Anda di halaman 1dari 16

STUDI FIKIH DENGAN PENDEKATAN ANTROPOLOGIS

Anita Maulida Azkiya

Hukum Keluarga Islam, Institut Agama Islam Negeri Kudus

Email:azkyant@gmail.com

Abstrak

Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti “manusia”, dan logos yang berarti
ilmu.Atau bisa juga di artikan sebgai Ilmu sosial yang mempelajari asal-usul dan hubungan
sosial manusia atau Ilmu tentang struktur dan fungsi tubuh manusiaPraktik keberagamaan
dalam kehidupan umat Islam beraneka ragam tergantung pada berbagai faktor yang
memengaruhinya, misalnya mazhab yang dianutnya atau pola hidup keberagamaan kaum
muslim pun ada yang berbeda sesuai dengan kecenderungan pada organisasi-organisasi
Islam tertentu. Ada pula yang praktek keberagamaannya terpengaruh dengan budaya lokal
tertentu, sehingga budaya dikaitkan dengan ajaran agama. Jadi, mempelajari manusia
berarti tidak terlepas dari mempelajari budaya dan praktek keberagamaannya.

Keywords:fikih, antropologis

Abstract

Anthropology comes from the word anthropos which means “humans”, and logos which
means science. Or it can also be interpreted as a social science that studies the origins and
social relations of humans or the science of the structure and function of the human body. On
the various factors that influence it, for example the schools they adhere to or the religious
lifestyle of Muslims, there are also differences according to the tendencies of certain Islamic
organizations. There are also those whose religious practices are influenced by certain local
cultures, so that culture is associated with religious teachings. So, studying humans means
that it cannot be separated from studying their culture and religious practices.

Keywords: fiqh, anthropologis


Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna jika


dibandingkan dengan makhluk ciptaan lainnya, karena manusia terdiri dari unsur
jasmani dan unsur rohani, yang keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan, keduanya saling menunjang dalam kehidupan. Di sisi lain, manusia
adalah makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk,
kedudukan manusia sebagai hamba/pengabdi dan juga sebagai khalifah di muka bumi.
Pada dasarnya, Allah menciptakan manusia dengan berbagai bangsa dan suku
agar manusia saling mengenal antara yang satu dengan yang lain. Menurut pendapat
kami, yang dimaksud saling mengenal di sini bukan sekedar mengetahui asal
seseorang dari bangsa dan suku mana, tetapi lebih jauh dari itu adalah mempelajari
dan memahami keragamannya baik berupa sejarah, budaya, pola sikap dan tingkah
laku maupun praktik keberagamaan dalam kehidupan sehari-hari di mana manusia itu
berada.
Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa
sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana
memahami manusia. Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah sesungguhnya
persoalan agama yang sebenarnya.Pergumulan dalam kehidupan kemanusiaan pada
dasarnya adalah pergumulan keagamaannya, karena berbagai aspek kehidupan
manusia tidak terlepas dari agama.
Praktik keberagamaan dalam kehidupan umat Islam beraneka ragam
tergantung pada berbagai faktor yang memengaruhinya, misalnya mazhab yang
dianutnya atau pola hidup keberagamaan kaum muslim pun ada yang berbeda sesuai
dengan kecenderungan pada organisasi-organisasi Islam tertentu. Ada pula yang
praktek keberagamaannya terpengaruh dengan budaya lokal tertentu, sehingga budaya
dikaitkan dengan ajaran agama. Jadi, mempelajari manusia berarti tidak terlepas dari
mempelajari budaya dan praktek keberagamaannya.
Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan
budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan
sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia nyata.
Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan adalah terletak pada interpretasi
dan pengamalan agama.Oleh karena itu, antropologi sangat diperlukan untuk

2
memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami
Islam yang telah dipraktikkan dalam kehidupan.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Antropologi
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos
yang berarti ilmu. Kata antropologi dalam bahasa Inggris yaitu “anthropology” yang
didefinisikan sebagai the social science that studies the origins and social
relationships of human beings atau the science of the structure and functions of the
human body, yaitu (ilmu sosial yang mempelajari asal-usul dan hubungan sosial
manusia atau Ilmu tentang struktur dan fungsi tubuh manusia). 1
Antropologi juga bisa diartikan sebagai ilmu tentang manusia, khususnya
tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada
masa lampau. Menurut Koentjaraningrat antropologi adalah ilmu yang mempelajari
umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik
masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari beberapa pengertian seperti yang telah dikemukakan, dapat disusun suatu
pengertian yang sederhana bahwa antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari
tentang manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara
berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkannya, sehingga setiap manusia
yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
Antropologi adalah sebuah ilmu yang didasarkan atas observasi yang luas
tentang kebudayaan, menggunakan data yang terkumpul, dengan menetralkan nilai,
analisis yang tenang (tidak memihak). 2
Adapun pengertian pendekatan, dalam dunia ilmu pengetahuan makna dari
istilah pendekatan adalah sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara
melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang
dikaji. Bersamaan dengan itu, makna metodologi juga mencakup berbagai teknik yang
digunakan untuk melakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara

1 Wawan, Definisi Antropologi, (lihat di http://wawan-satu.blogspot.com/2011/11/definisi antropologi.html ),


diakses tanggal 20 April 2022.
2 Akbar S. Ahmad, “Ke Arah Antropologi Islam” dalam Hasan Baharun dan Akmal Mundiri, Metodologi Studi

Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 232

3
melihat dan memperlakukan masalah yang dikaji. Dengan demikian, pengertian
pendekatan atau metodologi bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang atau cara
melihat sesuatu permasalahan yang menjadi perhatian tetapi juga mencakup
pengertian metode-metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan
pendekatan tersebut. 3
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai
salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan
yang tumbuh dan berkembang dalam masayarakat. Melalui pendekatan ini agama
tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan
berusaha memberikan jawabannya.
Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu
antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.
Antrapologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Raharjo, lebih
mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipasif. Dari sini timbul
kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan
deduktif sebagaimana digunakan dalam pendekatan sosiologis.

B. Objek Kajian dalam Pendekatan Antropologi


Ditinjau dari pengertian antropologi tersebut, obyek kajian dalam antropologi
mencakup 2 (dua) hal yaitu :
1) Keanekaragaman bentuk fisik manusia.
2) Keanekaragaman budaya/kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa
manusia.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa secara umum
obyek kajian antropologi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu antropologi fisik
yang mengkaji makhluk manusia sebagai organisme biologis, dan antropologi budaya
dengan tiga cabangnya: arkeologi, linguistik dan etnografi. Meski antropologi fisik
menyibukan diri dalam usahanya melacak asal usul nenek moyang manusia serta
memusatkan studi terhadap variasi umat manusia, tetapi pekerjaan para ahli di bidang

3Parsudi Suparlan, Agama Islam: Tinjauan Disiplin Antropologi, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam; Tinjauan
antar Disiplin Ilmu, (Bandung: Nuansa bekerja sama dengan Pusjarlit, Cet. I, 1998), 110.

4
ini sesungguhnya menyediakan kerangka yang diperlukan oleh antropologi budaya.
Sebab tidak ada kebudayaan tanpa manusia. 4
Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama, maka agama yang dipelajari
adalah agama sebagai fenomena budaya, bukan ajaran agama yang datang dari Allah.
Antropologi tidak membahas salah benarnya suatu agama dan segenap perangkatnya,
seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral. Wilayah antropologi
hanya terbatas pada kajian terhadap fenomena yang muncul. Menurut Atho Mudzhar,
ada lima fenomena agama yang dapat dikaji, yaitu: 5
1) Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.
2) Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan
penghayatan para penganutnya.
3) Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris.
4) Alat-alat seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya.
5) Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan,
seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Gereja Protestan, Syi’ah dan
lain-lain.
Kelima obyek di atas dapat dikaji dengan pendekatan antropologi, karena
kelima obyek tersebut memiliki unsur budaya dari hasil pikiran dan kreasi manusia.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan secara real konsep-konsep antropologi Islam,
Akbar S. Ahmad menyarankan untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menulis sejarah sosial yang ringkas tentang sirah Rasulullah Saw. yang bisa
dipahami oleh embaca Muslim maupun non-muslim. Sehingga dari sejarah
masyarakat Islam ideal meminjam istilah Akbar S. Ahmad tersebut dapat
ditarik suatu konsep tentang masyarakat Islam yang dicita-citakan.
2. Menulis buku-buku antropologi percontohan berkualitas tinggi, kemudian
buku- buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa besar umat Islam.
Sehingga buku-buku tersebut bisa menjadi acuan kajian lanjutan di semua
wilayah masyarakat Islam.
3. Menulis buku-buku kajian antropologis tentang setiap wilayah Islam,
kemudian buku itu disebarkan ke seluruh dunia Islam

4 Pendekatan antropologi dalam studi Islam (http://pascasarjanastainkds.blogspot.co.id/2013/10/pendekatan-


antropologi-dalam-studi-islam_8948.html ), Di akses tanggal 20 April 2022.
5 M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 15.

5
4. Mensponsori pakar-pakar antropologi Islam untuk mengadakan penelitian atas
seluruh wilayahh negara Islam.
5. Mengadakan kajian komparatif antara setiap wilayah-wilayah masyarakat
Islam, sehingga kita bisa mendapatkan pemahaman yang lebih untuk tentang
masing- masing wilayah tersebut.
6. Menguasai secara utuh prinsip-prinsip teknis kajian sosial, terutama yang
berkaitan dengan pembangunan, sehingga bisa dirancang sebuah agenda
pembangunan dunia Islam bersama yang lebih baik pada abad dua puluh satu
nanti.
7. Menelaah secara intens karya-karya ilmuan Islam yang berkaitan dengan
sosiologi dan antroppologi, kemudian hasil telaah tersebut diterbitkan dalam
jurnal-jurnal ilmiah atau buku khusus. 6

C. Nilai-Nilai Antropologis Dalam Tradisi Usul Fikih Dan Fikih


Dalam menjelaskan wacana antropologis dalam ilmu usul fikih, dapat
dijelaskan bagaimana cara kerja pendekatan antropologis dalam kajian ilmu ushul fiqh
yaitu pendekatan ini memiliki ciri khas deskriptif, bukan doktrinalnormatif, apalagi
literalistik. Pendekatan ini bermula dari membaca fenomena riil kehidupan manusia
sebagaimana adanya tanpa ada rekayasa dan dijelaskan secara alamiah.
Cara kerja ini dikenal dengan thick description yang menjadi bagian dari
pengungkapan pengamalan empiris hukum fikih oleh umat yang diperhatikan secara
serius, mendalam dan berkelanjutan. Menurut clifford geertz, thick description adalah
istilah yang dipakai untuk menjelaskan fenomena yang sedang berlangsung dan
terjadi di masyarakat yang perlu dipahami dan diketahui untuk ditafsirkan mengenai
apa yang sedang dipikirkan dan dikerjakan masyarakat, dan kajian bermula dari
dalam, tidak dari luar (outsider).7
Kajian antropologis menjadi salah satu alternatif dalam mendalami dan
memahami ajaran hukum fikih. Sebab, selama ini fiqh lebih banyak dipahami dan
didalami melalui jalur pendekatan doktrinal-literalistik. Paradigma antropologis ini
merupakan perubahan rute dari nalar yang melangit menuju nalar yang membumi,
dari wacana fikih ekslusif menuju wacana fikih inklusif. Rute yang dapat

6Akbar S. Ahmad, Kearah Antropologi Islam, (Jakarta, Media Dakwah, 1989), 30


7David N. Geller, “Pendekatan Antropologis”, dalam Peter Connolly (ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, terj.
Imam Khoiri, (Yogyakarta: LKiS, 2002), 46

6
mengantarkan seseorang kepada tujuan yang hendak dicapai. Pencapain tujuan yang
mengantarkan pada kemudahan dan kemaslahatan itu sangat dikehendaki oleh ulama
usul fikih sesuai dengan firman allah swt.
Demikian juga kajian antropologis ini memiliki kedekatan teoritik dengan
teori istishhab. Sebagaimana teori thick description clifford geertz, para ulama usul
fikih juga bekerja dengan model yang hampir sama, misalnya pendapat imam al-
sarkhasi (dari kalangan ulama hanafiyah) yang menyebutkan kaidah bahwa “istishhâb
alhal li itsbât al-hukm ibtida’un”. dalam hal ini, istishhâb adalah upaya dari ulama
ushul fiqh untuk menjelaskan dan menerapkan tradisi yang ada dikalangan umat yang
sudah berjalan dengan baik dan digalinya sebagai salah satu sumber hukum yang
diakui syara’ dan ini menjadi salah satu bentuk teori ijtihad ulama ushul fiqh.
Walaupun tidak sama persis, sebab thick description hanya menjelaskan
sebagaimana apa adanya dan berkesinambungan, sedangkan istishhâb tidak hanya
sekedar menjelaskan sebagaimana apa hal-hal yang sudah ada (ibqa’ ma kana),8 yang
bermakna bagi masyarakat yang hendak mengamalkannya.9 Umar bin khattab juga
mengeluarkan kebijakan hukum berlandaskan tradisi masyarakat sebelumnya dalam
mengelola tanah tanpa diganggu, sementara ajaran fiqh tetap berlaku optimal. Umar
menempatkan gagasan kajian fikih antropologis ini ketika menetapkan hukum
rampasan perang yang tidak dibagikan pada bala tentara muslim yang ikut berperang
di irak dan syiria. Ketika kebijakan umar ditentang oleh sahabat lainnya karena nabi
telah membagi tanah rampasan perang selama hidupnya, maka umar mengemukakan
alasan-asalan logis yang secara literalistik bertentangan dengan kebijakan nabi saw
tetapi secara substansial sama dengan merujuk pada pesan utama kebijakan nabi
sebagaimana ayat-ayat alquran.
Pada prinsipnya jika hal itu dilakukan pada masa pemerintahan umar, maka
kebijakan itu dapat mengganggu pranata ekonomi umat setempat yang sudah berlaku
secara alamiah, bahkan dapat memunculkan krisis ekonomi di wilayah tersebut . 10
Dalam konteks ini, paradigma usul fikih yang bersifat doktrinal-literalistik
sering tidak mampu merumusan wacana hukum/fikih sebagaimana apa adanya.
Walaupun demikian, umar telah memberikan wawasan alternatif yang mengakomodir

8 Amir Syarifuddin, Usul fikih, Jilid II (Jakarta: Kencana,2008), 364


9 M Amin Abdullah, Urgensi Pendekatan Antropologi untuk Studi Agama dan Studi Islam,
(http://aminabd.wordpress.com/2011/01/14/urgensi-pendekatanantropologi-untuk-studi-agama-dan-studi-
islam/), Di akses pada tanggal 3 april 2022
10 Amir Syarifuddin, Usul Fikih, Jilid II (Jakarta: Kencana, 2008), 365.

7
kepentingan individual dan kelompok, tidak hanya memperhatikan kepentingan
kelompok ekslusif kaum muslim, tetapi juga telah membawa gerakan pembangunan
fiqh ke dalam alam yang natural dan terintegrasi dengan kepentingan umat lainnya.
Gerakan pembumian wacana ilmu fiqh ini berbeda dengan wacana dominan
para sahabat nabi muhammadsaw lainnya yang semasa dengan umar, karena
mayoritas mereka lebih memperhatian aspek doktrinal-literalistik sebagaimana apa
adanya. Dalam Sunah Nabi Muhammad saw apa tanpa meneliti pesan utama dan
faktor-faktor historis yang melahirkan adanya regulasi fiqh itu. Padahal, jika wacana
fiqh didominasi oleh arus gerakan doktrinal-literalistik, maka kepentingan umat
setempat waktu itu tidak akan mungkin bisa diakomodasi dan sulit diwujudkan
kemaslahatan, jauh dari unsur budaya. 11

D. Signifikasi dan Kontribusi Pendekatan Antropologis dalam Studi Islam


Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai
salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama
tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan
berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-
cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah
digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana
dikatakan Powam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan
sifatnya partisipatif.
Melalui pendekatan antropologis di atas, maka dapat di lihat bahwa agama
ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat.
Dalam hubungan ini, jika ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang
maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamannya.
Tampaknya, agak sulit untuk melukiskan garis pemisah yang jelas antara
antropologi dan sosiologi karena kedua macam ilmu ini dibagi bukan karena metode
yang dipakai oleh para sarjana, melainkan metode yang dipakai oleh tradisi.

11 M Amin Abdullah, Urgensi Pendekatan Antropologi Untuk Studi Agama dan Studi Islam,
(http://aminabd.wordpress.Com/2011/01/14/urgensi-pendekatan-antropologi-untuk-studiagama-dan-studi-
islam/) Di akses pada tanggal 4 april 2022

8
Bagaimanapun antropologi telah memusatkan perhatiannya kepada kebudayaan-
kebudayaan primitif yang tidak bisa baca tulis dan tanpa teknik.
Selanjutnya, melalui pendekatan antropologi dapat melihat agama yaitu
hubungannya dengan mekanisasi pengorganisasi (social organization) juga tidak kalah
menarik untuk diketahui oleh para peneliti sosial agama. Khusus di Indonesia, karya
Clifford Geertz, the religion of java dapat dijadikan contoh yang baik dalam bidang
ini. Geerts melihat adanya klasifikasi sosial dalam masyarakat muslim di Jawa; santri,
priyayi dan abangan. Sungguh pun hasil penelitian antropologis di Jawa Timur ini
mendapat sanggahan dari berbagai ilmuwan sosial yang lain, konstruksi stratifikasi
sosial yang dikemukakannya cukup membuat orang berfikir ulang untuk mengecek
ulang keabsahannya.
Melalui pendekatan antropologis, sebagaimana tersebut di atas, terlihat dengan
jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu
pula, agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan
manusia. Dengan demikian, pendekatan antropologis sangat dibutuhkan dalam
memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan
informasi yang dapat dijelaskan melalui bantuan ilmu antropologi dengan cabang-
cabangnya.

E. Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam


1) Sekilas tentang Perkembangan Antropologi
Antropologi adalah salah satu disiplin ilmu dari cabang ilmu
pengetahuan sosial yang memfokuskan kajiannya pada manusia. Kajian
antropologi ini setidaknya dapat ditelusuri pada zaman kolonialisme di era
penjajahan yang dilakukan bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa Asia, Afrika
dan Amerika Latin serta suku Indian. Selain menjajah, mereka juga
menyebarkan agama Nasrani. Setiap daerah jajahan, ditugaskan pegawai
kolonial dan missionaris, selain melaksanakan tugasnya, mereka juga
membuat laporan mengenai bahasa, ras, adat istiadat, upacara-upacara, sistem
kekerabatan dan lainnya yang dimanfaatkan untuk kepentingan jajahan.
Perhatian serius terhadap antropologi dimulai pada abad 19. Pada abad
ini, antropologi sudah digunakan sebagai pendekatan penelitian yang
difokuskan pada kajian asal usul manusia. Penelitian antropologi ini mencakup
pencarian fosil yang masih ada, dan mengkaji keluarga binatang yang terdekat
9
dengan manusia serta meneliti masyarakat manusia, apakah yang paling tua
dan tetap bertahan. Pada waktu itu, semua dilakukan dengan ide kunci, ide
tentang evolusi.12
Antropolog pada masa itu beranggapan bahwa seluruh masyarakat
manusia tertata dalam keteraturan seolah sebagai eskalator historis raksasa
danmereka (bangsa Barat) menganggap bahwa mereka sudah menempati
posisi puncak, sedangkan bangsa Eropa dan Asia masih berada pada posisi
tengah, dan sekelompok lainnya yang masih primitif terdapat pada posisi
bawah. Pandangan antropolog ini mendapat dukungan dari karya Darwin
tentang evolusi biologis, namun pada akhirnya teori tersebut ditolak oleh para
fundamentalis populis di USA.
Selain perdebatan seputar masyarakat, antropolog juga tertarik
mengkaji tentang agama. Adapun tema yang menjadi fokus perdebatan di
kalangan mereka, seperti pertanyaan tentang : Apakah bentuk agama yang
paling kuno itu magic? Apakah penyembahan terhadap kekuatan alam?
Apakah agama ini meyakini jiwa seperti tertangkap dalam mimpi atau
bayangan, suatu bentuk agama yang disebut animisme? Pertanyaan dan
pembahasan seputar agama primitif itu sangat digemari pembacanya pada
abad ke 19. Sebagai contoh, terdapat dua karya besar yaitu The Golden Bough
dan The Element Forms of Religious Life
Dalam karyanya tersebut, Frazer menampilkan contoh-contoh magic
dan ritual dari teks klasik. Frazer berkesimpulan bahwa seluruh agama itu
sebagai bentuk sihir fertilitas. Dalam karyanya yang lain, Frazer
mengemukakan skema evolusi sederhana yaitu suatu ekspresi dari keyakinan
rasionalismenya bahwa sejarah manusia melewati tiga fase yang secara
berurutan didominasi oleh sihir, agama dan ilmu.
Berbeda dengan Durkheim, dia kurang sependapat jika mengambil
contoh dari semua agama di dunia dengan kurang memperhatikan konteks
aslinya seperti yang dilakukan oleh Frazer, karena itu adalah metode
antropologi yang keliru. Adanya aturan tunggal, dan mengatakan perlunya
menguji sebuah contoh secara mendalam, seperti agama Aborigin di Arunto
Australia Tengah. Terlepas dari kontroversi terhadap penelitiannya, yang jelas

12 David N. Gellner, Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogjakarta: Lkis,2002), 15

10
Durkheim telah memberikan inspirasi kepada para antropolog untuk
menggunakan studi kasus dalam mengungkap sebuah kebenaran.
Setelah Frazer dan Durkheim, kajian antropologi agama terus
mengalami perkembangan dengan beragam pendekatan penelitiannya.
Beberapa antropolog ada yang mengorientasikan kajian agamanya pada
psikologi kognitif, sebagian lain pada feminisme, dan sebagian lainnya pada
secara sejarah sosiologis. 13

2) Karakteristik Dasar Pendekatan Antropologi


Salah satu konsep kunci terpenting dalam antropologi modern adalah
holisme, yakni pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam
konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang
lain dalam masyarakat yang sedang diteliti. Para antropolog harus melihat
agama dan praktik pertanian, kekeluargaan, politik, magic, dan pengobatan
secara bersama-sama. Maksudnya agama tidak bisa dilihat sebagai sistem
otonom yang tidak terpengaruh oleh praktik-praktik sosial lainnya.
Beberapa tahun terakhir, ketika dekonstruksi postmodernisme yang
sedang digemari menjalar melalui ilmu sosial, pendekatan holistik mendapat
serangan. Jika ada masa-masa keemasannya, kerangka kerja fungsionalisme
struktural lebih membesarkan watak sistematik yang ditelitinya, namun saat
ini sudah dibuka peluang terhadap fungsionalis struktural. Karya yang
melakukan hal ini dapat dilihat dalam Lugbara Religion hasil penelitian
Middleton.
Dalam karyanya tersebut, dia lebih senang memilih istilah Inggris
daripada bahasa Lugbara itu sendiri, misalnya ancertor (nenek moyang), ghost
(hantu), witchcraft (ilmu ghaib) dan sorcery (ilmu sihir). Kendatipun
demikian, karya Middleton tidak mengurangi kekayaan etnografi, buktinya
siapa saja yang membaca hasil karyanya masih merasakan proses aksi sosial
dan agama seperti yang benar-benar dipraktikan. Ada 4 (empat) ciri
fundamendal cara kerja pendekatan antropologi terhadap agama yaitu sebagai
berikut:
a. Bercorak descriptive, bukannya normatif.

13Pendekatan Antropologis dalam studi Islam (http://eki-blogger.blogspot.com/2016/12/pendekatan-


antropologis-dalam-studi.html?m=1 )

11
b. Local practices , yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan.
c. Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar
berbagai domain kehidupan secara lebih utuh (connections across
social domains).
d. Comparative14
Antropologi interpretatif yang lebih global, seperti yang dilakukan oleh
C. Geertz. Ide kuncinya bahwa apa yang sesungguhnya penting adalah
kemungkinan menafsirkan peristiwa menurut cara pandang masyarakat itu
sendiri. Penelitian seperti ini harus dilakukan dengan cara tinggal di tempat
penelitian dalam waktu yang lama, agar mendapatkan tafsiran dari masyarakat
tentang agama yang diamalkannya. Jadi, pada intinya setiap penelitian yang
dilakukan oleh antropolog, memiliki karakteristik masing-masing, dan bagi
siapa saja yang ingin dengan semesta dengan segala isinya. Hal ini akan
berkaitan dengan ilmu lingkunngan hidup. 15
Hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Akan dikaji apakah beragama
adalah fithrah dalam diri manusia? Juga tentang peran nabi-nabi, kitab-kitab
suci dan ibadah dalam hubungan ini. Manusia masa depan. Di sini akan dikaji
tentang rekayasa manusia masa depan. Antara lain tentang pembibitan buatan,
bioteknologi, manusia robot dan hal-hal lainnya.
Manusia setelah mati. Pada point ini akan dikaji tentang bagaiman
manusia setelaha mati, serta apa yang harus ia persiapkan di dunia ini bagi
kehidupannya di akherat nanti. Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama,
maka agama yang dipelajari adalah agama sebagai fenomena budaya, bukan
ajaran agama yang datang dari Allah.
Antropologi tidak membahas salah benarnya suatu agama dan segenap
perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang
sakral.16

3) Contoh Penelitian yang Menggunakan Pendekatan Antropologi

14Pendekatan antropologi dalam studi islam ( http://eki-blogger.blogspot.com/2016/12/pendekatan-


antropologis-dalam-studi.html?m=1 ) diakses pada tanggal 22 April 2022
15 Karakteristik dasar pendekatan Antropologis ,biologis, maupun sebagai makhluk berbudaya

(http://misnafebriana96.blogspot.com/2016/11/metode-ilmiah-modernantropologis.html?m=1#:~:text=C.-
,Karakteristik%20Dasar%20Pendekatan%20Antropologis,biologis%20maupun%20sebagai%20makhluk%20berb
udaya ) diakses pada tanggal 22 April 2022
16
Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Grafindo Persada,2006), 18

12
Salah satu contoh penelitian yang akan dikemukakan pada bagian ini
adalah runtuhnya Daulat Bani Umayah dan bangkitnya Daulat Bani Abasiyah.
Untuk membahas topik ini, M. Atho Mudzhar menyarankan sedikitnya ada
empat hal yang harus diperhatikan dan diperjelas dalam rancangan penelitian,
yaitu: rumusan masalah, arti penting penelitian, metode penelitian dan literatur
yang digunakan. Keempat hal tersebut akan dirincikan secara singkat sebagai
berikut:
1. Rumusan masalahnya adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
jatuhnya Bani Umayah dan bangkitnya Bani Abasiyah? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, harus dirumuskan faktor penyebab runtuh atau
bangkitnya dinasti, dan aspek apa saja yang akan dilihat.
2. Menjelaskan signifikasi penelitian, seperti menjelaskan maksud penelitian
(sesuatu yang belum pernah diteliti atau dibahas sebelumnya) dan
kontribusi apa yang diperoleh dari hasil penelitian setelah dilakukan
nantinya.
3. Metode yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian
dengan merinci hal-hal seperti: bentuk dan sumber informasi serta cara
mendapatkannya, memahami dan menganalisa informasi serta cara
pemaparannya.
4. Melakukan telaah pustaka dan membuat rangkuman dari teori yang telah
dipaparkan. Setelah itu, seorang peneliti harus mengetahui apa saja yang
belum dibicarakan, dan dari sinilah akan diperoleh kontribusi dari hasil
penemuan penelitian.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Antropologis adalah ilmu tentang manusia dan kebudayaan. Kebudayaan
adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang diperoleh sebagai makhluk sosial
yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan pengalaman dan
lingkungan dan mendasari serta mendorong tingkah lakunya.Antropologi
memerhatikan terbentuknya pola-pola perilaku manusia dalam tatanan nilai yang
dinanti dalam kehidupan manusia.
Tujuan antropologi adalah memperoleh pemahaman totalitas manusia
sebagai makhluk, baik di masa lampau maupun sekarang, baik sebagai organisme
13
biologis maupun sebagai makhluk berbudaya. Oleh karena itu, para antropolog
mengkaji sifat-sifat khas fisik manusia serta sifat khas budaya yang dimilikinya.
Salah satu konsep terpenting dalam antropologi modern adalah holisme, yakni
pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara
esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat
yang sedang diteliti.
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai
salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan
yang tumbuh dan berkembang dalam masayarakat. Dengan kata lain bahwa cara-
cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah
digunakan pula untuk memahami agama.
Pendekatan antropologis digunakan sebagai salah satu solusi dalam
memecahkan permasalahan yang melilit umat Islam saat ini. Pendekatan
antropologis diperlukan sebagai wahana untuk memberikan pemahaman kepada
manusia dan solusi alternative dalam menganalisis dan memecahkan problematika
social kontemporer sehingga mampu menjembatani berbagai persoalan yang
dihadapi oleh manusia kontemporer.
kajian antropologis
Dalam paradigma usul fikih akan melahirkanwacana keilmuan fikih yang
utuh, integratif dankomparatif, sehingga pengembangan hukumfikih dapat sesuai
dengan kepentingan umat dan bangsa dengan baik. Dengan pendekatan
antropologis ini, segala pendapat dan rumusan keilmuan fikih terbuka untuk dikaji
ulang dan ditransformasikan dalam kehidupan umat dan bangsa serta tidak hanya
bersifat melibatkan elemen tertentu, tetapi dapat melibatkan semua elemen yang
berkompeten dengan lahirnyapendapat hukum fikih. Dengan cara demikian,
perbedaan paradigma keilmuan dan tindakan dalam mengamalkan ajaran hukum
fikih tidak akan menyebabkan perpecahan, sebab perbedaan telah dijadikan model
sebagai instrumen untuk memperkaya dan mengembangkan wacana keilmuan
fikih sebagai produk dari ilmu ushul fikih.

DAFTAR PUSTAKA

Wawan, Definisi Antropologi, lihat di (http://wawan-satu.blogspot.com/2011/11/definisi


antropologi.html), diakses tanggal 1 April 2022.

14
S. Ahmad Akbar, “Ke Arah Antropologi Islam” dalam Hasan Baharun dan Akmal Mundiri,
Metodologi Studi Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)

Suparlan Parsudi, “Agama Islam: Tinjauan Disiplin Antropologi”, Tradisi Baru Penelitian
Agama Islam; Tinjauan antar Disiplin Ilmu, (Bandung: Nuansa bekerja sama dengan
Pusjarlit, Cet. I, 1998)

Pendekatan Antropologi dalam studi Islam (


http://pascasarjanastainkds.blogspot.co.id/2013/10/pendekatan-antropologi-dalam-
studi-islam_8948.html ) diakses pada tanggal 22 April 2022

Mudzhar, H. A. (1998). Pendekatan studi Islam dalam teori dan praktek. Yogjakarta: Pustaka
pelajar.

Akbar S. Ahmad. 1989. Kearah Antropologi Islam, Jakarta: Media Da’wah.

Syarifuddin Amir. 2008. Ushul Fiqih, jilid 1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Adullah M Amin, Urgensi Pendekatan Antropologi Untuk Studi Agama dan Studi Islam,
(http://aminabd.wordpress.Com/2011/01/14/urgensi-pendekatan-antropologi-untuk-
studiagama-dan-studi-islam/) Di akses pada tanggal 4 april 2022

David N. Gellner dalam Peter Connolly (ed.). 2002. Aneka Pendekatan Studi Agama.
Yogyakarta: LkiS

Bustanuddin Agus. 2006. Agama dalam Kehidupan Manusia; Pengantar Antropologi Agama.
Jakarta: Raja Grapindo Persada.

Karakteristik dasar pendekatan Antropologis ,biologis, maupun sebagai makhluk berbudaya


(http://misnafebriana96.blogspot.com/2016/11/metode-ilmiah-
modernantropologis.html?m=1#:~:text=C.-

15
,Karakteristik%20Dasar%20Pendekatan%20Antropologis,biologis%20maupun%20se
bagai%20makhluk%20berbudaya ) diakses pada tanggal 22 April 2022

Pendekatan antropologi dalam studi islam(http://eki-blogger.blogspot.com/2016/12/


pendekatan-antropologis-dalam-studi.html?m=1 ) diakses pada tanggal 22 April 2022

16

Anda mungkin juga menyukai