Anda di halaman 1dari 8

Pembahasan

Pengertian Antropologi Agama

Antropologi ialah ilmu yang di daamnya mengkaji manusia dan budayanya.


Tujuannya ialah agar memperoleh pemahaman tentang totalitas manusia sebagai
makhluk, baik di masa dahulu sampai sekarang., baik sebagai makhluk hidup
biologis maupun sebagai makhluk berbudaya.1

Antroplogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu anthropos yang berarti


manusia, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi ialah ilmu yang mempelajari
menusia sebagai makhluk biologis, sekaligus makhluk sosial. Ada beberapa
pengertian menurut ilmuwan mengenai antropologi, yakni :2

a. William A. Havilland mengatakan bahwa antropologi ialah studi


mengenai umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang
bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, serta untuk memperoleh
pengertian yang lengkap tentang keragaman manusia.
b. David Hunter mengatakan bahwa antropologi adalah ilmu yang muncul
dari keingintahuan yang tidak terbatas mengenai umat manusia.
c. Koentjaraningrat mengatakan bahwa antropologi adalah ilmu yang
mempelajari umat manusia pada umummnya dengan mempelajari
berbagai warna, bentuk fisik, masyarakat serta kebudayaan yang
dihasilkan.

Dari ketiga pengertian menurut para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keragaman
fisik serta kebudayaan (cara-cara berperilaku, tradisi-tradisi, dan nilai-nilai) yang
dihasilkan, sehingga setiap manusia satu dengan lainnya berbeda.

Para antropolog mengkaji sifat khas fisik manusia serta sifat khas budaya
yang dimilikinya. Namun demikian para antropolog itu tidak berarti lengah akan

1
Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Studi Agama, (Bandung: PUSTAKA SETIA, 2005). hal.113.
2
Tajul Arifin, Pengantar Antropologi, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012) hal.13
manusia dewasa ini. Bahkan mereka itu mencoba untuk mendapatkan segala
macam asal-usul fenomena manuisiawi, segala macam perkembangan, segala
macam perubahan, segala macam antarhubungan, segala macam fungsi. Maka dari
itu antropologi itu tidak lebih dari pada suatu usaha untuk memahami
perikemanusiaan melalui pengkajiaan karakteristik biologis manusia, terutama
pengalaman sosialnya.

Pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi dan agama. Al-
Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum, Kemudian dalam bahasa Arab kata
ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan.
Sedangkan dari kata religi atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. 3

Jadi Antropologi Agama adalah ilmu pengetahuan yang berusaha


mempelajari tentang manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan budaya,
atau disebut juga Antropologi Religi.

Pengertian lain antropogi agama ialah “pengkajian agama berdasarkan


pendekatan budaya”,”mengkaji manusia yang beragama”. Sekalipun, kajian
antropologis tentang agama, terutama menurut pandangan-pandangan normatif
(teologis), memunculkan persoalan, sebab dari satu sisi (teologi-keyakinan agama),
agama bukan merupakan produka budaya, tetapi ia datang dan bersumber wahyu
(Tuhan), semantara dari sisi lain (kajian antropoligis dan kaijan-kajian sejenisnya)
menyatakan bahwa agama bisa berkembang dan dikembangkan oleh manusia yang
“berbudaya”. Oleh karena itu, bagaimana agama dikaji berdasarkan pendekatan
budaya tanpa mempersoalkan “benar” dan “salah”nya beragama. Jadi, bukan
kebenaran ideologis atau keyakinan tertentu yang menjadi titik perhatian studi ini,
melainkan kenyataan empiris yang nampak berlaku dalam kehidupan manusia.4

Cabang ilmu Antropologi Agama ini diyakini oleh banyak pakar sebagai
salah satu alat studi yang akurat dalam melihat reaksi antara agama, budaya, dan

3
Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Agama : Sebuah Pengantar, (Bandung: Penerbit Mizan, 2003), hal.
26
4
Jurnal Antropologi Agama, Upaya Memahami Keragaman Kepercayaan, Keyakinan dan Agama.
Adeng Muchtar Ghazali. UINSGD Bandung
lingkungan sekitar sebuah masyarakat. Antropologi agama menunjuk kepada suatu
penghubung yang unik atas moralitas, hasrat, dan kekuatan dengan dikendalikan
dan kemerdekaan, dengan duniawi dengan imajinasi dan penjelmaan.5

Perhatian ahli antropologi dalam meneliti agama ditunjukan untuk melihat


keterkaitan faktor lingkungan alam, struktur sosial, struktur kekerabatan, dan lain
sebagainya, terhadap timbulnya jenis agama, kepercayaan, upacara, organisasi
keagamaan tertentu.

5
https://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi_agama, di akses pada tanggal 25 Maret 2016, pukul
20:14
Kajian Antropologi Agama

Agama yang dipelajari oleh antropologi adalah agama sebagai fenomena


budaya, tidak agama yang diajarkan oleh Tuhan. Maka yang menjadi perhatian
adalah beragamanya manusia dan masyarakat. Sebagai ilmu sosial, antropologi
tidak membahas salah benarnya agama dan segenap perangkatnya, seperti
kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral.

Objek yang dikaji oleh berbagai cabang dan ranting ilmu, dibedakan kepada
dua ubjek yaitu objek material dan objek formal. Objek materi ialah apa yang
dipelajari oleh suatu ilmu, ilmu sosial misalnya, mempelajari masyarakat. Sosiologi
dan Antropologi sama-sama mempelajari masyarakat, tetapi sudut ditinjauan atau
formalnya berbeda.Sosiologi, misalnya dari sudut struktur sosialnya.Sedangkan
Antropologi dari sudut budaya mayarakat tersebut.Agama yang dipelajari
Antropologi adalah agama sebagai fenomena budaya.Antropologi tidak membahas
salah benarnya suatu agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual,
dan kepercayaan keapada yang sakral.

Setiap unsur budaya terdiri dari tiga hal:

1) Norma, nilai, keyakinan yang ada dalam pikiran, hati dan perasaan
manusiapemilik kebudayaan tersebut.
2) Pola tingkah laku yang dapat diamati dalam kehidupan nyata.
3) Hasil material dari kreasi, pikiran dan perasaan manusia.

Harsojo mengungkapkan bahwa kajian antropologi terhadap agama dari


dulu sampai sekarang meliputi empat masalah pokok, yaitu:6

1. Dasar-dasar fundamental dari agama dan tempatnya dalam kehidupan


manusia.
2. Bagaimana manusia yang hidup bermasyarakat memenuhi kebutuhan
religius mereka.

6
Nurdinah Muhammad, Antropologi Agama, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007), hal. 8-11.
3. Dari mana asal usul agama.
4. Bagaimana manifestasi perasaan dan kebutuhan religius manusia.

Jadi ruang lingkup antropologi agama dengan permasalahan budaya antara lain:

1) Sejauh mana dapat ditarik batas antara agama dan budaya, sehingga dapat
diketahui atau disepakati mana hak Allah dan mana hak manusia.
2) Bagaimana ajaran dan hasil pemikiran dan perilaku manusia yang
menujukkan adanya perbedaan antara agama dan kepercayaan yang satu dan
yang lain, yang merupakan objek kajian antropologi agama
Metode Antropologi Agama

Objek studi di dalam antropologi agama adalah manusia dalam kaitannya


dengan agama, yaitu bagaimana pikiran sikap dan perilaku manusia dalam
hubungannya dengan yang ghaib. Jadi bukan kebenaran yang ideologis berdasarkan
keyakinan dan kepercayaan menurut ajaran agama itu masing-masing yang menjadi
titik perhatian studi, melainkan kenyataan yang nampak berlaku, yang empiris. Jika
demikian dengan cara ilmiah (metode) yang bagaimana kita dapat mempelajarinya
lebih lanjut? Dalam hal tersebut ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
studi antropologi agama, yaitu dengan mempelajarinya dari sudut sejarah, atau dari
sudut ajarannya yang bersifat normative, atau dengan cara deskriptif dana tau
dengan cara yang bersifat empiris. Keempat cara tersebut dapat saling bertautan dan
saling mengisi yang satu dan yang lain :

1. Metode Historis

Dengan metode yang bersifat sejarah yang dimaksud ialah menulusuri


pikiran dan perilaku manusia tentang agamanya yang berlatar belakang sejarah.
Yaitu sejarah perkembangan ‘budaya agama’ sejak masyarakat manusia masih
sederhana budayanya sampai budaya agamanya yang sudah maju. Misalnya
bagaimana latar belakang sejarah timbulnya konsepsi manusia tentang alam ghaib,
kepercayaan terhadap alam roh, dewa, sampai pada ketuhanan. Siapakah yang
mula-mula mengajarkan ajaran-ajaran ketuhanan, bagaimana timbul dan terjadinya
ajaran agama itu. Bagaimana latar belakang sejarah sebab terjadinya agama itu, dan
bagaimana terjadinya dan tertuangnya ajaran agama itu ke dalam kitab-kitab suci.
Bagaimana cara-cara dan upacara-upacara keagamaan itu dilaksanakan, dan
selanjutnya bagaimana sikap tindak dan prilaku para penganut agama itu masing-
masing dalam perkembangan sejarahnya. Mengapa timbul perbedaan paham dan
penafsiran terhadap ajaran-ajaran agama, sehingga dari berbagai agama lahir aliran
paham (mazhab) yang berbeda-beda. Begitu pula tentang waktu, tempat dan latar
belakang sejarah terjadinya bangunan (rumah) ibadah, dan tempat-tempat suci,
tempat-tempat pemujaan, yang bentuk dan bercorak ragam, mulai dari yang
sederhana hingga bentuknya yang modern.
2. Metode Normatif

Dengan metode normatif dalam studi Antropologi Agama dimaksudkan


memplajari norma-norma kaidah-kaidah, patokan-patokan, atau sastra-sastra suci
agama, maupun yang merupakan perilaku adat kebiasaan yang tradisional yang
tetap berlaku, naik dalam hubungan manusia dengan alam baik maupun dalam
hubungna antar sesama manusia yang bersumber berdasarkan ajaran agama
masing-masing. Jadi pendekatan pikiran dan perilaku manusia yang bersifat
normatif, artinya berpangkal tolak pada norma-norma agama yang eksplisif
berlaku, yang ideologis berlaku. Dengan penggunaan metode ini akan ditemukan
pikiran dan perilaku manusia dalam melaksanakan hubungannya dengan yang
ghaib, ataupun juga hubungan antara sesama manusia sesuai dengan kaidah-kaidah
agama ataukah sudah terjadi penyimpangan dari kaidah-kaidah agama tersebut,
ataukah merupakan perluasan dan perbedaan tafsiran dari golongan umat penganut
agama bersangkutan.

3. Metode Diskriptif

Dengan metode diskriptif di dalam studi Antropologi Agama dimaksudkan


ialah berusaha mencatat, melukiskan, menguraikan, melaporkan, tentang buah
pikiran sikap tindak dan perilaku manusia yang menyangkut agama dalam
kenyataan yang implisit. Dalam penggunaan metode ini tentang kaidah-kaidah
ajaran agama yang eksplisit tercantum dalam kitab-kitab suci dan kitab-kitab ajaran
agama yang ada dikesampingkan. Jadi titik perhatian bukan ditujukan terhadap
ketentuan aturan keagamaan yang ideologis. Yang dikehendaki dan harus berlaku.
Namun titik perhatian terutama ditujukan terhadap fakta-fakta dan berbagai
peristiwa yang nampak sesungguhnya berlaku di dalam kehidupan masyarakat. Hal
mana tidak berarti bahwa norma-norma agama yang tercantum dalam kitab-kitab
suci agama bersangkutan disingkirkan sama sekali, namun ia digunakan kemudian
sebagai bahan analisis, sehingga dapat diketahui sebab akibatnya.
4. Metode Empiris

Dengan metode ini Antropologi Agama mempelajari pikiran sikap dan


perilaku agama manusia yang diketemukan dari pengalaman dan kenyataan di
lapangan. Artinya yang berlaku sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat sehari-
hari, dengan menitikberatkan perhatian terhadap kasus-kasus kejadian tertentu
(metode kasus). Dalam hal ini si peneliti di tuntut langsung atau tidak langsung
melibatkan diri dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi. Misalnya peneliti ikut
berperan serta atau langsung dapat menyaksikan terjadinya acara perkawinan yang
dilakukan antara pria dan wanita yang berbeda agama, atau pristiwa perkawinan
yang berlaku diantara penganut agama suku, atau terjadinya perkawinan yang
dilakukan para penganut aliran kepercayaan (penghayat kepercayaan) terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Begitu pula halnya yang menyangkut pelaksanaan acara
dan upacara keagamaan yang berlaku setempat, agar si peneliti dapat menyaksikan
sendiri bagaimana acara dan upacara itu dilakukan, siapa yang memimpin, dimana
tempat kejadiannya, peraltan apa yang digunakan, apa tujuan upacara dilakukan,
keadaan para penganutnya, gerak gerik tingkah lakunya, dan sebagainya .7

7
H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, (Bandung: Penerbit Pt. Citra Aditya Bakti, 1993),
hlm, 11-14.

Anda mungkin juga menyukai