kandou dan Jamal Mirdad.
17
Mufid, Fathul. “Perkembangan Paradigma Epistemologi dalam Filsafat Islam”. Jurnal Studi
Keislaman. Vol.17 No. 17, 1 Juni 2013. Hal 35-36.
7
Dasar hukum dilarangnya perkawinan beda agama, terdapat dua golongan
non muslim dalam Al-Qur’an yakni Ahli Kitab dan Musyrik. Al-Qur’an menjelaskan
bahwa pernikahan beda agama boleh dilakukan dengan wanita Ahli Kitabiyah.
Sedangkan pihak yang dilarang untuk dikawini oleh seorang muslim adalah
Musyrik sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 221:
ت َحت َّ ٰى يُ ْؤ ِمنَّ ۚ َو ََل َ َمةٌ ُم ْؤ ِمنَةٌ َخي ٌْر ِم ْن ُمش ِْر َك ٍة َولَ ْو أ َ ْع َجبَتْ ُك ْم ۗ َو ََل ت ُ ْن ِك ُحوا ِ َو ََل ت َ ْن ِك ُحوا ا ْل ُمش ِْركَا
ۖ عونَ إِ َلى النَّ ِار ُ ا ْل ُمش ِْر ِكينَ َحت َّ ٰى يُ ْؤ ِمنُوا ۚ َولَعَ ْب ٌد ُم ْؤ ِمنٌ َخي ٌْر ِم ْن ُمش ِْركٍ َولَ ْو أ َ ْع َجبَ ُك ْم ۗ أُو ٰلَئِكَ يَ ْد
َاس َلعَلَّ ُه ْم يَتَذَك َُّرون ِ ََّّللاُ يَ ْدعُو إِ َلى ا ْل َجنَّ ِة َوا ْل َم ْغ ِف َر ِة ِب ِإ ْذنِ ِه ۖ َويُبَ ِينُ آيَاتِ ِه ِللن
َّ َو
Salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Muttafaq Alaih dari Abi Hurairah
r.a juga menjelaskan tentang bagaimana memilih pasangan. Dalam Hadits tersebut
dijelaskan bahwa wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal :
1. karena hartanya
2. karena (asal-usul) keturunannya
3. karena kecantikannya
4. karena agama.
8
Oleh karena itu, kita sebagai umat islam harus berpegang teguh kepada yang
nomor 4 yakni agama Islam agar hidup menjadi barokah.
9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mengenai masalah nikah beda agama, ketika dilihat dari segi epistemologi
maka termasuk pembahasan yang bayani yang menitik beratkan pada ayat al-quran
pada surat al baqarah ayat 221 yang mengatakan bahwa “janganlah kamu (mukmin)
menikahi orang musyrik meskipun orang musyrik terebut membuat kamu takjub,”
dari potongan ayat ini mengidentifikasikan bahwasanya menikah dengan beda agama
dalam Islam itu sangat tidak dianjurkan. Banyak akibat yang nantinya berimbas yang
tidak baik terhadap orang yang melakukan nikah beda agama terebut. Terutama
apabila yang melakukan itu adalah orang Islam sendiri.
10
DAFTAR PUSTAKA
11