Cabang Antropologi:
1. Antropologi fisik adalah bagian dari ilmu antropologi yang mencoba mencapai suatu pengertian
tentangsejarah terjadinya beragam manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya. Antropologi fisik
terdiri dari:
Paleoantropologi yaitu ilmu bagian yang meneliti asal-usul atau terjadinya dan evolusi manusia
dengan mempergunakan sisa-sisa tubuh yang telah membatu (fosil-fosil manusia) tersimpan dalam
lapisan-lapisan bumi yang harus didapat oleh si peneliti dengan berbagai metode penggalian.
Singkatnya paleoantropologi adalah ilmu antropologi yang mempelajari asal-usul masyarakat atau
masyarakat terdahulu melalui peninggalannya.
Somatologi atau antropologi biologi yaitu ilmu antropologi yang mempelajari fisik manusia yaitu
persamaan dan perbedaan ciri-ciri fisik manusia tiap individu contohnya adalah ras.
2. Antropologi sosial-budaya
Etnolinguistik atau antropologi linguistik adalah suatu ilmu bagian antropologi yang mepelajari
bahasa-bahasa yang digunakan oleh suku-suku bangsa. Contoh: mepelajari bahasa yang digunakan
oleh masyarakat suku Jawa, Sunda, Batak, dll.
Prehistori mempelajari sejarah perkembangan dari penyebaran semua kebudayaan manusia di bumi
sebelum manusia mengenal huruf (mempelajari kebudayaan prasejarah).
Etnologi ilmu bagian antropologi yang mencoba mencapai pengertian mengenai asas-asas manusia
dengan mempelajari kebudayaan-kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari sebanyak mungkin
suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi pada masa sekarang ini.
Pendekatan Antropologi
Studi kebudayaan adalah sentral dalam antropologi. Bidang kajian utama antropologi adalah kebudayaan
dan dipelajari melalui pendekatan. Berikut 3 macam pendekat utama yang biasa dipergunakan oleh para
ilmuwan antropologi.
Pendekatan holistic
Kebudayaan dipandang secara utuh (holistik). Pendekatan ini digunakan oleh para pakar antropologi
apabila mereka sedang mempelajari kebudayaan suatu masyarakat. Kebudayaan di pandang sebagai suatu
keutuhan, setiap unsur di dalamnya mungkin dipahami dalam keadaan terpisah dari keutuhan tersebut.
Para pakar antropologi mengumpulkan semua aspek, termasuk sejarah, geografi, ekonomi, teknologi, dan
bahasa. Untuk memperoleh generalisasi (simpulan) tentang suatu kompleks kebudayaan seperti
perkawinan dalam suatu masyarakat, para pakar antropologi merasa bahwa mereka harus memahami
dengan baik semua lembaga (institusi) lain dalam masyarakat yang bersangkutan.
Pendekatan komparatif
Kebudayaan masyarakat pra-aksara. Pendekatan komparatif juga merupakan pendekatan yang unik dalam
antropologi untuk mempelajari kebudayaan masyarakat yang belum mengenal baca-tulis (pra-aksara). Para
ilmuwan antropologi paling sering mempelajari masyarakat pra-aksara karena 2 alasan utama. Pertama,
mereka yakin bahwa setiap generalisasi dan teori harus diuji pada populasi-populasi di sebanyak mungkin
daerah kebudayaan sebelum dapat diverifikasi. Kedua, mereka lebih mudah mempelajari keseluruhan
kebudayaan masyarakat-masyarakat kecil yang relatif homogen dari pada masyarakat-masyarakat modern
yang kompleks. Masyarakat pra-aksara yang hidup di daerah-daerah terpencil merupakan laboratorium
bagi para ilmuwan antropologi.
Pendekatan historic
Pengutamaan asal-usul unsur kebudayaan. Pendekatan dan unsur-unsur historik mempunyai arti yang
sangat penting dalam antropologi, lebih penting dari pada ilmu lain dalam kelompok ilmu tingkah laku
manusia. Para ilmuwan antropologi tertarik pertama-tama pada asal-usul historik dari unsur-unsur
kebudayaan, dan setelah itu tertarik pada unsur-unsur kebudayaan yang unik dan khusus.
Sumber :
Koentjaraningrat. 1983. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Yogyakarta: PT Rineka Cipta, 1996.
Supriyanto S.pd, “Antropologi”. Diakses pada tanggal 20
Desember2015.http://www.sman1praya.sch.id/download/al14.pdf.
Laeli, Diah. Konsep Dasar Antropologi. Diakses pada tanggal 20 Desember
2015. http://blog.unnes.ac.id/diahlaeli10/2015/12/17/materi-kelas-x-konsep-dasar-peran-fungsi-dan-
keterampilan-antropologi-dalam-mengkaji-kesamaan-dan-keberagaman-budaya-agama-
religikepercayaan-tradisi-dan-bahasa/
Budaya, Perwujudan, Unsur, Isi/Substansi Budaya, dan
Nilai Budaya
(Antropologi SMA Kelas X: BAB 2)
Pengertian Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat (Selo Soemardjan & Soelaiman Soemardi)
Perwujudan Kebudayaan
Wujud kebudayaan menurut J.J. HOENIGMAN, adalah :
Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu
berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut
Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu.
Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia
yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan
dapat diamati dan didokumentasikan.
Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua
manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan
bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain.
Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya
(artefak) manusia.
Unsur Kebudayaan
Unsur pembentuk kebudayaan meliputi :
1. Sistem Religi: Meliputi Sistem kepercayaan, nilai, pandangan hidup, komunikasi keagamaan atau
Upacara Keagamaan.
2. Sistem Kemasyarakatan dan Organisasi Sosial: Meliputi Sistem Kekerabatan, asosiasi, kenegaraan dan
kesatuan hidup
3. Sistem Pengetahuan: Meliputi pengetahuan tentang flora & fauna, waktu, ruang, bilangan, tubuh
manusia dan perilaku antar sesama manusia
4. Sistem Bahasa: Meliputi Bahasa Lisan dan Tulisan
5. Seni: Meliputi Seni Rupa, Seni Sastra dan Seni Pertunjukan
6. Sistem Ekonomi/ Mata Pencaharian: Seperti Berburu, Bercocok Tanam, Peternakan dll
7. Sistem Produksi: Seperti Distribusi, Transportasi, Komunikasi dan Peralatan Sehari-hari
Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang
peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan
pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu
dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan
yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar
proses pengamatan itu terjadi, maka diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan
perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan. Persepsi
dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana
dan dengan apa seseorang akan bertindak.
Leavitt (dalam Rosyadi, 2001) membedakan persepsi menjadi dua pandangan, yaitu pandangan secara
sempit dan luas. Pandangan yang sempit mengartikan persepsi sebagai penglihatan, bagaimana seseorang
melihat sesuatu. Sedangkan pandangan yang luas mengartikannya sebagai bagaimana seseorang
memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagian besar dari individu menyadari bahwa dunia yang
sebagaimana dilihat tidak selalu sama dengan kenyataan, jadi berbeda dengan pendekatan sempit, tidak
hanya sekedar melihat sesuatu tapi lebih pada pengertiannya terhadap sesuatu tersebut.
Persepsi berarti analisis mengenai cara mengintegrasikan penerapan kita terhadap hal-hal di sekeliling
individu dengan kesan-kesan atau konsep yang sudah ada, dan selanjutnya mengenali benda tersebut. Untuk
memahami hal ini, akan diberikan contoh sebagai berikut: individu baru pertama kali menjumpai buah yang
sebelumnya tidak kita kenali, dan kemudian ada orang yang memberitahu kita bahwa buah itu namanya
mangga. Individu kemudian mengamati serta menelaah bentuk, rasa, dan lain sebagainya, dari buah itu
secara saksama. Lalu timbul konsep mengenai mangga dalam benak (memori) individu.
Pada kesempatan lainnya, saat menjumpai buah yang sama, maka individu akan menggunakan kesan-kesan
dan konsep yang telah kita miliki untuk mengenali bahwa yang kita lihat itu adalah mangga (Taniputera,
2005). Dari definisi persepsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses
bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukanmasukan informasi dan
pengalaman-pengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan
gambaran yang berarti.
5. Etos Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat, etos adalah watak khas dari suatu kebudayaan yang tampak (dari luar). Contoh
etos antara lain, gaya tingkah laku, kegemaran, atau benda-benda hasil budaya yang khas. Menurut Clifford
Geertz, etos budaya adalah sifat, watak, dan kualitas kehidupan sekelompok masyarakat atau bangsa.
Termasuk ke dalam cakupan etos adalah moral, sikap perilaku, dan gaya estetika atau kepekaan seseorang
terhadap seni dan keindahan. Berikut ini contoh etos budaya orang Jawa. Watak khas orang Jawa penuh
ketenangan dan kepasrahan diri. Disamping itu, pada pribadi orang Jawa terpancar adanya keselarasan,
moral yang tinggi, kejujuran, dan dapat menerima keadaan sebagaimana adanya.
Nilai Budaya
Menurut Theodorson dalam Pelly (1994) : Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman
serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku.
1. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan
bersifat emosional.
2. Nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri
Nilai budaya terdiri atas :
Simbol-simbol Budaya : Yaitu slogan yang terlihat kasat mata (jelas). Contoh : “Tatas Tuhu Trasna”
Sikap: Yaitu tingkah laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut. Contoh : Dengan
slogan “Tatas Tuhu Trasna”, orang Lombok harus memiliki sifat mampu patuh terhadap aturan yang
ada
Kepercayaan : Kepercayaan yang tertanam, mengakar & menjadi acuan dalam berperilaku (tidak
terlihat)
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rieka Cipta
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press
Supriyanto S.pd, “Antropologi Kelas X”. Diakses pada tanggal 20
Desember2015.http://www.sman1praya.sch.id/download/al14.pdf.
Internalisasi Nilai-nilai Budaya dalam Pembentukkan
Kepribadian dan Karakter
(Antropologi SMA Kelas X: BAB 3)
Definisi Internalisasi
Secara etimologis, dalam kaidah bahasa Indonesia kata yang berakhiran-isasi mempunyai definisi sebuah
proses. Sehingga internalisasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia internalisasi diartikan sebagai penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam yang
berlangsung melalui binaan, bimbingan dan sebagainya. Proses internalisasi merupakan proses yang kita
dapat sejak kita lahir, dengan memperoleh aturan-aturan melalui sebuah komunikasi, seperti sebuah
sosialisasi dan pendidikan. Dalam proses internalisasi pola-pola budaya ditanamkan kedalam sistem syaraf
individu yang kemudian di bentuk menjadi sebuah kepribadian. Proses internalisasi, adalah proses yang
berlangsung sepanjang hayat dari individu, yaitu dimulai dari dilahirkan sampai akhir hayatnya. Sepanjang
hayatnya seorang individu terus belajar untuk mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu dan emosi yang
membentuk kepribadiannya. Perasaan pertama yang diaktifkan dalam kepribadian saat bayi dilahirkan
adalah rasa puas dan tak puas, yang menyebabkan ia menangis. Manusia memiliki bakat yang telah
terkandung dalam gen untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat , nafsu dan emosi dalam
kepribadian individunya. Tetapi wujud dan pengaktifannya sangat dipengaruhi oleh berbagai macam
stimulasi yang berada dalam alam sekitar, lingkungan sosial maupun budayanya.
Manfaat internalisasi
Manfaat internalisasi adalah untuk pengembangan, perbaikan dan penyaringan dalam hal buadaya. Dalam
manfaat pengembangan memiliki manfaat sebagai pengembangan potensi seseorang untuk menjadi pribadi
dan memiliki perilaku yang baik agar seseorang yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan
budaya dan karakter bangsa. Kemudian dalam manfaat perbaikan adalah untuk memperkuat kepribadian
yang bertanggung jawab dalam pengembangan seorang individu yang lebih bermartabat; dan dalam
manfaat penyaring bertujuan untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat agar tidak terjadi suatu goncangan
budaya.
Daftar Pustaka
Indriani, Firdha. “Materi Antropologi Kelas X : Internalisai Budaya dalam Pembentukan Kepribadian dan
Karakter”.11 Desember2015. http://blog.unnes.ac.id/firdhaindriani/2015/12/05/materi-ajar-
antropologi-kelas-x-internalisasi- nilai-nilai-budaya-dalam-pembentukkan-kepribadian-dan-
karakter/#more-91
Perilaku Menyimpang dan Sub Kebudayaan Menyimpang
(Antropologi SMA Kelas X: BAB 4)
Perilaku menyimpang adalah suatu perilaku yang dieskspresikan oleh seorang / beberapa orang anggota
masyarakat yang secara disadari /tidak disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dan
telah diterima oleh sebagian anggota masyarakat. Menurut Robert M.Z. Lawang, penyimpangan adalah
tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan
usaha dari pihak berwenang untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang/normal.Sedangkan Paul B.
Horton, berpendapat bahwa setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma
kelompok atau masyarakat.
Sumber:
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Budaya Lokal, Budaya Nasional, Budaya Asing, Hubungan
antar Budaya di Era Globalisasi
(Antropologi SMA Kelas X: BAB 5)
Konsep Budaya Lokal
Budaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut
J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Akan tetapi, tidak
mudah untuk merumuskan atau mendefinisikan konsep budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi
kebudayaan hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas. Misalnya, budaya Jawa
yang merujuk pada suatu tradisi yangberkembang di Pulau Jawa. Oleh karena itu, batas geografis telah
dijadikan landasan untuk merumuskan definisi suatu kebudayaan lokal. Namun, dalam proses perubahan
sosial budaya telah muncul kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal itu
dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi secara global sehingga tidak
ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli.
Kemajemukan budaya lokal di Indonesia tercermin dari keragaman budaya dan adat istiadat dalam
masyarakat. Suku bangsa di Indonesia, seperti suku Jawa, Sunda, Batak, Minang, Timor, Bali, Sasak, Papua,
dan Maluku memiliki adat istiadat dan bahasa yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa tersebut tumbuh dan
berkembang sesuai dengan alam lingkungannya. Keadaan geografis yang terisolir menyebabkan penduduk
setiap pulau mengembangkan pola hidup dan adat istiadat yang berbeda-beda. Misalnya, perbedaan bahasa
dan adat istiadat antara suku bangsa Gayo-Alas di daerah pegunungan Gayo-Alas dengan penduduk suku
bangsa Aceh yang tinggal di pesisir pantai Aceh.
Budaya Asing
Budaya asing tidak harus selalu diartikan budaya yang berasal dari luar negeri, seperti budaya barat. Namun,
tidak bisa disangkal bahwa budaya barat berupa makanan, mode, seni, dan iptek memang telah banyak
memengaruhibudaya masyarakat di Indonesia. Pada abad ke-20 dan ke-21, pengaruh budaya asing di
Indonesia dapat terlihat melalui terjadinya gejala globalisasi. Dalam proses globalisasi terjadi penyebaran
unsur-unsur budaya asing dengan cepat melalui sarana teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi.
Proses saling memengaruhi budaya dapat terjadi melalui proses sebagai berikut:
1. Akulturasi Kebudayaan
Salah satu unsur perubahan budaya adalah adanya hubungan antar budaya, yaitu hubungan budaya lokal
dengan budaya asing. Hubungan antar budaya berisi konsep akulturasi kebudayaan. Menurut
Koentjaraningrat istilah akulturasi atau acculturationatauculture contact yang digunakan oleh sarjana
antropologi di Inggris mempunyai berbagai arti di antara para sarjana antropologi. Menurut
Koentjaraningrat akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-
unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya kebudayaan lokal itu sendiri.
Di dalam proses akulturasi terjadi proses seleksi terhadap unsur- unsur budaya asing oleh penduduk
setempat. Contoh proses seleksi unsur-unsur budaya asing dan dikembangkan menjadi bentuk budaya baru
tersebut terjadi pada masa penyebaran agama Hindu-Buddha di
Indonesia sejak abad ke-1. Masuknya agama dan kebudayaan Hindu– Buddha dari India ke Indonesia
berpengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan Indonesia. Unsur-unsur kebudayaan Hindu–
Buddha dari India tersebut tidak ditiru sebagaimana adanya, tetapi sudah dipadukan dengan unsur
kebudayaan asli Indonesia sehingga terbentuklah unsur kebudayaan baru yang jauh lebih sempurna. Hasil
akulturasi kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Hindu–Buddha adalah dalam bentuk seni bangunan,
seni rupa, aksara, dan sastra, sistem pemerintahan, sistem kalender, serta sistem kepercayaan dan filsafat.
Namun, meskipun menyerap berbagai unsur budaya Hindu–Buddha, konsep kasta yang diterapkan di India
tidak diterapkan di Indonesia.
2. Asimilasi Kebudayaan
Konsep lain dalam hubungan antarbudaya adalah adanya asimilasi (assimilation) yang terjadi antara
komunitas-komunitas yang tersebar di berbagai daerah. Koentjaraningrat menyatakan bahwa asimilasi
adalah proses sosial yang timbul apabila adanya golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang
berbeda-beda yang saling bergaul secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan
tersebut berubah sifatnya dan wujudnya yang khas menjadi unsur-unsur budaya campuran. Menurut
Richard Thomson, asimilasi adalah suatu proses di mana individu dari kebudayaan asing atau minoritas
memasuki suatu keadaan yang di dalamnya terdapat kebudayaan dominan. Selanjutnya, dalam proses
asimilasi tersebut terjadi perubahan perilaku individu untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan
dominan.
Proses asimiliasi terjadi apabila ada masyarakat pendatang yang menyesuaikan diri dengan kebudayaan
setempat sehingga kebudayaan masyarakat pendatang tersebut melebur dan tidak tampak unsur
kebudayaan yang lama. Di Indonesia, proses asimilasi sering terjadi dalam masyarakat karena adanya dua
faktor. Pertama, banyaknya unsur kebudayaan daerah berbagai suku bangsa di Indonesia. Kedua, adanya
unsur-unsur budaya asing yang dibawa oleh masyarakat pendatang seperti warga keturunan Tionghoa dan
Arab yang telah tinggal secara turun-temurun di Indonesia. Di dalam masyarakat, interaksi antara
masyarakat pendatang dan penduduk setempat telah menyebabkan terjadinya pembauran budaya asing
dan budaya lokal. Contoh asimilasi budaya tersebut terjadi pada masyarakat Batak dan Tionghoa di Sumatra
Utara. Menurut Bruner, para pedagang Tionghoa yang tinggal di daerah Tapanuli sadar bahwa mereka
merupakan pendatang sehingga mereka berusaha belajar bahasa Batak dan menyesuaikan diri dengan adat
istiadat setempat karena dianggap menguntungkan bagi usaha perdagangan mereka. Sebaliknya, anggota
masyarakat Batak Toba yang tinggal di Medan berusaha menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat
setempat yang didominasi etnik Tionghoa. Selanjutnya, ia akan belajar bahasa Cina karena pengetahuan
tersebut dianggap berguna dalam melakukan transaksi perdagangan dengan warga keturunan Tionghoa.
Daftar Pustaka
Siany L, Atiek Catur. B. 2009. Khazanah Antropologi 1 : untuk kelas XI SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional.
Supriyanto. 2009. Antropologi Kontekstual : Untuk SMA dan MA Program Bahasa Kelas XI. Jakarta : Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
Sita, Putu Sadhvi. 2013. Pengaruh Kebudayaan Asing Terhadap Kebudayaan Indonesia di Kalangan
Remaja. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember