Anda di halaman 1dari 22

PERTEMUAN 1

Pengertian Sosiologi

Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-proses sosial
yang terjadi di dalamnya. Polak mengartikan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat
sebagai keseluruhan, yaitu antar hubungan manusia dengan manusia, secara individu maupun
kelompok, baik dalam suasana formal maupun material, baik statis maupun dinamis. Menurut
Sorokin, hubungan timbal balik tersebut meliputi beragam gejala sosial (ekonomi dengan agama,
keluarga dengan moral, ekonomi dengan hukum, dan sebagainya).

Untuk melakukan hubungan yang sedemikian itu diperlukan adanya interaksi sosial, organisasi sosial,
struktur sosial, dan proses sosial yang kesemuanya mengakibatkan adanya perubahan sosial, sebagai
indikator terjadinya dinamika pada masyarakat. Sehingga oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi, sosiologi diartikan sebagai ilmu masyarakat, yaitu ilmu yang mempelajari struktur sosial
dan proses sosial, termasuk perubahan sosial.

defenisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:

I. Pengertian Sosiologi menurut Max Weber(1864-1920)

1. Sosiologi adalah ilmu yang berusaha memberikan pengertian tentang aksi-aksi sosial.

2. Teori Ideal Typus, yaitu suatu kosntruksi dalam pikiran seorang peneliti yang dapat digunakan
sebagai alat untuk menganalisis gejala-gejala dalam masyarakat.

3. Ajaran-ajarannya sangat menyumbang sosiologi, misalnya analisisnya tentang wewenang,


birokrasi, sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi dan seterusnya.

II. Pengertian Sosiologi menurut Charles Horton Cooley (1864-1929)

1. Mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak
terpisahkan antara individu dengan masyarakat.

2. Teorinya mengidamkan kehidupan bersama, rukun dan damai sebagaimana dijumpai pada
masyarakatmasyarakat yang masih bersahaja.

3. Prihatin melihat masyarakat-kasyarakat modern yang telah goyah norma-normanya, sehingga


masyarakat bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu berlebih-lebihan kesempurnaannya.

III. Pengertian Sosiologi menurut F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus
yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung
pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan
kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural,
proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.

IV. Pengertian Sosiologi menurut H.P. Fairchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology”
dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.

V. Pengertian Sosiologi menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah ilmu


yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang
mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan,
ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.

Jadi pengertian Sosiologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dalam
hubungan timbal balik dengan manusia di lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang
kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku
yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.

Ilmu sosiologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai Sosiologi olahraga.
Penerapan sosiologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang
ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-
faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari soiologi olahraga adalah
untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari
sebelumnya.

Sumber : http://gatotjariono.blogspot.com/p/dimensi-sosiologi-olahraga-dalam.html?m=1

Pengertian Antropologi

Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya,
perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Antropologi adalah istilah kata bahasa Yunani yang
berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos memiliki arti cerita atau
kata.
Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan
prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam
bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu
sendiri.
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat
suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa
yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam
arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi
pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Antropologi berasal dari kata Yunani anthropos yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang
berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi
kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin
ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia.
Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode
antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang
merupakan masyarakat tunggal. Defenisi Antropologi menurut beberapa ahli :
• William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun
generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian
yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
• David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang
umat manusia.
• Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya
dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu
yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku,
tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya
berbeda-beda.
Macam-Macam Jenis Cabang Disiplin Ilmu Anak Turunan Antropologi :
a) Antropologi Fisik
1. Paleoantrologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan
meneliti fosil-fosil.
2. Somatologi adalah ilmu yang mempelajari keberagaman ras manusia dengna mengamati ciri-ciri
fisik.
b) Antropologi Budaya
1. Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan budaya manusia
mengenal tulisan.
2. Etnolinguistik antrologi adalah ilmu yang mempelajari suku-suku bangsa yang ada di dunia / bumi.
3. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam kehidupan masyarakat
suku bangsa di seluruh dunia.
4. Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada
bangsa dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep
psikologi.
Di samping itu ada pula cabang ilmu antropologi terapan dan antropologi spesialisasi. Antropology
spesialisasi contohnya seperti antropologi politik, antropologi kesehatan, antropologi ekonomi, dan
masih banyak lagi yang lainnya.

Defenisi olahraga
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang
atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate
Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas
khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha
yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah
seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan,
perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya
yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep
bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah
dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang
lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh
keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang
dilembagakan.
Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan mental dan
spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan atas pilihan sendiri yang
bermaksud menguatkan diri baik phisik maupun psychis tanpa mengharapkan suatu hasil materiil
tetapi mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru) ialah membentuk manusia Indonesia
Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang memiliki kemampuan mental dan ketrampilan
kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong,
membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap
manusia. Lebih tegas dikatakan bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan dan
untuk melakukan cita-cita hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan fisik dan mental.
Olahraga ada beberapa konsep yang perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini bersifat
abstrak yaitu ‘mental image’. Walau kita tahu bahwa konsep ini abstrak, tetapi didalam konsep ini
ada makna tertentu, walau perbedaan makna pada setiap individu berbeda-beda tentang ini. Konsep
dasar tentang keolahragaan beragam, seperti bermain (play), Pendidikan jasmani (Physical
education), olahraga (Sport), rekreasi (recreation), tari (dance). Bermain (play) adalah fitrah manusia
yang hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan yang tidak berpretensi
apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau peniruan peran. Dengan
kata lain, aktivitas bermain dalam nuansa riang dan gembira. Dalam bermain terdapat unsur
ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji
ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak
terlihat belum tercemar. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika
seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain,
walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan
bentuk permainan yang belum tercemar.
Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga kompetitif, karena
pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan
tidak resmi (informal).
Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan klasik tentang
kesatuan erat antara “body and mind”, Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan
melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik,
neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Konsep pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via aktifitas jasmani,
permainan dan olahraga. Proses sosialisasi berarti pengalihan nilai-nilai budaya, perantaraan belajar
merupakan pengalaman gerak yang bermakna dan memberi jaminan bagi partisipasi dan
perkembangan seluruh aspek kepribadian peserta didik. Perubahan terjadi karena keterlibatan
peserta didik sebagai aktor atau pelaku melalui pengalaman dan penghayatan secara langsung
dalam pengalaman gerak sementara guru sebagai pendidik berperan sebagai “pengarah” agar
kegiatan yang lebih bersifat pendeawsaan itu tidak meleset dari pencapaian tujuan.
Perspektif Antropologi Olahraga
Dalam memahami arti antropologi olahraga, pendidikan jasmani, kita harus juga
mempertimbangkan hubungan antara Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai
istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari
ORKES (Olahraga Kesehatan). Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat
dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif.
Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang
terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi,
pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas
kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita
mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu,
sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis
maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur
tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak
yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat
mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah
menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga,
tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif
teramat penting dalam hakikatnya.
Dalam antropologi olahraga intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok
yang lain. Kita mengartikan antropologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal
yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi
bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat
ditemukan di dalam keduanya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga, tetapi
tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya.
Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang
memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan
penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun
keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Antroplogi olahraga , pendidikan jasmani dan olahraga melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan
ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan
kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan,
seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di
Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap
disebut sebagai olahraga. Olahraga dan sosiologi dapat eksis meskipun secara murni untuk
kepentingan berinteraksi dengan kelompok yang lain, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk
kombinasi keduanya. berinteraksi dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya
dapat dan harus beriringan bersama.

Sumber: https://yusmaldiansyah.blogspot.com/2014/09/antropologi-olahraga-oleh-gatot-
jariono.html?m=1

PERTEMUAN 2

A. Peran Sosiologi terhadap Pendidikan Jasmani dan Olahraga

Peran sosiologi olahraga dalam aspek kehidupan :


1. Sosiologi Olahraga sebagai Pemenuh Kebutuhan Dasar Manusia
Untuk dapat tercapai pemenuhan kebutuhan dasar manusia tentunya
melalui proses sosial. Keberhasialan seseorang dalam melaksanakan proses
sosial hal ini sudah ditentukan oleh kualitas sikap dan perilaku yang dimliki
seseorang yang tentunya beragam melalui sosiologi olahraga kebutuhan
seeorang diantaranya :
 Pemenuhan kebutuhan fisik
 Kebutuhan akan rasa aman
 Kebutuhan kebugaran jasmani dan rohani,dll

Akan dapat terpenuhi jika dalam bersikap dan berperilaku dalam proses
sosialiasiya memiliki tubuh yang sehat.

2. Sosiologi Olahraga Sebagai Pendidik


Perlu diketahui bahwa setiap perilaku dan sikap manusia dalam
kehidupan sehari hari sangat menentukan berjalan lancar dan tidaknya proses
sosialisasi. Sosiologi olahraga digunakan sebagai pendidik atau acuan dimana
sikap dan nilai-nilai yang diharapkan dapat tertanam di jiwa dan raga setiap
pelaksana sosialisasi,tentunya masyarakat yang berkecimpung dalam olahraga.
Sosiologi olahraga sebagai pendidik dalam pembentuk sikap sosial,
pembentuk kepribadian anak, pembentuk karakter sesuai dengan tatanan
pendidikan dan ilmu pengetahuan yang diajarkan.

3. Sosiologi Olahraga sebagai Pembangun Program Kegiatan Masyarakat


Kegiatan olahraga yang ada dalam masyarakat, tidak lepas dari adanya
sosiologi olahraga. Misalkan liga antar kampung itu terjadi karena adanya
proses interaksi antar masyarakat.

B. Peran Antropologi terhadap Pendidikan Jasmani dan Olahraga

Aspek lain antropologi terapan dan olahraga adalah mempelajari orang-orang


suku dan memahami permainan mereka; olahraga dll. Ini membantu dalam
memahami bagaimana cara mereka memainkan permainan dan perilaku olahraga
membantu pengembangan fisik dan sikap mereka. Setiap suku atau komunitas
memiliki jenis olahraga atau permainan komunitas khusus mereka sendiri. Permainan
mereka secara tidak langsung menekankan pada perlunya Kerjasama di antara
anggota tim dan untuk mengambil sukses atau mengalahkan dengan sikap sportif.

Antropologi olahraga merupakan ketertarikan baru yang menimbulkan beberapa


fokus, peran fokus menjelaskan pada :
 Makna dan deskripsi tingkah laku olahraga, khususnya pada lingkungan yang
belum mempunyai Bahasa.
 Definisi perbedaan budaya dan analisis dari olahraga.
 Olahraga sebagai sebuah faktor pada pengaturan akulturasi, ekulturasi, dan
budaya.
 Olahraga sebagai sebuah bentuk dari konflik manusia dan konteks dari isu atas
serangan dan kekerasan.
 Olahraga sebagai sebuah perspektif pada bagian-bagian dari tingkah laku
budaya.

Aspek lain antropologi terapan dan olahraga adalah mempelajari orang-orang


suku dan memahami permainan
C. Hubungan Sosiologi dan Antropologi pada Pendidikan Jasmani dan
Olahraga
Sosio antropologi olahraga adalah suatu kegiatan kehidupan manusia dalam
masyarakat dan perilaku sosial manusia dengan meneliti kelompok yang dibangunnya
dan mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara
berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang
satu dengan yang lainnya berbeda-beda untuk mempertahankan ekistensi
kemanusiaan dan melakukan pembentukan fisik dan mental secara bersama-sama.

Dapat disimpulkan bahwa Peran Sosiologi terhadap Pendidikan Jasmani dan


Olahraga sangat beragam dan juga vital. Mulai dari Sosiologi Olahraga sebagai Pemenuh
Kebutuhan Dasar Manusia dengan cara Pemenuhan kebutuhan fisik serta Kebutuhan akan
rasa aman. Kemudian. Sosiologi olahraga sebagai pendidik dalam pembentuk sikap sosial,
pembentuk kepribadian anak, pembentuk karakter sesuai dengan tatanan pendidikan dan
ilmu pengetahuan yang diajarkan. Dan Sosiologi Olahraga sebagai Pembangun Program
Kegiatan Masyarakat.
Kemudian peran Antropologi terhadap Pendidikan Jasmani dan Olahraga
yaitu dapat mempelajari orang-orang suku dan memahami permainan mereka; olahraga
dll. Ini membantu dalam memahami bagaimana cara mereka memainkan permainan dan
perilaku olahraga membantu pengembangan fisik dan sikap mereka. Aspek lain
antropologi terapan dan olahraga adalah mempelajari orang-orang suku dan memahami
permainan
Sosio antropologi olahraga adalah suatu kegiatan kehidupan manusia dalam
masyarakat dan perilaku sosial manusia dengan meneliti kelompok yang dibangunnya dan
mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara
berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu
dengan yang lainnya berbeda-beda untuk mempertahankan ekistensi kemanusiaan dan
melakukan pembentukan fisik dan mental secara bersama-sama.

PERTEMUAN 3,

A. SEJARAH SINGKAT PSIKOLOGI OLAHRAGA

Psikologi olahraga pertama kali dikenalkan oleh Norman Triplett pada tahun 1898.
Norman Triplett menemukan bahwa waktu tempuh pembalap sepeda menjadi lebih cepat jika
mereka membalap di dalam sebuah tim atau berpasangan dibanding jika membalap sendiri.
Baru tahun 1925 laboratorium psikologi olahraga pertama di Kawasan Amerika Utara
berdiri. Pendirinya adalah Coleman Griffith dari Universitas Illinois. Griffith tertarik pada
pengaruh faktor-faktor penampilan atletis seperti waktu reaksi, kesadaran mental, ketegangan
dan relaksasi otot serta kepribadian. Dia lalu menerbitkan dua buah buku, The Psychology of
Coaching (1926)- buku pertama di dunia Psikologi Olahraga-dan The Psychology of Athletes
(1928).
Pada tahun yang sama, di Eropa sebenarnya juga berdiri sebuah laboratorium Psikologi
Olahraga yang didirikan oleh A.Z Puni di Institute of Physical Culture in Leningrad. Namun
Laboratorium Psikologi Olahraga pertama di dunia sebenarnya didirikan tahun 1920 oleh
Carl Diem di Deutsce Sporthochschule di Berlin, Jerman.
Setelah periode tersebut psikologi olahraga mengalami kemandekan. Baru pada tahun
1960-an psikologi olahraga kembali mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan
banyaknya lembaga-lembaga pendidikan membuka konsentrasi pengajaran pada Psikologi
Olahraga. Puncaknya adalah pembentukan International Society of Sport Psychology (ISSP)
oleh para ilmuan dari penjuru Eropa. Kongres internasional pertama diadakan pada tahun
yang sama di Roma, Italia.
Pada tahun 1966, sekelompok psikolog olahraga berkumpul di Chicago untuk
membicarakan pembentukan semacam ikatan psikologi olahraga. Mereka kemudian dikenal
dengan nama North American Society of Sport Psychology and Physical Activity
(NASPSPA).
Journal Sekolah pertama yang dipersembahkan untuk psikologi olahraga keluar tahun
1970 dengan nama The International Journal of Sport Psychology. Kemudian diikuti oleh
Journal of Sport Psychology tahun 1979. Meningkatnya minat melakukan penelitian dalam
bidang psikologi olahraga di luar laboratorium memicu pembentukan Advancement of
Applied Sport Psychology (AAASP) pada tahun 1985 dan lebih berfokus secara langsung
pada psikologi terapan baik dalam bidang kesehatan maupun dalam konteks olahraga.
Kini Psikologi Olahraga sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kongres
International Society of Sport Psychology Conference Di Yunani tahun 2000 telah dihadiri
lebih dari 700 peserta yang berasal dari 70 negara. American Psychological Association pun
telah memasukkan psikologi olahraga dalam divisi mandiri yakni divisi 47.
Penerbitan dan jurnal pun sudah sangat banyak. Beberapa penerbitan dan jurnal tersebut
adalah (a) International Journal of Sport Psychology (1970); (b) Journal of Sport Psychology
(1979) yang kemudian berubah nama menjadi 1988 Journal of Sport and Exercise
Psychology; NASPSPA pada tahun 1988. penerbitan lain adalah The Sport Psychologist
(1987)—sekarang, Journal of Applied Sport Psychology (1989)— sekarang, serta The
Psychology of Sport and Exercise.

B. PSIKOLOGI DALAM OLAHRAGA

a. Pentingnya Psikologi Dalam Olahraga

Griffith di kenal sebagai “Bapak Psikologi Olahraga”. Ia banyak melakukan studi


melalui rangkaian pengamatan informasi pada berbagai cabang olahraga dan menyusun tes
sebagai tolak ukur. Tiga bidang pengamatan dan setudinya ialah :
1. keterampilan psikomotor
2. proses belajar
3. corak ragam kepribadian
Beberapa ungkapan menarik mengenai pentingnya factor psikis (mental) atau yang sering
disebut sebagai factor non-teknis, di kemukakan oleh para psikolog olahraga, pelatih maupun
atlet sendiri.
1. James E Loehr (1982), mengatakan “at least 50 percent of the process of playing well
is the result of mental and psychological factors”. Jelas disini ditekankan pentingnya
factor mental-psikolog.
2. Steven j. danis (1985), psikologi olahraga dari Pennsylvania, mengatakan “The
difference between an outstanding athletic perfoprmance and a good athletic
performance really has very little to do with phsycal skills. It is mostly related to
mental skills. Factor mental yang berpengaruh besar pada atlet.
3. Sehubungan dengan teknis, Stepherd mead penulis buku mengatakan bahwa, “tennis
is at least 50 percent psychological”.

b. Psikologi Yang Diterapkan Dalam Olahraga

1) Psikologi Perkembangan
Dalam psikologi perkembangan dikenal interaksi antara bakat dan lingkungan (nature vs
nurture). Kalau bakat sudah ditemukan, usaha pencetakan atlet sangat diperlukan.
Keberhasilan korea selatan atau jepang dalam olahraga di tingkat dunia jelas menujukan
keberhasilan “mencetak atlet”. Pada Negara maju, tentunya dengan pengetahuan yang maju
serta di tunjang peralatan canggih, mereka berhasil mengembangkan para etlet sampai ke
puncak penampilannya sajajar dengan atlet-atlet dunia lainnya (tentu tidak pada semua
cabang olahraga).
2) Psikologi Belajar
Proses belajar menjadi ciri umum dari individu yang sedang tumbuh dan berkembang.
Belajar bisa belangsung secara pasif melalui intansi atau secara aktif yang sengaja di buat,
diprogramkan atau diintruksikan. Banyak penampilan yang Nampak sekarang ini adalah hasil
proses belajar (aktif atau pasif). Proses pembentukan ini banyak mempergunakan dasar dan
konsep psikologi belajar.
Dalam usaha mencentak atlet yang baik perlu usaha keras dan berbagai pihak. Pada atlet
pemula atau muda usia, peran serta dari keluarga (orang tua) besar sekali, dari minat dan
bakat, dari kemampuan teknis sebagai bakat (potensi) yang dimiliki harus bisa di munculkan
(aktualisasi) menjadi prestrasi.
Psikologi kepribadian
L.Cooper (1969) telah melakukan penelitian dalam jangka waktu lama, yakni dari
tahun 1937 sampai tahun 1967. Ia menyimpulkan antara lain : “that atheletes wereclearly
achievement oriented”. Aspek kepribadian yang cukup dominative dalam penampilan atlet
ialah motivasi, emosi dan kognisi.
3) Psikologi Sosial
Proses sosialisasi menjadi salah satu aspek yang perlu mendapat pehatian khusus, agar
pandangan dan sikap-sikapnya terhadap orang lain tidak menjadi sempit. Kepercayaan diri
berkaitan pula dengan pengaruh sekelilingnya. Dalam hal ini yang jelas adalah pengaruh
penonton. Penonton adalah sekelompok massa yang bisa menekan perasan atlet, sekalipun
dalam hal-hal tertentu dapat menjadi pendorong positif kearah penampilannya yang optimal.
Pendekatan psikologi social dapat diarahkan untuk mengubah sikap penyesuaian diri serta
kepercayaan diri seorang.

4) Psikometri
Penilaian terhadap atlet merupakan usaha untuk menentukan langkah-langkah dalam
pembinaan lebih lanjut atau mengambil tindakan-tindakan cepat sesuai dengan kebutuhannya.
Penilaian ini menjadi masalah yang rumit dalam olahraga. Seorang pelatih tinju bisa menilai
kelemahan-kelemahan petinjunya, meskipun penilaian itu tidak selalun sama dengan pelatih
lain. Demikian pula pelatih-pelatih lain dalam cabang olahraga tennis, tennis meja, bulu
tangkis, taekwondo, pencak silat, bahkan juga dalam olahraga kelompok seperti bola basket,
bola voli dan sepak bola. Kreteria untuk melakukan penilaian acapkali tidak jelas, kabur dan
terlalu penyusunan tes agar validitas dan reliabilitasnya terjamin.
Penggunaan psikometri harus menjadi kebijaksanaan dan bahkan peraturan sehingga
semua hal, yang akan ditentukan mengenai kepribadian atlet dapat dilakukan dengan dasar
patokan yang mantap.

C. MENTAL TRAINNING

a. Meningkat Dan Merosotnya Prestasi Atlet


Strategi mental training dan perlakuan (treatment) yang di latihkan harus disesuaikan
dengan keadaan individual atlet, selaiin harus disesuaikan dengan keadaan sebagian besar
anggota team, karena ada mental training yang ditunjukan kepada atlet orang perorang.
Sehubungan itu perlu diketahui beberapa gejala yang sering terjadi pada atlet, baik
gejala yang perlu dikembangkan, maupun gejala-gejala yang menimbulkan gangguan atau
hambatan pencapaian pertasi.
Penetapan strategi mental training selain disesuikan dengan sifat-sifat pembawaan,
juga disesuaikan dengan situasi pada waktu itu, misalnya sedang menghadapi pertandingaan
yang menentukan atau sesudah kalah pertandingan di mana seluruh anggota tim merasa
terpukul dan merasa sangat malu dengan kekalahan yang dialami.
b. Gejala Psikologik Yang Perlu Dikembangkan

Disamping motivasi, ada beberapa gejala psikologik yang sangat penting dan
menentukan pencapaian perstasi, yaitu antara lain percaya diri, rasa herga diri, disiplin,
tanggung jawab, penguasaan diri, sikap dan konsep diri.
Disamping itu, perlu di perhatikan adanya gejala-gejala psikologik yang dapat
menimbulkan gangguan, antara lain boredom, fatique, stalene stress, anxiety dan frustasi.
Agresivitas yang mengandung segi-segi positif juga dapat berdampak negetif dan perlu di
perhatikan dalam upaya peningkatan prestasi.
 Motif Berprestasi
Sifat-sifat mitof di antaranya sebagai berikut :
1. merupakan sumber penggerak dan pendorong dari dalam diri subjek yang terorganisasi
2. terarah pada tujuan tertentu secara selektif
3. untuk mendapat kepuasan atau menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan
4. dapat disadari atau tidak disadari
5. ikut menentukan pola kegiatan
6. bersifat dinamik, dapat berubah dan dapat di pengaruhi
7. merupakan ekpresi dari suatu emosi atau afeksi
8. ada hubungannya dangan unsure kognitif dan afektif
9. motivasi merupakan determinan sikap dan kinerja

 Percaya Diri (“Self Confidence”)


Kepercayaan pada diri sendiri merupakan hal yang sangat penting dalam pembinaan
mental atlet. Percaya pada diri sendiri akan menimbulkan rasa aman. Kepercayaan diri sendiri
biasanya berhubungan erat dengan “emotional security” makin matap kepercayaan pada diri
sendiri makin mantap pula “emotional security” nya, hal ini akan terlihat pada sikap dan
tingkah laku yang tidak mudah bimbang, tenang, tegas, dan sebagainya.
Menurut Robert N. Sigger (1984), menghadapi atlet yang kurang percaya diri sendiri
(“lack of confidence”), pelatih dapat membantu atlet merasakan identitas dirinya (“sence of
identity”), yaitu lebih memahami keadaan yang terjadi pada dirinya.
 Rasa Harga Diri (“Self Esteem”)
Kebutuhan akan rasa harga diri tidak akan terpenuhi atau terpuaskan tanpa adanya orang
lain, demikian menurut Alderman (1974), dan kebutuhan rasa harga diri ini dapat terpenuhi
melalui hubungan interpersonal dengan orang lain (pelatih, sesame atlet, dan penonton).
Sehubungan dengan pendapat tersebut, maka rasa harga diri dapat dibina melalui
ketergabungan atlet dalam kelompok-kelompok olahrga yang dipandang elite oleh para atlet
atau masyarakat.
 Disiplin Dan Tanggung Jawab
Disiplin adalah sikap atau kesediaan psikologik untuk menepati atau mendukung nilai-
nilai atau norma yang berlaku. Atlet yang disiplin akan berusaha menepati ketentuan, tata
tertib, dan biasanya patuh pada pembuat peraturan (Pelatih atau Pembina).
Disiplin atlet apabila dikembangkan lebih lanjut dapat menimbulkan kesadaran yang
mendalam untuk menepati segala bentuk nilai-nilai, meskipun tidak ada yang mengawasi
bahkan akhirnya juga akan mematuhi rancana-rencana yang dibuatnya, sesuai dengan
pengetahuan tantang hal-hal yang diaggap baik. Kesadaran yang timbul dari dalam dirinya
sendiri, tanpa adanya pengawasan dari orang lain, menimbulakan disiplin diri sendiri.
Atlet yang memiliki disiplin sendiri sadar untuk melakukan latihan sendiri, tanpa ada
yang memerintah dan mengawasi. Ia sudah mempunyai rasa tanggung jawab untuk menepati
dan mendukung nilai-nilai yang diaggap baik dan tepat untuk dilakukan.
 Penguasaan Diri
Penguasaan diri erat hubungan nya dengan kematangan emosional atlet, tegas nya atlet
yang dapat menguasai diri berarti dapat menguasai emosionalnya dalam menghadapi segala
bentuk stimulasi yang tidak cocok dangan perasaannya. Atlet yang dapat menguasai diri
berarti juga dapat mengontrol emosinya, dapat menahan nafsu menghadapi kekecewaan, rasa
marah, dan sebagainya.
John D. Lawter, (1972) mengemukakan bahwa dalam keadaaan “overstress threshold”,
yaitu tingkat batas ambang ketegagan akan terjadi interfrensi (gangguan) dalam penampilan
seorang atlet.
c. Gejala Psikologi Yang Dapat Menimbulkan Gangguan

 Boredom, Fatique dan Staleness


Boredom, adalah perasaan jemu tau bosan, sehigga atlet tidak bergairah untuk melakukan
latihan-latihan ataupun pertandingan. Boredom terjadi pada atlet apabila latihan-latihan
kurang bervariasi, latihan bersasaran penigkatan kemampuan fisik dan kurang
memperhatikan aspek psikis atlet, khususnya yang berhubungan dengan minat motivasi atlet.
Jenis-jenis kelelahan yang dialami atlet adalah “physical fatique” atau kelelahan fisik dan
“mental fatique” atau kelelahan mental.
“Physical fatiqeu” terjadi karena atlet mengalami kelelahan otot-ototnya sehigga tidak
dapat melakukan aktivitas fisik, terjadi ketegangan otot, badan merasa lemas dan sebagainya.
 Stress, Anxiety dan Frustasi
Setiap orang mempunyai ambang stress (“stress tershold”) tersendiri. Dalam kenyataan
dapat terjadi gejala yang dinamakan “over-stress threshold”, yaitu stress yang memuncak
melebihi ambang batas stress yang di kuasai seseorang. Sudah barang tentu hal ini dapat
memberikan pengaruh terhadap penampilan individu yang bersangkutan.
Menurut Suparinah dan Sumarno Markam (1982), jika stress yang dihadapi seseorang
berlangsung terus menerus, maka akan timbul kecemasan. Kecemasan adalah suatu perasaan
tak berdaya, perasaan tak aman, tanpa sebab yang jelas. Perasaan cemas atau “anxiety” kalau
dilihat dari kata “anxiety” berarti perasaan tercekik.
Menurut Sappenfield (1945) frustasi dapat terjadi pada saat individu mulai melihat
adanya gangguan kepuasannya. Apabila pemenuhan kebutuhan atau pencapaian kepuasan
tidak terpenuhi, maka atlet dapat mengalami frustasi.
Frustasi positif dapat di tafsirkan bahwa pada diri individu yang bersangkutan ada
rintangan terhadap kemajuan individu mencapai tujuan, tanpa adanya pengaruh dari luar
(perlakuan) yang membatasi tercapainya kepuasan.
 Tindakan Agresif
Dalam olahraga sering kita lihat seorang atlet yang mendapat hukuma menjadi marah
tidak terkendali, lalu memukul wasit. Tindakan agresif memukul wasit tersebut
memungkinkan di landasi keadaan kejiwaan atlet yang mengalami frustasi. Sesuai pendapat
Dollard, dkk, yang mengemukakan ; “Agression is always a consequence of frustration to
mean that frustration always leads to aggressive behaviour”. (Magargree & Hokanson, 1970).
Sehubungan dengan tindakan agresif yang dilakukan seseorang, tetapi bukan karena
orang tersebut mengalami frustasi, Raven dan Rubin (1976) mengemukakan pandapat
beberapa gejala, yaitu :
1. Tindakan agresif instrumental
2. Tindakan agresif atas dasar meniru
3. Tindakan agresif atas dasar perintah
4. Tindakan agresif dalam hubungannya dengan peran social
5. Tindakan agresif karena pengaruh kelompok

d. Menetapkan Strategi Pembinaan Mental


Semua upaya pembinaan mental, baik itu perlakuaan sehari-hari, bimbingan dan
konseling, maupun mental training, harus terkait dengan tujuan akhir dari mental training
maupun pembinaan mental.
Chung Sung Tai (1988) juga mengungkapkan pandangan dasar mengenai perlunya
mental training agar atlet mencapai prestasi puncak, antaralain di kemukakan perlu di
kosentrasi untuk dapat mencapai prestasi tinggi. Menurut Chung Sung Tai di samping
pendekatan holistic, maka mental training juga selalu berkaitan erat dengan latar belakang
kehidupan atlet, oleh kerena itu mental training tidak sama antara yang satu dengan bangsa
lain.
Salah satu tujuan mental training adalah melatih bagaimana menemukan cara-cara
untuk mendapat mengontrol diri, cara yang biasa dilakukan sehari-hari untuk mengontrol
sesuatu dengan kemampuan penuh kesadaran dan keteguhan hati (tekad yang bulat). Upaya
penting dalam mental training adalah menumbuhkan pikiran positif (positive thinking)
terhadap sekitar dan juga terhadap diri sendiri, sekitar dan gambaran tentang pribadi ideal,
yang diharapkan akan membentuk citra diri. Citra diri dan persepsi diri yang berbeda-beda
akan menghasilkan sikap dan tindakan yang berbeda pula.

A. Kesimpulan
Psikologi olahraga adalah merupakan salah satu cabang ilmu yang relatif baru, yaitu
merupakan salah satu hasil perkembangan dari psikologi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
sejak akhir abab ke-19 para ahli psikologi telah berusaha menerapkan hasil-hasil penelitian
psikologi ke dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya tumbuh dan berkembang apa yang
disebut sebagai psikologi terapan (applied psychology) di berbagai bidang, termasuk salah
satunya adalah dalam bidang olahraga.
Pada awalnya psikologi hanya mengembangkan diri secara vertical, artinya bahwa
psikologi berkembang hanya terbatas dalam lingkup disiplin ilmunya sendiri, yaitu tentang
kejiwaan manusia sebagai individu (belum dikaitkan dengan hal lain disekitarnya).
Sedangkan manusia sebenarnya bukan hanya individu, melainkan juga merupakan makhluk
sosial, yang berarti segala perilaku tidak akan terlepas dari pengaruh lingkungan.
Dengan demikian memaksa para ahli psikologi tidak hanya mengembangkan disiplin
ilmunya secara vertical melainkan juga harus mengembangkan psikologi secara horisontal.
Oleh karena olahraga juga merupakan salah satu bentuk perilaku manusia, maka dalam
perkembangan secara horisontal psikologi juga memasuki bidang olahraga, dan muncullah
Psikologi Olahraga. Dengan demikian sebenarnya bahwa psikologi olahraga adalah
merupakan perpaduan antara psikologi dan olahraga.i
http://memeeyy.blogspot.com/2014/09/makalah-psikologi-olahraga.html?m=1
PERTEMUAN 4

Pengertian Olahraga dan Fenomena Sosial

Olahraga dalam kehidupan sosial secara individu, banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh
dengan rutin berolahraga diantaranya yaitu berolahraga meningkatkan energi dan menambah
serotonin dalam otak yang berfungsi membantu meningkatkan produktifitas dalam bekerja, rutin
berolahraga dapat menurunkan stress dan menjaga badan agar tetap berenergi, berolahraga rutin
dan teratur dapat menjaga kesehatan jantung sehingga sistem kardiovaskular dalam tubuh dapat
bekerja dengan optimal.

Olahraga dalam hubungannya dengan kehidupan sosial mempunyai peranan yang sangat
penting karena berhubungan dengan kualitas hidup, aktifitas gerak dan kestabilan mental. Olahraga
memberikan kontribusi untuk hubungan sosial antara orang yang berbeda dan budaya yang berbeda
dan dengan demikian membantu untuk menanamkan pengertian menghargai orang lain,
mengajarkan bagaimana bersaing secara konstruktif, tanpa antagonisme untuk meraih tujuan itu
sendiri. Nilai sosial lain yang penting dalam olahraga adalah belajar bagaimana untuk menang dan
tahu bagaimana mengakui kekalahan tanpa mengorbankan tujuan dan sasaran.

Nilai Sosial dalam Olahraga

Selain pentingnya olahraga dalam kehidupan sosial, ternyata dalam melakukan kegiatan
olahraga ada nilai-nilai sosial yang harus dilakukan dan ditaati untuk menunjang kesuksesan
berolahraga. Dalam hal ini, nilai-nilai sosial akan sangat dibutuhkan dalam melaksanakan event
olahraga dan dalam olahraga itu sendiri terutama dalam olahraga regu atau tim. Dalam sebuah
pertandingan itu akan ada yang menang dan ada yang kalah. Kekalahan bukan akhir segalanya sebab
kekalahan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi, sekaligus sebagai parameter akan kemampuan
diri dan lawan yang dihadapi.

Setiap orang yang terlibat dalam olahraga harus saling menghormati dan menghargai.
Menghormati dan menghargai orang lain merupakan bagian penting dalam olahraga. Dalam
olahraga ada wasit, ada atlet dan pelatih. Unsur-unsur ini harus saling menghargai sesuai keputusan
dan aturan yang ada. Olahraga merupakan arena kompetisi. Dalam arena kompetisi umumnya
dianggap persaingan satu sama yang lain demi menjadi salah satu sebagai pemenang atau yang
kalah. Meski demikian, dalam olahraga banyak kesempatan bagi individu untuk bekerja sama satu
dengan yang lain. Salah satu yang paling nyata adalah kerjasama satu tim untuk memenangkan
pertandingan.

Olahragawan juga berkesempatan untuk bekerjasama dengan para pejabat, politisi, lawan main,
ataupun penonton. Dalam meningkatkan kerjasama dengan orang lain dapat dilakukan dengan cara-
cara sebagai berikut. Pastikan siswa/atlet Anda tentang kerjasama seperti apa yang anda harapkan
darinya. Beri mereka contoh yang jelas seperti saya harap kamu mendukung semua anggota tim
bukan hanya teman dekatmu. Mulailah dengan sistem reward atau pujian dengan memberikan
hadiah karena tingkah laku kerjasama mereka baik. Contohnya, jika Anda mempunyai siswa/atlet
pemain bola basket, kamu dapat menghitung berapa banyak dia mengoper bola, dan ajaklah pergi
minum es krim bersama jika dia dapat mencapai angka besar, misalnya 50 operan bola. Libatkan
pemain dalam menentukan misi

umum, mengambil keputusan dan diskusikan tujuan-tujun yang hendak dicapai dengan
berkomunikasi secara terbuka dan sering. Anjurkan membuat kelompok latihan dengan melibatkan
teman yang sulit dan tidak disukai meskipun ini pekerjaan yang sulit.

Manfaat Antropologi Fenomena Sosial

Fungsi olahraga tidak hanya dikaitkan dengan proses untuk menuju kebugaran dan
kesehatan tubuh, melainkan memiliki fungsi lain, di antaranya yaitu menunjukkan identitas, olahraga
memberikan kesempatan untuk menunjukkan kualitas diri dan menjadi terkenal baik nasional
maupun internasional misalya atlet bulutangkis Taufik Hidayat. Kontrol sosial, olahraga memberikan
cara untuk mengontrol orang dalam suatu masyarakat bila ada penyimpangan perilaku. Misalnya
penggunaan doping atau kekerasan dalam pertandingan.

Olahraga berperan sebagai salah satu cara terjadinya kontak sosial sesama penggemar olah
raga. Misalnya sosialisasi kostum baru tiap team sepak bola yang akhir-akhir ini banyak diminati
seluruh penggemar sepak bola didunia. Semangat kolektif, olahraga mencipta-kan semangat
kebersamaan yang membuat orang bersatu untuk mencapai tujuan bersama. Misalnya terjalin
kerjasama setiap tim baik olahraga perorangan maupun olahraga beregu untuk mencapai suatu
kemenangan. Manfaat menekuni olahraga seperti disebutkan di atas tadi adalah manfaat pada sisi
minimumnya. Di sisi lain, lantaran di dalamnya terkandung unsur kompetisi dan prestasi, olahraga
juga bermanfaat secara edukatif dan ekonomis. Sebagaimana kita ketahui, selain untuk kesehatan,
ada olahraga yang bertujuan meraih prestasi. Secara sederhana saja dari sisi edukasi, olahraga
prestasi akan mendorong orang yang menekuninya menjadi manusia yang berdisiplin, ulet, dan tidak
mudah menyerah, serta siap berkompetisi dengan siapa pun.

Fenomena Sosial Olahraga

Pada saat ini olahraga telah menjadi budaya penting dengan segala kompleksitasnya, baik
konsekuensi positif maupun negatif bagi individu dan masyarakat, merasuk kesegala aspek
kehidupan. Sosial, pendidikian, ekonomi, seni, politik, hukum, media massa, bahkan diplomasi
internasional. Dalam situasi berlangsungnya kegiatan olahraga sangat erat berlangsungnya dengan
masalahmasalah sosial manusia. Yang dimaksudkan olahraga itu sendiri muncul dalam peristiwa
hubungan antar orang yang dilandasi oleh tradisi, norma dan sistem nilai yang terdapat dilingkungan
masyarakat sekitar. Selanjut-nya, maka olahraga tidak diragukan lagi merupakan wahana bagi proses
sosialisasi dan aktualisasi.

Di dalam kegiatan olahraga terjadi transformasi pembinaan potensi dan kapabilitas individu
melalui pelaksanaan kegiatan olahraga yang dilakukan secara perorangan atau berkelompok.
Olahraga pada masa sekarang ini sebagai suatu fenomena yang tidak lagi steril dari aspek politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Dimaksudkan bahwa telah banyak kepentingan-kepentingan pribadi
baik dalam bidang sosial politik, ekonomi. Dalam bidang sosial politik, sekarang ini lagi marak-
maraknya pemilihan umum, baik tingkat daerah maupun provinsi. Momen ini digunakan olah para
calon untuk membuat pertandingan, perlombaan dalam bidang olahraga. Ini dimaksudkan untuk
mengak-tualisasikan diri mereka kepada massa olahraga dimana kita ketahui sendiri peminat
olahraga sangat banyak dan dari segala umur, baik hanya sebagai penonton, penyelenggara maupun
pemain. Ini merupakan kesempatan untuk memperkenalkan diri sebagai calon pemegang tampuk
pemerintahan.
Kesimpulan

Olahraga sebagai fenomena sosial memberikan kontribusi untuk hubungan sosial itu sendiri. Tidak
dapat dipungkiri, bahwa olahraga dapat menjadi pemersatu setiap orang yang memiliki latar
belakang yang berbeda. Nilai sosial lain yaitu bahwa sebagai atlet mampu menerima kekalahan
tanpa mengorbankan tujuan dan sasaran, dan kemenangan bukanlah hal yang harus disombongkan
dan sampai beranggapan bahwa atlet lain bukanlah tandingannya. Olahraga memang berpengaruh
pada kehidupan sosial karena yang terlibat dalam olahraga itu adalah makhluk sosial.

Pertemuan 5,
1. KONSEP BERMAIN

Permainan anak merupakan sebuah gejala sosial kehidupan yang sebenarnya sudah
menjadi perhatian para ilmuan sosial. Namun menariknya belum ada kesepakatan tentang
definisi dari “permainan” itu sendiri, padahal dalam kajian ilmiah setiap konsep harus jelas
maknanya, agar dapat terbangun pengetahuan yang sistematis tentang gejala yang
dipelajari. Oleh karena itu tidak mudah sebenarnya untuk membicarakan dan menganalisis
fenomena permainan anak ketika perangkat konseptual yang diperlukan juga belum
berkembang.1
Dalam hal ini untuk membangun perangkat konseptual untuk menganalisis permainan anak-
anak khususnya di Indonesia atau untuk mengemukakan sebuah definisi tentang yang
dimaksud dengan “permainan”, istilah tersebut dapat didefinisikan dengan berbagai macam
sudut pandang yang berbeda. Namun demikian merujuk pada pendapat Huizinga lewat
bukunya Homo Ludens, ia mendefinisikan permainan sebagai berikut: permainan adalah
suatu perbuatan atau kegiatan suka rela, yang dilakukan dalam batas-batas ruang dan
waktu tertentu yang sudah ditetapkan, menurut aturan yang telah diterima secara sukarela
tapi mengikat sepenuhnya, dengan tujuan dalam dirinya sendiri, disertai oleh perasaan
tegang dan gembira dan kesadaran “lain daripada kehidupan sehari- hari
2. KONSEP PERMAINAN

Menurut Dryden & Vos (2000) dalam Darmansyah (2010: 11) belajar akan efektif bila proses
pembelajaran dilaksanakan dengan suasana yang menyenangkan (joyfull learning). Ada
beberapa hal yang mendukung efektivitas hasil belajar siswa diantaranya siswa belajar
dalam kondisi senang, guru menggunakan berbagai variasi metode dan teknik,
menggunakan media belajar menarik dan menantang, penyesuaian dengan konteks, pola
induktif, dan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Permainan dalam pembelajaran
sangat membantu dalam membuat suasana belajar yang menyenangkan. Caranya dapat
secara integratif atau secara khusus diberikan dalam sela atau jeda dalam proses
pembelajaran.
Menurut Santrock (2007: 216-217) permainan adalah aktivitas menyenangkan yang
dilakukan untuk bersenang-senang. Games adalah aktivitas yang dilakukan demi
kesenangan dan memiliki peraturan. Piaget (1962) mengemukakan bahwa permainan
adalah aktivitas yang dibatasi oleh dan medium yang mendorong perkembangan kognitif
anak. Sebagai contoh, anak-anak yang baru saja belajar penambahan dan pengalian, mulai
bermain dengan angka dengan cara yang berbeda dari cara mereka pertama kali
menyelesaikan operasi ini, sambil tertawa ketika mengerjakannyakemampuan emosi dan
sosial, sehingga diharapkan muncul emosi dan perilaku yang tepat sesuai dengan konteks
yang dihadapi dan diterima oleh norma sosial dalam ( Mashar,2011: 125)
Sigmund Freud berdasarkan teori psychoanalytic mengatakan bahwa bermain berfungsi
untuk mengekspresikan dorongan impulsif sebagai cara untuk mengurangi kecemasan yang
berlebihan pada anak. Bentuk kegiatan bermain yang ditunjukkan berupa bermain fantasi
dan imajinasi. Jerome Bruner memberi penekanan pada fungsi bermain sebagai sarana
mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas. Dalam bermain, yang lebih penting bagi anak
adalah makna bermain dan bukan hasil akhirnya (Mutiah,2010 : 105).

3. KONSEP OLAHRAGA

Definisi dan Pengertian Olahraga Menurut Pendapat Para Ahli

Berikut merupakan beberapa defenisi olah raga yang coba diungkapkan oleh para ahli :
1. Edward

Menurut Edward, olahraga harus dilakukan dengan spontan dari mulai konsep bermain,
games, dan sport.
2. Dewan Olah Raga Eropa
Menurut Dewan Olah Raga Eropa, pengertian olahraga adalah setiap aktivitas spontan,
bebas, yang dilaksanakan dalam waktu luang.
3. Suryanto Rukmono, S. Si

Menurut Suryanto Rukomono, S. Si, olahraga merupakan setiap kegiatan yang dilakukan
untuk melatih tubuh manusia sehingga tubuh terasa lebih sehat dan kuat, baik secara
jasmaniah maupun secara rohaniah.
4. Jessica Dolland

Menurut Jessica Dolland, olahraga merupakan media pereda stress yang terbaik yang
pernah ada. Olahraga dapat mengalihkan pikiran manusia dari rasa khawatir dengan jalan
meredakan berbagai ketegangan otot yang ada pada tubuh.
5. Hans Tandra

Menurut Hans Tandra, olahraga merupakan setiap gerakan tubuh yang teratur dan berirama
yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kebugaran tubuh pelakunya.
6. Cholik Mutoir
Menurut Cholik Mutoir, pengertian olahraga adalah proses sistematik yang terdiri atas
setiap kegiatan dan usaha yang dapat membantu perkembangan atau pun membina potensi
– potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan, atau pun anggota
masyarakat. Olah raga dapat berupa permainan, pertandingan, serta prestasi puncak di
dalam pembentukan manusia yang memiliki ideologi yang seutuhnya dan berkualitas yang
didasarkan pada dasar negara dan Pancasila.
7. Seno Gumira Ajidarma

Menurut Seno Gumira Ajidarma, olahraga merupakan sarana atau pun ajang kompetisi
untuk menjadi nomor satu.
8. Kathryn Marsden
Menurut Kathryn Marsden, olahraga merupakan salah satu sarana pengusir stress terbaik
yang pernah ditemukan oleh manusia.
9. Wikipedia

Menurut Wikipedia, olahraga merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melatih tubuh
seseorang, baik secara jasmani atau pun rohaniah / kejiwaan (contohnya olah raga catur)

Tugas 5

Olharaga dalam kebudayaan

Olah raga adalah bagian dari kebudayaan yang dikembangkan manusia,


dalam kebudayaan dikenal adanya 8 pranata (institution) yang masing-
masingnya terdiri atas berbagai aktivitas, kebudayaan materi dan juga
gagasan yang melatarbelakanginya. Kedelapan pranata tersebut adalah:
pranata domestik, ekonomi, religi, edukasi, ilmu pengetahuan, politik,
estetik dan rekreasi, serta pranata somatik (Koentjaraningrat 1980: 25—
26). Olah raga dapat dimasukkan ke dalam dua pranata, yaitu pranata
estetik dan rekreasi dan pranata somatik yang berkenaan dengan hidup
sehat dengan mengurus dan mempertahankan kebugaran jasmaninya.

Dalam kebudayaan setiap aktivitas manusia tersebut bermakna, umat


Hindu-Bali bersembahyang di pura, orang Kristen kebaktian di gereja, dan
juga pemeluk Islam menjalankan ibadah sholat 5 waktu tentu ada
maknanya. Begitupun nelayan sedang memancing ikan di laut, pendaki
gunung, upacara sekatenan di Cirebon juga mengandung makna. Secara
garis besar makna dalam kebudayaan dapat digolongkan ke dalam dua hal,
yaitu makna yang bersifat sakral karena berhubungan dengan dunia
kepercayaan kepada alam gaib, dan makna yang bersifat profan karena
dihubungkan dengan kehidupan manusia secara pragmatis dalam
kesehariannya.

Aktivitas olahraga dapat dipandang mempunyai makna profan untuk


keperluan pragmatis manusia, walaupun merunut sejarahnya ke belakang
olahraga pada awalnya juga diabdikan untuk pemujaan dewa-dewa di bukit
Olympus pada masa Yunani kuno, berarti bermakna sakral pula. Olahraga
dalam fungsinya yang sakral tidak hanya dimonopoli oleh orang-orang
Yunani Kuno, masyarakat Aztec di Amerika Tengah juga telah mengenal
kegiatan seperti “sepak bola” yang diadakan di ruang terbuka di tengah kuil
mereka. Dalam kegiatan tersebut para pemain harus mampu memasukkan
bola ke dalam lubang yang bersifat sakral untuk pemujaan dewata, apabila
tidak, maka bencana akan menimpa mereka.
Begitupun dalam masyarakat Nusantara kuno aktivitas “olahraga” ada yang
dihubungkan dengan upaya pemujaan dewa. Pendakian gunung-gunung
dianggap sebagai bentuk dedikasi kepada nenek moyang yang bersemayam
di kawasan puncak, apalagi jika dibarengi dengan ritual pemujaan di
puncak gunung tersebut. Berdasarkan data yang tersedia maka dapat
dibincangkan beberapa fungsi olahraga di masa silam di Nusantara ketika
olah raga masih berkembang dalam masyarakat tradisional.
1.Olah raga sebagai ritual untuk pemujaan kekuatan adikodrati/nenek
moyang/dewa
2.Olah raga sebagai penanda status sosial seseorang atau golongan
3.Olah raga sebagai hiburan dan rekreasi
4.Olah raga sebagai upaya untuk menambah nafkah (Munandar 2012: 10).
Fungsi tersebut sekarang menjadi semakin berkembang tidak lagi
bermanfaat secara individual, namun juga mempunyai fungsi komunal
ketika masyarakat olah raga juga dapat berfungsi sebagai penanda jati diri
bangsa, kebanggaan, dan jika berprestasi juga berfungsi sebagai bentuk
untuk mempererat rasa kesatuan bangsa.

Selain olahraga mempunyai fungsi secara budaya, aktivitas olahraga


tersebut sebenarnya mempunyai makna dalam kebudayaan masyarakat
pendukungnya. Apabila fungsi dapat diamati secara langsung oleh
masyarakatnya, karena memang pada kenyataannya demikian, makna
adalah arti tersembunyi yang ada dibalik aktivitas manusia atau arti yang
tersembunyi di balik benda-benda hasil karya manusia. Upaya untuk
mencari makna yang tersembunyi dalam berbagai bentuk kebudayaan yang
dihasilkan oleh manusia tersebut sebenarnya merupakan kodrat manusia
yang selalu bertanya. Apa makna ini?, apa makna itu?, demikian
pertanyaan yang kerapkali dikemukakan jika seorang manusia ingin
mengetahui secara lebih dalam dari fenomena kebudayaan tertentu.

Menurut C.S.Peirce, untuk mencari makna fenomena kebudayaan dapat


digunakan pendekatan semiotika. Peirce menyatakan bahwa sesuatu yang
akan dimaknai dapat dianggap sebagai tanda (sign) yang mempunyai
kepada acuan (referent) tertentu. Pertalian (asosiasi) antara sign dan
referent itu akan melahirkan 3 sifat, apabila bersifat natural akan
melahirkan tanda indeks, jika bersifat formal tanda yang terbentuk adalah
ikon, dan apabila bersifat arbitrer melahirkan tanda simbol. Untuk
memahami pertalian antara sign dan referent (acuan) serta sifat tanda yang
terbentuk, perlu butir ketiga yang dinamakan interpretant yang sebenarnya
berupa konsep, maka terbentuk bagan yang dinamakan triadic (triadic)
Peirce (van Zoest 1992: 7-8, Munandar 1999: 26, 2004: 164).
Dapat dikemukakan bahwa kegiatan olahraga sebenarnya adalah suatu
tanda (sign) yang dapat dimaknai dan dapat dijelaskan arti yang ada di
baliknya. Tanda itu mengacu kepada referent (acuan) tertentu yang
merupakan fenomena alam atau kebudayaan yang lain. Keduanya
kemudian dihubungkan dengan butir ketiga yang dinamakan dengan
interpretant (interpretan) yang dapat dijelaskan sebagai tanda yang
berkembang di dalam pikiran si penerima tanda. Setelah si penerima
menerima tanda (sign) ia dapat membentuk tanda baru dalam benaknya,
tanda itu dapat merupakan tanda yang sepadan atau tanda yang telah
berkembang lagi (Zaimar 2008: 4). Pendekatan semiotika tersebut dapat
diterapkan dalam aktivitas olaharaga secara umum, atau bagian-bagian
dari aktivitas olahraga saja.

Dalam kegiatan olah raga sebenarnya dapat dibagi 3 jenis kegiatan, yaitu
(a) untuk keperluan sendiri, (b) untuk dilombakan, dan (c) untuk
dipertandingkan. Olah raga untuk keperluan sendiri sebenarnya tidak
terukur, suka-suka saja dilakukan oleh seseorang, kapan ia merasa lelah
atau cukup ia akan menghentikan kegiatan olahraganya. Lain halnya
dengan jenis olah raga yang dilombakan dan dipertandingkan, pastinya
akan melibatkan orang lain atau sekelompok olahragawan lain, sebagai
lawan atau pesaing dalam lomba. Berikut dicoba untuk mencari makna
olahraga yang dilombakan berdasarkan pendekatan semiotika.

BAGAN II: Makna Olahraga Perlombaan


Dalam olahraga apapun yang berbentuk lomba (atletik, berenang, balap
sepeda dan lain-lain) memang yang dicari adalah yang terbaik dalam segi
khusus yang telah ditentukan. Olahraga perlombaan tersebut dapat
dianggap sebagai tanda yang mengacu kepada referent, yaitu mencari yang
“terbaik untuk tujuan yang telah ditentukan”. Hubungan antara tanda
dengan acuannya bersifat arbitrer, maka tanda yang terbentuk adalah
symbol. Jadi olahraga perlombaan adalah “simbol dari upaya untuk
meningkatkan diri sendiri agarlebih baik dari para pesaing”. Dalam pada
itu interpretant yang terbentuk adalah olah raga perlombaan sebagai
pencarian yang terbaik tanpa gangguan lawan, melainkan dengan upaya
sendiri menjadi yang terbaik.
https://museumku.wordpress.com/2014/01/06/memaknai-olahraga-dalam-kebudayaan/

Anda mungkin juga menyukai