PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sebagai pelaku yang menghayati, meyakini, dan menjalankan perintah
(berperilaku) terhadap (ajaran) agama. Penelitian agama dalam pandangan
ilmu sosial adalah mengkaji bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan
dan sistem sosial, berdasarkan fakta atau realitas sosio-kultural.
4
2. Metode Normatif
Dalam studi antropologi Agama dimaksudkan mempelajari norma-norma
(kaidah-kaidah, patokan-patokan, atau sastra-sastra suci agama), maupun yang
merupakan perilaku adat kebiasaan yang tradisional yang tetap berlaku, baik
dalam hubungan manusia dengan alam ghaib maupun dalam hubungan antara
sesama manusia yang bersumber dan berdasarkan ajaran agama amsing-masing.
3. Metode Diskriptif
Di dalam studi Antropologi Agama dimaksudkan ialah berusaha mencatat,
melukiskan, menguraikan, melaporkan tentang buah pikiran sikap tindak dan
perilaku manusia yang menyangkut agama dalam kenyataan yang impilist.
4. Metode Empiris
Dengan metode ini Antropologi Agama mempelajari pikiran sikap dan
perilaku agama manusia yang diketemukan dari pengalaman dan kenyataan di
lapangan.
5
E. Pengertian Syiah
golongan Syiah Imamiyah adalah Syiah Itsnâ ‘Asarîyah atau lebih dikenal
dengan Imâmiyah atau Ja’fariyah, atau kelompok Syiah imam dua belas.
Kelompok Syiah inilah yang jumlahnya paling banyak (mayoritas) dari
kelompok Syiah yang ada sekarang.
6
orang Syiah bersembunyi, tak menampakkan diri sampai muncul
gelombang kedua masuknya Syiah ke Indonesia, yaitu setelah revolusi
Islam di Iran.
Ritual seperti tradisi ziarah kubur dan membuat kubah pada kuburan
adalah tradisi Syi’ah. Tradisi itu lahir di Indonesia dalam bentuk mazhab
Syafi’i padahal sangat berbeda dengan mazhab Syafi’i yang dijalankan di
negara-negara lain. Berkembangnya ajaran pantheisme (kesatuan wujud,
union mistik, Manunggal ing Kawula Gusti), di Jawa dan Sumatera
merupakan pandangan teologi dan mistisisme (tasawuf falsafi) yang
sinkron dengan aqidah Syiah(Nursaymsuriati, 2011). Infiltrasi Syiahdalam
penyebaran Islam di Indonesia nampak jelas pada masyarakat NU sebagai
representasi kelompok Alhusunnah, pengaruh tadisi Syi’ah pun cukup kuat
di dalammya. Dr Said Agil Siraj sebagai Wakil Katib Syuriah PBNU
secara terang mengatakan bahwa kebiasaan Barjanji dan Diba’i adalah
berasal dari tradisi Syiah.Dan bahkan KH Abdurrahman Wahid pernah
mengatakan bahwa Nahdatul Ulama secara kultural adalah Syi’ah.
7
Dominasi kuat kelompok di luar Syiah di Indonesia, berdampak pada
reaksi yang ditunjukkan masyarakat Indonesia. Masuknya faham Syiah di
Indonesia dicounter dengan penyebaran buku-buku yang berisi informasi
tentang Syiah yang bernada negatif atau menunjukan sikap penolakan
terhadap Syiah. Beberapa literatur beredar di masyarakat pasca
kemenangan Syiah di Iran diterbitkan di Indonesia.
Pada Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1984,
melalui surat ketetapan tanggal 7 Maret 1984 yang ditandatangani oleh
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, merekomendasikan tentang faham Syi’ah
sebagai berikut: Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat
dalam dunia Islam mempunyai perbedaanperbedaan pokok dengan mazhab
Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) yang dianut oleh Umat Islam
Indonesia. Perbedaan yang disebutkan dalam ketetapan MUI tersebut di
antaranya: a) Syi’ahmenolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul
Bait; b) Syi’ah memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang suci); c) Syi’ah
tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”; d) Syi’ah memandang bahwa
menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk
rukun agama; e) Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu
Bakar As-Shiddiq, Umar Ibnul Khatthab, dan Usman bin Affan;
Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah
wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang
“Imamah” (pemerintahan)”, Majelis UlamaIndonesia mengimbau kepada
umat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah agar
meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang
didasarkan atas ajaran Syi’ah. Kata-kata yang tertuang dalam keputusan
MUI tersebut, dengan jelas sebagai bentuk propaganda anti Syiah.
8
Ketiga, Melaui Intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran
G. Implikasi Syiah
9
negatif. Mereka tidak hanya menentang keras dan menolak mentah-mentah
mazhab Syi’ah, tetapi juga menindaklanjuti dengan mengajukan desakan dan
tuntutan pada pemerintah untuk secara tegas melarang Syi’ah di Indonesia dan
menutup sejumlah yayasan Syi’ah yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.
Kelompok ini juga menghendaki Pemerintah untuk mengontrol penyebaran buku-
buku dan penerbitan Syi’ah dan menyetop peredarannya.
10
politik Indonesia. Hal ini diantaranya disebabkan oleh kondisi masyarakat
Indonesia yang majemuk yang diwarnai dengan latar belakang perbedaan agama,
etnis, budaya, bahasa, serta kultur setempat. Meski umat Islam sendiri merupakan
kelompok mayoritas, namun kondisi kultural merekaamatlah beragam. Umumnya
mereka masih memiliki sentiment primordial yang kuat yang didasari oleh ikatan
etnisitas dan kultur local yang amat beragam. Di samping itu, level pemahaman
dan penerapan ajaran Islam dari umat Islam Indonesia juga bervariasi. Ikatan
sentiment primordial sangat mempengaruhi terjadinya kesenjangan di antara Islam
sebagai suatu konsep doctrinal (doctrinal concept) dan Islam sebagai suatu
fenomena kultural (cultural phenomena). Budaya local sangat berpengaruh
terhadap manifestasi pelaksanaan syariat Islam. Di beberapa wilayah tertentu
masih banyak terdapat praktik-praktik keagamaan yang berbaur dengan
kebudayaan setempat. Fenomena Islam nominal(abangan) dan Islam santri di
Jawa, Islam Wetu Telu dan Waktu Lima di Lombok, membuktikan derajat
pemahaman dan penerapan Islam di Indonesia banyak sekali dipengaruhi oleh
varian-varian budaya etnik yang bersifat lokalistik (lokal kultural variations).
11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Rosidah Umi Feryani. 2012. Pendekatan Antropologi dalam Studi Agama. Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya
13