Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Manusia merupakan makhluk yang memiliki peradaban.hal ini


dapat dibuktikan sejak zaman manusia purba sampai zaman manusia
modern. keunikan dalam hal peradaban ini tidak dimiliki oleh makhluk-
makhluk lainnya. sehinnga para ilmuwan tertarik untuk mempelajari
tentang manusia. Dan ilmu yang mempelajari manusia disebuat
antropologi.

Antropologi secara harfiah berasal dari bahasa Yunani, dari kata


antropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Antropologi
adalah ilmu yang membahas tentang manusia. Antropologi berusaha untuk
mengkaji sistem-sistem yang berkaitan dengan kehidupan manusia,
masyarakat, serta budayanya.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian antropologi agama?

2. Bagaimana kehidupan beragama sebagai sasaran kajian?

3. Bagaimana metode antropologi agama?


4. Bagaimana implikasi antropologi agama?
5. Apa pengertian syiah?

6. Bagaimana perkembangan syiah di indonesia?

7. Bagaimana implikasi syiah?

1
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui antropologi agama

2. Untuk mengetahui kehidupan beragama sebagai sasaran kajian

3. Untuk mengetahui metode antropologi agama

4. Untuk mengetahui implikasi antropologi agama

5. Untuk mengetahui pengertian syiah

6. Untuk mengetahui perkembangan syiah di indonesia

7. Untuk mengetahui implikasi syiah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Antropologi Agama

Antropologi agama adalah mengkaji agama dengan menggunakan


pendekatan antropologi membuahkan ilmu. Kajian agama melalui tinjauan
antropologi dapat diartikan sebagai salah satu upaya untuk memahami
agama dengan melihat wujud praktik keagamaan (tindakan, perilaku) yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat. Kajian ini diperlukan sebab
elemen-elemen agama bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan
antropologi dan juga ilmu sosial lainnya. Artinya, dalam memahami ajaran
agama manusia dapat dijelaskan melalui bantuan ilmu antropologi, dengan
menggunakan (bantuan) teori-teori di dalamnya. Hal ini bertujuan untuk
mendeskripsikan bahwa agama mempunyai fungsi, melalui simbol- simbol
atau nilai-nilai yang dikandungnya dan “hadir di mana-mana”. Oleh
karenanya, agama ikut mempengaruhi, bahkan membentuk struktur sosial,
budaya, ekonomi, politik dan kebijakan umum.

B. Kehidupan Beragama Sebagai Sasaran Kajian

Kajian agama dapat dikategorikan dalam dua hal : what is religion


dan what does religion do for other. Hal pertama terkait dengan makna agama
bagi manusia, sedangkan hal kedua terkait dengan peran atau fungsi agama
bagi manusia.

Sebuah kajian/penelitian (research) adalah upaya sistematis dan


obyektif dalam mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-
prinsip umum. Penelitian agama dalam pendekatan antropologi bukanlah
meneliti hakikat agama dalam arti wahyu, melainkan meneliti manusia

3
sebagai pelaku yang menghayati, meyakini, dan menjalankan perintah
(berperilaku) terhadap (ajaran) agama. Penelitian agama dalam pandangan
ilmu sosial adalah mengkaji bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan
dan sistem sosial, berdasarkan fakta atau realitas sosio-kultural.

Oleh karena itu, pendekatan antropologi dalam studi agama memandang


agama sebagai fenomena kultural dalam pengungkapannya yang beragam,
khususnya tentang kebiasaan, perilaku dalam beribadah serta kepercayaan
dalam hubungan-hubungan sosial. Adapun yang menjadi acuan dengan
pendekatan antropologi dalam studi agama secara umum, adalah mengkaji
agama sebagai ungkapan kebutuhan makhluk budaya yang meliputi beberapa
hal. Pertama, pola-pola keberagamaan manusia dari perilaku bentuk-bentuk
keyakinan/kepercayaan dari politeisme hingga pola keberagamaan masyarakat
monoteisme. Kedua, Agama dan pengungkapannya dalam bentuk mitos,
simbol, ritus, tarian ritual, upacara, pengorbanan, semedi dan slametan. Ketiga,
pengalaman religius yang meliputi meditasi, doa, mistisisme, sufisme, dan lain-
lain. Memandang agama sebagai fenomena kultural, memberikan fungsi/makna
beragama terdalam yakni meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat tentang arti
penting agama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Di samping itu muncul
pula upaya-upaya, baik individual maupun kolektif, untuk mengurangi ataupun
menghilangkan potensi ketegangan atau antagonisme.

C. Metode Antropologi Agama


Metode ilmiah untuk menjawab persoalan dalam antropologi agama ada
empat macam, antara lain:
1. Metode Historis
Menelusuri pikiran dan perilaku manusia tentang agamanya yang
berlatarbelakang sejarah yaitu sejarah perkembangan “budaya agama” sejak
masyarakat manusia masih sederhana budayanya sampai budaya agamanya yang
sudah maju.

4
2. Metode Normatif
Dalam studi antropologi Agama dimaksudkan mempelajari norma-norma
(kaidah-kaidah, patokan-patokan, atau sastra-sastra suci agama), maupun yang
merupakan perilaku adat kebiasaan yang tradisional yang tetap berlaku, baik
dalam hubungan manusia dengan alam ghaib maupun dalam hubungan antara
sesama manusia yang bersumber dan berdasarkan ajaran agama amsing-masing.
3. Metode Diskriptif
Di dalam studi Antropologi Agama dimaksudkan ialah berusaha mencatat,
melukiskan, menguraikan, melaporkan tentang buah pikiran sikap tindak dan
perilaku manusia yang menyangkut agama dalam kenyataan yang impilist.
4. Metode Empiris
Dengan metode ini Antropologi Agama mempelajari pikiran sikap dan
perilaku agama manusia yang diketemukan dari pengalaman dan kenyataan di
lapangan.

D. Implikasi Antropologi Agama


Antropologi agama sebagai ilmu pengetahuan yang khusus berdiri sendiri,
yang tidak lagi berada dalam kandungan antropologi budaya, manfaatnya guna
memecahkan berbagai masalah keagamaan yang timbul dikalangan
masyarakat.dengan demikan antropologi agama tidak saja bermanfaat untuk
kebutuhan teoritis, tetapi juga untuk kebutuhan praktis.
Sebagai ilmu tentang umat manusia, antropologi melalui pendekatan dan
metode ilmiah berusaha menyusun sejumlah generalisasi yang bermakna tentang
manusia dan perilakunya.Kedua bidang besar dari antropologi adalah antropologi
fisik dan budaya.Antropologi fisik memusatkan perhatiannya pada manusia
sebagai organisme biologis yang tekanannya pada upaya melacak evolusi
perkembangan manusia dan mempelajari variasi-variasi biologis dalam species
manusia.Sedangkan antropologi budaya berusaha mempelajari manusia
berdasarkan kebudayaannya.Dimana kebudayaan dapat merupakan peraturan-
peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat

5
E. Pengertian Syiah

Syiah adalah paham keagamaan yang menyandarkan pada


pendapat Sayidina Ali (khalifah ke empat) dan keturunannya yang muncul
sejak awal pemerintahan Khulafaurrasyidin. Syiah berkembang menjadi
puluhan aliranaliran karena perbedaan paham dan perbedaan dalam
mengangkat Imam.

golongan Syiah Imamiyah adalah Syiah Itsnâ ‘Asarîyah atau lebih dikenal
dengan Imâmiyah atau Ja’fariyah, atau kelompok Syiah imam dua belas.
Kelompok Syiah inilah yang jumlahnya paling banyak (mayoritas) dari
kelompok Syiah yang ada sekarang.

Al-Qarâmithah merupakan kelompok yang sangat keras dan ekstrem.


Kelompok Al-Qarâmithah pempercayai bahwa sayyidina Ali bin Abi
Thalib adalah Tuhan; bahwa setiap teks yang ada dalam al-Qur’an
memiliki makna lahir dan bantin, dan yang terpenting adalah makna
batinnya. Mereka menganjurkan kebebasan seks dan kepemilikan
perempuan dan harta secara bersama-sama dengan dalih mempererat
hubungan kasih-sayang.

F. Perkembangan Syiah di Indonesia

Menurut Jalaluddin Rahmat (tokoh Syiah Indonesia), perkembangan Syiah


di Indonesia terdapat empat fase (periodisasi).

Pertama, bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia,

Syiah sudah masuk keindonesia sejak masa awal masuknya Islam di


Indonesia melalui para penyebar Islam awal, yaitu melaui orangorang
persia yang tinggal di Gujarat. Syiah pertama kali datang ke Aceh. Raja
pertama Kerajaan Samudra Pasai yang terletak di Aceh. Marah Silu,
memeluk Islam versi Syiah dengan memakai gelar Malikul Saleh. Saat itu

6
orang Syiah bersembunyi, tak menampakkan diri sampai muncul
gelombang kedua masuknya Syiah ke Indonesia, yaitu setelah revolusi
Islam di Iran.

Karena persebaran Syiah di Indonesia yang sudah berlangsung lama, ada


beberapa ritual dalam tradisi Syiah yang mempengaruhi pola ritual
keagamaan di kalangan komunitas Islam Indonesia. Salah satunya ialah
praktik perayaan 10 Muharram yang biasa dirayakan oleh pengikut Syiah
untuk memperingati terbunuhnya Husein ibn Ali, cucu Nabi Muhammad.
Husein terbunuh dalam Perang Kabala pada 10 Muharram 61 H.

Ritual seperti tradisi ziarah kubur dan membuat kubah pada kuburan
adalah tradisi Syi’ah. Tradisi itu lahir di Indonesia dalam bentuk mazhab
Syafi’i padahal sangat berbeda dengan mazhab Syafi’i yang dijalankan di
negara-negara lain. Berkembangnya ajaran pantheisme (kesatuan wujud,
union mistik, Manunggal ing Kawula Gusti), di Jawa dan Sumatera
merupakan pandangan teologi dan mistisisme (tasawuf falsafi) yang
sinkron dengan aqidah Syiah(Nursaymsuriati, 2011). Infiltrasi Syiahdalam
penyebaran Islam di Indonesia nampak jelas pada masyarakat NU sebagai
representasi kelompok Alhusunnah, pengaruh tadisi Syi’ah pun cukup kuat
di dalammya. Dr Said Agil Siraj sebagai Wakil Katib Syuriah PBNU
secara terang mengatakan bahwa kebiasaan Barjanji dan Diba’i adalah
berasal dari tradisi Syiah.Dan bahkan KH Abdurrahman Wahid pernah
mengatakan bahwa Nahdatul Ulama secara kultural adalah Syi’ah.

Kedua, pasca revolusi Islam Iran;

Gerakan revolusi mampu mengubah Iran dari monarki di bawah Shah


Mohammad Reza Pahlevi, menjadi Republik Islam di bawah pimpinan
Ayatullah Agung Ruhullah Khomeini. Ketika itu orang Syiah mendadak
punya negara, yaitu Iran. Sejak kemenanganSyiah pada Revolusi Iran,
muncul simpati yang besar di kalangan aktivis muda Islam di berbagai
kota terhadap Syiah.

7
Dominasi kuat kelompok di luar Syiah di Indonesia, berdampak pada
reaksi yang ditunjukkan masyarakat Indonesia. Masuknya faham Syiah di
Indonesia dicounter dengan penyebaran buku-buku yang berisi informasi
tentang Syiah yang bernada negatif atau menunjukan sikap penolakan
terhadap Syiah. Beberapa literatur beredar di masyarakat pasca
kemenangan Syiah di Iran diterbitkan di Indonesia.

Pada Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1984,
melalui surat ketetapan tanggal 7 Maret 1984 yang ditandatangani oleh
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, merekomendasikan tentang faham Syi’ah
sebagai berikut: Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat
dalam dunia Islam mempunyai perbedaanperbedaan pokok dengan mazhab
Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) yang dianut oleh Umat Islam
Indonesia. Perbedaan yang disebutkan dalam ketetapan MUI tersebut di
antaranya: a) Syi’ahmenolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul
Bait; b) Syi’ah memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang suci); c) Syi’ah
tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”; d) Syi’ah memandang bahwa
menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk
rukun agama; e) Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu
Bakar As-Shiddiq, Umar Ibnul Khatthab, dan Usman bin Affan;
Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah
wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang
“Imamah” (pemerintahan)”, Majelis UlamaIndonesia mengimbau kepada
umat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah agar
meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang
didasarkan atas ajaran Syi’ah. Kata-kata yang tertuang dalam keputusan
MUI tersebut, dengan jelas sebagai bentuk propaganda anti Syiah.

Setelah gelombang kedua, Syiah masuk keindonesia pasca Revolusi Iran,


ketertarikan paham pemikiran Syiah secara falsafi berkembang menuju
pemahaman Fiqhiyah.

8
Ketiga, Melaui Intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran

masyarakat Indonesia mempelajari fiqih Syiah. Para peminat Syiah mulai


belajar fiqih dari habibhabib yang pernah belajar di Khum, Iran.
Gelombang reformasi yang terjadi pada tahun 1998 sebagai era
keterbukaan dan kebebasan ikut mendorong daya ketertarikan masyarakat
pada ajaran Syiah. Karena pemahaman Syiah sudah masuk ke ranah fiqih,
muncullah perbedaan paham yang mengarah pada benih-benih konflik
secara terbuka.

Keempat, Tahap keterbukaan melaui Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah


Ahlul Bait Indonesia

berdiri 1 Juli 2000. Sehingga secara terbuka Syiah eksistensinya semakin


diakui oleh sebagian masyarakat Indonesia. Perkembangan Syiah secara
terbuka ini didorong oleh semangat keterbukaan dan pluralisme sebagai
buah dari semangat Reformasi. Dengan semakin meningkatnya penganut
yang mengamalkan ajaran fiqh Syiah, maka tingkat ketegangan kelompok
Sunni dengan Syiah semakin meningkat. Banyak sekali serangan dan
perseteruan terhadap Syiah.

G. Implikasi Syiah

Implikasi Pemikiran Syi’ah di Indonesia

Perkembangan mazhab Syi’ah di Indonesia, di satu sisi merupakan suatu


khazanah dalam Islam, akan tetapi, di sisi lain, akan timbul suatu “kejutan” baik
di bidang ideologi, politik,dan budaya. Secara ideologi dan politik, konsep
imamiah dan Wilayah Al-Faqih yang dianut oleh Syi’ah, mendapatkan berbagai
reaksi dari kalangan Islam Sunni yang merupakan mayoritas muslim di Indonesia.
Reaksi ini bergerak sepanjang garis kontinum (along the continuum line) yang
memiliki dua kutub ekstrem (two extreme poles). Penolakan total atas pandangan
dan pemikiran Syi’ah, sebagaimana tercermin dari sikap para pemakalah dalam
seminar Syi’ah di Masjid Istiqlal, merupakan reaksi yang berada dikutub ekstrem

9
negatif. Mereka tidak hanya menentang keras dan menolak mentah-mentah
mazhab Syi’ah, tetapi juga menindaklanjuti dengan mengajukan desakan dan
tuntutan pada pemerintah untuk secara tegas melarang Syi’ah di Indonesia dan
menutup sejumlah yayasan Syi’ah yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.
Kelompok ini juga menghendaki Pemerintah untuk mengontrol penyebaran buku-
buku dan penerbitan Syi’ah dan menyetop peredarannya.

Mereka yang dapat menerima ajaran dan pandangan Syi’ah secara


keseluruhan berada di kutub ekstrem positif. Sedang mereka yang berada diantara
dua titik ekstrem ini adalah kelompok moderat yang dapat mentolerir (perbedaan)
pandangan Syi’ah yang spesifik,meskipun tidak berarti dapat menerima
keseluruhan dari ajaran Syi’ah. Dengan kata lain ada ajaran tertentu yang bisa
diterima khususnya yang menyangkut peranan Wilayah Al-Faqih, ada pula hal-hal
yang tidak dapat diterima sepenuhnya, khususnya yang menyangkut masalah-
masalah fiqih. Misalnya kebiasaan Syi’ah dalam menentukan waktu magrib,
menggabungkan dua waktu shalat, dan meniadakan shalat jumat.

Beberapa kalangan Sunni moderat mengakui ada sisi-sisi ajaran Syi’ah,


khususnya yang menyangkut figure dan peranan kepemimpinan ulama yang patut
untuk diteladani. Mereka mengakui bahwa Iran sangat berentung memiliki figure
kepemimpinan semacam Ayatullah Khomeini, yang mewarisi nilai spiritualitas
tinggi utamanya dalam menentang kezaliman, tirani, dan ketidakadilan. Tipe
kepemimpinan ulama yang sangat militant yang berhasil mempelopori revolusi
untuk menggulingkan tirani dan hagemoni Syi’ah Irantidak dimiliki oleh
mayoritas Sunni di Arab Saudi maupun di Indonesia. Di Indonesia,rezim Soeharto
berhasil mempertahankan kekuasaan absolut selama puluhan tahun tanpaada
seorang pun ulama yang mampu menentangnya secara terbuka.

Diakui, khususnya oleh kalangan Sunni moderat, konsep kepemimpinan


yang menempatkan ulama di atas umara sebagai pengontrol eksekutif merupakan
sesuatu yang ideal dalam pemerintahan. Bagi Sunni, model kepemimpinan ini
menjadi wishful thinkingatau utopia yang relatif sulit diterapkan dalam kehidupan

10
politik Indonesia. Hal ini diantaranya disebabkan oleh kondisi masyarakat
Indonesia yang majemuk yang diwarnai dengan latar belakang perbedaan agama,
etnis, budaya, bahasa, serta kultur setempat. Meski umat Islam sendiri merupakan
kelompok mayoritas, namun kondisi kultural merekaamatlah beragam. Umumnya
mereka masih memiliki sentiment primordial yang kuat yang didasari oleh ikatan
etnisitas dan kultur local yang amat beragam. Di samping itu, level pemahaman
dan penerapan ajaran Islam dari umat Islam Indonesia juga bervariasi. Ikatan
sentiment primordial sangat mempengaruhi terjadinya kesenjangan di antara Islam
sebagai suatu konsep doctrinal (doctrinal concept) dan Islam sebagai suatu
fenomena kultural (cultural phenomena). Budaya local sangat berpengaruh
terhadap manifestasi pelaksanaan syariat Islam. Di beberapa wilayah tertentu
masih banyak terdapat praktik-praktik keagamaan yang berbaur dengan
kebudayaan setempat. Fenomena Islam nominal(abangan) dan Islam santri di
Jawa, Islam Wetu Telu dan Waktu Lima di Lombok, membuktikan derajat
pemahaman dan penerapan Islam di Indonesia banyak sekali dipengaruhi oleh
varian-varian budaya etnik yang bersifat lokalistik (lokal kultural variations).

11
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Antropologi agama adalah mengkaji agama dengan menggunakan


pendekatan antropologi membuahkan ilmu. Kajian agama melalui tinjauan
antropologi dapat diartikan sebagai salah satu upaya untuk memahami agama
dengan melihat wujud praktik keagamaan (tindakan, perilaku) yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat.

Antropologi agama meliputi kehidupan beragama sebagai sasaran kajian,


metode antropologi agama (metode historis, metode normatif, metode diskriptif,
metode empiris), implikasi antropologi agama.
Syiah merupakan paham keagamaan yang menyandarkan pada pendapat
Sayidina Ali (khalifah ke empat) dan keturunannya yang muncul sejak awal
pemerintahan Khulafaurrasyidin. Syiah berkembang menjadi puluhan aliranaliran
karena perbedaan paham dan perbedaan dalam mengangkat Imam. Implikasi
Syiah

Dampak dari adanya Syiah di Indonesia adalah banyaknya serangan


terhadap Syiah itu sendiri, karena bertentangan dengan dengan kelompok Sunni.
Banyak perseteruan.

SARAN

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis senantiasa dengan lapang dada menerima
bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
perbaikan makalah berikutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hasim, Moh. 2012. SYIAH: SEJARAH TIMBUL DAN PERKEMBANGANNYA


DI INDONESIA. Shia: Its History and Development in Indonesia. Semarang :
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang Diakses melalui :
https://www.researchgate.net/publication/291249905_Shia_Its_History_and_Deve
lopment_in_Indonesia/link/569f205408aee4d26ad06783/download

Nursaymsuriati. Berkelanjutan dan Perubahan Tradisi Keagamaan Syiah (Studi


Masyarakat Santri YAPI Bangil Pasuruan. Thesis Pasca Sarjana UIN Malang,
2015.

Rosidah Umi Feryani. 2012. Pendekatan Antropologi dalam Studi Agama. Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya

13

Anda mungkin juga menyukai