Anda di halaman 1dari 104

Jurnal Daftar Isi

Pendidikan Sejarah
Vol. 4 No. 2 Juli 2015 Pembelajaran Sejarah dan Teacherpreneur
ISSN 2301-461X Abrar 1-12

Mencari Makna Dalam Sejarah:


Diterbitkan oleh
Meninjau Kembali Historiografi Indonesiasentris
Program Studi
Pendidikan Sejarah Pascasarjana Sebagai Sumber Belajar Sejarah
Universitas Negeri Jakarta Kurniawati 13-20

Dewan Redaksi: Strategi Pengelolaan Pembelajaran


Isu Materi Sejarah “Serupa” dan Sejarah Kontroversial
Ketua
Djunaedi 21-35
Prof. Dr. Tuti Nuriah Erwin

Wakil Ketua Pendekatan Kontekstual: Suatu Pendekatan Alternatif


Kurniawati, S.Pd., M.Si. Pembelajaran Sejarah Di Sekolah Menengah Atas
Nur’aeni Marta 36-44
Penyunting
Dr. Abdul Syukur, M.Hum.
Pendekatan Dekonstruksi dalam Historiografi
Dirgantara Wicaksana , S.Pd.,
M.Pd. Bahri 45-57

Reviewer Public History: Suatu Tinjauan Pendahuluan


Dr. Irene Maria Juli Astuti Jumardi 58-62

Alamat Redaksi Reaktualisasi Nilai Sosial Budaya Melalui Pendidikan


Gedung M LT. 1
Dan Pembentukan Karakter Bangsa Di Sekolah
Program Studi
Pendidikan Sejarah Pascasarjana Jumadi 63-76
Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Paradigma dalam Pembelajaran Sejarah Kontroversi
Jakarta Timur 13220 Sumardiansyah 77-88

Kurikulum Pendidikan di SD dan SMA


Pada Masa Orde Baru
Keaslian tulisan ini menjadi
tanggung jawab penulis. Redaksi
Andi Riang Tati 89-102
berhak mengubah tulisan tanpa
mengubah maknanya
Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH ii Vol.4 No.2 Juli 2015
Pembelajaran Sejarah dan Teacherpreneur

Oleh : Abrar
Pendidikan Sejarah PPS UNJ

Abstract

The purpose ofthis paper reveals that the history teacher must be a teacherpreneur. The task of teacher
preneur in implementing the learning history is to develop the ability to think creatively learners.It was
motivated by the challenges of the times were more severe in all aspects of community life in the 21st
century. The method used is literature study. Creative thinking skills can be cultivatedinthe teaching
of historyby familiarizing students learn to solve problems. Through studying the history of learners
solving problems is required to make a report based its findings workings historians. Teacherpreneur role
is how to develop learning strategies that creative thinking was growing. Teacherpreneur is a teacher
whois always doing good innovation to improve the knowledge and the learning process.

Key words: historical instruction, creative thinking, teacherpreneur.

Abstrak

Tujuan dari tulisan ini mengungkapkan bahwa guru sejarah haruslah seorang teacherpreneur. Tugasnya
dalam melaksanakan pembelajaran sejarah adalah menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kreatif
peserta didiknya. Hal itu dilatarbelakangi oleh tantangan zaman yang makin berat dalam segala aspek
kehidupan masyarakat pada abad ke-21 ini.Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan. Kemampuan
berpikir kreatif dapat ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran sejarah dengan membiasakan peserta
didik belajar memecahkan masalah. Melalui belajar memecahkan masalah sejarah peserta didik dituntut
untuk membuat laporan temuannya yang didasarkan cara kerja sejarawan. Peran teacherpreneur adalah
bagaimana mengembangkan strategi pembelajaran agar berpikir kreatif itu tumbuh. Teacherpreneur
adalah guru yang selalu melakukan inovasi baik untuk meningkatkan pengetahuannya maupun proses
pembelajaran.

Kata Kunci: pembelajaran sejarah, berpikir kreatif, teacherpreneur.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan komponen


Dengan kecerdasan dan ilmu pengetahuan
yang sangat penting bagi kehidupan
itulah manusia menjalani hidup yang
manusia.Ia merupakan suatu kebutuhan
penuh dengan tantangan dan persaingan.
mutlak yang harus dipenuhi sepanjang
hayat. Tanpa pendidikan manusia tak Pendidikan juga mempunyai
akan mampu berkembang secara optimal peranan yang sangat penting dalam
dalam menjalani kehidupan. Sebab melalui kehidupan suatu bangsa.Tidak ada
pendidikan manusia dapat meningkatkan bangsa yang mengalami kemajuan yang
kecerdasan dan ilmu pengetahuannya. tidak didasarkan pada keberhasilan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 1 Vol.4 No.2 Juli 2015


dalam pendidikan.Kemajuan apapun Tantangan zaman yang demikian
yang dicapai oleh suatu bangsa dalam berat itu membutuhkan orang-orang yang
sejarahnya menunjukkan karena besarnya mempunyai kemampuan berpikir kreatif.
perhatian terhadap dunia pendidikan. Agar kemampuan berpikir kreatif itu
Cina yang sekarang tumbuh menjadi salah tumbuh-kembang dikalangan generasi
satu negara yang perekonomiannya pesat, muda, maka salah satu upaya yang
tidak bisa dilepaskan dari kemajuan dalam dilakukan dalam bidang pendidikan
bidang pendidikan yang dikembangkan adalah melakukan perubahan kurikulum.
selama beberapa dekade ini (Lanqing,2004: Australia misalnya telah melakukan
24). proses perubahan kurikulum sejak
tahun 2009 dan kurikulum resmi yang
Keberhasilan dalam pendidikan digunakan adalah kurikulum 2012.
tidak dapat dilepaskan dari peran guru Indonesia juga melakukan hal yang sama
dalam mendidik.Finlandia sukses dalam dengan diberlakukannya kurikulum 2013,
melakukan revolusi sistem pendidikan meskipun dalam lingkup terbatas.
dengan membenahi lembaga pelatihan
guru, agar guru bisa mendidik murid Berpikir kreatif dalam konteks
dengan baik(Kompas, 14 Maret 2013). pembelajaran sejarah merupakan sesuatu
Artinya keberhasilan Finlandia dalam yang sangat penting.Berpikir kreatif itu
bidang pendidikan kuncinya ada di tidak saja harus ada dikalangan peserta
tangan guru. didik yang belajar, tetapi juga ada didalam
diri guru yang mengajarkan sejarah.
Persoalan yang terkait dengan Memelajari peristiwa pada tanggal 11
guru merupakan persoalan yang sangat September 2001 misalnya, ketika empat
krusial di Indonesia. Meskipun telah pesawat American Airlines dibajak dan
dilaksanakan sertifikasi bagi guru-guru pesawat tersebut digunakan menyerang
agar menjadi lebih professional, kenyataan beberapa bangunan di Amerika. Dua
menunjukkan program sertifikasi guru pesawat menyerang menara kembar
tidak mengubah mutu pendidikan dan World Trade Center di New York yang
prestasi belajar peserta didik(Kompas,15 mengakibatkan runtuhnya kedua gedung
Maret 2013). Padahal tantangan ke depan tersebut dan memakan korban tewas
makin lebih berat. dan luka-luka yang cukup banyak. Satu
Ada beberapa tantangan yang pesawat berusaha menyerang Pentagon
bakal dihadapi di abad ke-21 ini yaitu; dan satu pesawat diduga mau menyerang
(1) cenderung terjadinya pertentangan White House.
integrasi ekonomi dengan fragmentasi Gambar-gambar mengenai
politik, (2) globalisasi mewarnai seluruh penyerangan ke menara kembar World
kehidupan masyarakat, (3) terjadinya Trade Center bermunculan di media
perubahan secara radikal dalam pasar massa, menjadi berita utama berbagai
tenaga kerja karena kemajuan sains dan surat kabar dan televisi. Bahkan televisi
teknologi, (4) meningkatnya penggunaan tiada henti-hentinya menayangkan
teknologi tingkat tinggi dalam gambar penyerangan tersebut, namun
industrialisasi, (5) munculnya gaya hidup gambar-gambar yang ditayangkan
baru yang mengandung ekses-ekses tersebut didominasi informasi yang penuh
tertentu (Buchori, 2001: 27-31). spekulasi.Guru dituntut untuk berpikir

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 2 Vol.4 No.2 Juli 2015


kreatif bagaimana agar informasi yang Merancang rangkaian peristiwa itu
penuh spekulasi dapat diterima peserta setiap guru tentunya berbeda antara yang
didik sebagai pengetahuan sejarah. satu dengan yang lain, tergantung dari
pengetahuan apa yang mau disampaikan
Dalam konteks sejarah Indonesia hal
kepada peserta didik. Pengetahuan
yang sama juga pernah terjadi. Ketika pada
tersebut bisa beraneka ragam seperti
tahun 1998 terjadi peristiwa penembakan
ekonomi, geografi, sosiologi, dan sejarah.
terhadap mahasiswa yang dikenal dengan
Persitiwa Semanggi, banyak spekulasi Pengetahuan termasuk pengetahuan
yang muncul mengenai peristiwa itu. sejarah bukanlah sesuatu yang ada begitu
Gambar peristiwa itu ditayangkan sajaatau ditemukan seperti permata atau
berulang kali dan dikomentari dengan artefak, tetapi suatu pengetahuan yang
berbagai informasi yang umumnya ada karena diciptakan oleh manusia.
spekulasi, bukan informasi yang Pengetahuan adalahhasil konstruksi
didasarkan fakta yang benar.Guru pemikiran manusia (Mintzes, Wandersee,
dituntut untuk kreatif dalam menjelaskan Novak, 2005: 8).Sebagai suatu konstruksi
persoalan tersebut agar peserta didik pemikiran manusia berarti membutuhkan
tidak bingung. Kreatifnya guru bukan kreativitas untuk menciptakan hal itu.
hanya dibutuhkan dalam menyampaikan
isi materi pembelajaran, tetapi juga Kreativitas terbentuk merupakan
dalam memilih dan menerapkan metode hasil dari berpikir kreatif.Berpikir kreatif
pembelajaran yang sesuai dengan materi menurut Evans (dalam Uno, Umar,
yang mau disajikan. dan Panjaitan, 2014: 113) menghasilkan
pemikiran kreatif.Sedangkan menurut
Berangkat dari pemikiran di atas maka Halpern (2003: 398) berpikir kreatif
ada dua permasalah pokok yang mau dikaji adalah suatu proses kognitif yang terjadi
dalam tulisan ini; (1) Mengapa berpikir dalam suatu konteks. Dengan demikian
kreatif diperlukan dalam pembelajaran pemikiran kreatif seseorang dapat terjadi
sejarah? (2) Guru yang bagaimanakah yang dalam suatu konteks tertentu.Konteks
dapat mengembangkan pembelajaran tertentu itu bisa terjadi dalam pembelajaran
berpikir kreatif tersebut? sejarah.Sebab setiap peristiwa pasti
menunjukkan konteks tertentu dalam
METODE PENELITIAN
sejarah yang dipelajari peserta didik.
Pembelajaran menurut Gagne dan
Apapun konteks pembelajaran
Briggs (dalam Suparman, 2012: 10)
sejarah yang bakal dihadapi peserta didik
adalah suatu rangkaian peristiwa yang
memerlukan seorang guru yang kreatif.
memengaruhi peserta didik sedemikian
Guru kreatif syarat pentingnya adalah
rupa sehingga perubahan perilaku
guru yang mampu melahirkan gagasan
yang disebut hasil belajar terfasilitasi.
baru, realistis dan orisinalitas (Ono, Umar,
Rangkaian peristiwa tersebut dalam
Panjaitan, 2014: 113).
pembelajaran dirancang oleh guru.Berarti
guru berperan dalam merangkai peristiwa Metode yang digunakan dalam
yang membuat peserta didik terpengaruh. mewujudkan tulisan ini adalah studi
Terpengaruhnya peserta didik melalui kepustakaan.Studi kepustakaan adalah
proses pembelajaran yang dilakukan guru serangkaian kegiatan yang berkenaan
dalam rangka peserta didik mengalami dengan metode pengumpulan data
perubahan perilaku.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 3 Vol.4 No.2 Juli 2015


pustaka, membaca dan mencatat serta Sejarawan dalam melakukan penelitian
mengolah bahan penelitian (Zed: 2004, sejarah melalukan empat tahapan untuk
3). Pengumpulan data dilakukan pada dapat menghasilkan suatu tulisan sejarah.
Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Pertama, heuristik ketika sejarawan
Universitas Negeri Jakarta. Selain itu data berusaha mencari dan menemukan
didapatkan juga dari perpustakaan online sumber untuk penelitian sejarah yang
yang memberikan buku secara gratis sedang dilakukannya.Kedua, kritik atau
seperti en.bookfi.org dan libgen.org. verifikasi. Pada tahap ini sejarawan
melakukan kajian yang kritis tentang
Data yang didapatkan dikritisi dan
sumber yang ia gunakan dalam penelitian.
diolah sesuai dengan kebutuhan untuk
Ketiga, interpretasi ketika sejarawan
mewujudkan tulisan ini.Oleh karena
melakukan penafsiran terhadap fakta
itu tulisan ini banyak menggunakan
yang ia dapatkan dengan menggunakan
sumber sekunder sesuai dengan ciri-ciri
konsep dan teori ilmu-ilmu sosial.
studi kepustakaan menurut Zed. Ciri-ciri
Terakhir, penulisan yakni saat sejarawan
lain dari studi kepustakaan itu adalah
menyajikan hasil penelitiannya dalam
peneliti berhadapan langsung dengan
bentuk tulisan yang deskriptif analisis
teks dan data yang disajikan melalui studi
dengan menyajikan fakta-fakta sejarah
kepustakaan yang bersifat siap pakai serta
menjadi fakta yang koheren.Berdasarkan
kondisi data tidak dibatasi oleh ruang dan
tahapan tersebut pembelajaran sejarah
waktu.Jadi data yang diolah bukanlah
sesungguhnya dapat menumbuhkan
data yang didapatkan dari lapangan
kemampuan berpikir kreatif.
melalui pengumpulan angket, kuisioner,
wawancara, ataupun catatan lapangan. Berpikir kreatif itu bisa
ditumbuhkembangkan misalnya saat
HASIL DAN PEMBAHASAN
mereka dibiasakan untuk mencari
Pembelajaran sejarah di sekolah sumber-sumber sejarah.Makin
khususnya tingkat Sekolah Menengah berkembangnya perpustakaan online
Atas (SMA) untuk mata pelajaran Sejarah di dunia maya memungkinkan peserta
Indonesia maupun Sejarah bertujuan didik mencari sumber-sumber alternatif
mengembangkan kemampuan berpikir dalam belajar sejarah.Peserta didik bukan
historis (historical thinking), keterampilan lagi disulitkan untuk mendapatkan
sejarah (historical skills) dan wawasan sumber pembelajaran, tetapi dihadapkan
terhadap isu-isu sejarah (historical issues) pada persoalan bagaimana menyeleksi
(Lampiran III Permendik No. 59 Tahun dari sumber yang berlimpah itu agar
2014 tentang Kurikulum 2013 SMA/ mendapatkan fakta-fakta sejarah yang
MA).Kemampuan yang dikembangkan dapat dipertanggungjawabkan secara
itu sesungguhnya dapat menumbuhkan ilmiah.Peran guru dalam hal itu adalah
kemampuan berpikir kreatif bagi peserta bagaimana melatih anak didik agar
didik. tahu bagaimana suatu sumber yang
bersifat online dapat dipercaya dan
Agar kemampuan berpikir kreatif dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
peserta didik tumbuh-kembang, Sumber sejarah yang bersifat online
pembelajaran sejarah yang diterapkan itu dapat berbentuk e-book, e-journal
pada jenjang pendidikan menengah atau blog yang dalam sajian tulisannya
mestinya mengikuti cara kerja sejarawan. menunjukkan kaedah penulisan ilmiah

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 4 Vol.4 No.2 Juli 2015


dan pemiliknya mempunyai reputasi dan guru erat kaitannya dengan sejauhmana
kredibilitas yang bagus. guru tersebut menguasai pengetahuan
sejarah.Bahkan lebih dari itu guru
Hal yang sama juga bisa
tersebut hendaknya secara terus menerus
dilakukan pada saat peserta didik
memperbaharui pengetahuan sejarahnya.
menginterpretasikan fakta-fakta yang
Kochhar (2008: 393) mengatakan bahwa
terdapat dalam sumber pembelajaran,
seorang guru sejarah dapat disebut
peserta didik dapat menghasilkan ide-ide
berkualitas apabila guru itu menguasai
baru tentang tafsir dan makna dari fakta
materi.
sejarah yang dipelajari. Peserta didik bisa
menafsirkan fakta yang dipelajari dengan Selain itu yang harus dikuasai guru
sudut pandang yang berbeda.Peserta kata Kochhar adalah penguasaan teknik
didik dapat memberikan penjelasan yaitu kemampuan guru menguasai
alternatif tentang fakta sejarah yang berbagai metode dan teknik pembelajaran
didapatkan dari sumber pembelajaran. sejarah.Penguasaan berbagai metode dan
Peserta didik dapat melihat atau membuat teknik itu diperlukan agar guru mampu
hubungan-hubungan baru dari fakta yang menerapkan metode dan teknik tertentu
didapatkannya dalam pembelajaran. pada materi tertentu pula.Artinya dituntut
kemampuan guru untuk menganalisis
Pembelajaran sejarah semakin
apakah metode yang mau diterapkan
membutuhkan kreatifitas guru
sudah sesuai dengan materi yang mau
dan siswanya apabila dalam setiap
disajikan ke peserta didik.Oleh karena itu
topik pembelajaran dikembangkan
dalam suatu pembelajaran sejarah guru
pembelajaran yang berbasis masalah.
harus terbiasa untuk menjadi orang-orang
Sebab pemecahan masalah dapat disebut
kreatif.
kreatif apabila terdapat kondisi seperti;
hasil pemikiran tersebut memiliki nilai Orang-orang kreatif itu biasanya
kebaruan, menuntut motivasi dan sangat rajin, disiplin dan fokus (Lau, 2011:
ketekunan yang tinggi, dan ide-ide 217).Bagi guru dan peserta didik yang rajin
pemikiran itu diterima sebagai sesuatu mencari tahu dan memperdalam bacaan
yang bukan diterima secara umum sejarahnya tentunya lebih berkembang
(Newell, Shaw, Simon, 1959: 4). Artinya kemampuan berpikir kreatifnya
bahwa dalam pembelajaran agar terjadi dibandingkan dengan yang bukan.
proses berpikir kreatif, guru harus mampu Disiplin guru dan peserta didik dalam
mencari masalah sejarah yang jawabannya mendalami dan membaca sumber-sumber
membutuhkan jawaban-jawaban baru sejarah bakal dapat menumbuhkan
atau ide-ide baru dari peserta didik. Hal kemampuan berpikir kreatif, apalagi kalau
itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk itu dilaksanakan dengan terfokus.Fokus
dilakukan oleh guru, sebab guru mesti jeli dalam suatu hal menjadi sangat penting
melihat masalah sejarah yang mau dibahas dalam memaksimalkan kemampuan kerja
dalam pembelajaran. otak manusia. Sebab otak manusia tidak
akan bekerja dengan baik kalau tidak
Kejelian guru dalam melihat persoalan
fokus pada satu hal dalam melaksanakan
sangat ditentukan oleh penguasaan
sesuatu.James Borg (2010: 222) menyatakan
materi yang harus dikuasai oleh guru
mengerjakan banyak tugas sekaligus
tersebut.Penguasaan materi oleh seorang
merupakan musuh ingatan (pikiran).

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 5 Vol.4 No.2 Juli 2015


Ada beberapa prinsip dasar dalam yang luas, dan mempunyai kemauan
melaksanakan strategi pembelajaran agar untuk terus berpikir meskipun telah
peserta didik kreatif (Halpern, 2003: 216): menemukan solusi masalah.
1. Ajarkan peserta didik untuk 10. Mendorong peserta didik mengambil
memikirkan cara-cara yang berbeda risiko atas ketidaksesuaian masalah
untuk mencapai tujuan dan kemudian yang dipecahkan.
bagaimana memilih salah satu yang
terbaik. Menumbuhkembangkan kemampuan
berpikir kreatif dalam pembelajaran sejarah
2. Banyak memberikan contoh membutuhkan seorang teacherpreneur.
dan latihan model dan praktik Seorang teacherpreneur adalah seorang
keterampilan kreatif. guru inovatif yang punya reputasi dalam
memimpin peserta didiknya, tiada
3. Ajarkan peserta didik bagaimana
pernah meninggalkan ruangan kelas atau
mengajukan pertanyaan yang relevan
sekolahnya (http://www.teachingquality.
dan bagaimana menemukan jawaban
org/sites/default/files/Teacherprenuer%20
ketika ada masalah.
Reach%20and%20Impact.pdf). Seorang
4. Mengevaluasi kualitas ide dengan teacherpreneur adalah guru kelas yang ahli
konsekuensinya. yang mendidik peserta didiknya secara
teratur, juga memiliki waktu, kesempatan,
5. Memberikan penghargaan kepada dan penghargaan untuk menyebarkan
peserta didik terhadap ide-ide mereka ide-ide dan prakteknya kepada rekan-
yang relevan dan membiarkan peserta rekannya, serta administrator, pembuat
didik tahu bahwa ide mereka berharga. kebijakan, orang tua, dan tokoh
6. Menyiapkan peserta didik dalam masyarakat (Berry, “Teacherpreneurs: A Bold
situasi yang tidak terstruktur. Ajarkan Brand of Teacher Leadership for 21stCentury
peserta didik nilai ketekunan saat Teaching and Learning,” http://portal.
mereka gagal. scienceintheclassroom.org/sites/default/
files/postfiles/science/2013berry-309-10.
7. Menyiapkan peserta didik dengan pdf). Berry menegaskan bahwa
rencana nyata untuk menemukan teacherpreneur adalah orang yang
solusi. Ini berarti bahwa mereka harus memegang peran kepemimpinan utama
dilatih cara-cara yang akan membantu dalam menyusun atau membentuk
mereka menemukan informasi yang kembali pedagogik dan kebijakannya,
relevan. baik secara lokal maupun global (http://
www.von-online.be/sites/default/files/
8. Mencegah peserta didik melakukan
Teacherpreneurs.pdf).
pelabelan atau mengkategorikan
masalah atau solusi terlalu cepat dalam Sedangkan Bingham menyatakan
proses pemecahan masalah karena bahwa teacherpreneurs adalah guru
pelabelan cenderung mendorong yang menulis buku, blog, dan artikel;
terjadi obsesi. memimpin komunitas pembelajaran
virtual; merancang alat-alat teknologi
9. Mengharapkan peserta didik bahwa
baru dan permainan pendidikan;
kreatif itu hasil dari kerja keras,
melakukan penelitian dan advokasi
ketekunan, berbasis pengetahuan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 6 Vol.4 No.2 Juli 2015


untuk kebijakan pendidikan yang harus bebas menentukan bagaimana
efektif; memimpin reformasi dengan pembelajaran yang mau diterapkan di
organisasi nirlaba dan organisasi setiap kelas yang diampunya.
berbasis masyarakat; membangun
dan mencetak alat penilaian baru; dan Namun kebebasan yang dimilikinya
menciptakansekolahgurupemimpin itu harus juga diimbangi oleh kemampuan
(http://gardnerwebb.edu/Assets/ guru untuk melakukan refleksi diri, ketika
gardnerwebb/academics/cild/teacher dalam mengambil keputusan ternyata
preneruship-notes1.pdf). tidak mampu memfasilitasi agar anak
didiknya mau belajar. Introspeksi diri
Seorang teacherpreneur adalah perlu ditumbuhkembangkan. Guru
seorang guru yang berjiwa entrepreneur harus mau mengakui bahwa apa yang
atau yang mempunyai karakteristik telah dilakukannya itu merupakan
entrepreneur. Karakteristik entrepreneur suatu kekeliruan. Dari kekeliruan itu
seorang guru tersebut adalah kebebasan, guru selanjutnya melakukan perubahan.
percaya diri, tekad dan tekun, berorientasi Dengan demikian guru punya kemampuan
pada tujuan, punya standar, kreatif, untuk selalu belajar dari kekeliruan dalam
bertindak cepat, dan melek teknologi mengambil keputusan.
(Greene, 2011: 12).
Kedua, guru harus percaya diri.
Pertama, guru hendaknya punya Guru dalam dirinya harus punya rasa
kebebasan. Kebebasan yang dimiliki percaya diri yang kuat. Ketika mengambil
guru terkait dengan kebebasan ia keputusan ia harus yakin dengan
dalam menjalankan profesinya. Ia apa yang diputuskannya merupakan
tidak dibelenggu oleh aturan-aturan suatu kebenaran. Kebenaran yang
yang bersifat administratif yang diputuskannya itu kerangkanya untuk
menghambat kemampuannya untuk kebaikan. Kebaikan bagi dirinya, bagi anak
menghasilkan kinerja yang baik. Kalau didik, bagi teman sejawat, bagi sekolah,
dalam pembelajaran ada kurikulum dan bagi masyarakat. Guru tidak boleh
yang bersifat nasional maka guru dalam terjebak dengan hal-hal yang arahnya
melaksanakannya punya kebebasan melakukan pembenaran. Sekali ia terjebak
membuat kurikulum untuk tingkat sekolah dalam pembenaran maka kompetensi
atau lingkup lebih kecil lagi yaitu kelas. pribadinya diragukan.
Karena guru biasanya punya jam mengajar
pada beberapa kelas. Masing-masing Ketiga, guru harus punya tekad dan
kelas tentu anak didik yang dihadapinya ketekunan. Tekad dan ketekunan yang
punya karakteristik yang berbeda-beda. dimiliki guru hendaknya memperlihatkan
Tidak mungkin karakteristik suatu kelas bahwa ia seorang yang teguh dan gigih
akan sama dengan kelas yang lainnya. dalam upayanya mencapai tujuan. Guru
Artinya guru harus merancang kurikulum harus punya pendirian, tidak mudah
yang berbeda antara satu kelas dengan diombang-ambingkan oleh kepentingan
kelas yang lain. Sederhananya guru yang tidak sesuai dengan tujuannya
mampu merancang silabus dan rencana sebagai seorang pendidik. Godaan materi
pembelajaran sesuai dengan karakteristik dan kekuasaan semakin kuat dengan
peserta didiknya yang berbeda-beda. berkembangnya kehidupan ekonomi
Guru dalam merancang pembelajaran suatu negara. Guru yang tidak punya

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 7 Vol.4 No.2 Juli 2015


pendirian yang teguh, maka bisa jadi punya standar dalam menjalankan
mudah dilecehkan oleh anak didiknya profesinya. Standar yang dibuatnya harus
atau lingkungannya, baik di sekolah atau yang dapat diukur yang kerangkanya
masyarakat. untuk mencapai tujuan. Ia tidak boleh
menjauh dari standar yang telah
Ketekunan menjalani profesinya
dibuatnya. Standar yang dibuatnya itulah
juga harus tumbuh terus. Semakin ia
yang memotivasinya agar tujuan tercapai.
tekun dengan profesinya semakin cinta
ia akan profesinya. Demikian tekunnya Keenam, guru harus kreatif.Kehidupan
ia melakukan profesinya sehingga apa yang semakin kompleks dan tantangan
yang dilakukannya tidak selalu harus yang makin meningkat membutuhkan
diimbangi oleh pamrih. Baginya yang orang-orang kreatif.Guru yang kreatif
penting bagaimana profesinya benar- adalah guru yang mampu secara
benar merasuk dalam sanubarinya. berkelanjutan mengembangkan hal-hal
Imbalan atau pamrih bukan tujuannya. baru dalam melaksanakan pembelajaran
Hidupnya ia abdikan untuk kepentingan agar tercapai tujuan yang diinginkan.
profesinya. Berdasarkan keteguhan dan Ia harus mampu mengemas bagaimana
ketekunannya itulah akhirnya orang pembelajaran menjadi menyenangkan
lain akan mencarinya, sebab ia sudah dan menarik bagi anak didik. Sebab kalau
mumpuni. Diakui kompetensinya tidak menarik anak didik bisa jadi tidak
sebagai seorang guru yang profesional. memperhatikan apa yang dikemukakan
Kompetensi yang diakui itulah yang guru. Anak didik bisa jadi akan beralih
menentukan bagaimana lembaga mencari melalui web yang terdapat pada
pendidikan menghargai profesinya secara jaringan internet. Guru kreatif hendaknya
material.Artinya lembaga pendidikan yang mampu membuat solusi yang menarik
membutuhkan guru dalam melakukan ketika menghadapi masalah dalam
rekrutmen tidak saja berpatokan pada pembelajaran di kelas. Guru yang kreatif
ijazah dan indeks prestasi yang dimiliki juga sekaligus menjadi model bagi anak
calon guru, tetapi jauh lebih penting lagi didik agar anak didik tumbuh menjadi
dari segi kompetensinya sebagai pendidik orang-orang yang kreatif.
professional.
Ketujuh, guru harus mampu bertindak
Keempat, guru harus berorientasi pada cepat. Dalam hal itu guru mesti mampu
tujuan. Guru yang dalam menjalankan bertindak cepat ketika dihadapkan pada
profesinya hendaknya fokus pada persoalan dan tantangan yang terjadi dalam
tujuan yang mau dicapai. Kalau ia mau pembelajaran.Bukan hanya itu, bertindak
mencapai tujuan nasional sebagaimana cepat ini juga sudah tercermin ketika mulai
yang terdapat dalam kurikulum nasional, dari merencanakan pembelajaran. Ia harus
maka perhatiannya fokus kesitu. Ranah mampu mengantisipasi perkembangan
belajar berdasarkan taksonomi Bloom yang terjadi di dunia khususnya dalam
ataupun yang disempurnakan Anderson, konteks pendidikan. Sebab kalau guru
diimprovisasi oleh guru agar sesuai sering terlambat dalam bertindak maka
dengan tujuan nasional yang ingin dicapai. yang bersangkutan akan ditinggal, dan
orang beralih ke yang lain yang menjadi
Kelima, guru harus punya standar.
pesaingnya.
Sebagai guru yang profesional ia harus

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 8 Vol.4 No.2 Juli 2015


Kedelapan, guru harus melek manusia yang perlu dihargai.
teknologi. Ini menjadi hal sangat krusial
Ketiga, guru punya sifat healing
ditengah kemajuan teknologi komunikasi
maksudnya seorang guru harus mampu
dan informasi. Dengan kemampuannya
melihat anak didiknya sebagai sesuatu
dalam menguasai teknologi, maka ia
yang utuh dimana anak didik punya sifat,
mampu melakukan improvisasi dalam
karakter, dan perilaku masing-masing.
pembelajaran. Segala bentuk pembelajaran
Guru harus memahami anak didiknya
bisa harusnya ia kembangkan. Kalau
punya kelebihan dan kekurangan.
pembelajaran dalam kelas maka ia mampu
memanfaatkan teknologi yang tersedia Keempat, guru mempunyai awareness
sehingga pembelajaran menjadi efektif. maksudnya guru dalam melayani anak
Sebaliknya kalau harus dihadapkan didiknya harus dengan penuh kesadaran.
pada pembelajaran jarak jauh, maka ia Sadar bahwa yang dilayani anak didik
mampu mengemas pembelajaran itu yang punya potensi untuk tumbuh dan
sesuai dengan konteksnya. Pengemasan berkembang.Tanpa kesadaran maka
itu disesuaikan dengan perkembangan guru bisa kehilangan kesempatan dalam
teknologi komunikasi dan informasi yang memimpin anak didiknya.
tersedia.
Kelima, guru bersifat persuasion
Karakteristik teacherpreneur tersebut maksudnya guru dalam memimpin anak
baru mempunyai arti penting bagi peserta didiknya hendaknya tidak menggunakan
didik jika guru memiliki nilai melayani kekuasaannya agar anak didiknya mau
didalam dirinya. Sebab guru adalah mengikuti apa yang diinginkan guru, tetapi
pemimpin bagi peserta didiknya.Sebagai guru hendaknya menggunakan bujukan.
pemimpin guru harus melayani peserta Artinya guru melakukan pendekatan yang
didiknya. Oleh karena itu guru sebagai bersifat pribadi, tidak bersifat sewenang-
pelayan mempunyai sifat; listening, wenang. Tidak sok kuasa.
empathy, healing, awareness, persuasion,
conceptualization, foresight, stewardship, Keenam, guru punya sifat
commitment to the growth of people, building conceptualization maksudnya seorang guru
community (Smith,www.carolsmith. harus mampu membuat solusi terhadap
Usdownloads640greenleaf.pdf). masalah yang dihadapi saat mendidik
peserta didiknya. Guru tidak boleh
Pertama, sifat listening seorang guru membiarkan suatu masalah mengambang
menjadi sangat penting sebab dalam tanpa ada penyelesaian.
mendidik peserta didik pasti banyak
ditemukan masalah. Menghadapi Ketujuh, guru punya foresight
berbagai masalah maka guru harus mau maksudnya seorang guru harus punya
mendengarkan segala bentuk keluhan, pandangan jauh ke depan. Ia hendaknya
masukan, pandangan, dan kritikan yang mampu memberi inspirasi bagi anak
datang terutama dari anak didiknya. didiknya bagaimana kehidupan manusia
di masa depan yang bakal dihadapi.
Kedua, guru hendaknya punya
empati. Empati mesti dibangun guru Kedelapan, guru punya sifat stewardship
terhadap anak didiknya. Dengan empati maksudnya sebagai pemimpin bagi anak
berarti guru menghargai anak didiknya. didiknya guru tidak boleh perhatiannya
Guru menerima anak didiknya sebagai hanya pada seseorang, tetapi haruslah

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 9 Vol.4 No.2 Juli 2015


seluruh anak didiknya di dalam kelas. menghasilkan suatu kebaruan dalam
Guru harus menjadikan anak didiknya pembelajaran. Menanggung resiko itu
sebagai teman. Sebagai teman setiap bukanlah seperti penjudi, melainkan telah
orang didalam kelas harus mempunyai memperhitungkan resiko tersebut sebelum
tanggungjawab untuk menentukan visi, keputusan melakukan pembaruan
misi dan tujuan yang mau dicapai. dilaksanakan.

Kesembilan, guru punya commitment Fungsi terakhir, membangun


to the growth of people maksudnya organisasi. Teacherpreneur mempunyai
seorang guru mampu membangun kemampuan mengelola sumber daya
kebersamaan dalam kelas. Dengan manusia, bahan dan sumber-sumber
adanya kebersamaan pembelajaran bisa lain. Ia harus mampu merencanakan
berlangsung menyenangkan. Suasana dan mengontrol. Selain itu ia harus
menyenangkan dalam pembelajaran dapat juga sanggup menggunakan kualitas
membangkitkan inspirasi bagi anak didik. kepemimpinannya membangun tim,
menghasilkan sumber-sumber dan
Kesepuluh, guru punya building memecahkan masalah.
community dimana seorang guru haruslah
sanggup membangun suatu komunitas KESIMPULAN
belajar. Dengan membangun komunitas
Pembelajaran sejarah membutuh-
belajar diharapkan anak didiknya secara
kan cara-cara baru dan ide-ide baru sebagai
berkelanjutan tumbuh kebiasaan belajar
bagian dari upaya menumbuhkembangkan
yang datang dari dalam dirinya. Belajar
kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan
bagi anak didik pada akhirnya menjadi
berpikir kreatif itu dibutuhkan peserta
sebuah kebutuhan. Anak didik akan
didik dalam kehidupan mereka saat
merasa bahwa tanpa belajar mereka
mereka menghadapi berbagai tantangan
merasa kehilangan sesuatu.
sekaligus harapan. Tantangan dan
Seorang teacherpreneur mempunyai kompleksitas kehidupan di masa depan
tiga fungsi utama yaitu fungsi inovasi, dalam dunia pendidikan memerlukan
fungsi menanggung resiko, dan fungsi guru-guru sejarah yang kreatif, mau
membangun organisasi (Sethi:www. berinovasi, dan berani mengambil resiko
du.ac.infileadminDUAcademicscourse_ demi mengembangkan potensi anak
materialEP_01.pdf). Pertama, fungsi didiknya sebagai manusia yang punya
inovasi. Seorang teacherpreneur keunggulan.
memanfaatkan informasi, pengetahuan
Sebagai teacherpreneur guru sejarah
atau intuisinya untuk selalu berusaha
adalah pemimpin guru inovatif yang
menghasilkan sesuatu yang baru
membudayakan hubungan erat dengan
dalam melaksanakan pembelajaran.
masyarakat demi untuk keuntungan
Menghasilkan sesuatu yang baru itu bisa
siswanya, siap berinovasi dan memperoleh
saja bentuknya berupa ciptaan (invention)
keuntungan dari alat-alat tekonogi
dan dapat pula berupa pembaharuan
baru, dan memperkuat pendidikan
(innovation).
publik melalui kebijakan dan komunitas
Kedua, fungsi menanggung resiko. masyarakat. Sebagai teacherpreneur guru
Teacherpreneur selalu siap menanggung sejarah harus selalu mengembangkan
resiko dari setiap keputusannya dalam kompetensi dirinya agar ia tetap eksis dan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 10 Vol.4 No.2 Juli 2015


mampu bersaing dengan yang lainnya. Borg, James. Rahasia Kekuatan Pikiran
Tanpa terus menerus mengembangkan terjemahan Amanda Setiorini. Jakarta:
kompetensi diri maka ia akan sulit untuk Serambi Ilmu Semesta, 2010.
bertahan ditengah-tengah kehidupan Buchori, Mochtar. Pendidikan Antisipatoris.
dunia yang makin ketat dan keras. Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Namun demikian guru harus tetap Center for Teaching Quality Teacher
tumbuh dalam dirinya sifat kemanusiaan. Transforming Teaching. “Teacherpreneurs
Sisi-sisi kemanuasiaan ini menjadi penting and Teachers in Residence: Rich and Impact.”
dalam konteks guru sebagai pemimpin http://www.teaching quality.org/
di dalam kelas. Sisi-sisi kemanusiaan itu sites/default/files/Teacherprenuer%20
Reach%20and%20Impact.pdf (diakses
sangat berarti bagi seorang guru sejarah
tanggal 26 Juli 2015).
sebab pembelajaran sejarah sesungguhnya
sarat akan nilai-nilai itu. Banyak hal Greene, Chyntia L. 21st Century Business,
dalam sejarah yang memperlihatkan 2ndEdition.Mason, OH: South-Western
nilai-nilai kemanusiaan yang tidak Cengage Learning, 2011.
mungkin didapatkan dari belajar yang Halpern, Diane F. Thought & Knowledge An
menggunakan teknologi informasi dan Introduction to Ctitical Thinking. New
komunikasi. Bagaimanapun pembelajaran Jersey: Laurence Erlbaum Associates,
sejarah tetap membutuhkan guru 2003.
sebagai fasilitator dan motivator untuk
Hisrich, Cs. “Definition of Entrepreneur
menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan
Today.”http://sbaer.uca.
yang terkandung dalam sejarah kehidupan
edupublicationsentrepreneurshippdf11.
manusia. pdf (diakses tanggal 7 Mei 2013).

Kochhar, S. K. Pembelajaran Sejarah Teaching Of


History terjemahan Purwanta dan Yovita
Daftar Pustaka Hardiwati. Jakarta: Grasindo, 2008.

Lanqing,Li. Education for 1.3 Bilion. Beijing:


Berry, Barnett.“Teacherpreneurs: A Bold Brand Foreign Language Teachingand
of Teacher Leadership for 21st Century Research Press, 2004.
Teaching and Learning,” http://portal.
scienceintheclassroom.org/ sites/default/ Lau, Joe Y. F. An Introduction To Critical
files/postfiles/science/2013berry-309-10. Thinking And Creativity Think More Think
pdf(diakses tanggal 27 Juli 2015). Better. New Jersey: John Wiley & Sons
Inc., 2011.
____________. “Teacherpreneurs A More Powerful
Vision for the Teaching Profession.”// Mintzes, Joel J., James H. Wandersee, Joseph D
www.von-online.be/sites/default/files/ Novak. Assessing Science Understanding
Teacherpreneurs.pdf(diakses tanggal 26 A Human Contructivist View.San Diego:
Juli 2015). Elsevier Academic Press, 2005.

Bingham, C. Steven. “What is a Teacherpreneur? Sethi, Jyotsna. “Lesson-1 Entrepreneur and


Ask Sarah Henchey.”http:// Entrepreneurship.” www.du.ac.
gardnerwebb.edu/Assets/gardnerwebb/ infileadminDUAcademicscourse_
academics/cild/teacherpreneruship- materialEP_01.pdf (diakses tanggal 7
notes1.pdf (diakses tanggal 27 Juli 2015). Mei 2013).

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 11 Vol.4 No.2 Juli 2015


Smith.”Servant Leadership: The Leadership Theory
of Robert K. Greenleaf,” www.carolsmith.
usdownloads640greenleaf.pdf(di akses
tanggal 6 Mei 2013).

Suparman, M. Atwi. Panduan Para Pengajar &


Inovator Pendidikan Desain Instruksional
Modern. Jakarta: Erlangga, 2012.

Uno, Hamzah B, Masri Kudrat Umar, dan


Keysar Panjaitan. Variabel Penelitian
Dalam Pendidikan Dan Pembelajaran.
Jakarta: Ina Publikatama, 2014.

”Tunda Kurikulum 2013 Rekomendasi Majelis


Guru Besar ITB.” Kompas, 14 Maret
2013.

“Anggaran Pendidikan 20 Persen Tak Efektif


Bank Dunia Sarankan Sistem Pendidikan
Guru Diubah.” Kompas,15 Maret 2013.

Lampiran III Peraturan Menteri Pendidikan


No. 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum
2013 SMA/MA.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 12 Vol.4 No.2 Juli 2015


Mencari Makna Dalam Sejarah:
Meninjau Kembali Historiografi Indonesiasentris
Sebagai Sumber Belajar Sejarah
Oleh : Kurniawati
Pendidikan Sejarah PPS UNJ

Abstract
This article describes the historiography toward Indonesia after independence and its relevance to the
teaching of history at the time.The Method used in writing this article is the research literature. Writing
the history of Indonesia, which has a style Indonesiacentric is an issue that has always promoted in
the historiography Indonesia. Since independence in 1945, a form of history writing seeks embodied
Indonesiacentric.Therefore it seeks a National History Congress was held to formulate the form of
historiography Indonesiasentric but Congress was not fully able to formulate clearly .Historiografi
Indonesia finally caught up to the political interests that lead to the deconstruction of old regime history.
History teacher thus becomes very important in answering the anxiety people especially students in
learning history.Curriculum 2013 gives greater space to the history teachers to design learning history
allows students not only rely on textbooks but explores a variety of sources and historiography are
available.
Key words: Indonesiacentris, historiography, History Teaching and Learning

Abstrak
Artikel ini memaparkan arah historiografi Indonesia setelah kemerdekaan dan relevansinya dengan
pembelajaran sejarah pada saat ini.Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah penelitian
kepustakaan. Penulisan sejarah Indonesia yang memiliki corak Indonesiasentris merupakan isu yang selalu
mengemukan dalam historiografi Indonesia.Sejak kemerdekaan 1945, suatu bentuk penulisan sejarah
Indonesiasentris berupaya diwujudkan.Untuk itu suatu Kongres Sejarah Nasional pun dilaksanakan
untuk merumuskan bentuk historiografi Indonesiasentris tetapi kongres itu tidak sepenuhnya dapat
merumuskan dengan jelas.Historiografi Indonesia pada akhirnya terjebak kepada kepentingan politik
sehingga penggantian rezim menyebabkan terjadinya dekonstruksi sejarah rezim sebelumnya.Peran guru
sejarah dengan demikian menjadi sangat penting dalam menjawab kegelisahan masyarakat terutama
siswa dalam mempelajari sejarah.Kurikulum 2013 memberi ruang yang lebih luas kepada guru sejarah
untuk mendesain pembelajaran sejarah yang memungkinkan siswa tidak hanya mengandalkan buku teks
tetapi mengeksplorasi berbagai sumber dan historiografi yang tersedia.
Kata Kunci: Indonesiasentris, Historiografi, pembelajaran sejarah

PENDAHULUAN

Setelah Proklamasi Kemerdekaan sampai saat itu masih mengacu kepada


Indonesia 17 Agustus 1945, Indonesia penulisan-penulisan sejarah yang ditulis
sebagai negara yang baru merdeka oleh sejarawan-sejarawan Belanda yang
berjuang membentuk identitasnya yang sangat Belandasentris atau Eropasentris
baru sebagai bangsa yang merdeka. yang menempatkan orang-orang Belanda
Pemerintah pun memandang perlu sebagai aktor utama sedangkan bangsa
menuliskan kembali sejarah Indonesia yang Indonesia hanya sebagai figuran yang

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 13 Vol.4 No.2 Juli 2015


tidak terlalu berarti. Penulisan sejarah Sedikit berbeda dengan tren yang
yang Belandasentris semacam itu berlangsung di Eropa dan Amerika,
menjadikan orang-orang Belanda sebagai Indonesia dan banyak negara-negara di
pihak yang berjasa bagi Indonesia karena Asia-Afrika yang baru saja lepas dari
telah menjadikan bangsa yang dijajahnya kolonialisme setelah 1945 justru tengah
tersebut beradab. Sejarawan-sejarawan berusaha merumuskan sebuah sejarah
Belanda ini-sebagaimana sejarawan- nasional sebagai identifikasi sebuah
sejarawan lainnya di dunia-pada abad identitas bangsa yang baru merdeka.
ke-19 hingga pertengahan abad ke-20 Membangun kesadaran masyarakat
sangat terpengaruh oleh pemikiran Ranke bahwa Indonesia adalah sebuah nasion
mengenai sejarah yang berkembang merupakan isu nasional pada 1950
sejak abad ke-19. Semboyan Ranke yang sehingga penulisan sejarah nasional
terkenal wie es eitgentlich gewesen ist merupakan keniscayaan. Kebutuhan
menyebabkan penulisan sejarah sangat untuk menghasilkan sebuah sejarah
mementingkan dokumen primer, fokus nasional inilah yang mendorong
pada sejarah politik dan orang-orang diadakannya Kongres Sejarah Nasional
besar dan kemudian sejarah nasional. pada 1957. Terjadi perdebatan dalam
kongres ini antara Muhammad Yamin
Penulisan sejarah yang mengacu dan Soedjatmoko mengenai bagaimana
kepada penulisan sejarah nasional sejarah nasional harus ditulis. Muhammad
mendapat tantangan besar di Eropa Yamin berpendapat bahwa penelitian
terutama setelah Perang Dunia II berakhir ilmiah seharusnya mengarah kepada
karena sejarah nasional justru dianggap interpretasi nasionalis yang berguna
sebagai pemicu peperangan. Penulisan untuk memperkuat kesadaran nasional
sejarah nasional yang menekankan aspek sementara Soedjatmoko berpendapat
politik mulai dicarikan alternatifnya bahwa nasionalisme akan menghalangi
pada penulisan-penulisan sejarah yang pendekatan ilmiah. Menangnya pendapat
menekankan pada topik-topik sosial Yamin dalam kongres itu menandakan
dan budaya. Penulisan sejarah alternatif kuatnya sentimen nasionalisme pada saat
semacam ini dikembangkan oleh sejarawan- itu di Indonesia.
sejarawan annales dari Prancis yang
dipelopori oleh March Bloch dan Lucien Artikel ini akan memaparkan
Febvre. Aliran annales memopulerkan arah historiografi Indonesia setelah
penulisan sejarah sosial yang bersifat long kemerdekaan dan relevansinya dengan
duree dan memakai pendekatan ilmu-ilmu pembelajaran sejarah pada saat ini.
sosial. Muncul pula aliran postmodernis Membahas arah historiografi Indonesia
yang dipelopori tokoh-tokoh seperti pascakemerdekaan memerlukan
Hayden White, Jean-Francois Lyotard, penjelasan mengenai tren historiografi
Michael Foucault, Jacques Derrida dan dunia sejak abad ke-20.
Frank Ankersmith. P o s t m o d e r n i s m e
METODE PENELITIAN
mene-kankan perhatiannya pada naratif,
epistemologi, dan kebenaran. Dalam aliran Sejarawan Inggris Collingwood
posmodernisme atau posmo, realitas ada (1985: xxxix-xIiii) mengatakan bahwa
dalam bahasa dan permainan kata dengan sejarah adalah suatu bentuk penelitian
demikian semua fakta yang ditulis dalam atau inquiri. Sejarah menurutnya
sejarah kebenarannya adalah relatif. adalah sains sehingga memungkinkan di
dalamnya untuk mengajukan pertanyaan-

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 14 Vol.4 No.2 Juli 2015


pertanyaan dan kemudian berusaha penelitiannya, membatasi kegiatannya
mencari jawabannya. Maka ia mempunyai hanya pada bahan-bahan koleksi
bentuk pemikiran yang khusus sehingga perpustakaan saja tanpa memerlukan riset
untuk menjawab sifat, objek, metode lapangan.
serta bentuk pemikiran haruslah ahli-
HASIL DAN PEMBAHASAN
ahli sejarah dan mempunyai pengalaman
dalam pemikiran sejarah. Tren Historiografi Dunia Abad ke-20
Rowse (2014:34) mendefinisikan Sejak memasuki abad ke-20,
sejarah sebagai catatan kehidupan mulai muncul ketidakpuasan terhadap
manusia di masyarakat dalam lingkungan bagaimana sejarah telah ditulis terutama
geografi dan fisik mereka. Unsur manusia di Eropa. Pada saat itu warisan Ranke
dengan demikian adalah hal yang yang kuat mengenai pentingnya sumber
memegang peranan penting karena hanya primer dianggap tidak lagi memuaskan
kehidupan manusia yang dapat dicatat bagi sebagian sejarawan. Sebagai alternatif
sebagai sejarah. terhadap penulisan sejarah model Ranke
yang disebut sebagai empirisme dan
Historiografi menurut Abdulah
rekonstruksionisme muncul aliran baru
(1985:XV) adalah hasil penulisan sejarah.
yang disebut konstruksionisme yang
Penulisan sejarah adalah puncak dari
dipelopori oleh Karl Marx, Auguste
segala-galanya karena apa yang dituliskan
Comte dan Herbert Spencer yang tidak
adalah sejarah. Historiografi di setiap
puas dengan penjelasan sejarah yang
tempat berbeda karena historiografi
deskriptif-naratif. Konstrutivisme ini
mengekspresikan budaya dan keprihatinan
kemudian diteruskan pada tahun 1920an
sosial masyarakat atau kelompok
oleh Gerakan Sejarah Baru atau New
masyarakat yang menghasilkannya.
History Movement yang dihubungkan
Kochhar (2010:10-11) mengatakan dengan Jurnal Annales di Prancis dan
bahwa pembelajaran sejarah bersifat kelompok Sejarawan Amerika Baru
kronologis, yang merupakan kunci dalam atau New American Historian yaitu
memahami masa lalu dan masa sekarang. Frederick Jackson Turner, Charles Beard,
James Harvey Robinson dan Vernon
Pendidikan sejarah dengan
L.Parrington.
demikian dapat disimpulkan sebagai
suatu cara memperkenalkan masa lampau Pada tahun 1950-1960an
atau suatu peristiwa yang terjadi pada muncul sejarawan yang dengan sadar
masa lampau secara kronologis sehingga memposisikan dirinya sebagai sejarawan
siswa dapat mengetahui akibat yang sosial dan budaya yang melihat
ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa tulisan sejarah sebagai latihan seorang
masa lampau itu pada masa sesudahnya intervensionis mengenai perbedaan
dan juga pada masa kini. pendapat. Sejarawan semacam ini
umumnya dilakukan oleh sejarawan
Metode yang digunakan dalam
sayap kiri seperti E.P Thompson, Philip
penulisan artikel ini adalah penelitian
Foner,Christopher Hill dan lainnya. Pada
kepustakaan. Zed (2008:1-2) mengatakan
saat ini disadari bahwa sejarah merupakan
bahwa penelitian pustaka atau library
cara untuk mengkonstruksi dan menulis
research adalah memanfaatkan sumber
komitmen politik terhadap kaum yang
perpustakaan untuk memeroleh data

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 15 Vol.4 No.2 Juli 2015


termarjinal. Pada tahun 1970an sejarawan menyarankan agar penulisan sejarah
menyoroti cara kerja sejarawan dalam nasional bertujuan mewujudkan manusia
menarasikan cerita yang sesungguhnya Pancasila. Armijn Pane menulis sejarah
merupakan hasil pemahaman mereka dengan menempatkan Indonesia dalam
dari narasi lainnya. Perhatian terhadap jaringan perdagangan di Asia Tenggara.
cara kerja sejarawan ini pertama kali Sementara itu, tokoh Islam Hamka
dikemukakan oleh Lawrence Stone pada menulis sejarah Islam Indonesia yang
1979 dalam artikelnya berjudul “The dikatakannya telah ada di Nusantara sejak
Revival of Narrative”, yang menganjurkan abad ke-8 yang berarti menepis anggapan
sejarawan untuk kembali pada penulisan bahwa Majapahit telah lebih dahulu ada
sejarah naratif.Sejak akhir 1970an sebelum Islam.
kesadaran peran besar tulisan dalam
Pertentangan dan perbedaan
menghasilkan teks sehingga teks lebih
pendapat di antara ilmuwan, sejarawan
dianggap merupakan representasi dari
dan politisi dalam merumuskan
masa lalu daripada sebuah akses kepada
bagaimana seharusnya sejarah nasional
realitas masa lalu yang objektif.Hal
Indonesia ditulis mengakibatkan
ini merupakan landasan dari sejarah
meskipun telah diselenggarakannya
dekonstruksi.
Kongres Sejarah Nasional I di Yogyakarta
Historiografi Indonesia Setelah tetap tidak dapat menghasilkan suatu
Kemerdekaan sejarah nasional yang resmi. Kongres
itu sendiri lebih banyak membicarakan
Setelah kemerdekaan Indonesia,
hal-hal filosofis atau teoretis sehingga
muncul pemikiran di kalangan
meskipun menurut Kartodirdjo (2014:39)
ilmuwan dan sejarawan Indonesia
kongres tersebut berhasil memberikan
untuk menempatkan Indonesia sebagai
saran-saran, pengertian - pengertian
pusat dari perkembangan sejarah atau
serta pandangan-pandangan mengenai
Indonesiasentris untuk mengakhiri
pendekatan baru dalam sejarah Indonesia
dominasi penulisan sejarah kolonial
tetapi perkembangan tersebut baru pada
dan juga untuk memperkuat identitas
tataran teori daripada praktiknya. Maka
keindonesiaan yang amat dibutuhkan
buku sejarah yang dipakai di sekolah-
pada saat itu dalam rangka nation building.
sekolah pun merupakan buku sejarah
Usaha penulisan sejarah Indonesia
yang ditulis oleh Sanusi Pane pada
yang bernuansa Indonesiasentris pun
masa pendudukan Jepang. Buku sejarah
dimulai sejak saat itu. Muhammad
semacam ini memandang penulisan
Yamin menisbahkan asal-usul Indonesia
sejarah Indonesiasentris adalah kebalikan
kepada Majapahit yang berpusat di Jawa
dari penulisan sejarah kolonial, sehingga
karena dianggap daerah kekuasaannya
apa yang dianggap musuh pada sejarah
hampir sama dengan wilayah negara
kolonial menjadi pahlawan dan sebaliknya.
nasional Indonesia. Muhammad Hatta,
Takdir Alisyahbana, dan tokoh-tokoh Pada masa Orde Lama, historiografi
dari luar Jawa menentang pendapat Indonesia dipengaruhi oleh politik yang
Muhammad Yamin tersebut.Roeslan memanas. Ide Soekarno bahwa “Revolusi
Abdulgani mengusulkan agar sejarah belum Selesai ”ingin diejawantahkan
Indonesia mengikuti doktrin Marxis yang juga dalam penulisan sejarah Indonesia.
menunjukkan antitesis antara kekuatan Terbit buku Sejarah Pergerakan Nasional
terang dan gelap, sementara Hatta (1908-1964) Berdasarkan Kuliah-Kuliah

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 16 Vol.4 No.2 Juli 2015


Sedjarah Pergerakan Nasional Kursus stabil dan fokus pada pembangunan.
Kader Revolusi, Angkatan Dwikora.Buku Pada jilid keenam ini juga ditekankan
ini dibuat oleh Tim Pembantu Sejarah peran penting militer dalam melindungi
Pergerakan Nasional, Pengurus Besar kedaulatan nasional.
Front Nasional yang dipimpin oleh Ali
Setelah Orde Baru runtuh pada
Sastroamidjojo yang dikoordinatori oleh
1998, sejarah sentralistis terutama yang
Anwar Sanusi yang berasal dari PKI.
berkaitan dengan Orde Baru yang telah
Ditunjuknya Anwar Sanusi dari PKI
mapan selama 30 tahun tiba-tiba digugat
semakin menggelisahkan pihak yang
kebenarannya. Peristiwa sejarah yang
berseberangan yaitu militer. Jenderal
mengangkat Soeharto dan Orde Baru
Nasution yang memang telah lama
seperti Serangan Umum 1 Maret 1949,
menaruh perhatian pada sejarah, menilai
Gerakan 30 September 1965, Surat Perintah
perlu melakukan hal yang dilakukan oleh
11 Maret dan peran militer yang besar
PKI.Nasution pun membentuk tim yang
mendapat sorotan dan memicu perdebatan
anggotanya merupakan dosen-dosen
di berbagai kalangan masyarakat.Maka
sejarah Universitas Indonesia antara lain
muncul berbagai buku sejarah yang
yang paling terkemuka adalah Nugroho
menulis berbagai topik yang pada Orde
Notosusanto. Tidak cukup dengan itu,
Baru tidak mungkin diizinkan terutama
pada tahun 1964, Nasution meningkatkan
yang berkaitan dengan komunisme.
Biro Chusus Sejarah Staf Angkatan
Bersenjata menjadi Pusat Sejarah ABRI. Historiografi Indonesiasentris Sebagai
Sumber Pembelajaran Sejarah
Pada masa Orde Baru, historiografi
Indonesia sebenarnya masih mengikuti Telah disinggung bahwa pada
pola yang diterapkan rezim sebelumnya Kongres Sejarah Nasional I di Yogyakarta
yang sentralistis dan eskatologis yang tahun 1957 lebih menekankan pada
melihat masa keemasan pada masa aspek-aspek tujuan filosofis dan teoretis
prakolonial yang dilanjutkan oleh masa mengenai bagaimana sejarah nasional
kolonial yang dianggap sebagai masa Indonesia harus ditulis. Pembahasan-
kegelapan. Masa kegelapan diakhiri pembahasan yang bersifat filosofis tersebut
dengan kebangkitan nasional yang pada akhirnya mendorong sejarah pada
mengantarkan bangsa Indonesia pada sejarah spekulatif yang berarti penulisan
kemerdekaan. Perbedaan penulisan sejarah tidak didasarkan pada akumulasi
sejarah dengan masa sebelumnya adalah pengetahuan faktual. Meskipun ilmu
rezim Orde Baru memandang dirinya sejarah mengalami perkembangan yang
sebagai akhir sejarah yang menyelamatkan pesat pada paruh kedua abad ke-20,
bangsa Indonesia dari kehancuran. tampaknya tidak banyak berpengaruh
Pada masa Orde Baru ini buku sejarah pada historiografi Indonesia paling tidak
nasional berhasil diselesaikan terdiri hingga periode Orde Baru.
dari enam jilid yang meliputi periode
Sejarawan Sartono Kartodirdjo
prasejarah hingga Orde Baru.Dari keenam
yang ditunjuk sebagai salah seorang
jilid, jilid terakhir merupakan bagian
editor penulisan sejarah nasional
yang terpenting bagi Orde Baru karena
Indonesia sejak tahun 1970an bahkan
menceritakan bagaimana peran Soeharto
tidak dapat meyakinkan tim editor
menyelamatkan negara dan selanjutnya
lainnya terutama Nugroho Notosusanto
membangun sebuah zaman baru yang
untuk menggunakan berbagai bidang

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 17 Vol.4 No.2 Juli 2015


ilmu dan perspektif dalam penulisan Terobosan baru terjadi pada
sejarah nasional. Menurut Kartodirdjo Kurikulum Sejarah 2013 karena pelajaran
(2014:39), pembangunan nasion adalah sejarah tidak hanya mendapat porsi
sebuah proses budaya dan asal-usul jam tatap muka lebih banyak tapi juga
pembentukan nasion mendahului negara diberikan sebagai pelajaran inti yaitu
kolonial maka untuk memahaminya pelajaran sejarah Indonesia dan sebagai
perlu dipahami terlebih dahulu interaksi pelajaran pilihan yaitu sejarah.
antara sejarah lokal dan proses di tingkat
nasional. Tidak memperoleh dukungan, Kurikulum 2013 pada dasarnya
ia pun mengundurkan diri dari editor ingin menegaskan bahwa pembelajaran
penulisan sejarah nasional pada 1984. berpusat kepada siswa (student centered)
dan pendekatan saintifik dalam proses
Setelah runtuhnya Orde Baru, pembelajaran. Dengan demikian guru
muncul gugatan terhadap sejarah terutama diharapkan lebih menjadi fasilitator dalam
yang berkaitan dengan Serangan Umum 1 pembelajaran dan memberi kesempatan
Maret 1949, Gerakan 30 September 1965 bagi siswa untuk lebih aktif.
dan Surat Perintah 11 Maret 1966.Muncul
berbagai buku yang dikatakan meluruskan Dengan kurikulum 2013 ini
sejarah sehingga menimbulkan berbagai sebenarnya pelajaran dapat dikembangkan
perdebatan di kalangan masyarakat. menjadi pelajaran yang sangat menarik
Pihak yang paling mendapat tantangan bagi siswa karena melalui pendekatan
langsung tentu saja adalah guru sejarah. saintifik dapat menemukan sendiri
Untuk meredakan keresahan masyarakat berbagai sumber yang memberikan
mengenai pelajaran sejarah, maka pemahaman terhadap suatu peristiwa.
Menteri Pendidikan Yuwono Sudarsono Pada kurikulum sebelumnya memang
pun harus memerintahkan suplemen guru telah diberikan kesempatan untuk
pada kurikulum sejarah. Pada suplemen mengembangkan sendiri kurikulum dan
kurikulum tersebut, peran Soeharto metode pengajaran tetapi belum optimal
yang dibesar-besarkan pada masa dilakukan karena memang jam pelajaran
Orde Baru diturunkan dalam Serangan sejarah hanya berkisar 1-2 jam setiap
Umum 1 Maret 1949 dan pada seputar minggunya.Sekarang, dengan alokasi
dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret jam yang lebih banyak untuk pelajaran
1966. sejarah Indonesia dan sejarah tentunya
guru sejarah memiliki kesempatan untuk
Pelajaran sejarah sejak suplemen mendesain pembelajaran sejarah yang
kurikulum 1999 dikeluarkan semakin memungkinkan siswa mengeksplorasi
mengecilkan Orde Baru. Pada Kurikulum lebih jauh lagi mengenai topik-topik
2004, pelajaran sejarah berusaha sejarah.
memberikan porsi yang lebih besar kepada
sejarah daerah. Belum lama diterapkan Dengan metode saintifik, siswa
kurikulum sejarah 2004 ini mendapat seharusnya tidak lagi mengandalkan buku
tentangan karena tidak menyebut PKI teks sebagai satu-satunya sumber tetapi
pada peristiwa G 30 S sehingga menjadi didorong untuk memakai sumber-sumber
G 30 S/PKI.Polemik di dalam masyarakat lain seperti arsip dan dokumen termasuk
membuat kurikulum sejarah 2004 dilarang sumber historiografi alternatif yang
dan pelajaran sejarah pun kembali sekarang semakin banyak jumlahnya.
memakai kurikulum sebelumnya. Penggunaan sumber-sumber selain buku

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 18 Vol.4 No.2 Juli 2015


teks ini menjadi amat penting jika dikaitkan paling tidak hingga masa Orde Baru.
dengan topik-topik kontroversial seperti
Setelah Orde Baru terjadi
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949,
dekonstruksi sejarah. Sejarah nasional
30 September 1965, atau Surat Perintah 11
yang telah mapan selama 30 tahun
Maret 1966.
dipertanyakan kembali kebenarannya.
Melaksanakan pembelajaran Pelajaran sejarah pun menjadi titik
sejarah seperti yang telah dijelaskan perhatian masyarakat.Peran guru
di atas, tentu saja tidak mudah. Guru sejarah menjadi krusial dalam menjawab
sejarah harus merupakan orang yang kegelisahan publik mengenai sejarah.
berlakang pendidikan sejarah sehingga
Kurikulum 2013 agaknya
ia merupakan orang yang dibekali
merupakan kurikulum yang
dengan ilmu pedagogik dan juga familiar
memungkinkan guru sejarah dalam
dengan perkembangan historiografi dan
menjawab tantangan siswa dan masyarakat
perkembangan ilmu sejarah itu sendiri.
mengenai sejarah utamanya sejarah yang
Guru yang kompeten semacam itu akan
bersifat kontroversial. Kuncinya terletak
mampu mengarahkan siswa-siswanya
pada kompetensi guru sejarah itu sendiri
termasuk dalam memperkenalkan
dalam menyajikan pembelajaran sejarah
historiografi alternatif sehingga siswa tidak
yang bermakna yang mengacu kepada
dibingungkan lagi dalam menghadapi
berbagai sumber.
kontroversi dalam penulisan sejarah.
Justru adanya kontroversi dalam penulisan
sejarah dapat dijadikan kesempatan oleh Daftar Pustaka
guru untuk mengembangkan daya pikir
kritis siswa. Abdullah, Taufik dan Abdurrahman
Surjomihardjo (ed). Ilmu Sejarah
KESIMPULAN dan Historiografi Arah dan Perspektif,
Jakarta:Gramedia, 1985
Pembentukan identitas bangsa
Indonesia merupakan isu penting yang Collingwood, R.G.Idea Sejarah terjemahan
paling mengemuka setelah kemerdekaan Muhd.Yusof Ibrahim, Kuala
Indonesia 17 Agustus 1945.Muncul Lumpur:Percetakan Dewan Bahasa
pemikiran untuk menempatkan Indonesia dan Pustaka, 1985
sebagai subjek dalam sejarah Indonesia Kartodirdjo, Sartono, Pemikiran dan
atau dikenal sebagai Indonesiasentris Perkembangan Historiografi Indonesia,
untuk menggantikan sejarah kolonial. Yogyakarta:Penerbit Ombak, 2014
Akan tetapi terjadi perbedaan pendapat Kochar, S. S., Teaching of History,
diantara ilmuwan, sejarawan dan juga Jakarta:Gramedia, 2010
pemimpin Indonesia mengenai apa dan Munslow, Alun. Deconstructing History,
bagaimana sejarah nasional Indonesia itu. London:Routledge, 1997
Kongres Sejarah Nasional 1957 juga tidak
Nordholt Henk Schulte, Bambang
sepenuhnya dapat merumuskan secara
Purwanto, Ratna Saptari (Ed),
kongkrit mengenai hal tersebut. Kongres Memikir Ulang Historiografi Indonesia
pada akhirnya terjebak pada isu-isu dalam Perspektif Baru Penulisan
filosofis dan teoritis sehingga historiografi Sejarah Indonesia, Jakarta:Penerbit
Indonesia seolah-olah melupakan sisi Obor, 2008
ilmiah dari sejarah. Situasi ini bertahan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 19 Vol.4 No.2 Juli 2015


Rowse,A.L. Apa Guna Sejarah terjemahan
Winda Primasari, Depok:Komunitas
Bambu,2014
Tucker, Aviezer (ed), A Companion to The
History and Historiography, West
Sussex:Blackwell Publishing, 2009
Zed, Mestika.Penelitian Kepustakaan,
Jakarta:Obor, 2008.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 20 Vol.4 No.2 Juli 2015


Strategi Pengelolaan Pembelajaran
Isu Materi Sejarah “Serupa” dan Sejarah
Kontroversial
Oleh : Djunaedi
Pendidikan Sejarah PPS UNJ

Abstract
The purpose of this writing is to seek for the solution in the teacher’s “problem” in managing Indonesian
History as a regular subject and History Teaching as a special subject in accordance with 2013
Currriculum. That is because not only that two subjects contain the “same” scope of subject’s material,
but also because those contain controversial history material substance.
Based on the difference between the purpose of each subject, those are therefore offering the correct solution,
which are the strategies in managing the “same” subject’s material history substance teaching based on
Constructivistic-Colaborative
By using those two strategies, not only that those solve the teacher’s “problem” in implementing those
two subjects, but also exploring student’s competence in accordance with each learning objectives

Key words: Indonesia History Teaching and History

Abstrak
Tujuan artikel ini adalah menemukan solusi atas “kegalauan” guru dalam mengelola pembelajaran Sejarah
Indonesia sebagai mata pelajaran wajib dan pembelajaran Sejarah sebagai mata pelajaran peminatan
sesuai Kurikulum 2013. Hal itu disebabkan ke dua mata pelajaran itu tidak saja memuat ruang lingkup
materi pelajaran “serupa”, tetapi juga mengandung substansi materi sejarah kontroversial.
Berlandaskan kepada adanya perbedaan tujuan pembelajaran masing-masing mata pelajaran, maka
ditawarkan solusi yang dianggap tepat, yakni strategi pengelolaan pembelajaran ruang lingkup materi
pelajaran “serupa” berbasis nilai dan strategi pengelolaan pembelajaran substansi materi sejarah
kontroversial berbasis konstruktivistik-kolaboratif.
Dengan menggunakan kedua strategi pengelolaan pembelajaran itu, tidak hanya mampu mengatasi
“kegalauan” guru dalam mengimplementasikan kedua mata pelajaran, melainkan juga dapat mengeksplor
kompetensi siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran masing-masing.

Kata Kunci: Pembelajaran Sejarah Indonesia dan Sejarah, strategi pembelajaran nilai dan berbasis
konstruktivistik-kolaboratif

PENDAHULUAN
surat edaran Kementerian Pendidikan
Perubahan kurikulum merupakan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nomor
keniscayaan. Dimanapun di dunia, tidak 156928/MPK.A/KR/ 2013 tanggal 8
ada kurikulum yang tetap dipertahankan November 2013 merupakan sesuatu yang
dalam waktu yang sangat panjang. “biasa saja” atau menjadi kelaziman sesuai
Demikian halnya dengan kurikulum 2013 dengan kebutuhan internal bangsa dan
yang diberlakukan oleh pemerintah melalui tuntutan eksternal dunia global.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 21 Vol.4 No.2 Juli 2015


Terbitnya kurikulum 2013 yang sampai belum tersedianya buku sejarah
dinyatakan sebagai penyempurna peminatan untuk siswa; dan 2) Desainnya
kurikulum sebelumnya (kurikulum 2006) dianggap terlalu rumit, mulai mulai materi
mendapat respon yang senasib dengan pelajarannya yang tumpang tindih di kelas
kurikulum-kurikulum sebelumnya, wajib dengan kelas peminatan seperti
yakni ada yang pro dan kontra terhadap pada kasus mata pelajaran pelajaran
pemberlakuannya. Bagi yang pro Sejarah Indonesia dengan mata pelajaran
memandang kurikulum 2013 merupakan Sejarah sampai sangat rumitnya sistem
kurikulum yang paling progresif penilaiannya, misalnya jenis instrument
dibandingkan kurikulum-kurikulum penilaiannya sangat bervariasi untuk
sebelumnya. Hal itu diukur dari adanya mengukur semua aspek kompetensi siswa,
muatan pendekatan pembelajaran saintifik penilaiannya dilakukan baik penilaian
dan penilaian otentik yang menjadi hasil maupun proses. Sementara jumlah
karakteristik khasnya. Sementara bagi siswa atau kelas yang harus dinilai
yang kontra menganggap kurikulum 2013 relative banyak. Oleh karena itu untuk
adalah kurikulum yang tidak realistis melaksanakannya dengan tepat, perlu
karena sulit untuk diimplementasikan. waktu dan tenaga ekstra guru. Diantara
Anggapan itu muncul karena berbagai mereka yang kontra terhadap implementasi
faktor, mulai dari pendeknya waktu Kurikulum 2013 menyebutnya dengan
sosialisasi sehingga terkesan ketidaksiapan singkatan “Kur-Ti-Las” alias Kurikulum
pemerintah untuk menyelenggarakannya Tidak Jelas.
sampai rumit dan kompleksnya persoalan
Sementara bagi kelompok guru yang
yang ditimbulkan ketika sekolah atau guru
pro terhadap implementasi Kurikulum
(akan) mengimplementasikannya.
2013 bersikap optimis, bahwa: 1) model
Hasil penelitian Djunaidi (2014), pendekatan dan penilaian pembelajaran
meskipun terbatas pada guru-guru dalam Kurikulum 2013 dianggap sangat
pelajaran sejarah SLTA di DKI Jakarta, sesuai dengan tujuan pembelajaran
setidaknya dapat mewakili gambaran sejarah, yakni selain memberi dan menilai
pro dan kontra tersebut di atas. Dari 19 wawasan pengetahuan siswa tentang
guru yang menjadi responden penelitian, peristiwa sejarah masa lalu, mengekslpor
terdapat 66,57% yang kontra dan hanya 33, dan menilai kemampuan keterampilan
43% pro atau setuju terhadap implemntasi siswa dalam melakukan tugas penelitian
kurikulum 2013. Dua alasan utama yang (sederhana) sejarah, juga menumbuhkan
dikemukakan oleh kelompok guru yang dan menilai sikap nasionalisme siswa; 2)
kontra, yakni: 1) Persiapan implementasi Pendekatan pembelajarannya yang saintifik
Kurikulum 2013 ini dianggap kurang sesuai dengan prinsip pembelajaran
matang, hal ini antara lain bisa ditujukkan modern Student Centered Learning (SCL).
mulai dari waktu sosialisasinya yang Dengan model pembelajaran seperti ini
mepet tidak memadai hingga implementasi tidak saja menjadikan siswa aktif, juga
kompetensi instruktur/nara sumber yang mandiri dalam mendalami pelajaran; 3)
dipertanyakan karena hanya melakukan Penilaian otentiknya pun dianggap dapat
ceramah satu arah. Tuntutan Kurikulum mempasilitasi penilaian yang relative lebih
2013 adalah mengubah paradigma objektif dan konprehensif karena dilakukan
(mindset) mengajar guru menjadi lebih baik saat dan sesudah pembelajaran
aktif atau sebagai fasilitator dan motivator, berlangsung, mencakup semua aspek

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 22 Vol.4 No.2 Juli 2015


kompetensi (sikap, pengetahuan dan pelajaran, yakni Sejarah Indonesia dan
keterampilan), serta didukung oleh Sejarah berarti Kurikulum 2013 telah
bukti fisiknya; 4) Dengan demikian, menempatkan kembali pendidikan sejarah
melalui implementasi Kurikulum 2013 pada posisinya yang sangat penting dan
yang tepat, maka harapan lebih terbuka strategis dalam kehidupan berbangsa dan
untuk melahirkan siswa yang kreatif dan bernegara. Dengan kata lain, Kurikulum
inovatif, sehingga memiliki kemampuan 2013 telah menempatkan pendidikan
daya saing tinggi dan berkontribusi pada sejarah tidak hanya sebatas alat politik
kehidupan masyarakat. untuk penanaman nila-nilai kebangsaan,
melainkan juga sebagai sarana akademik
Pro dan kontra terhadap
pengembangan berpikir ilmiah siswa.
implementasi Kurikulum 2013 telah
mendorong Anis Baswedan, Menteri Oleh karena itu, tulisan ini tidak
Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan ingin ikut larut pada polemik implementasi
Menengah menerbitkan Surat Edaran Kurikulum 2013, tetapi ingin bersikap
No. 179342/MPK/KR/2014 tertanggal 5 realistis sebagaimana disampaikan Susanto
Desember 2014 yang menginstruksikan Zuhdi di atas. Apalagi sampai saat ini
langsung kepada seluruh kepala sekolah Kurikulum 2013 masih berlaku bersama-
di Indonesia untuk menghentikan sama dengan Kurikulum 2006. Artinya,
pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah- tulisan ini akan memberi sumbang pikir
sekolah yang baru menerapkannya khususnya untuk bapak ibu guru yang
satu semester pada Tahun Pelajaran saat ini sedang dan akan mengampu mata
2014/2015 dan kembali menggunakan pelajaran sejarah di tingkat SMA/MA.
kurikulum 2006 serta mengijinkan untuk Sumbang pikir itu terkait dalam rangka
meneruskan bagi sekolah-sekolah yang strategi pengelolaan pembelajan Sejarah
telah melaksanakannya tiga semester Indonesia sebagai salah satu Mata Pelajaran
dan menyatakan siap untuk terus Wajib dan pembelajaran Sejarah sebagai
melaksanakannya. salah satu Mata Pelajaran Peminatan.

Ternyata surat edaran menteri itu Sebagaimana sepintas dinyatakan


tidak serta merta mampu menghentikan di atas, bahwa perlunya sumbang
polemik, bahkan ada diantara para pakar pikir mengenai strategi pengelolaan
atau pengamat menyikapi instruksi itu pembelajaran sejarah di SMA/MA ini
sebagai kebijakan yang “langka” terjadi, terkait karena adanya 2 (dua) isu pokok,
baik di dalam negeri maupun di dunia. yakni: 1) terdapatnya ruang lingkup materi
Pemberlakuan 2 kurikulum dalam satu yang “serupa” pada mata pelajaran Sejarah
masa menunjukkan ketidaksiapan Indonesia dan mata pelajaran Sejarah
pemerintah dan dianggap sebagai yang dianggap sebagai tumpang tindih;
“kekacauan” penyelenggaraan sistem dan 2) terkandungnya substansi materi
pendidikan nasional . sejarah kontroversial yang urgensi atau
kegunaannya bagi siswa tingkat SMA/MA
Terlepas dari polemik itu, penulis
masih dipertanyakan.
sependapat dengan Susanto Zuhdi
(2014:1) Sejarahwan pemerhati pendidikan Selaras dengan isu di atas dan
sejarah yang menyatakan, bahwa dengan maksud penulisan artikel ini, maka
adanya inovasi pada pendidikan sejarah permasalahan yang akan dideskripsikan
di SMA/MA menjadi 2 (dua) mata ada 2 (dua), yakni:

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 23 Vol.4 No.2 Juli 2015


• Bagaimanakah strategi pengelolaan belajar mengajar di kelas; 3) seperangkat
pembelajaran ruang lingkup materi substansi pembelajaran yang disusun
sejarah “serupa” ? dan secara sistematis, menampilkan sosok yang
utuh dari kompetensi yang akan dikuasai
• Bagaimanakah strategi pengelolaan
siswa dalam proses pembelajaran.
pembelajaran substansi materi sejarah
kontroversial ? Materi pelajaran menempati posisi
yang sangat penting dari keseluruhan
METODE PENELITIAN
kurikulum dan proses pembelajaran, yang
Hakikat Strategi Pengelolaan harus dipersiapkan agar pelaksanaan
Pembelajaran pembelajaran dapat mencapai tujuan
yang ditetapkan. Oleh karena itu,
J.R. David pada 1976 (Sanjaya, 2008: materi yang ditentukan untuk kegiatan
126) mendefinisikan strategi pengelolaan pembelajaran haruslah materi yang benar-
pembelajaran sebagai: “a plan, method, benar menunjang tercapainya kompetensi
or series of activities designed to achieves a dan indicator yang ditetapkan. Dengan
particular educational goal.” Itu artinya, kata lain, agar materi pelajaran sesuai
strategi pengelolaan pembelajaran terkait dengan tujuan pembelajaran perlu strategi
dengan rencana tindakan, termasuk pengelolaan pembelajaran yang tepat.
penggunaan metode dan pemanfaatan
berbagai sumber daya dalam pembelajaran, Kemudian prosedur pembelajaran
seperti materi pelajaran (subject matters) atau sinonim dengan metode pembelajaran
dan prosedur atauy metode pembelajaran diartikan sebagai cara yang digunakan
dalam rangka untuk mencapai tujuan untuk melaksanakan strategi pengelolaan
pembelajaran tertentu. Dick and Carey pembelajaran (Eggen dan Kauchak, 2012:
pada 1985 (Sanjaya, 2008:126) juga 6). Jika strategi pengeloaan pembelajaran
menyebutkan bahwa strategi pengelolaan menunjuk a plan of opration achieving
pembelajaran itu adalah upaya something, maka metode pembelajaran adalah
pengaturan suatu set materi dan prosedur a way in achieving something.
pembelajaran yang digunakan secara
Kemp pada 1955 (Sanjaya, 2008: 126)
bersama-sama untuk menimbulkan hasil
menegaskan, bahwa strategi pengelolaan
belajar pada siswa. Dari definisi 2 (dua)
pembelajaran harus senantiasa dilakukan
tokoh pendidikan tersebut tentang strategi
guru agar tujuan pembelajaran dapat
pengelolaan pembelajaran, maka dapat
dicapai secara efektif dan efisien.
disimak adanya 2 (dua) komponen terkait
Dalam konteks ini, hal yang perlu
yang perlu dikelola, yakni materi pelajaran
dipertimbangkan guru dalam mengelola
dan prosedur atau metode pembelajaran.
materi pelajaran dan metode pembelajaran
Menurut National Center for menurut Sudjana (2002: 75 ; Agung, 2013:
Vocational Education Research Ltd 113) adalah: 1) harus sesuai dengan tujuan
(Anonim: 2014: 1) ada tiga pengertian materi pembelajaran. Tugas guru adalah memilih
pelajaran, yaitu: 1) merupakan informasi, materi pelajaran dan metode pembelajaran
alat dan teks yang diperlukan guru/ yang tepat.; 2) urgen, yakni penting untuk
instruktur untuk menyusun perencanaan siswa; 3) tuntutan kurikulum, yakni secara
dan implementasi pembelajaran; 2) segala minimal materi pelajaran dan metode
bentuk bahan yang digunakan untuk pembelajaran yang dipilih dan digunakan
membantu guru/instruktur dalam kegiatan sesuai desain kurikulum; dan 4) nilai

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 24 Vol.4 No.2 Juli 2015


kegunaan, yakni materi itu mempunyai mendalami materi mata pelajaran dan
manfaat bagi siswa. mengembangkan berbagai potensi yang
dimilikinya secara fleksibel sesuai dengan
Dari paparan di atas dapat kemampuan dasar umum (kecerdasan),
disimpulkan, bahwa yang dimaksud bakat, minat dan karakteristik kepribadian
dengan strategi pengelolaan pembelajaran tanpa dibatasi dengan sekat-sekat
adalah upaya-upaya tertentu dalam penjurusan yang terlalu kaku (Anonim,
menyiapkan perangkat pembelajaran, 2013a: 3-4).
termasuk materi pelajaran dan metode
pembelajaran dalam rangka mencapai Hakikat Ruang Lingkup Materi
tujuan pembelajaran. Pelajaran “Serupa”

Hakikat Mata Pelajaran Wajib dan Ruang lingkup materi pelajaran


Peminatan adalah batasan dari seperangkat substansi
pembelajaran yang disusun secara
Kurikulum 2013 memberikan sistematis, menampilkan sosok yang utuh
kesempatan kepada peserta didik untuk dari kompetensi yang akan dikuasai siswa
mengembangkan kemampuan, bakat dan dalam proses pembelajaran (Anonim:
minat secara lebih luas dan terbuka sesuai 2014a: 1). Dalam konteks tulisan ini, yang
dengan prinsip perbedaan individu. Ini dimaksud dengan ruang lingkup materi
memungkinkan peserta didik berkembang pelajaran “serupa” adalah kesamaan
over achievement, yakni peserta didik ruang lingkup materi pelajaran Sejarah
yang memiliki tingkat penguasaan di atas Indonesia dengan mata pelajaran Sejarah
standar yang telah ditentukan baik dalam sekaligus perbedaan pada substansi
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. pengembanganya sesuai tujuan masing-
Untuk itu struktur Kurikulum 2013 pada masing mata pelajaran.
SMA/MA menyediakan mata pelajaran
wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di Hakikat Materi Sejarah Kontroversial
satu satuan pendidikan pada setiap satuan
Sejarah kontroversial menurut
dan jenjang pendidikan dan mata pelajaran
Nirtzche (Suud,1994: 8) adalah kisah
pilihan yang diikuti oleh peserta didik
sejarah (historiografi) yang mudah
sesuai dengan pilihannya. Mata pelajaran
diterima oleh seseorang atau kelompok
pilihan juga diberikan pada peserta didik
tetapi juga mudah ditolak oleh sesorang
usia pendidikan menengah (15-18 tahun)
atau kelompok lain. Pendapat ini
yang terdiri atas pilihan akademik (SMA/
diperkuat oleh Abu Su’ud (1994: 8), bahwa
MA) dan pilihan vokasi (SMK/MAK).
peristiwa kontroversial secara langsung
Mata pelajaran pilihan ini memberi corak
menyebabkan orang atau kelompok
kepada fungsi satuan pendidikan dan di
berbeda pendapat karena adanya asosiasi
dalamnya terdapat pilihan sesuai dengan
perasaan orang atau kelompok orang
minat peserta didik.
dalam menanggapi fenomena yang ada,
Sementara itu, Kurikulum 2013 serta keterkaitan emosi dan kecenderungan
juga lebih sensitif dan respek terhadap orang memihak seseorang atau kelompok
perbedaan kemampuan dan kecepatan didasari pemikiran tertentu.
belajar peserta didik, dan untuk SMA/
Pada hakikatnya menurut S.K.
MA dan SMK memberikan peluang yang
Kochhar (2008: 453-454), sejarah itu
lebih terbuka kepada peserta didik untuk
penuh dengan isu kontroversi. Kochhar
memilih mata pelajaran yang diminati,

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 25 Vol.4 No.2 Juli 2015


menyatakan ada 2 (dua) jenis sejarah belajar untuk menyadari bahwa kebenaran
kontroversial, yang pertama berkaitan mutlak bukan milik manusia, sementara
dengan fakta-fakta dan yang kedua perbedaan adalah hal yang pasti akan
berkaitan dengan signifikansi, relevansi ditemui; 4) Pemanfaatan sumber belajar
dan interpretasi sekumpulan fakta. Sejarah isu sejarah kontroversial tidak hanya
kontroversial tidak hanya karena terjadinya sebagai upaya peningkatan pembelajaran
multi tafsir dalam interpretasi, tetapi juga sejarah tetapi juga pelajaran sejarah itu
karena keterbatasan data sejarah sehingga sendiri. Siswa jadi senang belajar sejarah
menimbulkan polemik. Jadi bukan sesuatu karena termotivasi atau tertantang untuk
yang asing kalau dalam tulisan sejarah aktif terlibat menemukan jawaban atas
akan muncul hal-hal yang cenderung kontroversial tersebut.
bersifat kontroversial. Artikel ini ditulis dengan
Kemudian Hamid Hasan 2012: menggunakan metode kajian pustaka.
5-7) menegaskan pentingnya sejarah Data yang digunakan sebagai sumber
kontroversial bagi siswa dapat menjadi penulisan berupa dokumen kurikulum
sarana efektif untuk: 1) biasa menghadapi 2013 yang diterbitkan oleh Kementerian
perbedaan pendapat; 2) kajian keilmuan Pendidikan dan Kabudayaan RI, Surat
sejarah, yakni sejarah dikaji secara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
objektif berdasarkan sumber sejarah RI, laporan hasil penelitian, buku mata
yang ditemukan, termasuk yang masih pelajaran sejarah Sekolah Menengah, dan
kontroversial; (3) persiapan memasuki beberapa buku dan artikel yang terkait
perguruan tinggi bagi siswa yang berminat dengan kajian.
masuk program studi sejarah atau HAIL DAN PEMBAHASAN
pendidikan sejarah.
Untuk menjawab pertanyaan
Perlunya peristiwa kontroversi permasalahan, maka tulisan ini akan
diberikan dalam kurikulum SMA membahas tentang : 1). Pendidikan Sejarah
diperkuat dengan hasil penelitian dalam Kurikulum 2013; dan 2). strategi
Pujiastuti (2004: 25) dan Hastuti (2009: 186- pengelolaan pembelajaran materi sejarah
189) yang relatif serupa, yakni: 1) siswa “serupa” dan 3). strategi pengelolaan
merasa adanya sesuatu yang baru dalam pembelajaran materi sejarah kontroversial.
pembelajaran sejarah yang mengarah
pada aspek afektif dan psikomotorik tidak Pendidikan Sejarah Pada Kurikulum
hanya kognitif semata; 2) pemanfaatan 2013
sumber belajar isu sejarah kontroversial,
Pada bagian ini, yang penting untuk
akan sangat membantu siswa dalam
dideskripsikan adalah: 1) kedudukan
meningkatkan kesadaran sejarahnya.
pendidikan sejarah dalam struktur
Semakin banyak permasalahan isu sejarah
Kurikulum 2013; dan 2) Perbedaan tujuan
kontroversial yang didiskusikan dan
dan ruang lingkup masing-masing mata
dianalisis siswa, maka semakin terbuka
pelajaran.
peluang bagi siswa untuk meningkatkan
kesadaran sejarahnya (kognitif, afektif dan Dalam struktur kurikulum 2013,
kritis); 3) pemanfaatan sumber belajar isu diantaranya terdapat mata pelajaran
sejarah kontroversial, selain siswa secara Sejarah Indonesia dan Mata Pelajaran
konsep memahami peristiwa sejarah, juga Sejarah. Mata pelajaran Sejarah Indonesia

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 26 Vol.4 No.2 Juli 2015


sebagai mata pelajaran wajib 2 jam bagi 6. Menumbuhkan kesadaran dalam
seluruh siswa SMA/MAN/SMK kelas X, diri peserta didik sebagai bagian dari
XI, dan XII. Sedangkan, mata pelajaran bangsa indonesia yang memiliki rasa
Sejarah sebagai mata pelajaran Peminatan bangga sebagai bangsa, cinta tanah
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bagi siswa air, melahirkan empati dan perilaku
SMA/MA, yakni masing-masing 3 jam di toleran yang dapat diimplementasikan
kelas X dan 4 jam di kelas XI dan XII. Mata dalam berbagai bidang kehidupan
pelajaran Sejarah, bisa juga dipilih oleh masyarakat dan bangsa;
siswa Lintas Minat dan/atau Pendalaman
Berdasarkan tujuan tersebut,
Minat dari kelompok Matematika dan Ilmu
dikembangkan 13 ruang lingkup mata
Pengetahuan Alam (MIPA) dan kelompok
pelajaran Sejarah Indonesia (Anonim,
Ilmu Pengetahuan Bahasa dan Budaya
2013b: 4), yakni:
(IPBB)( Anonim, 2013b: 3-4; Anonim,
2013c: 1101-1102;). 1. Prinsip dasar ilmu sejarah;

Dalam kurikulum 2013 (Anonim, 2. Praaksara;


2013b: 3-4; lihat juga Hasan, 2012: 168) 3. Hindu-Buddha;
dinyatakan, bahwa ada 6 (enam) tujuan
mata pelajaran Sejarah Indonesia, yakni 4. Kerajaan-kerajaan Islam;
sebagai berikut: 5. Penjajahan bangsa Barat;
1. Mengembangkan rasa kebangsaan, 6. Pergerakan Nasional;
cinta tanah air dan penghargaan
7. Proklamasi dan perjuangan
terhadap hasil dan prestasi bangsa; mempertahankan kemerdekaan;
2. Membangun rasa kebangsaan, cinta 8. Demokrasi Liberal;
tanah air, memahami masyarakat dan
9. Demokrasi Terpimpin;
bangsa, serta menyadari keberlanjutan
masa lalu dalam kehidupan masa kini, 10. Orde Baru;
untuk membangun kehidupan masa
11. Reformasi;
depan yang lebih baik ;
12. Tokoh sejarah;
3. Membangun kesadaran peserta didik
tentang pentingnya konsep waktu dan 13. Peninggalan sejarah lokal
tempat/ruangdalam rangka memahami Tujuan mata pelajaran Sejarah juga
perubahan dan keberlanjutan dalam ada 6 (enam) (Anonim, 2013c: 1102), yakni:
kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa di indonesia; 1. Membangun kemampuan peserta
didik menggunakan konsep waktu,
4. Mengembangkan kemampuan berpikir ruang, perubahan dan kesinambungan
historis (historical thinking) melalui dalam berfikir kesejarahan;
kajian fakta dan peristiwa sejarah;
2. Mengembangkan kemampuan
5. Menumbuhkan apresiasi dan berpikir sejarah (historical thinking),
penghargaan peserta didik terhadap ketrampilan sejarah (historical skills),
peninggalan sejarah sebagai bukti dan wawasan terhadap isu sejarah
peradaban bangsa indonesia di masa (historical issues), serta menerapkan
lampau; kemampuan, ketrampilan dan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 27 Vol.4 No.2 Juli 2015


wawasan tersebut dalam kehidupan 13. Indonesia dan dunia pada Masa
masa kini; Revolusi Teknologi Informasi dan
Komunikasi.
3. Mengembangkan perilaku yang
didasarkan pada nilai dan moral Pada hakikatnya tujuan kedua mata
yang mencerminkan karakter diri, pelajaran tersebut sebagaimana umumnya
masyarakat dan bangsa; pelajaran yang lain, meliputi 3 (tiga)
ranah kompetensi, yakni pengetahuan
4. Menanamkan sikap berorientasi (kognitive), sikap (affective), dan
kepada masa kini dan masa depan; keterampilan (phsycomotoric) (Anderson,
2001: 26). Namun, adanya pengembangan
5. Memahami dan mampu menangani
pendidikan sejarah menjadi 2 (dua)
isu-isu kontroversial untuk mengkaji
mata pelajaran, maka berimplikasi pada
permasalahan yang terjadi di
penegasan tujuan dan ruang lingkup
lingkungan masyarakatnya;
masing-masing mata pelajaran itu. Tujuan
6. Mengembangkan pemahaman mata pelajaran Sejarah Indonesia lebih
internasional dalam menelaah ditekankan sebagai alat pendidikan dalam
fenomena actual dan global; rangka menumbuhkan kompetensi nilai-
nilai kesejarahan bangsa pada peserta
Berdasarkan tujuan tersebut, didik, yakni sikap nasionalisme dan jati diri
dikembangkan juga 13 ruang lingkup bangsa. Sementara tujuan mata pelajaran
mata pelajaran Sejarah (Anonim, 2013c: Sejarah lebih ditekankan sebagai sarana
1102-1103), sebagai berikut: pengembangan kompetensi keilmuan
1. Prinsip dasar ilmu sejarah; sejarah pada peserta didik, yakni berpikir
historis dan berpikir kritis (Hasan, 2012:
2. Peradaban awal masyarakat Dunia dan
168).
Indonesia;
3. Perkembangan negara - negara Pada sisi ruang lingkup, mata
tradisional di Indonesia; pelajaran Sejarah Indonesia dan mata
pelajaran Sejarah memiliki materi pelajaran
4. Indonesia pada Masa Penjajahan;
yang ”serupa”, selaian terdapat beberapa
5. Revolusi besar dunia dan pengaruhnya; yang berbeda. Materi pelajaran yang
6. Kebangkitan heroisme dan kebangsaan ”serupa”, yakni mulai dari “Prinsip Dasar
Indonesia; Ilmu Sejarah, Masa Pra Aksara Indonesia,
sampai dengan Indonesia Masa Reformasi.
7. Proklamasi dan perkembangan negara Sedangkan materi pelajaran yang berbeda,
kebangsaan Indonesia;
yakni pada mata pelajaran Sejarah
8. Perjuangan mempertahankan Indonesia secara spesifik mempelajari
kemerdekaan Indonesia; substansi Peninggalan Sejarah Lokal
9. Dunia pada Masa Perang Dingin dan dan Tokoh Sejarah. Sementara substansi
perubahan poilitik global; Sejarah Dunia dan Sejarah Masa Revolusi
Teknologi Informasi dan Komunikasi
10. Indonesia pada Masa Demokrasi
Liberal dan Demokrasi Terpimpin; hanya pada mata pelajaran Sejarah.

11. Indonesia pada Masa Orde Baru; Namun demikian, yang perlu sangat
dicermati adalah terjadinya kontinuitas
12. Indonesia pada Masa Reformasi;
pada ruang lingkup mata pelajaran Sejarah

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 28 Vol.4 No.2 Juli 2015


Indonesia, yakni: 1) Sejarah Nasional “serupa” berbasis nilai-nilai kesejarahan.
menjadi payung untuk mengenal bangsa, Hamid Hasan (2012: 63-64) menemukan
sedangkan Sejarah Lokal menjadi payung setidaknya terdapat 10 (sepuluh) nilai
untuk mengenal masyarakat di sekitarnya; dalam Sejarah Indonesia, yakni: 1)
dan 2) kedua jenis materi sejarah itu Kepahlawanan; 2) Kepemimpinan; 3)
merupakan peristiwa yang terkait satu Keteladanan; 4) Kebijakan; 5) Persatuan; 6)
dengan lainnya. Kejadian dalam peristiwa Nasionalisme; 7) Patriotisme; 8) Inspiratif;
sejarah nasional diikuti dan diperkuat oleh 9) Apresiasi; dan 10) Toleransi. Sementara
gerak sejarah lokal. Sementara melalui itu, Tim Pengembang Kurikulum 2013
mata pelajaran Sejarah siswa diajak untuk Direktorat Pembinaan SMA-Ditjen
melihat keberlanjutan dan perubahan yang Pendidikan Menengah, Kemendikbud
terjadi dalam masyarakat dan bangsa di berdasarkan analisis Kompetensi Inti (KI-1
dunia yang terkait dengan perkembangan dan KI-2) sesuai Permendikbud Nomor 54
sejarah Indonesia (Ibid., 118-126). tahun 2013 untuk tingkat SMA (Anonim,
2014b: 25) berhasil mengembangkan
Ilustrasi perbedaan mata pelajaran
nilai-nilai Sejarah Indonesia, sebagaimana
Sejarah Indonesia dengan Sejarah
tertulis dalam tabel berikut:
digambar-kan, sebagai berikut:

Dimensi Kualifikasi Kompetensi


Sikap Kemampuan siswa
Religius menerima, menghargai,
menghayati, menjalankan
dan mengamalkan nilai-nillai
kesejarahan, seperti: jujur,
disiplin, tanggungjawab,
peduli, santun, percaya diri.
Sikap Sosial Kemampuan siswa
menerima, menghargai,
menghayati, menjalankan
dan mengamalkan nilai-
nillai kesejarahan,
seperti: kepahlawanan,
Strategi Pengelolaan Pembelajaran Ruang kepemimpinan, keteladanan,
Lingkup Materi Pelajaran“Serupa” kebijakan, persatuan,
nasionalisme, patriotisme,
Sebagaimana telah dinyatakan
inspiratif, apresiasi, toleransi.
di atas, bahwa arti ruang lingkup
mataeri “serupa” adalah kesamaan
ruang lingkup materi pelajaran Sejarah Nilai-nilai kesejarahan tersebut
Indonesia dengan mata pelajaran seyogyanya masih dapat dikembangkan
Sejarah, tetapi memiliki perbedaan lagi oleh guru dan siswa selama proses
pada substansi pengembanganya sesuai pembelajaran. Kemudian, strategi
tujuan masing-masing mata pelajaran. pengelolaan ruang lingkup materi sejarah
Perbedaan inilah yang menjadi pusat berbasis nilai tersebut dapat disesuaikan
strategi pengelolaannya. Jadi guru dalam dengan metode atau model pembelajaran
konteks mata pelajaran Sejarah dapat yang digunakan guru.
mengembangkan ruang lingkup materi

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 29 Vol.4 No.2 Juli 2015


Contoh strategi pengelolaan atas, maka strategi pengembangan yang
pembelajaran mata pelajaran Sejarah dapat dilakukan oleh guru pada mata
Indonesia sebagai mata pelajaran Wajib. pelajara Sejarah sebagai mata pelajaran
Misalnya materi “Sejarah Pendudukan Peminatan, yakni dengan menugaskan
Jepang di Indonesia”. Model Pembelajaran siswa untuk mengeksplor nilai-nilai
yang digunakan Penemuan (Discovery pengetahuan dan keterampilan dari
Learning) atau Inkuiri (Inquiry Based materi “Sejarah Pendudukan Jepang”
Learning). Pada konteks ini guru akan tersebut. Upaya yang bisa dilakukan
menugaskan siswa untuk mengeksplor guru antara lain, dengan mengajak siswa
nilai-nilai spritual dan social dari peristiwa untuk mengkaji berbagai pendapat atau
tersebut, misalnya pembentukan “Jawa analisa dari berbagai literatur atau bahan
Hokokai” (nilai kemandirian, dll), tragedi ajar tentang topik “Sejarah Pendudukan
“Romusa” (nilai pengorbanan, dll), Jepang di Indonesia.” Nilai yang mungkin
Perlawanan tentara PETA (nilai disiplin, dapat ditemukan siswa dari topik itu,
keberanian, dll). misalnya masa pendudukan Jepang di
Indonesia telah berdampak memecah
Sementara itu, Tim yang sama juga
hubungan sosial tradisional pada tingkat
melakukan analisis KI-3 dan K4 dalam
lokal serta menyiapkan kondisi bagi
rangka mengembangkan nilai-nilai
terciptanya latarbelakang revolusi nasional
akademik bagi mata pelajaran Sejarah
dan sosial pada tahun 1945-1949 (Aiko
sebagai mata pelajaran Peminatan, sebagai
Kurasawa, 1988). Selanjutnya, meskipun
berikut:
masa pendudukan Jepang ini merupakan
pengalaman berat dan pahit bagi
Dimensi Kualifikasi Kompetensi kebanyakan orang Indonesia, tetapi ini
Pengetahuan Kemampuan siswa merupakan masa peralihan dimana dalam
menerapkan pengetahuan beberapa hal gerakan nasionalis mendapat
faktual, konseptual,
kemajuan (Ricklefs, 1981; Frederick, 1986),
prosedural, dan
dan seterusnya.
metakognitif ilmu sejarah,
yakni prinsip dasar ilmu Strategi Pengelolaan Pembelajaran
sejarah, sejarah Indonesia, Substansi Materi Sejarah Kontroversial
sejarah lokal, sejarah tokoh,
dan sejarah dunia. Sebagaimana telah juga dinyatakan
Keterampilan Kemampuan siswa di atas, selain guru mengelola materi
menerapkan kemapuan sejarah “serupa”, juga harus mengelola
keterampilan ilmu materi sejarah kontroversial yang banyak
sejarahnya, seperti: terkandung dalam peristiwa sejarah
merawat peninggalan
Indonesia. Rizem Aizid (2014) dalam
sejarah, mendokumen-
bukunya telah menyajikan sebanyak
tasikannya, membuat peta
sejarah, membuat replika
27 sejarah kontroversi Indonesia, mulai
benda sejarah, melakukan dari “kontroversi masuknya pengaruh
penelitian sejarah secara Hindu-Buddha di Nusantara” sampai
sederhana, dan sebagainya. dengan “kontroversi naskah Pancasila”.
Sementara Asvi Warman Adam (2007)
Pada contoh materi yang serupa mengkaji sebanyak 20 topik sejarah
dan menggunakan metode atau model konversi Indonesia yang terjadi selama
pembelajaran yang sama seperti contoh di seabad.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 30 Vol.4 No.2 Juli 2015


Terkait strategi pengelolaan pembelajaran kolaboratif mengutamakan
pembelajaran sejarah kontroversial ini, aktivitas peserta didik daripada aktivitas
di atas telah dideskripsikan perlunya guru, ..., studi kasus, pemecahan masalah,
sejarah kontroversial bagi siswa. Tinggal diskusi panel, diskusi, brainstorming,
yang perlu dilakukan adalah sikap bijak dan simulasi. Dalam strategi ini, dapat
agar tidak menjadi kontraproduktif bagi juga dilakukan lewat metode bedah buku
siswa. Dalam konteks ini, penulis lebih bersama penulisnya atau metode project
sepakat, bahwa sejarah kontroversial seminar sejarah, dengan mengundang nara
hanya dikembangkan pada mata pelajaran sumber sejarah, sehingga guru dan siswa
Sejarah sebagai mata pelajaran Peminatan pada saat yang sama dapat melakukan
di kelas XII SMA/MA. Pertimbangannya pembelajaran. Dalam strategi ini perlu
bukan hanya secara psikologis siswa menjadi perhatian, bahwa peranan guru
tersebut rata-rata sudah memiliki tingkat yang utama adalah memberikan alternatif-
kematangan berpikir abstrak, seperti alternatif melalui aflikasi, bukti-bukti dan
berpikir kritis dan analitis sebagaimana argumen-argumen. Tujuan utama strategi
dinyatakan oleh penganut teori kognitif pengelolaan pembelajaran ini adalah
Erikson dan Jean Piaget (Sumantri, 2006: 13- untuk mengaktifkan siswa memperoleh
15). Melainkan juga karena siswa tersebut informasi dengan cara-cara yang sangat
berdasarkan konsep ideal Kurikulum mudah dipahami dan bermanfaat (Utomo,
2013 akan diproyeksikan melanjutkan ke 2011: 255).
Perguruan Tinggi, Program Studi Sejarah
Melalui strategi pembelajaran
atau Pendidikan Sejarah (Hasan, 2012: 5-7).
kolaboratif, kajian sejarah kontroversial
Persoalannya kini, bagaimanakah menjadi lebih menarik karena siswa tidak
strategi pengeloaan pembelajaran sejarah hanya melibatkan aspek kognisi semata,
kontroversial? Sebagai gambaran, relatif melainkan pelibatan mental emosionalnya.
tidak terdapat perbedaan yang signifikan Hal ini sesuai dengan definisi konsep
tentang pembelajaran sejarah kontroversial pembelajaran konstruktivistik, yakni
antara di sekolah dan di kampus. Jika sebagai pembelajaran yang menekankan
pun ada perbedaan terletak pada sisi pada peran aktif bersama peserta didik
kedalaman pengkajiannya mengingat dalam membangun pemahaman dan
bobot waktu pembelajaran di sekolah yang menyusun informasi dari sumber
lebih pendek dan standar kompetensi pengetahuan yang tersedia dan sudah
yang lebih rendah. Dengan perbedaan itu, dikuasai. Dengan kata lain, pemanfaatan
tentunya pengkajian peristiwa kontroversi sejarah kontroversial melalui strategi
di kampus dapat lebih luas dan mendalam pengeloaan pembelajaran konstrukttif-
dibandingkan dengan di sekolah. kolaboratif dapat membuat siswa memiliki
Namun demikian dalam rangka strategi kemampuan melakukan analisisis dan
pengelolaan pembelajarannya, guru di interpretasi terhadap peristiwa sejarah
sekolah lebih dapat bervariasi. Misalnya, kontroversi yang telah dipelajari.
bisa menggunakan metode bermain peran
Untuk mengukur tingkat
atau “lorong waktu”.
keberhasilan strategi pembelajaran
Kemudian strategi pengelolaan konstruktivistik-kolaboratif menurut
pembelajaran kolaboratif (Utomo, Festinger (Bootzin, 1999: 314-317) dapat
2011: 42). relatif tepat digunakan untuk diamati dari sikap dan prilaku (attitude
mengkaji peristiwa kontrovesial. Strategi and behavior) siswa dalam merespon

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 31 Vol.4 No.2 Juli 2015


pembelajaran sejarah kontroversi, melakukan prediksi terhadap peristiwa
misalnya setuju atau tidak, mendukung sejarah dan menciptakan konsep-
atau menentang. Strategi Festingger ini konsep baru;
dikenal dengan nama disonansi kognitif.
4. Bersifat fleksibel terhadap respon dan
Strategi pengelolaan pembelajaran interpretasi siswa dalam mesalah-
disonansi kognitif dari Festingger ini masalah sejarah dan bersedia
jika diterapkan dalam pembelajaran mengubah strategi pembelajaran yang
sejarah yang memanfaatkan peristiwa tergantung pada minat siswa dan
kontroversial dapat membuat siswa kondisi;
cenderung merubah sikap dan
5. Memfasilitasi siswa untuk memahami
keyakinannya demi kepentingan yang
konsep dan mengembangkan melalui
lebih rasional. Termasuk pada siswa yang
dialog;
memiliki ego tinggi untuk mempertahankan
argumentasinya yang tidak rasional. 6. Mengembangkan dialog dengan rekan-
Disonansi disini dapat diterima pada rekannya;
saat isu kontroversial memiliki tingkat
atraktif yang sama. Contoh siapa dalang 7. Menghindari alat test yang mengukur
di balik gerakan 30 September? Masing- keberhasilan siswa dan menerapkan
masing siswa mencoba mempertahankan evaluasi yang bersifat on going
argumennya sesuai versi yang diyakininya. dilakukan secara komprehensif dan
Namun, disonansi akan lebih kecil pada terkemuka;
saat masalah tersebut dibahas lebih jauh 8. Mendorong siswa untuk membuat
dan rasional. Contoh kecenderungan analisis dan elaborasi terhadap
keterlibatan Amerika Serikat sangat tinggi masalah-masalah kontrovesial yang
mengingat kondisi global saat itu dalam dihadapinya;
situasi Perang Dingin dan bagaimana
kebencian AS terhadap Presiden Soekarno 9. Mengembangkan aspek kontradiksi
yang begitu besar memberi peluang pada dan kontroversi;
peran PKI.
10. Memberi peluang siswa untuk berpikir
Meskipun strategi pengelolaan mengenai masalah yang dihadapi;
pembelajaran materi sejarah kontroversial memberi peluang kepada siswa untuk
di atas dianggap cukup efektif, membangun jaringan konsep dan
Supriyatna (2007: 78-83) mengingatkan, membentuk metafora.
penggunaannya menghendaki guru
Namun lagi-lagi untuk keberhasilan
melakukan hal sebagai berikut;
strategi pengelolaan pembelajaran materi
1. Mendorong inisiatif siswa untuk sejarah kontroversial menurut Mestika
terlibat aktif dalam mengembangkan Zed (2003: 26-29), harus memperhatikan
materi pembelajaran; lima macam standar berpikir sejarah,
yakni:
2. Menggunakan data mentah dan
sumber utama untuk dikembangkan Pertama, kesadaran tentang waktu
dalam diskusi ; (sense of time). Dalam ilmu sejarah setiap
gejala hendaklah dilihat dalam kerangka
3. Memberi tugas kepada siswa untuk time setting tertentu. Kerangka waktu
mengembangkan klasifikasi, analisis,

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 32 Vol.4 No.2 Juli 2015


merupakan jantung kajian sejarah. Apabila sebagai sebuah ilmu tidak seperti ilmu
kita menghilangkan sense of time maka alam yang biasanya menerangkan sebab
berarti kita menghilangkan ciri pokok sebagai yang tunggal. Dalam sejarah
kajian sejarah; selalu melihat sebab dalam konstelasi
yang kompleks dan serba banyak. Tidak
Kedua, kesadaran tentang kontinuitas ada dalam sejarah jawaban sebab bersifat
(keberlanjutan) dan diskontinuitas tunggal. Dengan demikian kemampuan
(perubahan). Kesadaran tentang untuk melakukan penelitian sejarah
keberlanjutan dan perubahan itu menjadi dengan menggunakan metode dasar
sangat penting dalam sejarah karena kajian menjadi sangat mendasar. Oleh karena
sejarah lebih tertarik kepada hal-hal yang itu kemampuan melakukan penelitian
unik, hal-hal yang partikularistik, dan sejarah pada pokoknya tidak hanya
hal-hal yang dianggap berbeda dari pola berkenaan dengan keterampilan teknis,
umum yang ada. Dengan demikian sejarah melainkan juga harus memiliki kepekaan
lebih memfokuskan diri pada perubahan dalam mengenali dan menganalisis isu-
daripada sesuatu yang berkelanjutan. isu sejarah;
Namun perubahan tidak bisa dipahami
kalau kita tidak memahami konsep Kelima, kesadaran bahwa sejarah
keberlanjutan; yang ditulis adalah rekonstruksi dan tidak
mungkin bisa disamakan dengan apa
Ketiga, ketercakupan sejarah yang sesungguhnya terjadi. Rekonstruksi
(historical comprehension). Ketercakupan sejarah dibangun atas dasar elemen fakta
sejarah bertitik tolak dari adanya dan interpretasi. Fakta-fakta tidak bisa
keberlanjutan dan perubahan, sehingga menjelaskan sendiri mengenai peristiwa
dalam hal itu dtuntut kemampuan kita yang diteliti, ia memerlukan interpretasi
untuk memahami berbagai dimensi, baik agar rekonstruksi sejarah dapat dilakukan.
yang bersifat tetap dan yang berubah, Dalam melakukan interpretasi jelas
maupun yang berdimensi lahiriah dan banyak faktor yang mempengaruhinya.
batiniah dalam rangka menangkap Salah satunya adalah teori interpretasi
gejala sejarah. Ketercakupan sejarah yang digunakan oleh peneliti atau penulis
memerlukan; (1) penguasaan terminologi sejarah. Itulah sebabnya kenapa fakta
dan konsep-konsep dasar sejarah seperti yang sama bisa menimbulkan berbagai
apakah peristiwa sejarah, objek sejarah, macam interpretasi.
bukti, generalisasi, keunikan sejarah. (2)
kemampuan menangkap literal meaning Sementara, kondisi prasyarat
dan inner reality dari dinamika sejarah. (3) yang paling utama dimiliki oleh guru
kemampuan mengidentifikasi persoalan menurut Mestika Zed (2003: 466) adalah:
pokok naratif sejarah. (4) kemampuan 1) kemampuan dan kemauan menggali
membaca naratif sejarah secara harfiah dan peristiwa kontroversial melalui riset atau
imajinatif. (5) pembuktian berdasarkan paling tidak mengkaji hasil-hasil riset
perspektif sejarah. (6) kemampuan merujuk terkait dan terbaru; 2) melepaskan diri dari
data dengan peta sejarah, pemanfaatan teacher centered learning, terlebih-lebih
data visual dan matematis lewat bagan, pendekatan doktrinasi berdasarkan opini
tabel, grafik atau diagram; dan keyakinan subjektif; (3) mumpuni
dalam penguasaan sumber-sumber isu
Keempat, kepekaan terhadap sifat kontroversial.
multiple causation (multi sebab). Sejarah

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 33 Vol.4 No.2 Juli 2015


KESIMPULAN

Kelahiran Kurikulum 2013, di satu Daftar Pustaka


sisi membawa angin segar bagi pendidikan
Adam, Asvi Warman. Seabad Kontroversi Sejarah.
sejarah karena telah menempatkan
Yogyakarta: Ombak. 2007
pendidikan sejarah tidak hanya sebatas
alat politik untuk penanaman nila-nilai Aizid, Rizem. Menguak Kontroversi-Kontroversi
kebangsaan lewat mata pelajaran Sejarah Sejarah Indonesia. Cetakan Pertama.
Indonesia, melainkan juga sebagai sarana Yogyakarta: Saufa, Maret. 2014
akademik pengembangan berpikir ilmiah Anonim. Peminatan Peserta Didik, Jakarta: Badan
siswa lewat mata pelajaran Sejarah. Namun, PSDM dan PMP Kemendikbud.2013a
pada sisi yang lain diperlukan strategi
pengelolaan pembelajaran yang tepat Anonim. Naskah Kurikulum 2013 SMA/
karena ke dua mata pelajaran itu tidak saja MA/SMK/MAK Pedoman Mata
Pelajaran Sejarah Indonesia. Jakarta:
memuat ruang lingkup materi pelajaran
Kemendikbud.2013b.
“serupa”, tetapi juga mengandung
substansi materi sejarah kontroversial. Ini Anonim. Naskah Kurikulum 2013 SMA/MA
menjadi tantangan tersendiri bagi guru Pedoman Mata Pelajaran Sejarah. Jakarta:
dalam mengimplementasikannya di kelas. Kemendikbud.2013c.

Dalam konteks ini ditawarkan Baswedan, Anies. 2014. Surat Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan RI No. 179342/MPK/
solusi yang dianggap tepat, yakni strategi
KR/2014 tentang Pelaksanaan Kurikulum
pengelolaan pembelajaran ruang lingkup
2013. Tanggal 5 Desember.
materi pelajaran “serupa” berbasis nilai
dan strategi pengelolaan pembelajaran Bootzin, Richard R, et al. 1999. Psychology Today.
substansi materi sejarah kontroversial New York: Randoom House.
berbasis konstruktivistik-kolaboratif. Djunaidi, “Kesiapan Guru Sejarah di DKI Jakarta
Solusi ini muncul berlandaskan kepada dalam Menyusun Instrumen Penilaian Hasil
adanya perbedaan tujuan pembelajaran Belajar Siswa sesuai Kurikulum 2013”.
masing-masing mata pelajaran. Dengan Laporan Rubi, Jakarta: Fakultas Ilmu
penggunaan kedua strategi pengelolaan Sosial, UNJ.
pembelajaran itu, tidak hanya mampu
Education Information Centre for Education
mengatasi “kegalauan” guru dalam
Needs and Study Courses (EICENS).
membedakan pembelajaran Sejarah http://www.edusearch.nz/2014/07/
Indonesia sebagai mata pelajaran Wajib subject-matter/.html.
dan pembelajaran Sejarah sebagai mata
pelajaran Peminatan, melainkan juga dapat Eggen, Paul dan Don Kauchak. 2012. Strategi
dan Model Pembelajaran: Mengajarkan
mengeksplor kompetensi siswa sesuai
Konten dan Keterampilan Berpikir. Edisi
dengan tujuan pembelajaran masing-
Keenam. Jakarta: PT. Indeks.
masing.
Hasan, Hamid.2012. Pendidikan Sejarah
Indonesia: Isu dalam Ide dan Pembelajaran.
Bandung: Rizqi Press.

Hastuti, Elly. 2009. “Peningkatan Kesadaran


Sejarah Siswa melalui Pemanfaatan Sumber
Belajar Isu Kontroversial”. Tesis. Jakarta:
Pascasarjana UNJ.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 34 Vol.4 No.2 Juli 2015


Kochhar, S.K. 2008. Teaching of History.
Jakarta: Grasindo.

Pudjihastuti, Sri. 2004. “Pengajaran Berpikir


Dalam Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial,”
Penelitian.Tasik Malaya: Tanpa Penerbit.

Sumantri, mulyani dan Nana Syaodih. 2006.


Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Penerbit Universitas Terbuka.

Supriyatna, Nana. 2007. Konstruksi Pembelajaran


Sejarah Kritis. Bandung: Historia Utama
Press.

Rizem Aizid. 2014. Menguak Kontroversi-


Kontroversi Sejarah Indonesia. Cetakan
Pertama. Yogyakarta: Saufa.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran


Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sumantri, mulyani dan Nana Syaodih. 2006.


Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Penerbit Universitas Terbuka.

Surat Edaran Kemendikbud Nomor 156928/


MPK.A/KR/ 2013 tanggal 8 November
2013 tentang Kurikulum 2013.

Suud., Abu. 1994. ”Format Metodologi


Pendidikan sejarah dalam transformasi
nilai dan pengetahuan,” makalah seminar.
Yogyakarta: HMJ Pendidikan Pejarah,
IKIP Yogyakarta.

Utomo, Cahyo Budi. 2011. “Membangun


Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif
dalam Pembelajaran Sejarah Berbasis
Metakognitif.” Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Sejarah. Isola
Resort UPI Bandung, 18-20 Maret.

Zed, Mestika. 2003. Metodologi Sejarah.


Padang: Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial UNP.

Zuhdi, Susanto. 2014. “Kurikulum Sejarah


dalam Dua Ranah”. Kompas, 06 Mei.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 35 Vol.4 No.2 Juli 2015


Pendekatan Kontekstual: Suatu Pendekatan
Alternatif Pembelajaran Sejarah Di Sekolah
Menengah Atas
Oleh : Nur’aeni Marta
Pendidikan Sejarah PPS UNJ

Abstract
This article is reviews about contextual approach as an alternative approach to teaching history in high
school. The Contextual approach of teaching history is not a new approach, but it needs to be reconsidered
in order to improve the quality of teaching history in high school.The teaching of history was still dominated
by conventional approach, which is more emphasis on the mastery of the material(essentialism). It is not
relevance with the educational nature of history itself, that is to humanize humans. The Contextual
approach is a new perspective that is based on the context of the situation, place, time and conditions of a
real environment faced by students daily. The teaching of history with this approachmeant the teacher is
able to relate and connect the material study with real-life conditions.
Keywords: Contextual approach,Alternative approach,Conventional approach

Abstrak
Artikel ini mengulas tentang pendekatan kontekstual sebagai pendekatan alternatif dalam pembelajaran
sejarah di Sekolah Menengah Atas. Pendekatan kontekstual bukanlah pendekatan baru, tetapi perlu
dipertimbangkan kembali sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah di Sekolah
Menengah Atas.Selama ini pembelajaran sejarah masih didominasi pendekatan konvensional, yang
lebih menekankan pada penguasaan materi (esensialisme). Pembelajaran seperti ini tidak sesuai dengan
hakekat pendidikan sejarah itu sendiri, yaitu memanusiakan manusia. Pendekatan kontekstual adalah cara
pandang yang didasarkan pada konteks situasi, tempat,waktu dan kondisi lingkungan yang nyata yang
dihadapi siswa sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran sejarah dengan pendekatan ini dimaksudkan
guru mampu mengkaitkan dan menghubungkan materi yang diajarkannya dengan kondisi kehidupan
nyata siswa
Kata Kunci: Pendekatan kontekstual, Pendekatan alternatif, Pendekatan konvensional

PENDAHULUAN
diajarkan di sekolah bertujuan untuk
Sejarah sebagai warisan kolektif memanusiakan manusia (Sam Wineburg,
memiliki peranan penting dalam 2006: 9).Memanusiakan manusia, ini
pembentukan identitas suatu bangsa. artinya bahwa pembelajaran sejarah di
Oleh karena itu hampir di seluruh sekolahtidak hanya menjadikan peserta
dunia, sejarah diajarkan di sekolah.Di didik cerdas secara intelektual, tetapi
Indonesia, Sejarah juga menjadi bagian juga memiliki moralitas, kreativitas,
dari kumpulan mata pelajaran yang berbudaya dan bermartabat. Dalam
terdapat di dalam Kurikulum pendidikan, konteks ini menunjukkan bahwatujuan
khususnya Sekolah Menengah Atas yang pendidikan sejarah sejalan dengan
diajarkan secara terpisah dari ilmu-ilmu tujuan pendidikan nasional sebagaimana
sosial. Menurut Sam Wineburg sejarah yang tercantum pada UU Sisdiknas

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 36 Vol.4 No.2 Juli 2015


tahun 2003, yaitu “pendidikan nasional Dari uraian di atas dapat dikatakan
berfungsi mengembangkan kemampuan bahwa pembelajaran sejarah di Sekolah
dan membentuk watak serta peradaban Menengah Atas memiliki kedudukan yang
bangsa yang bermartabat dalam rangka strategis bagi keberlangsungan kehidupan
mencerdaskan kehidupan bangsa, suatu bangsa. Sekolah Menengah
bertujuan untuk berkembangnya potensi Atas merupakan wahana tempat
peserta didik agar menjadi manusia yang berkembangnya para calon pemimpin dan
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang penerus bangsa. Sekolah Menengah Atas
Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, merupakan tahapan jenjang sekolah yang
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga akan menghantarkan siswa didik menuju
negara yang demokratis serta bertanggung ke perguruan tinggi. Di perguruan tinggi
jawab“ mereka sudah diarahkan sesuai dengan
bidang keilmuan masing-masing. Untuk
Selain itu menurut Hamid Hasan,
itu siswa pada tingkat Sekolah Menengah
pembelajaran sejarah bertujuan
Atas perlu ditanamkan kesadaran
membentuk karakter bangsa.
sejarah sehingga pada waktu ia masuk
Pembentukan karakter bangsa adalah suatu
ke perguruan tinggi, ia sudah memiliki
hal yang mendasar bagi keberlangsungan
kesadaran mengenai jati dirinya dan
suatu bangsa. Di era globalisasi seperti
bangsanya.
sekarang ini, dimana arus informasi dari
berbagai dunia mengalir dengan cepat Namun, berdasarkan fenomena
dan tidak dapat dibendung, sehingga umum yang terjadi dalam implementasi
dibutuhkan “filter” bagi generasi muda pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah
sebagai penerus bangsa, supaya mereka Atas, khususnya di Indonesia masih jauh
memiliki kemampuan dalam memilih, dari yang diharapkan (Nana Supriatna,
mengolah dan bahkan memproduksi 2007). bahkan justru dari beberapa hasil
informasi. penelitian menunjukkan bahwa mata
pelajaran sejarah merupakan salah satu
Seorang yang berkarakter akan
mata pelajaran yang kurang diminati
mampu beradaptasi dengan lingkungan
oleh siswa sebagai peserta didik. Dari
global tanpa meninggalkan atau
pengamatan peneliti di beberapa sekolah
tercerabut dari akar budayanya. Mereka
menengah atas yang ada di Jakarta salah
memiliki keterampilan dan kemampuan
satu sebab kurangnya motivasi siswa
untuk memilih berbagai informasi yang
dalam pembelajaran sejarah antara lain
disesuaikan dengan identitas diri dan
adalah rendahnya kompetensi guru dalam
bangsanya, sehingga ia tidak terbawa
mengkonstruksi pembelajaran sejarah
arus globalisasi yang tanpa batas. Selain
yang dapat menggali makna dari peristiwa
itu ia memiliki kemampuan mengolah
sejarah yang diajarkannya, sehingga siswa
informasi untuk dijadikan kreativitas
merasakan kebermanfaatan dari materi
yang bermanfaat dan meningkatkan
yang ia pelajari.
kesejahteraan bagi dirinya dan masyarakat
(Tilaar, 2009: 693). Dengan kata lain tujuan Perlu difahami bahwa mata pelajaran
pendidikan sejarah tidak hanya mencapai sejarah yang diajarkan di sekolah memiliki
ranah kognitif, tetapi juga mencapai ranah karakteristik khusus yang berbeda dengan
afektif dan psikomotorik. mata pelajaran lainnya. Objek kajian mata
pelajaran sejarah adalah peristiwa masa

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 37 Vol.4 No.2 Juli 2015


lampau, sehingga materinya bersifat Pendekatan kontekstual adalah
abstrak dan tidak dapat diuji atau diulang suatu upaya menggali kebermaknaan
kembali peristiwanya sebagaimana pembelajaran sejarah dengan mengkaitkan
materi mata pelajaran fisika atau materi pelajaran dengan konteks situasi
pengetahuan alam yang bisa diuji kembali yang ada di lingkungan siswa. Pendekatan
di laboratorium. Untuk itu, pendekatan kontekstual ini bukanlah pendekatan
dan metode pembelajaran sejarah di baru, tetapi perlu dikembangkan dan
sekolah tidak bisa disamakan dengan didayagunakan sebagai pendekatan
mata pelajaran lainnya. Peristiwa sejarah alternatif dalam pembelajaran sejarah.
yang telah terjadi pada masa lalu tersebut, Pendekatan kontekstual dalam
tentunya memiliki perbedaan zaman pembelajaran sejarah sudah dipraktekan
dan bahkan budaya, sehingga situasi dan oleh Sam Wineburg, dan terbukti telah
kondisinya tidak bisa disamakan dengan mampu mengkonstruksi pembelajaran
zaman yang sedang dihadapi oleh siswa. sejarah yang efektif yang mampu
mendorong siswa menggali makna dari
Namun demikian, masa lalu peristiwa sejarah untuk memahami kondisi
tersebut memiliki keterkaitan dengan kekinian.
masa kini sebagaimana Hamid Hasan
mengatakan bahwa peristiwa masa lalu Pendekatan kontekstual sangat
walaupun kejadiannya sudah final, tetapi dipengaruhi oleh faham konstruktivism
hasil dari tindakan tersebut selalu memiliki yang dikembangkan oleh Jean Piaget
pengaruh yang tidak berhenti hanya untuk dan John Dewey. Menurut Jean Piaget
masanya tetapi berpengaruh terhadap bahwa dalam proses belajar terjadi proses
masyarakat tadi dalam menjalankan konstruksi pemaknaan oleh siswa dan
kehidupan barunya (Hamid Hasan, 2012), bukan secara pasif menerima sesuatu
dengan kata lain kehidupan manusia masa dari guru. (Nana Supriatna, 2007; 72).
kini merupakan suatu kesinambungan Pandangan kontruktivistik ini beranggapan
dari kehidupan manusia sebelumnya. bahwa dalam proses belajar siswa tidaklah
Menurut Sam Wineburg kondisi kita “kosong” tetapi di dalam dirinya sudah
sekarang merupakan “warisan” dari masa terdapat pengetahuan yang diperolehnya
lalu, dan berdasarkan masa lalu itu kita dari pengalamannya, yang kemudian ia
menata kehidupan masa kini dan masa konstruksi dengan pengetahuan yang
depan (Sam Wineburg, 2006). ia diterima selama proses pembelajaran.
Menurut aliran konstruktivitik peranan
Permasalahannya adalah guru bukan lagi sebagai sumber belajar,
bagaimanakah cara mengimplementasikan tetapi sebagai fasilitator. Sehingga orientasi
pembelajaran sejarah di Sekolah kegiatan pembelajaran lebih ditekankan
Menengah Atas, sehingga kebermaknaan pada peranan siswa. Siswa bukan lagi
dari peristiwa masa lalu tersebut dapat sebagai objek pembelajaran, tetapi siswa
dirasakan oleh siswa. Kebermaknaan adalah subjek pembelajaran.
tersebut mengandung arti bahwa
pendidikan sejarah memiliki nilai guna Di dalam proses pembelajaran
bagi kehidupan siswa. Dengan demikian dikenal dengan beberapa istilah yaitu
ungkapan “belajarlah dari sejarah” pendekatan, model, strategi, metode
bukan hanya sekedar “slogan” belaka, dan teknik pembelajaran. Pendekatan
tetapi dapat diimplementasikan dalam dapat diartikan sebagai titik tolak atau
kehidupan sehari-hari siswa. sudut pandang kita terhadap proses

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 38 Vol.4 No.2 Juli 2015


pembelajaran. berdasarkan pendekatan diperlukan untuk memecahkan masalah-
itulah model pembelajaran disusun dan masalah kehidupan sehari-hari serta
diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. tantangan-tantangan masa kini dan masa
Sementara yang dimaksud kontekstual depan di era global (Nana Supriatna, 2007:
adalah suatu hal yang berkaitan dengan 87 -116).
situasi, tempat, waktu dan situasi dan
Sedangkan berdasarkan Depdiknas
kondisi lingkungan yang dihadapi siswa.
(2002) menyatakan pembelajaran
Dengan demikian pendekatan kontekstual
kontekstual sebagai konsep belajar yang
adalah cara pandang yang didasarkan pada
membantu guru mengkaitkan antara
konteks situasi, tempat,waktu dan kondisi
materi yang diajarkan dengan situasi
lingkungan yang nyata yang dihadapi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa
siswa sehari-hari. Pendekatan kontekstual
membuat hubungan antara pengetahuan
akan melahirkan model pembelajaran
yang dimilikinya dengan penerapannya
kontekstual yang disebut Contextual
dalam kehidupan mereka sehari hari.
Teaching & Learning (CTL).
Pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran sejarah berawal dari
METODE PENELITIAN
pemikiran bahwa kehidupan kita masa kini
Menurut Elaine B. Johnson, merupakan bagian dari kehidupan masa
pembelajaran kontekstual (Contextual lalu. Kehidupan masa kini selalu terkait
Teaching & Learning) adalah sebuah dengan kehidupan masa lalu. Sehingga
proses pendidikan yang bertujuan belajar sejarah bukan hanya sekedar
menolong para siswa melihat makna di mengetahui peristiwa masa lalu, tetapi
dalam materi akademik dengan konteks mampu mengali makna dari peristiwa
dalam kehidupan mereka, yaitu dengan masa lalu tersebut untuk kepentingan
konteks keadaan pribadi, sosial dan kehidupan siswa baik untuk masa kini
budaya mereka (Elaine B. Jonson, 2012). maupun masa depannya (sejarah sebagai
Sementara menurut Sam Wineburg, rekonstruksi sosial).
pendekatan kontekstual adalah suatu
Di era globalisasi, pendekatan
pendekatan dengan perspektif masa kini
kontekstual dapat digunakan sebagai
(presentisn) untuk mengkaji masa lampau.
pendekatan alternatif dalam pembelajaran
(Sam Wineburg, 2007)
sejarah. Munculnya Pendekatan
Menurut Nana Supriatna, model kontekstual ini disebabkan adanya
pembelajaran kontekstual pada mata ketidakpuasan terhadap pendekatan
pelajaran sejarah memiliki karakteristik pembelajaran konvensional. Pembelajaran
sebagai berikut; materi pembelajaran konvensional lebih didominasi
sejarah tidak hanya difokuskan pada masa peranan guru sebagai transmisi materi
lalu, melainkan juga ke masa depan. Pokok pembelajaran. Pembelajaran seperti ini
bahasan pembelajaran sejarah dapat sudah tidak relevan di era globalisasi
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari seperti sekarang ini. Untuk itu pendekatan
siswa, pembelajaran sejarah berorientasi kontekstual merupakan salah satu
pada masalah sosial siswa yang sedang pendekatan alternatif yang dapat
dihadapinya, proses pembelajaran sejarah digunakan dalam pembelajaran sejarah.
mampu memberdayakan peserta didik pendekatan alternatif adalah pendekatan
memiliki keterampilan sosial yang diluar kebiasaan (mainstream) yang secara

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 39 Vol.4 No.2 Juli 2015


umum digunakan dalam pembelajaran Supriatna, 2007), berdasarkan teori ini
sejarah. (Mangunwijaya, 2007) kemudian dikembangkan pendekatan
kontekstual.
Penulisan ini menggunakan metode
deskriptifstudi kepustakaan, hasilnya Pendekatan ini merupakan reaksi
dipaparkan secara deskriptif naratif. Data- terhadap pendekatan konvensional yang
data yang digunakan dalam penulisan ini lebih menekankan pada guru sebagai pusat
diperoleh dari hasil pengamatan lapangan kegiatan belajar.Pembelajaran sejarah
dan studi pustaka. di sekolah lebih didominasi kegiatan
penyampaian pengetahuan atau transfer
HASIL PENELITIAN DAN
of knowledges dari guru kepada peserta
PEMBAHASAN
didik. Akibatnya siswa hanyasebagai
Pentingnya mengkonstruksi peserta pasif danpenerima materi dari
pembelajaran sejarah dengan pendekatan guru.
kontekstual didasarkan pengalaman
Pendekatan kontekstual sebenarnya
emperis bahwa pembelajaran sejarah di
sudah tidak asing lagi dalam dunia
sekolah diajarkan terlepas dari kehidupan
pendidikan, bahkan dalam proses
sehari-hari siswa. Hal ini menimbulkan
pembelajaran guru harus mampu
anggapan dari para siswa bahwa belajar
mengkaitkan materi yang diajarkannya
sejarah adalah menghafal fakta-fakta.
dengan konteks lingkungan siswa.
Seperti telah diuraikan diatas, bahwa
Namun dalam pelaksanaan di lapangan,
materi pelajaran sejarah memiliki
guru cenderung melupakan atau
karakteristik khusus, mata pelajaran
mengabaikan kontekstualisasi dalam
sejarah mempelajari peristiwa masa lalu
proses pembelajaran. Memang, kondisi
yang bersifat einmalig, dan tidak bisa
ini tidak sepenuhnya adalah kesalahan
dihadirkan kembali. Materi sejarah yang
guru. Beberapa guru mengeluhkan bahwa
khas dan unik ini menjadi landasan berfikir
jumlah jam pelajaran sejarah yang hanya
untuk menggunakan pendekatan selain
satu jam pelajaran sementara konten
pendekatan konvensional yang terbukti
materi yang diajarkan sangat banyak,
tidak mampu menggali kebermaknaan dari
sehingga ia merasa kurang memiliki
peristiwa masa lalu. Salah satu pendekatan
kesempatan untuk mengembangkan
yang mampu memberikan kebermaknaan
materi pembelajaran sejarah. Guru lebih
dari proses pembelajaran, di antaranya
menekankan pada pencapaian materi (teks
adalah pendekatan kontekstual.
book thingking), sehingga pembelajaran
Pendekatan kontekstual adalah sejarah seringkali lepas dari konteks situasi
suatu pendekatan yang mengupayakan nyata dalam lingkungan sosial siswa.
siswa mampu membuat hubungan dan
Padahal, pembelajaran sejarah
mengkaitkan materi sejarah dengan
bukan sekedar mempelajari masa lalu,
kehidupan realita yang dihadapi siswa.
dengan menghafalkan materi pelajaran
Pendekatan konstekstual berangkat dari
dari A sampai Z, tetapi yang lebih penting
filsafat pragmatisme yang dikembangkan
adalah mengungkap makna dari peristiwa
oleh John Dewey, yaitu mengembangkan
masa lalu tersebut untuk kepentingan
teori yang dilandasi oleh keinginan
masa kini dan masa yang akan datang.
agar pembelajaran dibangun melalui
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
pengalaman nyata (real experience) (Nana
Hansiswany Kamarga, “kita tidak lagi

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 40 Vol.4 No.2 Juli 2015


berfikir pendidikan sejarah untuk tujuan didengar, dan difahami oleh siswa. Fakta
mengajarkan content sejarah, tetapi sejarah yang bersumber pada dokumen
pendidikan sejarah untuk menghasilkan berupa informasi masa lalu dihadirkan
output manusia yang memiliki untuk mencari akar atau sebagai justifikasi
pemahaman sejarah yang bertujuan untuk keberadaan fenomena masa kini. Dengan
membangun kemanusiaan” (Hansiswany demikian terjadi kontekstualisasi.
Kamarga, 2012). Atas dasar ini, maka perlu
Selama ini materi sejarah diajarkan
dipertimbangkan kembali pendekatan
secara kronologis yang orientasinya
kontekstual sebagai salah satu pendekatan
tuturan historis bermula dari masa
alternatif dari pendekatan yang selama ini
lampau sampai menuju masa sekarang.
secara umum didominasi oleh pendekatan
Pengajaran materi sejarah secara kronologis
konvensional pada pembelajaran sejarah
memberikan kecenderungan pembelajaran
di Sekolah Menengah Atas.
yang menekankan pada fakta-fakta
Adapun pendekatan kontekstual sejarah, dan kurang menggali makna dari
dalam pembelajaran sejarah dapat materi sejarah yang sedang dipelajari,
diterapkan melalui cara-cara antara lain sehingga kurang memberikan manfaat
sebagai berikut; pertama, pembelajaran praktis bagi siswa. Hal ini menjadikan
sejarah dikembangkan berdasarkan pembelajaran sejarah kurang menarik
perspektif kekinian dengan mengambil isu- bahkan bisa membosankan, karena yang
isu yang sedang dihadapi oleh masyarakat/ diajarkan adalah tentang fakta-fakta yang
bangsa, kedua penjelasan dilakukan secara kadangkala jauh dari konteks kekinian.
geneologis, dan pemahaman jiwa zaman.
Padahal untuk dapat memahami
Isu-Isu Kekinian Sebagai Langkah Awal peristiwa masa lampau dapat berawal dari
Untuk Memahami Sejarah kondisi kekinian. Menurut Sam Wineburg,
guru harus membantu para siswa melihat
Pendekatan kontekstual sebagai
masa lalu yang jauh itu sebagai kulit luar
suatu konstruksi pembelajaran sejarah
dari persoalan-persoalan penting yang
dapat diawali dari kondisi realita kekinian.
ada hingga saat ini. Dengan demikian
Pemahaman sejarah dapat dilakukan
pembelajaran sejarah dapat saja diawali
dengan melihat kondisi riil kekinian dengan
dari isu-isu atau permasalahan kekinian.
masa kini sebagai titik pijaknya. Jadi masa
kini sebagai star pointnya. (present stand Sehubungan dengan itu, Thorndike
point). Toeri ini berawal dari pemikiran menyarankan pembelajaran sejarah
filsafat Love Joy, yang menyatakan bahwa dilakukan secara mundur atau regresif,
penulisan sejarah dapat dilakukan dengan yaitu penyajian materi sejarah dimulai dari
titik awal dan berpangkal pada realitas masa sekarang ke masa lampau. Kondisi
yang dihadapi oleh sejarawan ketika hari ini sebagai titik tolak pengkajian atau
menulis sejarahnya. Cara perfikir seperti pembahasan materi sejarah. pembelajaran
ini dapat digunakan juga dalam proses sejarah dengan cara ini diharapkan
pembelajaran sejarah. Artinya seorang dapat memberikan penjelasan atas
guru sejarah ketika melakukan pengolahan persoalan-persoalan kekinian. Sebagai
materi pembelajaran sejarah dapat tidak contoh mengajarkan tetang perjuangan
berpangkal pada masa lampau sebagai dan mempertahankan kemerdekaan
titik awal pijakan, tetapi pada isu-isu dan Indoenesia. Untuk mengawali pembahasan
problem-problem masa kini yang dilihat, guru dapat melakukan pertanyaan-

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 41 Vol.4 No.2 Juli 2015


pertanyaan sebagai berikut; mengapa sesuai dengan zamannya. Oleh karenanya
Indonesia memiliki wilayah meliputi guru sejarah harus memiliki kemampuan
dari Sabang sampai Merouke?, mengapa memahami peristiwa sejarah sesuai dengan
penduduk Irian Jaya yang secara budaya konteks jamannya/jiwa zaman yang
lebih dekat dengan Papua Nugini, tetapi disebut Historical Mindednes (Gottschalk,
menjadi bagian dari bangsa Indonesia. 1961). Hal ini dikarenakan setiap zaman
Mengapa wilayah Indonesia juga memiliki kebudayaannya sendiri. Manusia
mencakup wilayah yang berada di daratan sebagai mahluk yang berbudaya terus
pulau Borneo (sekarang Kalimantan), berkembang sejalan dengan perubahan
padahal di pulau itu terdapat wilayah milik zaman. Hal ini perlu disadari oleh guru
Malaysia dan Brunei Darussalam. Dari sejarah sehingga ia tidak melakukan
permasalah-permasalahan ini kemudian penilaian terhadap peristiwa masa lampau
dicari geneologinya atau asal usulnya berdasarkan kondisi kekinian (presentism).
melalui pembelajaran sejarah. untuk dapat Pandangan seperti ini akan menjadikan
menerapkan cara regresi ini, tentunya peristiwa sejarah keluar dari konteks
guru sejarah harus memiliki sejumlah zamannya, sehingga terjadi anakronisme
pengetahuan terutama wacana aktual, di dalam pembelajaran sejarah.
sehingga dapat menarik perhatian siswa
Historical-mindedness adalah suatu
dalam belajar. Selain itu juga menurut
kemampuan untuk menempatkan suatu
Abd. Rahman Hamid, pembelajaran
gelaja sejarah sesuai dengan suasana dan
sejarah akan lebih menarik dan mudah
iklim kebudayaan masanya (Sartono
difahami jika penjelasan dimulai dari
Kartodirdjo, 1992 : 70). Kemampuan
kondisi realitas siswa, kemudian ditarik
menempatkan peristiwa sesuai dengan
mundur ke belakang, dimulai dari yang
konteks zamannya dapat dikembangkan
terdekat dengan zamannya sampai zaman
melalui kemampuan membaca teks
yang mempunyai jarak waktu yang jauh
arsip/dokumen. Oleh karenanya guru
(Abd. Rahman, 2014: 120). Pembelajaran
sejarah dalam mengimplementasikan
sejarah dengan pendekatan kontekstual ini
pembelajaran tidak hanya menggunakan
diharapkan siswa dapat memahi peristiwa
buku teks yang diberikan oleh pemerintah,
masa lalu, sehingga siswa dapat mengali
tetapi juga menggunakan sumber-sumber
makna dari materi yang ia pelajari.
primer yang berupa arsip/dokumen
Pemahaman Konteks Waktu Berdasarkan sejarah. (Sam Wineburg, 2006: 95-135).
Jiwa Zaman Dokumen-dokumen tersebut mengandung
jiwa zaman, ini artinya bahwa lahirnya teks
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa sejarah tidak secara tiba-tiba, tetapi ada
objek materi sejarah adalah peristiwa masa nilai-nilai kontekstualnya, sebagaimana
lalu. Peristiwanya sendiri sudah terjadi dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah
dan tidak bisa diulang kembali, sehingga “asbabun nuzul”. Pertanyaan mengapa
materi pelajaran secara sangat abstrak. di dalam arsip dinyatakan bahwa teks
Peristiwa masa lalu mengandung arti proklamasi dibacakan di jalan Pegangsaan
bahwa ada jarak waktu antara kita sekarang Timur No. 56 bukan di jalan Proklamasi?
(present) dengan kejadian/peristiwa. Atau mengapa sampai ada dokumen Surat
Seperti diketahui bahwa di dalam waktu Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
terdapat struktur yang menggambarkan dll. Dengan demikian guru sejarah harus
adanya perbedaan sosial budaya manusia mampu mendorong siswa untuk berfikir

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 42 Vol.4 No.2 Juli 2015


apa yang terjadi dibalik dokumen tersebut salah satu pendekatan alternatif dalam
dengan memahami konteks zamannya. pembelajaran sejarah yang bermakna.
Pendekatan kontekstual dapat dinyatakan
Selain itu, pengetahuan sejarah
sebagai reaksi dari ketidakpuasan
juga memiliki konsep-konsep yang cara
pendekatan pembelajaran sejarah
memaknainya berbeda dengan masa kini.
konvensional yang lebih didominasi
Tidak serta merta konsep yang kekinian
penguasaan materi (esensialisme), peranan
dipahami secara umum disamaratakan
guru hanya sebagai transmisi yaitu
maknanya dengan konsep sejenis di
menyampaikan materi sesuai panduan
masa lampau. Sam Wineburg mengambil
buku teks yang diberikan pemerintah,
contoh konsep imperialisme. Konsep ini
sehingga materi sejarah “seolah-olah”
pada abad 18-19 memiliki makna yang
lepas dengan kondisi kekinian yang sedang
positif, tetapi sejak Pasca Perang Dunia I
dihadapi siswa. Pendekatan konvensional
& II konsep imperialisme memiliki makna
ini menjadikan pembelajaran sejarah
yang negatif. Demikian pula lembaga
membosankan.
pendidikan kedokteran. Pada masa kini
merupakan lembaga pendidikan yang Selain itu, materi sejarah yang
paling bergengsi, tetapi pada masa diajarkan cenderung seragam sesuai
kolonial Belanda, sekolah kedokteran dengan versi pemerintah. Pembelajaran
yang dulu disebut STOVIA bukanlah seperti ini menimbulkan anggapan bahwa
sekolah bergengsi, karena boleh dimasuki sejarah merupakan milik “pemenang”.
oleh golongan sosial yang lebih rendah Guru dan siswa kurang diberi kebebasan
dibandingkan dengan MOSVIA yang menafsirkan sejarah berdasarkan sudut
merupakan sekolah calon pejabat pangreh pandang mereka. Selain itu sejarah yang
praja. diajarkan dari Sabang sampai Merouke
adalah sama. Siswa yang ada di Papua
Pemahaman sejarah yang
memperoleh pelajaran yang sama dengan
menempatkan peristiwa sesuai dengan
siswa yang ada di Jawa, ini menjadikan
konteks jamannya adalah penting, sehingga
kegiatan pembelajaran sejarah terlepas
tidak menghakimi pelaku sejarah, yang
dari kondisi kekinian siswa. Sehingga
dapat mendorong siswa besikap bijaksana.
kebermaknaan dari peristiwa sejarah
Pendekatan kontekstual memberikan
kurang dimanfaatkan oleh siswa.
kesadaran bahwa kehidupan manusia
memiliki tiga dimensi waktu, yaitu masa Pendekatan kontekstual dalam
lalu, masa kini dan masa depan. Masa kini pembelajaran sejarah dapat dilakukan
merupakan “warisan” dan kelanjutan dari dengan cara memulai pembelajaran dengan
masa lalu, sementara kehidupan masa kini isu-isu kekinian sebagai upaya memahami
merupakan penataan untuk kehidupan sejarah, dan pemahaman konteks waktu
masa depan. berdasarkan jiwa zamannya. Melalui dua
cara tersebut diharapkan guru dapat
KESIMPULAN
mendorong siswa memiliki kemampuan
Pendekatan kontekstual bukanlah mengkaitkan materi sejarah dengan kondisi
pendekatan baru dalam pembelajaran kekinian, sehingga siswa menemukan
sejarah. Tetapi perlu di-revitalisasi makna dari sejarah yang ia pelajari untuk
pendekatan kontekstual ini sebagai kepentingan kehidupan realitanya.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 43 Vol.4 No.2 Juli 2015


Daftar Pustaka
A.L.Rowse. Apa Guna Sejarah? Depok:
Komunitas Bambu. 2015

E.H.Carr. Apa Itu Sejarah? Depok: Komunitas


Bambu. 2014

Hamid Hasan. Pendidikan Sejarah Indonesia: Isu


dalam Ide dan Pembelajaran. Editor: Agus
Mulyana. Bandung: Riqzi Press. 2012

Hansiswany Kamarga & Yani Kusmarni


(edit). Pendidikan Sejarah untuk manusia
dan Kemanusiaan. Jakarta: Bee Media
Indonesia. 2012

Hariyono. Mempelajari Sejarah Secara Efektif.


Malang: Pustaka Jaya. 1995

Henk Schulte Nordholt dkk. Perspektif Baru


Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta:
Yayasan obor. 2008

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah.


Yogjakarta: Yayasan Benteng Budaya.
1997

Margaret E. Gredler. Learning and Instruction :


Teori dan Aplikasi. Jakarta: Kencana. 2012

Robert M. Gagne dkk. Principles of Instructional


Design. USA : Wadsworth. 2005

S.K. Kochhar. Pembelajaran sejarah, Teaching of


History. Jakarta: Grasindo. 2008

Sam Wineburg. Berpikir Historis: Memetakan


Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu.
Pengantar: Asvi Warman Adam. Jakarta:
Yayasan obor. 2006

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 44 Vol.4 No.2 Juli 2015


Pendekatan Dekonstruksi dalam Historiografi

Oleh : Bahri
Pendidikan Sejarah PPS UNJ

Abstract
Deconstruction does not need to find a final meaning. What is needed is the dismantling continuously, as
a process. Writing history will never be separated from the narrative, the same thing also in deconstructive
history. Reconstructionist is writing a history built on the correspondence theory of empiricism is based
on the belief that in order to approach the story of the past that comes closest to the truth can only be
reached directly through primary sources were contemporaneous with the incident. Deconstructionist
approach is a model study that questioned the traditional assumptions like factualisme empiricism,
objectivity, the truth of history, ideology, the distinction firmly with descriptive fiction in the past were
built by people reconstructionist and constructionist.
Keywords: Deconstruction Approach, Indonesian Historiography

Abstrak
Dekonstruksi tidak perlu menemukan makna terakhir. Yang diperlukan adalah pembongkaran secara
terus menerus, sebagai proses. Penulisan sejarah tidak akan pernah lepas dari naratif, hal yang sama
pula pada sejarah dekonstruktif. Rekonstruksionisme adalah penulisan sejarah yang dibangun atas
dasar teori korespondesi empirisisme yang berdasarkan keyakinan bahwa untuk mendekati cerita
tentang masa lampau yang paling mendekati kejadian sebenarnya hanya dapat dicapai secara langsung
melalui sumber-sumber primer yang sezaman dengan kejadian tersebut. Pendekatan dekonstruksionis
adalah model kajian yang mempertanyakan asumsi-asumsi tradisional empirisisme seperti faktualisme,
objektivitas, kebenaran sejarah, ideologi, pembedaan tegas dengan fiksi dalam deskriptif masa lampau
yang dibangun oleh orang-orang rekonstruksionis dan konstruksionis.
Kata Kunci: Pendekatan Dekonstruksi, Historiografi

PENDAHULUAN

Tokoh terpenting pada teori Karya awal Derrida di bidang


dekonstruksi ini adalah Jacques Derrida filsafat sebagian besar berkaitan dengan
(Al-Fayyadl, 2005:2) adalah keturuan fenomenologi. Latihan awalnya sebagai
Yahudi. Ia dilahirkan di El-Biar, salah satu filsuf dilakukan melalui kacamata
wilayah Aljazair pada 15 Juli 1930. Pada Edmund Husserl. Inspirasi penting lain
tahun 1949 ia pindah ke Prancis, tempat ia bagi pemikiran awalnya berasal dari
tinggal sampai akhir hayatnya. Pada tahun Nietzsche, Heidegger, De Saussure,
1952, ia belajar di Ecole normale supérieure, Levinas dan Freud. Derrida mengakui
Prancis, dan pernah juga mangajar di sana utang budinya kepada para pemikir itu
sesaat sebelum kematiannya. Derrida dalam pengembangan pendekatannya
muda dibesarkan dalam lingkungan yang terhadap teks, yang kemudian dikenal
agak bersikap diskriminatif. sebagai ‘dekonstruksi’.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 45 Vol.4 No.2 Juli 2015


Perbedaan antara pembaca non dengan istilah kerangka analitis untuk
dekonstruksi dan dekonstruksi dapat menjelaskan pendekatan yang dipakai
dijelaskan sebagai berikut. Pembaca non seorang sejarawan. Sementara, Berkhofer
dekonstruksi atau pembaca konvensional (1973:87) untuk kata perspektif lebih
dilakukan dengan cara menemukan mempergunakan istilah kerangka
makna yang benar, makna terakhir, konseptual (conceptual framework). Black
yang disebut sebagai makna optimal. dan Champion (1976:124) lebih melihat
Sebaliknya, pembaca dekonstruksi tidak istilah perspektif dengan sinonim pada
perlu menemukan makna terakhir. konfigurasi kata-kata kerangka referensi,
Yang diperlukan adalah pembongkaran aliran pemikiran (school of thought),
secara terus menerus, sebagai proses. orientasi atau pendekatan.
Dekonstruksi dilakukan dengan cara
Rekonstruksionisme menurut
pemberian perhatian terhadap gejala-gelaja
tradisi Barat adalah penulisan sejarah
yang tersembunyi, sengaja disembunyikan,
yang dibangun atas dasar teori
seperti ketidakbenaran, tokoh sampingan,
korespondesi empirisisme yang akar
perempuan, dan sebagainya. Umar Junus
kuatnya berdasarkan keyakinan bahwa
(1996:109-109) memandang dekonstruksi
untuk mendekati cerita tentang masa
sebagai persepektif baru dalam penelitian
lampau yang paling mendekati kejadian
sastra. Dekonstruksi justru memberikan
sebenarnya hanya dapat dicapai secara
dorongan untuk menemukan segala
langsung melalui sumber-sumber
sesuatu yang selama ini tidak memperoleh
primer yang sezaman dengan kejadian
perhatian. Memungkinkan untuk
tersebut. Empirisisme merupakan teori
melakukan penjelajahan intelektual
pengetahuan, epistemologi dan metode
dengan apa saja, tanpa terikat dengan
penelitian sejarah, empirisisme itu tanpa
sutu aturan yang dianggap telah berlaku
keraguan merupakan aliran pemikiran
universal.
sejarah yang amat sangat berpengaruh
METODE PENELITIAN dalam perjalanan abad XIX.

Ketika gelombang kritik terhadap Dalam ilmu sejarah, faham


perspektif positivisme dari ahli teoritis rekonstruksi sejarah mendapat sokongan
kritis dan humanisme dalam ilmu-ilmu utama dari “bapaknya sejarah modern”
sosial, maka hal yang sama terjadi dalam Leopold von Ranke pada abad XIX di
dunia kajian sejarah. Perspektif awal Jerman. von Ranke menganjurkan agar
rekonstruksionisme (reconstructionism) sejarawan menulis apa yang sesungguhnya
dalam sejarah dihantam oleh serangan telah terjadi dengan menggunakan
kaum konstruksionis (constructionism) dan sumber-sumber primer atau orisinal
terlebih-lebih badai serangan dari kaum yang dihasilkan pada waktu peristiwa itu
dekonstruksionis (deconstructionism). terjadi dan harus diteliti dengan secermat-
Gugatan-gugatan ini bertitik-tolak atas cermatnya. Menurut von Ranke, hanya
eksplanasi sejarah terhadap teks dalam dengan mengumpulkan, menilai dan
bukti tentang masa lalu yang coba didekati memverifikasikan semua sumber yang ada,
kebenarannya seobjektif mungkin. sejarawan dapat menempatkan dirinya
dalam posisi untuk merekonstuksikan
Kartodirdjo (1975:36) tidak masa lampau secara akurat.
memakai kata referensi untuk perspektif
sejarah, tetapi lebih menganalogikannya

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 46 Vol.4 No.2 Juli 2015


Prinsip-prinsip ilmiah para sejarawan Perancis yang tergabung
sejarah empiris dengan perspektif dalam jurnal Annales seperti karya-karya
rekonstruksionis ini adalah penyelidikan Marc Bloch, Emmanuel le Roy Ladurie
yang teliti dan pengetahuan mengenai dan Robert Darnton, Lucien Febvre,
bukti-bukti sejarah yang diverifikasi yang diteruskan oleh Labrouse, Simiand
dengan referensi, research yang tidak berat dan yang paling fenomenal Fernand
sebelah dan cara penalaran yang induktif Braudel yang melahirkan mazhab baru
yakni dari yang khusus ke yang umum. Braudellian. Pijakan aliran Annales ini
Oleh karena itu, prinsip-prinsip dalam semakin kuat ketika mereka disokong
perspektif rekonstruksionisme ini adalah oleh News Historians di Amerika Serikat
teori ilmu pengetahuan yang spesifik, dengan tokoh-tokohnya seperti Anthony
yaitu: pertama, masa lampau berada Giddens, F. J.Turner, Charles Beard,
secara independen di luar pikiran (mind) James H. Robinson dan Vernon L.
individu dan dapat diobservasi serta Perrington. Teori-teori ilmu sosial mulai
diverifikasikan. Kedua, dengan konsistensi dijadikan kerangka kerja ilmu sejarah
menaati prinsip-prinsip penelitian tersebut dalam persfektif konstruksionis, yang
di atas, sejarawan berkesanggupan untuk meninggalkan paradigma lama sejarah
mengambarkan masa lampau dengan konvensional. Dikenal sebagai French
objektif dan akurat. School of les Annales, para sejarawan ini
memperkenalkan pendekatan histoire
Pemikir awal dari perspektif sejarah
totale, melihat sejarah dari perspektif
konstruksionisme ini adalah Karl Marx,
pemikiran dan perbuatan rakyat
Auguste Comte, dan Herbert Spencer pada
kebanyakan secara menyeluruh.
abad XIX. Kaum konstuksionis merasa
tidak puas dengan rekonstruksionisme Di Indonesia, Sartono Kartodirdjo
dalam perspektif sejarah, yang menjadi pelopor utama studi sejarah dengan
dipandang naratif deskriptif sederhana perspektif konstruksionisme dengan
terhadap peristiwa-peristiwa tunggal pendekatan ilmu-ilmu sosialnya. Dengan
dan mempunyai ciri sendiri. Bagi kaum karya monumental The Peasants Revolt of
konstruksionis, sejarah dapat memberi Banten in 1888, pada tahun 1966, Sartono
eksplanasi tentang masa lampau, hanya Kartodirdjo menunjukan bahwa konstruk-
jika bukti-bukti sejarah ditempatkan konstruk konseptual atau teori-teori
dalam kerangka eksplanatori yang berada ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi
sebelumnya yang memungkinkan seorang sosial dan ilmu politik mempunyai daya
sejarawan membuat kalkulasi kaidah- eksplanasi yang lebih besar dan karena itu,
kaidah umum (general rules), yang bersifat Beliau mengemukakan untuk mencari
teoritis generalitatif mengenai tindakan kondisi kausal dalam suatu fenomena
manusia pada masa lampau tersebut. sejarah. Guna memperkuat analisis, maka
Dengan menempatkan pola-pola perilaku ilmu-ilmu sosial amat bermanfaat bagi
dan peristiwa-peristiwa masa lampau profesi para sejarawan. (Alfian, 1992: 89).
sebagai pola umum yang mempunyai
Pendekatan dekonstruksionis adalah
ciri tersendiri maka pola tersebut dapat
model kajian yang mempertanyakan
diamati (Munslow, 1997: 22).
asumsi-asumsi tradisional empirisisme
Titik awal langkah sejarah dengan seperti faktualisme, objektivitas,
perspektif konstruksionis di abad XX, kebenaran sejarah, ideologi, pembedaan
bermula dari gerakan New History dari tegas dengan fiksi dalam deskriptif masa

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 47 Vol.4 No.2 Juli 2015


lampau yang dibangun oleh orang-orang menggunakan kata “menerjemahkan”
rekonstruksionis dan konstruksionis. sebagai mengganti teks dengan teks lain,
bukan kata “terjemahan” yang banyak
Menurut dekonstruksionisme,
dipakai oleh orang rekonstruksi dan
dalam pandangan mereka bahasalah yang
konstruksi sebagai transformasi dari
merupakan isi dari sejarah, termasuk
sumber buktinya.
konsep-konsep dan kategori-kategori yang
dikembangkan untuk menata dan memberi Pendekatan dekonstruksionis
penjelasan mengenai bukti sejarah. mendapat sokongan dari karya-karya
Artinya hanya dengan kekuatan figurasi yang dihasilkan oleh Hayden White,
linguistik, masa lampau dapat diterangkan. Dominick LaCapra, Davis Harlan, Allan
Pendekatan dekonstruksionis berasal Magill, Keith Jenkins, F.R. Ankersmith,
dari gagasan Jacques Derrida (1930-2003) Philippe Carrard, Joan W. Scott, Patrick
yang menyatakan bahwa pemahaman Joyce, Roger Chartier dan sejarawan
terhadap teks tidak hanya tergantung intelektual dan budaya lainnya. Di luar
pada rujukan realitas eksternal seperti Eropa, dekonstruksionisme mendapat
yang dipahami orang-orang empirisisme. tempatnya ketika sejarawan membahas
Kelompok dekonstruksionis tidak percaya persoalan dampak dari kolonialisme,
bahwa narasi sejarah dapat menyajikan mereka menganggap bahwa dalam sejarah
sesuatu yang sesuai dengan masa lampau orang-orang terjajah, aspek penjajah
sebagaimana adanya. bukan pada persoalan dekolonisasi sebagai
proses sebab-akibat yang ditimbulkan
Paham dekonstruksionis menolak
oleh penjajah, tetapi sebagai persoalan
dengan tegas teori persesuaian
dekolonialisasi, menempatkan kolonial
(correspondence theory) mengenai
dengan bijak dalam kerangka orang-
kebenaran masa lampau yang dibangun
orang terjajah, artinya kolonial dibicarakan
berdasarkan proposisi-proposisi yang
sebagai bagian koloni, bukan diluar konteks
seolah-olah sesuai dengan faktanya.
modernisasi tanah koloni itu sendiri,
Mereka juga tidak setuju dengan teori
inilah yang kemudian melahirkan paham
referensialitas (referentiality) yang
baru yaitu postmodernisme, atau dalam
yakin terdapat pertalian antara realitas
kajian sejarah dikenal istilah postkolonial
(peristiwa, orang, benda, proses)
dan di Indonesia, sering disebut sebagai
dengan deskripsinya (ekspresi bahasa)
dekolonialisasi.
(Munslow,1997:188). Oleh karena itu,
pendekatan dekonstruksionis secara Kemunculan dekonstruksionisme
metodologis cenderung menyusun suatu ditandai dengan munculnya kritik terhadap
teks dengan membongkar teks lainnya rekonstruksionis dan konstruksionis.
serta berupaya melebihi teks-teks lain Kebenaran sejarah yang merupakan tema
dengan menyampaikan sesuatu yang penting sejak RG Colling wood, bapak
tidak dikatakan dalam teks-teks lain ilmu sejarah moderen, di awal abad 20
tersebut. Artinya, makna teks disitu jauh memperkenalkan pola penulisan sejarah
lebih luas dari pengertian sebelumnya. yang telah diteorikan dan dimetodologikan
Kelompok ini menekankan bahwa selalu sehingga penulisan atas suatu peristiwa di
ada intertekstualitas karena teks yang satu masa lalu bisa diharapkan lebih mendekati
berhubungan dengan teks-teks lainnya. kebenaran dengan menjaga prinsip-prinsip
Yang ditekankan oleh kelompok ini adalah obyektif yang dimiliki.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 48 Vol.4 No.2 Juli 2015


Jauh sebelum kemunculan mereka terobsesi kepada historiografi
pascamodernisme, pada dasawarsa yang dibangun atas dasar narasi-narasi
1920-an dan 1930-an sekelompok kecil yang ditulis sejarawan spesifik yang
sejarawan Perancis yang dikenal sebagai bekerja di wilayah keahlian khusus dan
French School of les Annales, seperti yang lokal dengan pendefinisian yang jelas.
diceritakan di atas ingin menampilkan Sejarawan pascamodernis memfokuskan
nilai kebenaran sejarah melalui ketelitian kajiannya ditingkat mikro dengan
metode berdasarkan empirisisme dan lokalitas dan spesifikasi tema yang khas
logika. Oleh sebab itu, fokus mereka tidak seperti sejarah rokok, sejarah kota, sejarah
lagi narasi organisasi kekuasaan, otoritas tari, dan sejenisnya.
politik, dan relasi ekonomi sebagai sejarah
Menurut Foucault, para sejarawan
makro, tetapi kepada serpihan-serpihan
yang membawa nilai-nilai intelektual
peristiwa sejarah sosial sebagai suatu
universal dengan narasi besarnya telah
sejarah mikro. Bisa dikatakan les Annales
ketinggalan zaman. Di masa sekarang
memberi kontribusi kepada perspektif
kaum intelektual cenderung bekerja
baru ilmu sejarah dan merupakan sumber
di sektor spesifik, seperti museum,
penggalian ide pemikiran pascamodernis
rumah sakit, laboratorium, universitas,
pada dasawarsa 1960-an di Eropa
perpustakaan sehingga mereka disebut
maupun Amerika Serikat. Sinisme
sebagai kaum intelektual spesifik. Mereka
Lyotard dan kritik Laclau serta Mouffe
tidak merumuskan teori sistematika
ini mewakili keyakinan para pemikir
global yang merangkum semuanya
pascastrukturalis dan pascamodernis,
seperti yang diyakini para sejarawan
yang akar pemikirannya diilhami para
mazhab Decartesian atau konvensional
sejarawan les Annales. Kritik para pemikir
melainkan menganalisis hal-hal yang lebih
pascastrukturalis dan pasca modernis
spesifik dan lokal. Dengan menggunakan
terhadap historisisme antara lain sebagai
pendekatan genealoginya Nietzsche, ilmu
berikut:
sejarah dituding telah memberlakukan
Pertama, mereka menolak pandangan tindakan yang tiranik melalui wacana
Hegelian tentang sejarah sebagai proses yang ditotalisasikan dan disistematikakan
kemajuan. Para filsuf ini menganggap secara universal dengan menundukkan,
semua ideologi yang meramalkan titik memeriferikan, serta memfragmentasikan
akhir sejarah sebagai teori berbahaya sumber-sumber pengetahuan yang spesifik
dan keliru. Kedua, mereka kritis terhadap di bawah kekuasaan teori-teori besar.
konsep penalaran, teori, dan sejarah sebagai
Dekonstruksi merupakan aktivitas
suatu pola yang disistematikakan. Mereka
pembacaan di mana teks harus dibaca
menolak gagasan bahwa formasi sosial
dengan cara sama sekali baru. Menurut
merupakan totalitas yang dapat dianalisis.
Derrida, teks dapat menyembunyikan
Ketiga, mereka sangat kritis kepada
kekurangan, kelemahan, dan kebohongan
kecenderungan konformitas pada konsep
penulis serta mengandung sejumlah
maupun teori-teori ilmu sejarah yang
ketidak konsistenan konsep bahkan
tradisional dan konvensional. Keempat,
kontradiksi ciptaan penulis yang menjadi
para filsuf ini menolak historiografi yang
landasan teks, sehingga muncul paradox
dibangun atas dasar narasi-narasi besar
dalam menggunakan konsepnya di dalam
yang ditulis sejarawan universal seperti
teks secara keseluruhan. Tidak seorang
revolusi dan pergantian rezim. Sebaliknya,
pun dapat membuat sarana (tanda) dan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 49 Vol.4 No.2 Juli 2015


tujuan (makna) menjadi identik. Menurut Menurut Lois Gotsschalk, dalam Shofa,
orang dekonstruksionisme, bahasa (2012) pada model penulisan (historiografi)
merupakan proses temporal. menggunakan model deduktif.
Dekonstruksionisme justru lebih HASIL DAN PEMBAHASAN
kritis, ia mengganggap sejarah adalah
proses yang tiada akhir. Dan secara Pemikiran Alun Parlow, Michel Foucault
humanisme, sejarah harus keluar dari dan Hayden White Tentang Dekonstruksi
belenggu kebenaran tunggal tersebut, Sejarah
sejarah bukan generalisasi teori-teori Dekonstruksi menurut Alun Munslow
ilmu sosial. Sejarah bukanlah penjelasan
semata atas fakta, tetapi lebih jauh sejarah Alun Munslow seorang guru besar
adalah penafsiran atas fakta. Jalan yang sejarah dari universitas Staffordshire,
ditawarkan oleh dekonstruksionisme dalam dekonstruksi sejarah ada empat
dengan mengubah teks menerjemahkan kunci , yaitu pertanyaan tentang
bukan terjemahan teks merupakan wacana epistimologi, fakta, teori sosial, dan naratif.
menarik dalam melihat kembali sumber- Alun Munslow menjelaskan tentang
sumbermasa lampau. epistemologi, fakta-fakta, teori sosial, dan
naratif. Epistemologi, (dari bahasa Yunani
Penelitian ini menggunakan episteme (pengetahuan) dan logos (kata/
pendekatan penelitian sejarah. Menurut pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat
Hariyono (1995:109) meliputi langkah- yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis
langkah yaitu heuristic, kritik, interpretasi, pengetahuan. Epistomologi atau Teori
dan historiografi. Langkah pertama Pengetahuan berhubungan dengan hakikat
dilakukan pengumpulan data (heuristic) dari ilmu pengetahuan, pengandaian-
terhadap buku-buku atau dokumen- pengandaian, dasar-dasarnya serta
dokumen yang akan dijadikan sumber pertanggung jawaban atas pertanyataan
data sebagai landasan untuk melakukan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh
analisis. Jurnal-jurnal, buku-buku dan setiap manusia.
dokumen-dokumen yang dikumpulkan
yaitu berkaitan dengan pendidikan dan Penulisan sejarah tidak akan pernah
pembentukan karakter di sekolah. Langkah lepas dari naratif, hal yang sama pula
kedua yaitu kritik sumber. Kritik sumber pada sejarah dekonstruktif. Naratif berasal
dilakukan sebagai filter secara kritis dalam dari kata narasi yang memiliki makna
melakukan penilaian sumber menyangkut pengisahan suatu cerita atau kejadian.
otentitas dan kepercayaan sumber. Kritik Naratif adalah rangkaian kalimat yang
dilakukan melalui 2 (dua) tahap baik kritik bersifat narasi atau bersifat menguraikan
intern (materi sumber) maupun kritik (menjelaskan, dalam makna lain naratif
ekstern (subtansi atau isi). Langkah ketiga di katakan sebagai prosa yang subjeknya
yaitu interpretasi (penafsiran) yaitu peneliti merupakan suatu rangkaian kejadian.
melakukan penafsiran terhadap sumber- Naratif dalam sejarah tidak hanya bercerita,
sumber data yang telah dikritik baik intern melainkan juga dengan suatu analisis yang
maupun ekstern, dan langkah keempat mendalam.
yaitu historiografi (penulisan) yaitu
Fakta (bahasa Latin: factus) ialah
tahapan sintesis dari hasil penyelidikan
segala sesuatu yang tertangkap oleh
sehingga pada akhirnya melahirkan tulisan
indramanusia. Catatan atas pengumpulan
yang utuh melalui proses rekonstruksi.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 50 Vol.4 No.2 Juli 2015


fakta disebut data. Fakta seringkali diyakini eksploratif dan eksploitatif. Sejarah harus
oleh orang banyak (umum) sebagai hal digali kembali, dibongkar dan ditemukan
yang sebenarnya, baik karena mereka telah kepalsuan-kepalsuannya. Inilah yang
mengalami kenyataan-kenyataan dari dilakukan sekelompok ilmuwan dari
dekat maupun karena mereka dianggap madzhab ciritical theroy dimana Foucault
telah melaporkan pengalaman orang berdiri sebagai salah satu eksponennya
lain yang sesungguhnya. Dalam istilah yang bersemangat melakukan rekonstruksi:
keilmuanfakta adalah suatu hasil observasi membongkar dan meredifinisi apa-apa
yang obyektif dan dapat dilakukan yang sudah dianggap established secara
verifikasi oleh siapapun. Tanpa fakta, konvensional dalam komunitas ilmiah.
sejarawan tidak mampu meneliti dan
Dibandingkan dengan para filosof
menulis sejarah. Fakta menurut sejarah
sejarah yang secara sepintas dijelaskan
bersumber dari sumber-sumber sejarah.
dimuka, kedudukan Foucault sama sekali
Dalam menganalisa fakta dipeerlukan
berbeda. Ia sebetulnya bukan seorang
sebuah kritik, ada kritik ekstren maupun
yang berada dalam jajaran filosof sejarah
interen. Kritik diperlukan untuk menguji
karena Foucault tidak secara khusus
suatu fakta atau memilah-milah atau dalam
menulis tentang perkembangan sejarah,
sejarah menguji otentitas dan kredibilitas
karakteristiknya dan kekuatan dibalik
suatu sumber.
perkembangan historis. Dalam konsepnya
Dekonstruksi menurut Michel Foucault tentang “history of the present,” ia sedikit
menggagas bahwa sejarah harus ditulis
Foucault tidak menulis tentang
dalam perspektif masa kini dan untuk
sejarah tetapi hampir seluruh
kepentingan masa kini. Selebihnya,
pemikirannya adalah tema-tema penting
Foucault menulis tema-tema sentral
dalam sejarah pengetahuan. Ia tidak
dalam sejarah yang dilihatnya secara
menulis tentang sejarah tetapi masa
kritis. Pemikirannya menggoyahkan
hidupnya sudah menghistoris, sudah
semua kemapanan pengetahuan terutama
berlalu menjadi puing-puing sejarah.
konsep-konsep yang secara konvensional
Dan jangan salah, puing-puing ide dan
dipegang komunitas ilmiah hingga kini.
gagasan-gagasan Foucault bukan puing-
Adalah menarik untuk melihat hubungan
puing yang sudah runtuh, tumbang dan
antara pemikiran Foucault dengan sejarah.
mati, melainkan puing-puing yang masih
Pemikirannya tentang banyak hal dalam
berdiri kokoh, masih hidup memberikan
sejarah begitu penting, sehingga warna
inspirasi tentang perlunya bersikap kritis
pemikiran Foucault bisa diidentifikasi
terhadap masa silam. Puing-puing yang
untuk melakukan sebuah rekonstruksi
ternyata memberikan ilham bahwa sejarah
atas pemikiran sejarahnya.
telah berlalu tidak melalui sebuah proses
yang sederhana, bahwa sejarah harus Satu hal yang menonjol dari
dicurigai karena penuh dengan hal-hal keseluruhan pemikiran Foucault adalah
yang “menyesatkan.” Sejarah adalah bahwa orang kesulitan melakukan
sebuah konstruksi sosial yang didalamnya kategorisasi atas pemikirannya ke dalam
terlibat kekerasan politik, kerakusan kuasa bidang-bidang tertentu. Dengan kata lain,
dan kolaborasi antara kekuasaan dengan sangat sulit mengenali sosok Foucault
pengetahuan. Sejarah telah berkembang dalam disiplin ilmu dan pemikiran
dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan konvensional. Ia berfikir ke kedalaman
dasar-dasar paradigma ilmu pengetahuan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 51 Vol.4 No.2 Juli 2015


yang bersifat filosofis dan setelahnya ‘sejarah efektif’ (effective history) yang
hampir mustahil menempatkannya dalam ditulis sebagai keterlibatan kontemporer.
block of knowledge yang ada. Terinspirasi oleh Bachelard, Canguilhem
dan Cavailles, Foucault menyebutkan
Bagi Foucault, sejarah itu bukanlah bahwa sejarah selalu merupakan
masa lalu melainkan bersifat masa geneologi dan sebuah intervensi, dengan
kini (history of the present). Ia tidak demikian kerangka pengetahuan dan
tertarik dengan sejarah masa lalu model pemahamannya pun selalu berubah
yang konvensional, mengumpulkan (Lechte, 112).
data sebanyak-banyaknya untuk
menggambarkan masa silam selengkap- Kunci pemikiran Foucault tentang
lengkapnya. Dalam pembahasannya sejarah adalah dalam istilah yang ia sebut
tentang present, Foucault menyebutkan sebagai “epistemee” (sistem wacana).
bahwa studi sejarah harus selalu memiliki Foucault dengan kritis melihat bagaimana
keterkaitan dengan masa kini. Hal itu jelas ilmu-ilmu berkembang dalam sejarah
karena masa kini penuh dengan persoalan secara sistemik (keseluruhan sistem
yang bisa dipecahkan dengan memahami berfikir) dalam suatu periode, kemudian
sejarahnya pada masa silam. Dengan berubah secara menyeluruh dalam tahapan
demikian, sebenarnya menulis sejarah itu periode yang lain, kadang-kadang secara
untuk masa kini bukan untuk masa silam. cepat (Leksono 2002: 22-31).
Perspektfinya pun harus masa kini karena
Dari uraian di atas, hubungan
untuk kebutuhan masa kini. Tetapi Lechte
dengan pemikiran sejarah, posisi Foucault
mengungkapkan pertanyaan: “Jika masa
dapat disimpulkan sebagai berikut.
kini mengendalikan perhatian dan minat
Pertama, Sumbangan Foucault terhadap
sejarawan, apakah tidak berbahaya yaitu
filsafat sejarah walaupun banyak implikasi
masa lalu akan mengarahkan masa kini?”
metodologisnya yang penting lebih kepada
Atas pertanyaan serupa ini, Foucault justru
kajian-kajian kritis dan mendalam tentang
memberikan respon tentang bahayanya
tema-tema (sejarah material). Kedua,
sejarah yang diusung oleh penganut
pandangan Foucault tentang sejarah lebih
idealisme: “Sejarah akan mengarahkan
subtil, lebih halus, lebih pada hal-hal yang
masa kini bila ide tentang sebabnya
tak teramati oleh para filosof sebelumnya.
(notion of cause) dominan masalah-
Ketiga, Foucault melihat lebih dalam yaitu
masalah material, dan jika kontinuitas
melihat kekuasaan dari cara kita berbicara
mendominasi diskontinuitas yaitu pada
mengenai kenyataan, dari cara bertindak
level pengungkapan praktis. (Lechte
dan memperlakukan sesuatu. Keeempat,
1994:111).
keseluruhan analisis sejarah Foucault
Berkaitan dengan ide sejarah masa hampir selalu merupakan pembongkaran
kini dan masa lalu yang harus selalu atas realitas tersembunyi dalam sejarah
direevaluasi, Foucault menggagas konsep yaitu kolaborasi pengetahuan dengan
tentang ‘geneologi’ (genealogy). Geneologi kekuasaan. Kelima, ide dan gagasan-
adalah sejarah yang ditulis untuk gagasan Foucault hampir seluruhnya
kepentingan-kepentingan masa kini yaitu orisinal dalam melihat masalah yang
hubungannya dengan komitmen terhadap dia kupas. Orisinalitasnya membuat
masalah-masalah kontemporer. Sejarah pemikirannya lebih dalam dan lebih
perlu memasuki peristwa-peristiwa masa rumit dari teori-teori yang ada selama
kini. Dengan demikian, geneologi adalah ini. Keenam, inti dari seluruh kesimpulan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 52 Vol.4 No.2 Juli 2015


di atas, penggambaran tentang sosok Meski tidak menampilkan gambaran
Foucault diantara sejarawan lain adalah, ia lengkap dari pemikiran masing-masing
sendiri sesungguhnya seorang sejarawan, orang yang telah menyumbangkan
tapi karena ia tidak suka sebutan itu ia gagasannya dalam perdebatan itu, buku
adalah seorang filosof yang mengkritisi ini paling tidak memberikan bagaimana
sejarah dengan menelanjangi masa lalu pemikiran-pemikiran kunci tentang
sedemikian rupa, termasuk kepalsuan- filsafat, sejarah, budaya, sastra dan
kepalsuannya mungkin lebih cocok linguistik menjadi dorongan bagi para
disebut atau ditempatkan sebagai “filosof sejarawan untuk memperhatikan kembali
paradigma,” dan diantaranya adalah orientasi studi mereka dan sejauh mana
paradigma sejarah. keabsahan klaim ilmiah pekerjaan mereka
dapat dipertahankan. Sebagai bagian dari
Sebagai konsekuensi dari
materi presentasi perkuliahan tentang
kerja pemikiran yang fundamental,
Teori dan Sejarah, paper ini mencoba
pembongkaran Foucault atas dasar-
mengulas gagasan yang disampaikan
dasar pengetahuan membuatnya
dalam buku sesuai dengan tafsiran dan
sulit dikategorikan ke dalam disiplin
sudut pandang penulis paper ini.
pengetahuan tertentu ia sendiri tidak
suka dengan pendisiplinan ketat semacam Hadyen White adalah seorang
itu. Pemikirannya yang “memborbardir” sejarawan yang lekat dengan tradisi kritik
kesana-kemari: sejarah, psikologi, sastra dalam kajian-kajian kesejarahannya.
kebudayaan, gender, antropologi, politik Sebagai seorang sejarawan, karya-karya
dan seterusnya, membuat disiplin ilmu, White lebih banyak mengulas pemikiran
dalam pandangannya, menjadi relatif dan tentang sejarah, atau historiografi,
sulit dipertahankan. dibanding peristiwa sejarah seperti biasa
dilakukan para sejarawan lainnya. Bukunya
Dekonstruksi menurut Hayden White
yang terkenal, Metahistory: The Historical
Sejak “perputaran linguistik” Imagination in Nineteenth Century Europe
pada dekade 1980an dan 1990an yang (1973) menjadi magnum opus Hayden
berpengaruh terhadap pemikiran filsafat, yang menyatakan bagaimana kebenaran
budaya, sastra, termasuk juga ilmu sejarah, fakta dan peristiwa, pada akhirnya
sosial dan sejarah, beragam pertanyaan adalah apa yang disebutnya sebagai “narasi
diajukan para pemikir kontemporer sejarah” (historical narrative). Dibanding
terhadap status dan klaim ilmiah cabang- mewakili secara langsung “realitas masa
cabang pengetahuan di beragam bidang. lalu,” sebuah karya sejarah lebih mewakili
Terlebih sejak terbitnya buku Hayden beragam statement dalam bentuk metafor,
White,Metahistory (1973), “putaran analogi, polisemi dan perangkat bahasa
linguistik” menjadi wacana perdebatan lainnya yang menjadikan peristiwa masa
di kalangan akademisi berkait dengan lalu menjadi “hidup” bagi para pembaca di
status dan klaim ilmiah pekerjaan yang masa kini. Ringkasnya, karya sejarah lebih
mereka lakukan. Buku History and tunduk pada ketentuan hukum linguistik
Theory (1998) adalah suatu tawaran bagi dibanding peristiwa masa lalu yang tampil
pembacanya untuk mengikuti bagaimana dalam “konstruksi” seorang sejarawan.
jejak pemikiran itu berkembang selama
Secara ringkas, argumen-argumen
lebih dari dua dekade dalam bidang ilmu
White menekankan sebuah posisi
sejarah.
konstruktivisme dalam penulisan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 53 Vol.4 No.2 Juli 2015


sejarah yang hasil beragamnya luar sana yang memiliki independensi dari
ditentukan oleh posisi sejarawan dan tafsiran dan subyektivisme manusia. Ia
pandangan ideologisnya pada masa kini. tetap merupakan sebuah peristiwa yang
Bagaimanapun, konstruktivisme yang layak untuk terus dikaji ulang melalui
pada akhirnya menihilkan realitas dunia pencarian para sejarawan dengan integritas
di luar subyek, termasuk para sejarawan pribadi atas obyetivisme ilmiah dan
yang menggali pengetahuan tentang sekaligus kemahirannya memanfaatkan
masa lalu, menjadi persoalan terbesar bahasa dalam menyampaikan pandangan-
dalam epistemologinya. Posisi seperti ini pandangan kesejarahannya.
disampaikan dengan cukup mendalam
Mencari Format Baru Historiografi
oleh Neol Carrol di tulisan berikutnya
Indonesia
pada bab yang sama. Dalam uraiannya,
Carrol menyajikan kepada kita sebuah Keberadaan historiografi Indonesia
penyeimbang terhadap pandangan pascakolonial seperti yang telah dijelaskan
konstruktivisme atau narativisme yang di atas, tidak terlepas dari pemahaman
disampaikan White dalam bab sebelumnya. teoretik tentang apa yang tercakup
sebagai fakta sejarah. Seba¬gai sebuah
Adalah tugas setiap sejarawan untuk
peristiwa, sejarah hanya dikaitkan dengan
menggali sedalam mungkin dunia masa
sesuatu yang penting secara sosial. Bagi
lalu melalui “jejak-jejaknya” di masa kini
peristiwa yang dianggap tidak memiliki
yang tertuang dalam dokumen, arsip dan
arti penting secara sosial, yang sebagian
catatan masa lalu berkait sebuah peristiwa,
besar merupakan sejarah masyarakat
meski tidak dapat dihindarkan bila masing-
kebanyakan, maka seolah-olah tidak ada
masing-masing catatan itu mengandung
sejarah di dalamnya. Jika pun ada masa lalu
pula proses seleksi, penyingkiran terhadap
orang kebanyakan menjadi objek kajian,
beragam persoalan yang ada dalam suatu
maka hanya masa lalu orang kebanyakan
peristiwa sejarah. Rekaman sejarah dalam
yang berkaitan dengan politik, khususnya
arsip sudah tentu memiliki biasnya sendiri.
ketika mereka rnenjadi pemberontak. Oleh
Ia ditulis oleh seseorang di masa lalu dengan
sebab itu, biarpun Sartono telah memulai
preferensi dan pandangan subyektifnya
sebuah tradisi yang mengangkat orang
terhadap peristiwa yang terjadi pada masa
biasa, khususnya para petani sebagai
kontemprorernya. Dalam kaitan ini, tugas
bagian dari proses sejarah Indonesia,
sejarawan dalam “obyektivitas ilmiahnya”
dalam perkembangannya historio- grafi
adalah mengurai bias-bias itu dalam
Indonesia pascakolonial tetap lebih suka
tinjuan pandangan kritis untuk memilah
melakukan reinterpretasi atau reaksi
bagaimana seleksi dan bias-bias tertentu
terhadap kekuasaan kolonial daripada
masuk dalam rekaman sejarah (arsip,
memahami proses dan memaknai dinamika
dokumen dan lainnya).
sejarah masyarakat itu sendiri. Pada saat
Dalam kaitan ini pandangan yang sama, sejarah kehidupan sehari-hari
Carrol cukup jelas bahwa penggunaan masyarakat juga tidak mendapat perhatian.
bahasa oleh sejarawan, termasuk dalam Akibatnya berbeda dengan perkembangan
memnggunakan metafora dan analogi historiografi di tempat lain seperti India,
yang memperkuat argumen seorang kajian sejarah sejenis subaltern atau
sejarawan, adalah sebuah interpretasi underside belum mendapat tempat yang
terhadap sejarah. Namun, interpretasi itu memadai dalam sejarahIndonesia yang
tidak serta merta menihilkan realitas di ditulis oleh sejarawan Indonesia.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 54 Vol.4 No.2 Juli 2015


Oleh karena itu tidak mengherankan, benang merah dan sebagian besar karya
jika konstruksi dan narasi historis tentang sejarawan Indonesia yang sampai kepada
kehidupan sehari-hari dalam sejarah masyarakat luas dan pemahaman orang
Indonesia tidak datang dari sejarawan Indonesia terhadap historiografi Indonesia.
Indonesia melainkan sebagian besar Ketidakhadiran sesuatu di dalam teks
ditulis oleh sejarawan asing, seperti yang dokumentasi tidak pernah dipahami
dilakukan oleh John Ingleson dan William sebagai hal yang menyejarah. Tidak
Frederick terhadap buruh pelabuhan, terjadinya industrialisasi di Indonesia pada
prostitusi serta kehidupan sehari-hari di masa kolonial sebagai contoh, tidak pernah
kampung pada masa depresi tahun 1930- dilihat sebagai bagian dari se¬buah proses
an, atau Ann Stoler yang menulis tentang historis dari perkembangan ekonomi. Oleh
para house maids pada masa kolonial. sebab itu, tidak mengherankan jika tema
Cara berpikir yang sama pula yang telah seperti hilangnya kesem-patan Indonesia
membatasi sejarawanIndonesia memahami melakukan industrialisasi pada abad XIX
sejarah tentang pergerakan nasional tidak ditulis oleh sejarawan Indonesia
Indonesia. Nasionalisme Indonesia selalu melainkan oleh sejara¬wan asing, seperti
dipahami sebagai sesuatu yang hanya yang dilakukan oleh Howard Dick. Hal
berdimensi politis, seperti partai politik. serupa dapat dilihat pada konteks tuyul
Padahal perkembangan nasionalisme atau mahkluk-makh¬luk gaib lainnya yang
Indonesia dapat diperbincangkan dengan secara sosio-kultural menjadi bagian dari
realitas-realitas social masyarakat seperti masa lalu, dan bahkan terus hidup dalam
ironi simbolisme yang berkaitan dengan masyarakat Indonesia. Tetapi karena tuyul
gaya hidup masyarakat bumiputera. dan makhluk-makhluk gaib itu dianggap
Ketika perjuangan pergerakan nasional tidak ada dan dokumen-dokumen juga
Indonesia memperjuangkan identitas tidak menyatakan keberadaannya, maka
nasional sebagai lawan dari kolonial dan dianggap tidak ada sejarah yang perlu
imperialisme Barat sebagai contoh, pada dikaitkan dengan hal itu. Setelah Peter
saat yang sama para elite dan masyarakat Boomgard menulis hubungan antara
mengadopsi berbagai simbol Barat yang perubahan ekonomi dengan tuyul, gundul,
diartikan para nasionalis sebagai simbol atau dan Nyi Blorong pada masa kolonial,
modernisasi. Padahal dalam kenyataannya, barn muncul kesadaran bahwa yang tidak
simbol itu identik dengang kolonialisme ada dan yang tidak terjadi itu ternyata juga
dan imperialisme Barat. Sementara itu bagian dari sejarah Indonesia.
arah biarpun tidak bisa dinafikan bahwa
Berdasarkan pengalaman
beberapa karya seperti yang ditulis oleh
perkembangan historiografi Indonesia
Taufik Abdullah tentang Minangkabau,
yang telah disampaikan di atas,
Kuntowijoyo tentang Madura, Djoko
epistimologi dekonstruksionis, sama
Suryo tentang Semarang, Muhlis PaEni
seperti tradisi empirik, bukan sesuatu
tentang Gayo dan sejarawan lainnya telah
yang perlu ditakutkan. Meminjam istilah
memberikan sumbangan yang besar untuk
Alun Munslow, yang paling penting
memahami dinamika historis masing-
adalah adanya kesadaran dekonstruktif
masing masyarakat yang menjadi pokok
untuk merekonstruksi masa lalu yang
bahasan. Persoalannya adalah, apa yang
tetap didasarkan pada fakta. Dalam
telah dilakukan oleh beberapa sejarawan
kenyataannya, sejarah sebagai realitas
akademis Indonesia itu, seperti juga diakui
objektif telah berjarak dengan sejarah
oleh Kuntowijoyo, tidak menggambarkan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 55 Vol.4 No.2 Juli 2015


yang dipahami saat ini, sehingga tidak bahwa historiografi yang didasarkan
mungkin dihidupkan kembali seperti apa pada Indonesiasentris tidak mampu
yang terjadi di masa lalu. Sementara itu, menghasilkan karya sejarah Indonesia
sejarah sebagai naratif juga tidak akan yang berkadar subjektivitas rendah. Seperti
dapat dibangun jika tidak terdapat sejarah telah disebutkan, salah satu kata kuncinya,
sebagai realitas objektif masa lalu. para sejarawan Indonesia harus berani dan
mampu mendekonstruksi secara rasional
Oleh sebab itu, sudah saatnya para
wacana dasar dan historiografi yang ada
sejarawan Indonesia berpikir secara
sekarang. Hal itu merupakan salah satu
bersama-sama mencoba merumuskan
langkah untuk memperkaya metodologi
kembali prinsip-prinsip dasar filosofis
yang telah ada atau merumuskan sebuah
dan epistimologis historiografi
metodologi alternatif, sehingga mampu
Indonesiasentris, tanpa perlu takut
merekonstruksi masa lalu Indonesia
terhadap perkembangan pemikiran
mendekati peristiwa objektif dan memberi
post-modernisme atau post-kolonial,
kesempatan bukan hanya kepada elite
dan menen¬tang wacana dekonstruksi
melainkan juga rakyat dan masyarakat
secara membabi buta. Para sejara¬wan
secara luas untuk memiliki sejarah.
di perguruan tinggi perlu memberi
Historiografi tanpa rakyat dan masyarakat
wawasan, substansi, dan pertanyaan-
dan rakyat tanpa sejarah adalah tulisan
pertanyaan baru melalui pembenahan
sejarah yang meng¬ingkari proses
terhadap kurikulum yang telah digunakan
menyejarahnya masa lalu itu sendiri.
selama in sehingga para sejarawan yang
Desakralisasi dan sekaligus dekonstruksi
dihasilkannya mampu memahami masa
terhadap sejarah nasional adalah kata
kini dan masa depan masyarakatnya
kunci berikutnya yang perlu dilakukan jika
melalui rekonstruksi dan pernaknaan
historiografi Indonesia tidak ingin terjebak
terhadap masa lalu yang mendekati
dalam egosentrisme dan keberpihakan
sejarah objektif tanpa hams dibebani oleh
yang membabi buta secara tents menerus.
hanya satu epistimologi atau metodologi
Jika sejarah strukural dengan pendekatan
tertentu. Atau dalam bahasa Kuntowijoyo,
ilmu-ilmu sosial belum mampu
sejarawan Indonesia perlu menjadikan
sepenuhnya menghadirkan rakyat dalam
sejarah sebagai kritik sosial, sehingga
sejarah, tidak ada salahnya mencari formula
sejarah sebagai sebuah rekonstruksi dan
alternatif untuk membangun historiografi
sejarawannya tidak hanya sekedar menjadi
Indonesiasentris yang berpihak kepada
alat pembenar dan menara gading, atau
rakyat tanpa mengingkari kesejarahan
hanya mampu berdialog dengan dirinya
orang besar. Oleh karena itu, tidak ada
sendiri dan takut pada penindasan serta
alasan untuk mengatakan epistimologi
kezaliman politis.
sejarah dekonstruksionis dan sejarah
Mengutip Sartono Kartodirdjo, yang manusiawi sebagai sesuatu yang
sejarah nasional adalah simbol dari identitas menjijikkan dan mematikan, melainkan
nasional yang secara logis akan sangat sesuatu yang inspiratif dan berguna karena
mudah terjerumus pada egosentrisme sejarah pakan kekuatan moral dan aspirasi
dan kecenderungan yang memihak. yang menggerakkan umat manusia untuk
Hal itu telah terbukti pada sebagian mencapai kehidupan yang lebih baik,
besar tulisan sejarah yang dilabelkan bahagia, dan teratur secara cerdas.
dengan pendekatan Indone-siasentris
selama ini. Namun hal itu bukan berarti

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 56 Vol.4 No.2 Juli 2015


Barthes, Roland. The Rustle of Language. New
York: Anchor. 1986
KESIMPULAN
Berkhofer, Robert F. Jr. A Behavioral Approach
Pendekatan dekonstruksionis adalah to Historical Analisys. New York: The
model kajian yang mempertanyakan Free Press. 1969
asumsi-asumsi tradisional empirisisme
Derrida, Jacques. Speech and Phenomena, and
seperti faktualisme, objektivitas,
Other Essays on Husserlss Theory of Signs.
kebenaran sejarah, ideologi, pembedaan Terj. Peggy Kamuf. . London and New
tegas dengan fiksi dalam deskriptif masa York: Routlegde. 1973
lampau yang dibangun oleh orang-orang
rekonstruksionis dan konstruksionis. Foucault, Michel. Power/Knowledge: Selected
Interview and Other Writings 1972 1977.
Dalam pandangan dekonstruksionisme,
Brighton: Harvester Press.1980
bahasalah yang merupakan isi dari sejarah,
termasuk konsep-konsep dan kategori- Green, Anna dan Kathleen Troup. The Hosuses
kategori yang dikembangkan untuk of History: A Critical Reader in Twentieth
menata dan memberi penjelasan mengenai Century History and Theory. Manchester:
bukti sejarah. Artinya hanya dengan Manchester University Press.1999
kekuatan figurasi linguistik, masa lampau Hook, Sidney. Social Sciences Research Council.
dapat diterangkan. New York: Social Sciences Research
Council.1946
Paham dekonstruksionis menolak
dengan tegas teori persesuaian Kartodirdjo, Sartono.. Metode dan Didaktik
(correspondence theory) mengenai kebenaran Sejarah. Lembaran Sejarah No. 6.
masa lampau yang dibangun berdasarkan Yogyakarta: Jurusan Sejarah Ubiversitas
proposisi-proposisi yang seolah-olah sesuai Gadjah Mada.1975
dengan faktanya. Mereka juga tidak setuju Kellner, Hans. Language and Historical
dengan teori referensialitas (referentiality) Representation: Getting the Story Crooked.
yang yakin terdapat pertalian antara realitas History and Theory Beiheft 19.1989
(peristiwa, orang, benda, proses) dengan
Laclau, Ernesto dan Chantal Mouffe. Hegemony
deskripsinya (ekspresi bahasa). Oleh
and Socialist Strategy: Towards A Radical
karena itu, pendekatan dekonstruksionis Democratic Politics. London: Verso.2001
secara metodologis cenderung menyusun
suatu teks dengan membongkar teks Lyotard, Jean-Francois. The Sign of History.
lainnya serta berupaya melebihi teks- Minneapolis: University of Minneasota
teks lain dengan menyampaikan sesuatu Press.1989
yang tidak dikatakan dalam teks-teks lain Munslow, Alun. Deconstructing History.
tersebut. London and New York: Routlegde.1997

Sztompka, Piotr. The Sociology of Social Change.


Jakarta: Prenanda.1993
Daftar Pustaka
Alfian, T. Ibrahim. ”Tentang Metodologi
Sejarah”, dalam T. Ibrahim Alfian,
et. Al. Dari babad Hikayat Sampai
Sejarah Kritis. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 1992

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 57 Vol.4 No.2 Juli 2015


Public History: Suatu Tinjauan Pendahuluan
Oleh : Jumardi
Pendidikan Sejarah PPS UNJ

Abstract
The low attention to learners, students and the public on the history as well as the withdrawal of the
application of curriculum in 2013 add to the problems of strengthening the role of history in the nation’s
character. This affects the poor students who want to pursue higher education studies for history or
science education majors history, plus the lack of job security from the government. Government and
stakeholders are obliged to fix the condition of the nation and state are already crisscrossing this. We need
a breakthrough in learning activities or movements to public awareness that history is not solely belong
to the ruling, but the history is the property of the entire nation of Indonesia. Public history is expected to
be a breakthrough in the history closer to the people. Besides public history programs provide employment
opportunities for graduates to be able to work in all areas of life, and not fixated on any one area of work.
In the public program history, the public are invited to play an active role in the history of his people, so
that the character of a nation is not just a slogan government alone
Keywords: low level of attention and interest, the character of the nation, public history

Abstrak
Rendahnya perhatian peserta didik, mahasiswa dan masyarakat terhadap sejarah serta ditariknya
pemberlakuan kurikulum 2013 menambah permasalahan bagi sejarah dalam perannya memperkuat
karakter bangsa. Hal ini berpengaruh terhadap rendahnya peserta didik yang ingin melanjutkan studi
pendidikan tinggi untuk jurusan pendidikan sejarah ataupun ilmu sejarah, ditambah tidak adanya
jaminan kerja dari pemerintah. Pemerintah dan pemangku kepentingan berkewajiban untuk membenahi
kondisi berbangsa dan bernegara yang terlanjur simpang siur ini. Diperlukan suatu terobosan dalam
kegiatan pembelajaran ataupun gerakan penyadaran kepada masyarakat bahwa sejarah bukanlah semata-
mata milik penguasa, tapi sejarah adalah milik seluruh bangsa Indonesia. Public history diharapkan dapat
menjadi terobosan dalam mendekatkan sejarah kepada masyarakat. Selain itu program public history
memberi peluang kerja kepada lulusannya untuk dapat bekerja pada seluruh bidang kehidupan, dan tidak
terpaku pada satu bidang kerja saja. Pada program public history, masyarakat diajak untuk berperan aktif
dalam sejarah bangsanya, sehingga karakter bangsa bukanlah hanya sebuah slogan pemerintah saja
Kata Kunci: Rendahnya perhatian dan minat, karakter bangsa ,public history

PENDAHULUAN
materi saat pembelajaran dimulai peserta
Pembelajaran sejarah identik dengan didik sudah mampu mengikuti materi
tatap muka yang dilakukan sesuai dengan sejarah yang disampaikan. Di masyarakat
jam mata pelajaran sejarah, dengan terlanjur berkembang bahwa pendidikan
metode konvensional maupun metode sejarah atau ilmu sejarah tidak mampu
terbarukan namun tetap dibatasi ruang menghubungkan kejadian sehari-hari,
dan waktu. Peserta didik pun sepertinya bahkan pendidikan sejarah atau ilmu
sudah paham bila pembelajaran sejarah sejarah tidak mampu memberi dampak
dimulai, mereka tidak perlu menyiapkan bagi lulusannya. Di masyarakat lebih
diri sebelumnya, cukup dengan membaca menyukai bila anaknya mampu menguasai

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 58 Vol.4 No.2 Juli 2015


pelajaran selain sejarah terutama ilmu-ilmu akan sejarah bangsanya. Masyarakat perlu
eksakta. Hal ini diperparah dengan kondisi diajak dekat dengan sejarahnya sehingga
generasi muda terutama mahasiswa yang sejarah bangsa Indonesia makin dicintai
kurang kepedulian terhadap sejarah oleh warga bangsanya sendiri.
bangsanya.
Pengalian sumber kesejarahan
Karakter bangsa tidak semata bisa merupakan salah satu strategi membawa
dihasilkan hanya dengan mengikuti sejarah ke masyarakat. Masyarakat harus
pendidikan sejarah di sekolah, namun dianggap memiliki sejarahnya karena
dibutuhkan kegiatan lain. Di Indonesia masyarakat adalah bagian dari sejarah
fakta sejarah hanya terpampang jelas pada bangsa Indonesia. Kegiatan melibatkan
nama jalan seperti Jalan Jenderal Sudirman, masyarakat dalah sejarah salah satu bagian
Jalan Pangeran Antasari, Gedung Juang dari public history, dimana masyarakat
atau Patung Pemuda. Sesekali Jika ingin dibangun kesadarannya akan pentingnya
lengkap peserta didik tanpa terkecuali memahami sejarah bangsanya.
masyarakat harus bersedia membaca buku
tentang sejarah perjuangan bangsa. Hal ini
dianggap kaku dan kurang memperhatikan METODE PENELITIAN
perkembangan media massa atau media National Council Public history
lainnya. mendefinisikan public history sebagai
Penamaan Jalan, gedung atau “gerakan, metodologi, dan pendekatan
patung memiliki alasan dan latar belakang. yang mempromosikan studi kolaboratif
Namun demikian peran mengenalkan dan praktek sejarah untuk membuat
informasi singkat tentang hal dimaksud wawasan khusus dan berguna bagi
belum sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat”.
pemerintah. Seyogyanya Informasi singkat Dari definisi ini dapat dijelaskan
tersebut dapat ditulis dan dapat dibaca saat bahwa public history merupakan sebuah
dilintasi atau dilalui. Selain itu media film program yang diperuntukkan bagi
saat ini sudah mulai mengeliat. Beberapa pengembangan kesejarahan dengan
film dengan berlatar belakang sejarah sudah metodologi dan promosi kolaboratif
banyak hadir di masyarakat. Meskipun sebagai bagian untuk membuka wawasan
dari segi penggalian sumber kesejarahan bagi masyarakat. Susanto Zuhdi,
dirasa masih kurang. Kekurangan dalam berpendapat “Jangan lagi penelitian
sumber kesejarahan, tentunya masih sejarah itu tersimpan di laci akademis”.
dapat ditolerir bila hanya mengejar nilai
ekonomis semata. Namun bila kekurangan Steven F dari Austin University
sumber kesejarahan dalam rangka menjelaskan bahwa Sejarawan publik
membentuk opini baru mengenai sejarah ini, menafsirkan, dan membantu untuk
bangsa perlulah kiranya dikritisi. Sebagai melestarikan sejarah di berbagai tempat
contoh, masyarakat Indonesia terutama dan format yang beragam. Secara
peserta didik hanya disuguhkan peran khusus, sejarawan publik berusaha
pahlawan yang sejak dibangku sekolah, untuk menerapkan keterampilan
sementara negara Indonesia bukanlah sejarah, pengetahuan, dan wawasan
lahir dari peran pahlawan saja. Untuk dalam pengaturan publik dan untuk
itulah pengalian sumber sejarah sangat khalayak umum tidak sering dikaitkan
dibutuhkan supaya masyarakat memahami

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 59 Vol.4 No.2 Juli 2015


dengan sejarah dalam suasana akademik, kampus sudah berupa jurusan atau
seperti arsip, museum, situs bersejarah, program studi.
lembaga-lembaga publik dan swasta dan
Di Indonesia, public history belum
perusahaan, dan organisasi profit
dapat berbicara banyak, hal ini dikarenakan
Paul Ashton, seorang Profesor adanya pemahaman tafsir tunggal tentang
di University of Techonology, Sdyney, sejarah itu sendiri. di era reformasi saat
Australia menulis sebuah artikel public ini seyogyanya peran public history bisa
history tentang peran toko buah orang berjalan optimal. Sumber-sumber sejarah
Italia di Sdyney, mengapa demikian, selain tulisan misalnya foto bersejarah
karena toko tersebut berperan membentuk sebagai bagian dari memori kolektif
dan mempengaruhi cara makan, hidup, banyak tersimpan di masyarakat dan
dan berpikir orang Australia. Hingga belum dioptimalkan baik oleh sejarahwan
kini, warga Sydney merawat dan maupun oleh pemerintah. Termasuk peran
membanggakan toko itu. sebahagian pahlawan lokal (daerah) yang
belum diakui oleh pemerintah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktiknya public history
Minat peserta didik dan masyarakat
banyak dimainkan oleh penguasa yang
terhadap sejarah harus diakui memang
memahami kondisi rakyatnya dan dalam
rendah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa
rangka melanggengkan kekuasaannya.
hal diantaranya; kurang minat baca,
Seperti pembuatan film, foto atau pun
motivasi kurang, sejarah dianggap tidak
tulisan yang menyudutkan satu golongan
membawa dampak dalam kehidupan
atau kelompok. Seperti dikatakan oleh
sehari-hari, sejarah belum dapat dijadikan
Elizabeth Drexle, dalam diskusi terbatas
sandaran hidup jika sudah menyelesaikan
dengan tajuk ; The Challenges of Research
studinya dan yang tidak kalah penting,
on US-Indonesia Relations: A Perspective on
dimasyarakat terjadi kristalisasi
a Public History Research” oleh Pusat Kajian
pemahaman bahwa sejarah adalah sesuatu
Wilayah Amerika Serikat di Kampus UI
ilmu yang tidak penting bagi kehidupan
Salemba.
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Public history di Indonesia justru
Menyikapi hal ini perlu kedewasaan
banyak dimainkan oleh masyarakat
bagi pemangku kepentingan khususnya
yang boleh jadi pemahaman akan
sejarah untuk berbenah diri, bagaimana
materi kesejarahannya tidak begitu tebal
merubah pemikiran yang terlanjur
dibanding sejarahwan itu sendiri. Namun
berkembang dimasyarakat dan peserta
karena masih memiliki kesadaran akan
didik. Diperlukan suatu model pemasaran
sejarah bangsanya dilakukanlah kegiatan
(meminjam istilah ekonomi) bagi suatu
yang mendekatkan sejarah kepada
produk supaya lebih dikenal dan kemudian
masyarakat seperti yang dilakukan
merubah pola pikir.
oleh Mixi Imajimimetheatre . Mixi
Istilah public history di Indonesia melakukan “Nyusur history Indonesia”
masih menjadi barang baru. Namun di dengan menyadarkan masyarakat akan
berbagai negara public history sudah keanekaragaman adat dan sumber daya
menjadi kajian bahkan disebahagian alam serta warisan budaya yang masih
terjaga dibeberapa pulau dan nusantara di

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 60 Vol.4 No.2 Juli 2015


tanah air. Kegiatan Mixi Imajimimetheatre sejarah yang merupakan memory kolektif.
selain memiliki efek meningkatnya Harus diakui, bahwa banyak tema sejarah
kesadaran akan sejarah bangsanya juga yang dalam penulisannya selalu terdapat
memiliki efek ekonomi terutama bidang kontroversi. Namun demikian kontroversi
pariwisata, sehingga Indonesia akan lebih tersebut seyogyanya dilakukan diruang
dikenal dan tidak hanya Bali yang menjadi sendiri. Masyarakat membutuhkan
tujuan wisata. informasi kesejarahan dalam kaitannya
Dalam dunia kerja, para lulusan pembentukan karakter bangsa bukan
progam public history Steven F Austin pemecah belah bangsa.
University dijelaskan dapat memasuki Kreatifitas dalam menyampaikan
dunia kerja seperti berikut : informasi kesejarahan kepada masyarakat
sangatlah dibutuhkan. Dengan sendirinya
masyarakat termasuk peserta didik
tentunya merasa memiliki akan sejarah
bangsanya dan tidak melulu hanya
berbicara mengenai peran orang besar
dalam membangun bangsa ini.

KESIMPULAN

Kesadaran akan sejarah bangsanya


bukan hanya milik siswa di kelas atau di
sekolah. Masyakarat luas pun punya hak
yang sama dalam memperoleh informasi
tentang sejarah bangsanya. Peran
mengetengahkan informasi kesejarahan
pada masyarakat luas menjadi tanggung
jawab pendidikan sejarah dan ilmu sejarah.
Tentunya juga dibutuhkan dukungan yang
kuat dari pemerintah.
Hal ini tentunya akan menambah
gairah peserta didik untuk memasuki Pembentukan karakter bangsa
program public history. tidaklah semata-mata hanya didapat
dari bangku sekolah. Informasi tentang
Apresiasi patut disampaikan sejarah keluarga, kebiasaan masyarakat
kepada Gubernur DKI Basuki Tjahaya suatu daerah serta model kepemimpinan
Purnama, dalam rangka ulang tahun Kota menjadi faktor penentu pembentukan
Jakarta ke – 448, akan meluncurkan KRL karakter bangsa.
tematik museum. Masyarakat pengguna
disuguhkan sebuah informasi tentang jenis Public history juga mempersiapkan
transportasi yang pernah melayani warga lulusanya untuk bisa bekerja disegala
Jakarta. bidang. Tentunya untuk menwujudkan
hal tersebut tidaklah dibutuhkan waktu
Selain itu, Metro TV melalui singkat dan harus dilakukan penelitian
programnya “Melawan Lupa” merupakan lanjutan tentang public history agar dapat
bagian dari public history. Karena dijadikan suatu program belajar ditingkat
sesungguhnya masyarakat juga bagian dari perguruan tinggi.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 61 Vol.4 No.2 Juli 2015


Daftar Pustaka
Mengenal kembali narasi dibalik sejarah
public, http://www.ui.ac.id/berita/html,
diakses 20 Mei 2015

Nyusur history Indonesia ingatkan


penghuni public yang lupa ruang
public,http://www.bandungmagazine.
commovement/, diakses 20 Mei 2015

Public History, http://www.sfasu.edu/


publichisto ry/, diakses 23 Mei 2015

Robert Kelley, Public History: Its Origins, Nature,


And Prospects , http://www.history.
ucsb.edu/pdf . Diakses 20 Mei 2015, Jam
20.00 WIB artikel di Majalah Historia
online oleh

Hendaru Tri Hanggoro, http://historia.id/


mondial/mengembalikan-sejarah-ke-
publik, diakses pada 23 April 2015,

Visi Misi Jokowi-Jk, http://kpu.go.id/pdf,


diakses 22 Mei 2015

Ahok coba gerbong krl commuter line tematik


museum. , http://news.metrotvnews.
com, diakses 23 Mei 2015

From the syllabus for Introduction to Public


History taught by Michael

Gordon at the University of Wisconsin,


Milwaukee , https:/www4.uwm.edu/
letsci/history/faculty/gordon.cfm

Jennifer Evans What is Public History, http://


www.publichistory.org/what_is/
definition.html

Emma Wilmer, Emeritus Editor, PHRC, http://


www.publichistory.org/about_phrc/
managing.asp, diakses 22 Mei 2015

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 62 Vol.4 No.2 Juli 2015


Reaktualisasi Nilai Sosial Budaya Melalui
Pendidikan Dan Pembentukan Karakter Bangsa
Di Sekolah
Oleh : Jumadi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

Abstract
Character education is one of the answers to the formation of national character. Character education
has become a mission in an effort to realize the vision of national development. Design education and
character formation in macro is done through the process of planning, implementation, and evaluation
of outcomes involving all sectors of life, while the micro constructed and formed in the four pillars of
teaching and learning activities in the classroom, activities of daily life in the form of cultural education
unit, the activities co-curricular and extra-curricular and daily activities at home and in the community.
Keywords: Education, Character Building, Social and Cultural Values, School

Abstrak
Pendidikan karakter adalah salah satu jawaban untuk pembentukan karakter bangsa. Pendidikan karakter
telah menjadi misi dalam upaya mewujudkan visi pembangunan nasional. Desain pendidikan dan
pembentukan karakter secara makro dilakukan melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
hasil yang melibatkan seluruh sektor kehidupan, sedangkan secara mikro dibangun dan dibentuk dalam
empat pilar yaitu kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan
pendidikan, kegiatan kokurikuler dan ekstra-kokurikuler serta kegiatan keseharian di rumah dan dalam
masyarakat.
Kata Kunci: Pendidikan, Pembentukan Karakter, Nilai Sosial Budaya, Sekolah

PENDAHULUAN Sebagai bentuk tanggungjawab


negara untuk mengembangkan karakter
Berbagai persoalan yang dihadapi
bangsa, maka dibuatlah Undang-Undang
oleh bangsa Indonesia dewasa ini,
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
salah satunya ditengarai sebagai akibat
2007, yang secara tegas dan jelas telah
memudarnya karakter yang dimiliki
menempatkan pendidikan karakter sebagai
oleh warga Negara. Memudarnya
misi pertama dari delapan misi dalam
karakter tentunya banyak faktor yang
mewujudkan visi pembangunan nasional,
menjadi penyebab diantaranya derasnya
yaitu “terwujudnya karakter bangsa yang
gelombang globalisasi yang telah membius
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
masyarakat Indonesia dewasa ini sehingga
dan bermoral berdasarkan Pancasila,
seolah-olah bahkan lupa akan karakternya
yang dicirikan dengan watak dan perilaku
sebagai bangsa yang memiliki kekuatan
manusia dan masyarakat Indonesia yang
sosial-budaya sebagai bangsa yang
beragam, beriman dan bertakwa kepada
merdeka.
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur,
bertoleran, bergotongroyong, berjiwa

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 63 Vol.4 No.2 Juli 2015


patriotik, berkembang dinamis, dan di masa depan, sangatlah beralasan.
berorientasi ipteks (Hasnawi, dkk, 2010:4). Berbagai diskusi, seminar, sarasehan,
simposium dan sejenisnya yang saat ini
Secara subtansi pengembangan
marak di seluruh wilayah Indonesia,
pendidikan karakter bangsa adalah
merupakan indikator yang kuat bahwa
pengembangan dari seluruh aspek
seluruh komponen bangsa memiliki
daripada potensi-potensi keunggulan
komitmen kebangsaan yang sangat kuat.
bangsa yang bersifat multidimensional
Namun demikian diperlukan adanya
karena pengembangan potensi-potensi
kebijakan nasional yang komprehensif,
unggul merupakan urgensi pendidikan
koheren, dan berkelanjutan (Udin, S.W.,
karakter yang sesungguhnya dalam
2009).
rangka mewujudkan tujuan bangsa
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan latar belakang tersebut,
Konseptualisasi mencerdaskan kehidupan maka permasalahan pokok dalam tulisan
bangsa sejalan dengan isu pendidikan ini adalah bagaimana mengembangkan
karakter yaitu membangun manusia (pendidikan dan pembentukan) karakter
Indonesia yang cerdas dan berbudaya. di sekolah. Dengan demikian tujuan dan
(Hasnawi, dkk, 2010:5). manfaatnya adalah untuk mengetahui
pentingnya pendidikan karakter di
Pentingnya kebijakan yang berkaitan
sekolah, pembentukan karakter peserta
dengan pendidikan karakter bangsa,
didik di sekolah dan pengintegrasian
diantaranya dapat dipahami dalam sejarah
pendidikan karakter di sekolah, sehingga
perjalanan bangsa Indonesia, khususnya
member manfaat bagi siswa, guru, sekolah,
di masa pemerintahan Ir. Soekarno,
dan bangsa untuk menghasilkan peserta
pernah menyatakan sebuah konsep
didik yang memiliki karakter yang sesuai
yang berkaitan dengan pengembangan
dengan nilai dan sosial budaya bangsa
karakter bangsa dengan konsep nation
Indonesia.
and character building yang diartikan
sebagai pembangunan karakter bangsa. METODE PENELITIAN
Ir.Soekarno bercita-cita untuk membangun
Menurut Baier (Mulyana, 2004:
bangsa Indonesia dengan karakter yang
8) nilai sering kali dirumuskan dalam
dimiliki oleh bangsa Indonesia. Begitupun
konsep yang berbeda-beda, hal tersebut
secara konstitusional dapat ditemukan
disebabkan oleh sudut pandangnya yang
dalam keempat alinea didalam Pembukaan
berbeda-beda pula. Seorang sosiolog
Undang-Undang Dasar 1945.
mendefinisikan nilai sebagai suatu
Komitmen tersebut merupakan keinginan, kebutuhan, dan kesenangan
kristalisasi dari semangat kebangsaan seseorang sampai pada sanksi dan tekanan
yang secara historis mengkristal dalam dari masyarakat.
wujud gerakan Kebangkitan Nasional
Kupperman (Mulyana, 2004: 9)
1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,
menafsirkan nilai sebagai patokan normatif
yang berpuncak dengan Proklamasi
yang mempengaruhi manusia dalam
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
menentukan pilihannya diantara cara-cara
1945. Karena itu, kekhawatiran seluruh
tindakan alternatif. Sedangkan Kluckhohn
komponen bangsa tentang kondisi bangsa
(Brameld, 1957) mendefinisikan nilai
yang dirasakan mengkhawatirkan saat ini,
sebagai konsepsi (tersirat atau tersurat,
dan prospek bangsa dan negara Indonesia

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 64 Vol.4 No.2 Juli 2015


yang sifatnya membedakan individu nilai tertingginya pada bentuk dan
atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang keharmonisan. Apabila nilai ini ditilik
diinginkan, yang mempengaruhi pilihan dari subyek yang memiliknya, maka
terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akan muncul kesan indah-tidak indah.
akhir tindakan. Menurut Brameld,
4. Nilai sosial: Nilai tertinggi dari nilai
pandangan Kulchohn tersebut memiliki
ini adalah kasih sayang di antara
banyak implikasi terhadap pemaknaan
manusia. Karena itu kadar nilai ini
nilai-nilai budaya dan sesuatu itu
bergerak pada rentang kehidupan yang
dipandang bernilai apabila dipersepsi
individualistik dengan yang altruistik.
sebagai sesuatu yang diinginkan.
5. Nilai politik: Nilai tertinggi dalam nilai
Sementara itu, Mulyana (2004:11)
ini adalah kekuasaan. Karena itu, kadar
menyederhanakan definisi nilai sebagai
nilainya akan bergerak dari intensitas
suatu rujukan dan keyakinan dalam
pengaruh yang rendah sampai
menentukan pilihan. Menurutnya, definisi
pengaruh yang tinggi (otoriter).
ini dapat mewakili definisi-definisi
yang dipaparkan di atas, walaupun ciri- 6. Nilai agama: Secara hakiki sebenarnya
ciri spesifik seperti norma, keyakinan, nilai ini merupakan nilai yang
cara, tujuan, sifat dan ciri-ciri nilai tidak memiliki dasar kebenaran yang paling
diungkapkan secara eksplisit. kuat dibandingkan dengan nilai-nilai
sebelumnya. Nilai ini bersumber dari
Dalam teori nilai yang digagasnya,
kebenaran tertinggi yang datangnya
Spranger (Mulyana, 2004: 32) menjelaskan
dari Tuhan.
ada enam orientasi nilai yang sering
dijadikan rujukan oleh manusia dalam Menurut Scheler (Mulyana, 2004: 38),
kehidupannya. Dalam pemunculannya, nilai dalam kenyataannya ada yang lebih
enam nilai tersebut cenderung tinggi dan ada juga yang lebih rendah jika
menampilkan sosok yang khas terhadap dibandingkan dengan yang lainnya. Oleh
pribadi seseorang. Ke-enam nilai tersebut karena itu, nilai menurut Scheler memiliki
adalah sebagai berikut: hierarki yang dapat dikelompokkan ke
dalam empat tingkatan, yaitu:
1. Nilai teoretik: Nilai ini melibatkan
pertimbangan logis dan rasional 1. Nilai kenikmatan. Pada tingkatan
dalam memikirkan dan membuktikan ini terdapat sederet nilai yang
kebenaran sesuatu. Nilai teoretik menyenangkan atau sebaliknya yang
memiliki kadar benar-salah menurut kemudian orang merasa bahagia atau
pertimbangan akal. menderita.
2. Nilai ekonomis: Nilai ini terkait dengan 2. Nilai kehidupan. Pada tingkatan
pertimbangan nilai yang berkadar ini terdapat nilai-nilai yang penting
untung-rugi. Objek yang ditimbangnya bagi kehidupan, misalnya kesehatan,
adalah “harga” dari suatu barang kesegaran badan, kesejahteraan umum
atau jasa. Karena itu, nilai ini lebih dan lain-lain.
mengutamakan kegunaan sesuatu bagi
kehidupan manusia. 3. Nilai kejiwaan. Pada tingkatan ini
terdapat nilai kejiwaan yang sama
3. Nilai estetik: nilai estetik menempatkan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 65 Vol.4 No.2 Juli 2015


sekali tidak bergantung pada keadaan penyadaran, yang salah satunya adalah
jasmani atau lingkungan. Nilai- pendidikan di sekolah. Pendidikan nilai
nilai semacam ini adalah keindahan, menurut Mulyana (2004:119) adalah
kebenaran dan pengetahuan murni pengajaran atau bimbingan kepada
yang dicapai melalui filsafat. peserta didik agar menyadari kebenaran,
kebaikan, dan keindahan melalui proses
4. Nilai Kerohanian. Pada tingkatan ini
pertimbangan nilai yang tepat dan
terdapat nilai yang suci maupun tidak
pembiasaan bertindak yang konsisten.
suci. Nilai-nilai ini terutama lahir dari
Pendidikan nilai dimaksudkan untuk
ketuhanan sebagai nilai tertinggi.
membantu peserta didik agar memahami,
Hierarki nilai tersebut ditetapkan menyadari, dan mengalami nilai-nilai
Scheler dengan menggunakan empat serta mampu menempatkannya secara
kriteria, yaitu: semakin lama semakin integral dalam kehidupan. Secara khusus
tinggi tingkatannya; semakin dapat menurut APEID (Asia and the Pasific
dibagikan tanpa mengurangi maknanya, Programme of Educational Innovation
semakin tinggi nilainya; semakin tidak for Develompement) pendidikan
tergantung pada nilai-nilai lain, semakin nilai ditujukan untuk :1) Menerapkan
tinggi esensinya; semakin membahagiakan, pembentukan nilai kepada anak, 2)
semakin tinggi fungsinya. Menghasilkan sikap yang mencerminkan
nilai-nilai yang diinginkan, 3) Membimbing
Pendidikan Nilai menurut Mulyana perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai
(2004:11), adalah rujukan dan keyakinan tersebut.
dalam menentukan pilihan. Nilai
merupakan sesuatu yang diinginkan Kohlberg et al. (Djahiri, 1992: 27)
sehingga melahirkan tindakan pada diri menjelaskan bahwa Pendidikan Nilai
seseorang. Menurut Frankel (Kartawisastra, adalah rekayasa ke arah: (a) Pembinaan
1980: 1) nilai adalah standar tingkah dan pengembangan struktur dan potensi/
laku, keindahan, keadilan, kebenaran, komponen pengalaman afektual (affective
dan efisiensi yang mengikat manusia component & experiences) atau “jati diri”
dan sepatutnya untuk dijalankan dan atau hati nurani manusia (the consiense
dipertahankan. Ditegaskan oleh Amborise of man) atau suara hati (al-qolb) manusia
dalam Mulyana (2004:23), bahwa nilai itu dengan perangkat tatanan nilai-moral-
sifatnya relatif yang merupakan landasan norma. (b) pembinaan proses pelakonan
bagi perubahan dan dapat ditanamkan (experiencing) dan atau transaksi/interaksi
melalui berbagai sumber seperti keluarga, dunia afektif seseorang sehingga terjadi
masyarakat, agama,media massa, tradisi, proses klarifikasi niai-moral-norma, ajuan
dan dalam pergaulan. Rokeach dalam nilai-moral-norma (moral judgment)
Mulyana (2004:27) membuat klasifikasi atau penalaran nilai-moral-norma (moral
nilai menjadi dua yakni nilai instrumental reasoning) dan atau pengendalian nilai-
dan nilai terminal. moral-norma (moral control).

Nilai merupakan fondasi penting Dahlan (2007:5) mengartikan


dalam menentukan karakter suatu Pendidikan Nilai sebagai suatu proses
masyarakat dan suatu bangsa. Nilai kegiatan yang dilaksanakan secara
tidak tumbuh dengan sendirinya, sistematis untuk melahirkan manusia yang
tetapi melalui proses penyebaran dan memiliki komitmen kognitif, komitmen
afektif dan komitmen pribadi yang

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 66 Vol.4 No.2 Juli 2015


berlandaskan nilai-nilai agama. Sementara Pendidikan harus bercorak non scholae sed
itu, Soeleman (1987:14) menambahkan vitae discimus, kita belajar bukan untuk
bahwa Pendidikan Nilai adalah bentuk sekolah melainkan untuk kehidupan.
kegiatan pengembangan ekspresi nilai- Dalam pendidikan untuk kehidupan, hal
nilai yang ada melalui proses sistematis utama yang dilakukan adalah menenamkan
dan kritis sehingga mereka dapat nilai-nilai. Pendidikan nilai bukan saja
meningkatkan atau memperbaiki kualitas perlu karena dapat mengembalikan
kognitif dan afektif peserta didik. filosofi dasar pendidikan yang seharusnya
non scholae sed vitae discimus, namun
Adapun tujuan Pendidikan Nilai
juga perlu karena ciri kehidupan yang
menurut Apnieve-UNESCO (1996:184)
baik terletak dalam komitmen terhadap
adalah untuk membantu peserta didik
nilai-nilai: nilai kebersamaan, kejujuran,
dalam mengeksplorasi nilai-nilai yang ada
kesetiakawanan, kesopanan, kesusilaan,
melalui pengujian kritis sehingga mereka
dan lain-lain.
dapat meningkatkan atau memperbaiki
kualitas berfikir dan perasaannya. Penelitian ini menggunakan
Sementara itu, Hill (1991:80) meyakini pendekatan penelitian sejarah. Menurut
bahwa Pendidikan Nilai ditujukan agar Hariyono (1995:109) meliputi langkah-
siswa dapat menghayati dan mengamalkan langkah yaitu heuristik, kritik, interpretasi,
nilai sesuai dengan keyakinan agamanya, dan historiografi. Langkah pertama
konsesus masyarakatnya dan nilai moral dilakukan pengumpulan data (heuristic)
universal yang dianutnya sehingga menjadi terhadap buku-buku atau dokumen-
karakter pribadinya. Secara sederhana, dokumen yang akan dijadikan sumber
Suparno (2002:75) melihat bahwa tujuan data sebagai landasan untuk melakukan
Pendidikan Nilai adalah menjadikan analisis. Jurnal-jurnal, buku-buku dan
manusia berbudi pekerti. Hakam (2000:8) dokumen-dokumen yang dikumpulkan
dan Mulyana (2004: 119) menambahkan yaitu berkaitan dengan pendidikan dan
bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk pembentukan karakter di sekolah. Langkah
membantu peserta didik mengalami dan kedua yaitu kritik sumber. Kritik sumber
menempatkan nilai-nilai secara integral dilakukan sebagai filter secara kritis dalam
dalam kehidupan mereka. melakukan penilaian sumber menyangkut
otentitas dan kepercayaan sumber. Kritik
Dalam proses Pendidikan Nilai,
dilakukan melalui 2 (dua) tahap baik kritik
tindakan-tindakan pendidikan yang lebih
intern (materi sumber) maupun kritik
spesifik dimaksudkan untuk mencapai
ekstern (subtansi atau isi). Langkah ketiga
tujuan yang lebih khusus.
yaitu interpretasi (penafsiran) yaitu peneliti
Secara filosofis, pendidikan adalah melakukan penafsiran terhadap sumber-
sebuah tindakan fundamental, yaitu sumber data yang telah dikritik baik intern
perbuatan yang menyentuh akar-akar maupun ekstern, dan langkah keempat
hidup kita sehingga mengubah dan yaitu historiografi (penulisan) yaitu
menentukan hidup manusia. Pendidikan tahapan sintesis dari hasil penyeledikan
adalah untuk kehidupan, bukan untuk sehingga pada akhirnya melahirkan tulisan
memenuhi ambisi-ambisi yang bersifat yang utuh melalui proses rekonstruksi.
pragmatis. Pendidikan bukan non vitae Menurut Lois Gotsschalk, dalam Shofa,
sed scholae discimus (belajar bukan untuk (2012) pada model penulisan (historiografi)
kehidupan melainkan untuk sekolah). menggunakan model deduktif.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 67 Vol.4 No.2 Juli 2015


HASIL DAN PEMBAHASAN life atau kehidupan yang penuh kebajikan,
termasuk di dalamnya self-oriented
Wilayah cakupan pengembangan
virtuous atau kebajikan terhadap diri
karakter bangsa meliputi; (1) karakter
sendiri, seperti self control and moderation
merupakan hal sangat esensial dalam
atau pengendalian diri dan kesabaran; dan
berbangsa dan bernegara, hilangnya
other-oriented virtuous atau kebajikan
karakter akan menyebabkan hilangnya
terhadap orang lain, seperti generousity
generasi penerus bangsa; (2) karakter
and compassion atau kesediaan berbagi
berperan sebagai “kemudi” dan kekuatan
dan merasakan kebaikan (Hasnawi, dkk,
sehingga bangsa ini tidak terombang-
2010).
ambing; (3) karakter tidak datang dengan
sendirinya, tetapi harus dibangun dan Desain Pendidikan dan Pembentukan
dibentuk untuk menjadi bangsa yang Karakter Bangsa
bermartabat. Sedangkan fokus karakter
Pendidikan karakter menurut
bangsa yaitu; (1) untuk menumbuhkan
pencetusnya yaitu FW Foester (1869-
dan memperkuat jati diri bangsa; (2) untuk
1966) dalam Jalaluddin, (2012:2) adalah
menjaga keutuhan Negara Kesatuan
reaksi atas kejumudan pedagogi natural
Republik Indonesia (NKRI); dan (3) untuk
Rousseauian dan instrumentalisme
membentuk manusia dan masyarakat
pedagogis Deweyan, serta pedagogi
Indonesia yang berakhlak mulia dan
Puerocentris lewat perayaan atas
bangsa yang bermartabat.
spontanitas anak-anak yang mewarnai
Cakupan karakter bangsa tersebut Eropa dan Amerika Serikat pada awal abad
sangat esensial, pembentukan karakter ke-19 kian dianggap tidak mencukupi
masyarakat sangat dibutuhkan oleh sebuah lagi bagi formasi intelektual dan kultural
bangsa, terutama untuk kelangsungan seorang pribadi. Polemik anti positivis
hidup suatu bangsa, bahkan karakter dan anti naturalis di Eropa awal abad ke-
tersebut dijadikan kemudi bagi suatu 19 merupakan gerakan pembebasan dari
bangsa untuk melihat kearah mana bangsa determinisme natural menuju dimensi
di bangun sehingga menjadi bangsa spiritual, bergerak dari formasi personal
yang bermartabat. Begitupun jika dilihat dengan pendekatan psiko sosial menuju
dari fokus karakter bangsa kita adalah cita-cita humanism yang lebih integral
membangun jatidiri bangsa dalam rangka dan pendidikan karakter inilah yang
memperkuat keutuhan Negara Kesatuan dianggap sebagai sebuah usaha untuk
Republik Indonesia yang diisi oleh menghidupkan kembali pedagogi ideal-
masyarakat yang memiliki akhlak mulia spritual yang sempat hilang diterjang
dan bermartabat. gelombang positivisme ala Comte.

Berdasarkan wilayah cakupan dan Mengingat begitu pentingnya


fokus pengembangan karakter bangsa, karakter bangsa dibangun dan
maka sesungguhnya subtansinya adalah dikembangkan, maka dibuatlah desain
karakter dapat dimaknai sebagai kehidupan pengembangan karakter, termasuk
berperilaku baik/penuh kebajikan, yakni desain pendidikan karakter dalam rangka
berprilaku baik terhadap pihak lain pembentukan karakter bangsa yang
(Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan sesungguhnya sudah dimiliki sebagai
alam semesta) dan terhadap diri sendiri. jatidiri bangsa Indonesia. Menurut Thomas
Kita cenderung melupakan the virtuous Lickona bahwa “Pendidikan karakter

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 68 Vol.4 No.2 Juli 2015


dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, sesuatu yang hilang. Bila kesehatan hilang,
pendidikan budi pekerti, pendidikan barulah ada sesuatu yang hilang. Bila
moral, pendidikan watak, yang bertujuan karakter hilang, berarti segalanya hilang)
mengembangkan kemampuan peserta (Patahuddin, 2009).
didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik, Lebih lanjut dinyatakan bahwa
dan mewujudkan kebaikan itu dalam pendidikan karakter sebagai usaha untuk
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh mencegah tumbuhnya sifat-sifat buruk
hati” (Udin, S. W., 2009). Pandangan yang bisa menutupi fitrah manusia, serta
Lickona tersebut, jika ditelusuri dalam melatih anak untuk terus melakukan
sejarah perjalanan bangsa Indonesia, perbuatan baik sehingga mengakar kuat
maka sesungguhnya telah lama menjadi dalam dirinya sehingga akan tercermin
bagian penting dalam pendidikan bangsa dalam tindakannya yang senantiasa
Indonesia. Lantas apa yang menjadi melakukan kebajikan. Pentingnya
persoalan hingga dewasa ini, sehingga membangun perilaku karakter dalam
penting dikembangkan pendidikan pendidikan, karena perilaku karakter
karakter, ditengah kondisi bangsa dapat;
Indonesia yang mulai melupakan karakter 1. Menanamkan rasa cinta pada Tuhan
bangsanya yang berbudi, berwatak, dan kebenaran.
bermoral.
2. Menumbuhkan sikap tanggung jawab,
Pendidikan karakter yang memiliki kedisiplinan dan kemandirian.
muatan-muatan karakter baik dan
kuat (sifat, sikap, dan perilaku budi 3. Menumbuhkan sikap amanah dan
luhur, akhlak mulia) menjadi modal kejujuran.
dasar pengembangan individu dan
4. Menumbuhkembangkan rasa hormat
bangsa di masa depan. Daniel Goleman
dan santun.
dalam bukunya Emotional Inteligence
menyatakan betapa kepribadian manusia 5. Mengembangkan sikap kasih sayang,
mendominasi 80 persen dari kehidupan kepedulian dan kerja sama.
seseorang, dibanding dengan 20 persen
kecerdasan otaknya semata-mata. Para 6. Menumbuhkan rasa percaya diri,
teknokrat di dunia barat sudah sadar kreatif dan pantang menyerah.
bahwa betapa pun sebuah kemajuan 7. Membangun sikap keadilan dan
dicapai, dapat menjadi perusak bila tidak kepemimpinan.
dibekali dengan perimbangan karakter
yang di dalamnya menggabungkan 8. Menumbuhkan sikap baik dan rendah
kaidah-kaidah etika, moral dan agama hati.
(Hasnawi, dkk, 2009).
9. Membangun dan menumbuhkan sikap
Berpijak pada pernyataan William toleransi dan cinta damai (Megawangi,
Franklin “Billy” Graham Jr. salah seorang 2004).
rohaniawan terkemuka Amerika Serikat
Berdasarkan berbagai bangunan
yang mengatakan, “When wealth is lost,
karakter tersebut, juga diperlukan
nothing is lost. When health is lost, something
kreativitas untuk mengembangkan
is lost. When character is lost, everything is
karakter sebab manusia yang berkarakter
lost”. (Bila kekayaan hilang, belum ada

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 69 Vol.4 No.2 Juli 2015


baik dan unggul menjadi pilar penunjang kepada orang tua dan guru,
dalam pembangunan yang berkarakter
8. Rendahnya rasa tanggung jawab
pula. Terdapat sembilan pilar pendidikan
individu dan warga negara,
karakter yang saling terkait, yaitu:
responsibility (tanggung jawab); respect 9. Membudayanya ketidakjujuran, dan
(rasa hormat); fairness (keadilan); courage
(keberanian); honesty (kejujuran); citizenship 10. Adanya rasa saling curiga dan
(kewarganegaraan. Manusia yang ulet kebencian di antara sesama.
belum tentu gigih, karena itu perlu diberi Proses pengembangan dan
perhatian juga. Manusia yang gigih, tidak pembentukan karakter bangsa yang
pantang menyerah, dan selalu berusaha dikemukakan lebih mengacu pada
dengan berbagai cara dalam koridor desain induk pendidikan karakter
yang dapat dipertanggung jawabkan yang dikembangkan oleh Kementerian
harus menjadi ciri dari karakter bangsa Pendidikan Nasional (2010) dan
Indonesia. Dengan manusia Indonesia berbagai pandangan yang dikemukakan
yang berkarakter, gigih, ulet dan kreatif oleh Udin Sarifuddin Winataputera
seperti itu diharapkan akan mampu (2009). Secara makro pengembangan
mengejar ketertinggalannya dari negara karakter dapat dibagi dalam tiga tahap,
lain yang telah maju (Suratno, 2009). yakni perencanaan, pelaksanaan, dan
Thomas Lickona seorang profesor evaluasi hasil. Pada tahap perencanaan
pendidikan dari Cortland University dikembangkan perangkat karakter yang
mengungkapkan bahwa ada sepuluh digali, dikristalisasikan, dan dirumuskan
tanda-tanda jaman yang harus diwaspadai dengan menggunakan berbagai sumber,
karena jika tanda-tanda ini sudah ada, antara lain pertimbangan: (1) filosofis-
maka itu berarti bahwa sebuah bangsa Agama, Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20
sedang menuju jurang kehancuran. Tahun 2003 beserta ketentuan perundang-
Adapun tanda-tanda yang dimaksud undangan turunannya; (2) pertimbangan
adalah: teoretis-teori tentang otak (brain theories),
psikologis (cognitive development theories,
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan learning theories, theories of personality)
remaja, pendidikan (theories of instruction,
educational management, curriculum theories),
2. Penggunaan bahasa dan kata-kata
nilai dan moral (axiology, moral development
yang memburuk,
theories), dan sosial-kultural (school culture,
3. Pengaruh peer-group yang kuat dalam civic culture); dan (3) pertimbangan
tindak kekerasan, empiris berupa pengalaman dan praktek
terbaik (best practices) dari antara lain
4. Meningkatnya perilaku merusak diri, tokoh-tokoh, satuan pendidikan unggulan,
seperti penggunaan narkoba, alkohol pesanren, kelompok kultural dan lain-lain.
dan seks bebas.
Tahap implementasi dikembangkan
5. Semakin kaburnya pedoman moral pengalaman belajar (learning experiences)
baik dan buruk, dan proses pembelajaran yang bermuara
6. Menurunnya etos kerja, pada pembentukan karakter dalam
diri individu peserta didik. Proses ini
7. Semakin rendahnya rasa hormat dilaksanakan melalui proses pembudayaan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 70 Vol.4 No.2 Juli 2015


dan pemberdayaan. Proses ini berlangsung
dalam tiga pilar pendidikan yakni
dalam satuan pendidikan, keluarga, dan
masyarakat. Dalam masing-masing pilar
pendidikan akan ada dua jenis pengalaman
belajar (learning experiences) yang dibangun
melalui dua pendekatan yakni intervensi
dan habituasi. Agar proses pembelajaran
tersebut berhasil maka peran guru sebagai
sosok panutan (role model) sangat penting
dan menentukan. Sementara itu dalam
habituasi diciptakan situasi dan kondisi
(persistent-life situation), dan penguatan
(reinforcement) yang memungkinkan
peserta didik pada satuan pendidikannya,
di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya
Secara mikro pengembangan nilai/
membiasakan diri berperilaku sesuai
karakter dapat dibagi dalam empat pilar,
nilai dan menjadi karakter yang telah
yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas,
diinternalisasi dan dipersonalisai dari dan
kegiatan keseharian dalam bentuk budaya
melalui proses intervensi.
satuan pendidikan (school culture); kegiatan
Dalam kehidupan berbangsa dan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler,
bernegara, pelaksanaan pendidikan serta kegiatan keseharian di rumah, dan
karakter harus teraplikasi pada semua dalam masyarakat.
sektor kehidupan, bukan hanya
Dalam kegiatan belajar-mengajar
sektor pendidikan, namun juga pada
di kelas pengembangan nilai/karakter
sektor lainnya, misalnya keagamaan,
dilaksanakan dengan menggunakan
kesejahteraan, pemerintahan, komunikasi
pendekatan terintegrasi dalam semua
dan informasi, kesehatan, hukum dan hak
mata pelajaran (embeded approach). Strategi/
azasi manusia, serta pemuda dan olah
metode pendidikan nilai (value/character
raga.
education). Nilai/karakter dikembangkan
Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan sebagai dampak pembelajaran (instructional
asesmen program untuk perbaikan effects) dan juga dampak pengiring
berkelanjutan yang sengaja dirancang dan (nurturant effects). Secara formal memiliki
dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi misi utama selain pengembangan nilai/
karakter dalam diri peserta didik sebagai karakter, wajib dikembangkan kegiatan
indikator bahwa proses pembudayaan yang memiliki dampak pengiring
dan pemberdayaan karakter itu berhasil (nurturant effects) berkembangnya nilai/
dengan baik. karakter dalam diri peserta didik.

Dalam lingkungan satuan


pendidikan dikondisikan agar lingkungan
fisik dan sosial-kultural satuan pendidikan
memungkinkan para peserta didik bersama
dengan warga satuan pendidikan lainnya
terbiasa membangun kegiatan keseharian

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 71 Vol.4 No.2 Juli 2015


di satuan pendidikan yang mencerminkan
perwujudan nilai/karakter.

Dalam kegiatan ko-kurikuler, yakni


kegiatan belajar di luar kelas yang terkait
langsung pada suatu materi dari suatu mata
pelajaran, atau kegiatan ekstra kurikuler,
yakni kegiatan satuan pendidikan yang
bersifat umum dan tidak terkait langsung
pada suatu mata pelajaran, seperti
kegiatan Dokter Kecil, Palang Merah
Remaja, Pecinta Alam dan lain-lain, perlu
dikembangkan proses pembiasaan dan
Pembentukan karakter bangsa,
penguatan (reinforcement) dalam rangka
membutuhkan keunggulan-keunggulan
pengembangan nilai/karakter.
dari warga Negara, baik dari sisi olah
Di lingkungan keluarga dan pikir (kecerdasan), olah hati (jujur dan
masyarakat diupayakan agar terjadi bertanggunjawab); olah raga (bersih
proses penguatan dari orang tua/wali serta dan sehat) serta olah rasa dan karsa
tokoh-tokoh masyarakat terhadap prilaku (peduli dan kreatif) yang dibungkus
berkarakter mulia yang dikembangkan oleh nilai-nilai luhur dan perilaku yang
di satuan pendidikan menjadi kegiatan berkarakter yang dimiliki oleh bangsa
keseharian di rumah dan di lingkungan Indonesia. Secara psikologis dan sosial
masyarakat masing-masing. kultural pembentukan karakter dalam diri
individu merupakan fungsi dari seluruh
potensi individu manusia (kognitif, afektif,
konatif, dan psikomotorik) dalam konteks
interaksi sosial kultural (dalam keluarga,
satuan pendidikan, dan masyarakat) dan
berlangsung sepanjang hayat.

Pendidikan dan Pembentukan Karakter


di Sekolah

Sebagaimana disebutkan sebelum-


nya dalam pembentukan karakter bangsa,
dimulai dalam lingkungan keluarga,
satuan pendidikan, dan masyarakat.
Pada bagian ini diutarakan bagaimana
pentingnya pendidikan dan pembentukan
karakter di sekolah dan bagaimana cara
mengintegrasikannya dalam pembelajaran
di sekolah. Meskipun sebenarnya
pendidikan dan pembentukan karakter
harus dibangkitkan pada semua level
kehidupan, namun pada kesempatan ini
peneliti membantasi pada jenjang atau
level kehidupan sekolah.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 72 Vol.4 No.2 Juli 2015


Menurut Lickona (1992) bahwa kurikulum yang bermakna dan menantang
terdapat 11 (Sebelas) faktor yang dapat yang menghargai semua peserta didik,
menentukan keberhasilan pendidikan membangun karakter mereka, dan
karakter di satuan pendidikan (sekolah), membantu mereka untuk sukses, (6)
yaitu (1) pendidikan karakter harus mengusahakan tumbuhnya motivasi diri
mengandung nilai-nilai yang dapat pada peserta didik, (7) menfungsikan
membentuk good character, (2) karakter seluruh staf sekolah sebagai komunitas
harus didefinisikan secara menyeluruh moral yang berbagi tanggungjawab untuk
yang termasuk aspek thingking, feeling, pendidikan karakter dan setia pada nilai
dan action, (3) pendidikan karakter dasar yang sama, (8) adanya pembagian
yang efektif memerlukan pendekatan kepemimpinan moral dan dukungan luas
yang komprehensif dan terfokus kepada dalam membangun inisiatif pendidikan
guru sebagai role model, (4) sekolah karakter, (9) menfungsikan keluarga
harus menjadi model masyarakat yang dan anggota masyarakat sebagai mitra
damai dan harmonis, (5) sekolah harus dalam usaha membangun karakter, (10)
memberikan kesempatan kepada siswa mengevaluasi karakter sekolah, fungsi
untuk mempraktekkan perilaku moral, staf sekolah sebagai guru-guru karakter,
(6) pendidikan karakter yang efektif harus dan manifestasi karakter positif dalam
mengikutsertakan materi kurikulum yang kehidupan peserta didik.
berarti bagi kehidupan anak atau berbasis
Sementara itu, Character Education
kompetensi, (7) pendidikan karakter
Quality Standards merekomendasikan
harus membangkitkan motivasi internal
11 (sebelas) prinsip untuk mewujudkan
dari diri anak, (8) sejumlah staf sekolah
pendidikan karakter yang efektif yaitu (1)
harus terlibat dalam pendidikan karakter,
mempromosikan nilai-nilai dasar sebagai
(9) pendidikan karakter di sekolah
basis karakter, (2) mengidentifikasi
mememrlukan kepemimpinan moral dari
karakter secara komprehensif supaya
berbagai pihak, pimpinan, staf dan para
mencakup pemikiran, perasaan dan
guru, (10) sekolah harus bekerja sama
perilaku, (3) menggunakan pendekatan
dengan orang tua siswa dan masyarakat
yang tajam, proaktif dan efektif untuk
sekitarnya, dan (11) harus ada evaluasi
membangun karakter, (4) menciptakan
berkala mengenai keberhasilan pendidikan
komunitas sekolah yang memiliki
karakter di sekolah.
kepedulian, (5) memberi kesempatan
Pandangan Lickona (1992) kepada siswa untuk menunjukkan
kemudian disandingkan dengan perilaku yang baik, (6) memliki cakupan
penerapan pendidikan karakter di terhadap kurikulum yang bermakna
sekolah (Kemendiknas, 2010) yaitu (1) dan menantang yang menghargai semua
mempromosikan nilai-nilai dasar etika siswa, membangun karakter mereka
sebagai basis karakter, (2) mengidentifikasi dan membantu mereka untuk sukses,
karakter secara komprhensif supaya (7) mengusahakan tumbuhnya motivasi
mencakup pemikiran, perasaan, dan diri dan para siswa, (8) memfungsikan
perilaku, (3) menggunakan pendekatan seluruh staf sekolah sebagai komunitas
yang tajam, proaktif dan efektif untuk moral yang berbagi tanggungjawab untuk
membangun karakter, (4) menciptakan pendidikan karakter dan setia pada nilai
komunitas sekolah yang memiliki dasar yang sama, (9) adanya pembagian
kepedulian, (5) memiliki cakupan terhadap kepemimpinan moral dan dukungan luas

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 73 Vol.4 No.2 Juli 2015


dalam membangun inisiatif pendidikan
partisipatif, demokratis, elaborative, dan
karakter, (10) memfungsikan keluarga
eksploratif, sehingga dapat dirasakan
dan anggota masyarakat sebagai mitra
secara bersama. Optimalisasi ketiga yaitu
dalam usaha membangun karakter, (11)
melalui kegiatan ekstrakurikuler didesain
mengevaluasi karakter sekolah, fungsi
sedemikian rupa maka akan menjadi
staf sekolah sebagai guru-guru karakter,
wahana efektif pembentukan karakter
dan manifestasi karakter positif dalam
berbasis potensi diri.
kehidupan siswa (Ainusyamsi; tanpa
tahun). Pendekatan penanaman nilai
pada pendidikan karakter memberikan
Ketiga pandangan untuk penerapan
penekanan pada penanaman nilai-nilai
pendidikan karakter tersebut, baik menurut
sosial dan budaya pada diri peserta didik.
Lickona, Kemendiknas, dan Character
Pendidikan nilai berupa penanaman nilai-
Education Quality Standards, memiliki
nilai sosial budaya pada peserta didik
muatan yang hampir sama dan penekanan
adalah upaya penanaman nilai-nilai sosial
pada pentingnya pendidikan karakter
budaya tertentu kepada peserta didik
dibangun di sekolah, dengan berfokus
sehingga dapat merubah nilai-nilai sosial
pada pendidikan nilai, keterlibatan sekolah
dan budaya peserta didik yang tidak sesuai
baik staf, guru, dan segenap unsur terkait
dengan nilai-nilai sosial budaya yang
dengan mengintegrasikan pendidikan
ada pada bangsanya. Olehnya itu dalam
karakter dalam aktivitas sekolah.
proses pengintegrasian penanaman nilai-
Optimalisasi pendidikan karakter nilai sosial budaya tersebut dibutuhkan
menurut Jamal (2011) dalam Saripuddin keteladanan, permainan peran, penguatan
dapat dilakukan: Pertama, pendidikan positif dengan menggunakan model
karakter secara terpadu melalui pendekatan partisipatif, demokratis,
pembelajaran, kedua, pendidikan karakter elaborative, hingga dapat melakukan
secara terpadu melalui manajemen sekolah, eksplorasi terhadap nilai-nilai sosial
ketiga, pendidikana karakter secara budaya peserta didik, sehingga tertanam
terpadu melalui kegiatan ekstrakurikuler. nilai-nilai sosial budaya yang fungsional.
Optimalisasi pertama dilakukan melalui
Selain itu, di lingkungan sekolah
pengenalan nilai untuk terwujudnya
dibutuhkan pendidikan karakter dengan
kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan
menggunakan pendekatan analisis nilai
internalisasi nilai ke dalam tingkah laku
yang memberikan penekanan pada
peserta didik sehari-hari melalui proses
perkembangan kemampuan siswa untuk
pembelajaran yang berlangsung di dalam
dapat berpikir secara logis, dengan cara
dan di luar kelas. Optimalisasi kedua,
menganalisis masalah yang berhubungan
harus dikelola melalui manajemen sekolah
dengan nilai-nilai sosial dan budaya.
melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan,
Hingga akhirnya pendidikan karakter
dan pengendalian. Nilai-nilai yang
dengan melakukan pendekatan klarifikasi
diintegrasikan dalam manajemen sekolah
nilai dapat membantu peserta didik dalam
adalah nilai-nilai karakter kompetensi
mengkaji perasaan dan perbuatannya
lulusan, muatan dalam pembelajaran, nilai-
sendiri untuk meningkatkan kesadaran
nilai karakter pembinaan peserta didik.
mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.
Model penerapan manajemen sekolah
untuk pendidikan karakter yaitu bersifat

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 74 Vol.4 No.2 Juli 2015


KESIMPULAN

Pada bagian penutup, diutarakan tertanam nilai-nilai sosial budaya dalam


begitu pentingnya pendidikan karakter diri peserta didik. Pendidikan karakter
bangsa dibangun dan dikembangkan di sekolah juga dapat dilakukan melalui
sehingga dalam implementasi kehidupan pendekatan penananan nilai, analisis nilai,
berbangsa dan bernegara senantiasa dan klarifikasi nilai yang dapat membantu
dilandasi oleh nilai-nilai karakter. peserta didik untuk mengenali dirinya.
Karakter bangsa tidak hanya menjadi
tanggungjawab bangsa tetapi telah menjadi
tanggungjawab seluruh warga bangsa
Daftar Pustaka
untuk bersama-sama membangun bangsa.
Meminjam istilah yang dikembangkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ainusyamsi, Pendidikan Karakter di Jepang.
Republik Indonesia dalam sebuah Makalah. Universitas Pendidikan
konsep dan program “Maju Bersama” Bandung.
mencerdaskan bangsa, mengandung Haris, Hasnawi, dkk. 2010. Menjadi Tau
filosofi yang sangat dalam bahwa salah Tongeng (Insan Kamil); Model Pendidikan
satunya cara untuk membangun bangsa Karakter Universitas Negeri Makassar.
Indonesia adalah kita harus maju bersama Universitas Negeri Makassar dan
dengan keragaman karakter yang baik Kementerian Pendidikan Nasional.
untuk membangun bangsa yang kita cintai Makassar.
ini. Pendidikan karakter lahir sebagai Hariyono, 1995. Mempelajari Sejarah Secara
reaksi atas kejumudan pedagogi natural Efektif. Jakarta: Pustaka Jaya.
ala Rousseuain dan instrumentalisme Jalaluddin, 2012. Membangun SDM melalui
pedagogi Deweyan pada abad ke-19 yang Pendidikan Karakter. Jurnal Penelitian
dianggap tidak lagi mencukupi untuk Pendidikan, Vol. 13. No. 2 Oktober 2012.
formasi intelektual dan buday seorang Lickona, Thomas, 1992. Education for
pribadi yang kemudian melahirkan Character, How Our Schools Can Teach
gerakan pembebasan dari determinisme Respect and Responsibility. New York:
natural menuju dimensi spiritual dengan Bantam Books.
pendekatan psiko-sosial menuju cita-cita Megawangi, Ratna, 2004. Pendidikan Karakter
humanism yang lebih integral. Solusi yang Tepat untuk Membangun
Bangsa. IHF. Jakarta.
Pendidikan dan pembentukan
karakter di sekolah merupakan suatu Patahuddin, 2009. Membangun Karakter Bangsa
keharusan dalam rangka penanaman nilai- Melalui Penanaman Aspek-Aspek Kearifan
nilai sosial dan budaya karakter peserta Lokal Bugis-Makassar. Makalah Seminar
Internasional. Makassar.
didik, sehingga peserta didik memiliki
karakter yang sesuai dengan karakter Republik Indonesia, 2010. Disain Induk
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pendidikan Karakter. Kemdiknas;
Olehnya itu dibutuhkan pengintegrasian Jakarta.
pendidikan karakter dalam pembelajaran, Republik Indonesia, 2010. Pembinaan
manajemen sekolah dan kegiatan terpadu Pendidikan Karakter di Sekolah
ekstrakurikuler dengan menggunakan Menengah Pertama. Jakarta.
model pendekatan partisipatif, demokratis, Shofa, Abd. Mu,id Aris, 2012. Pendidikan
elaboratif, dan eksploratif, sehingga Karakter di Sekolah Sejak Proklamasi

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 75 Vol.4 No.2 Juli 2015


Kemerdekaan Sampai Era Reformasi
Universitas Negeri Malang, Malang.
Syarifuddin, Wahyu, Optimalisasi Implementasi
Pendidikan Karakter Menuju Bangsa
Indonesia yang Lebih Baik. Esai Seleksi
Lomba Debat Aspirasi Untuk Negeri
Debat TV One.
Suratno, 2009. Kreativitas, Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial dan Pendidikan
Karakter Bangsa. Makalah Seminar
Internasional. Makassar.
Winataputera, Udin Saripuddin, 2009. Peran
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
(PIPS) dalam Konteks Pembangunan
Karakter Bangsa (Kebijakan, Konsep,
dan Kerangka Programatik). Makalah
yang disajikan dalam Seminar
Internasional. Makassar.
Zulnuraini, 2012. Pendidikan Karakter;
Konsep, Implementasi dan
Pengembangannya di Sekolah Dasar di
Kota Palu. Jurnal DIKDAS, No. 1, Vol. 1,
September 2012.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 76 Vol.4 No.2 Juli 2015


Paradigma dalam Pembelajaran
Sejarah Kontroversi
Oleh : Sumardiansyah
Pendidikan Sejarah PPS UNJ

Abstract
After the fallen of the new order era, social-political structures has been supporting the born of new claims
or interpretations towards the so-called-and-believed history. Some historical themes have been discussed,
reviewed and re-narrated in new interpretation and perspective. This is marked with the issuance of new
books, the emergence of new ideas, as well as findings of recent facts and data. This phenomenon has
emerged with its pro and contra among historians, teachers and general society, then later leads to a new
found term as controversial history.
This article aims to discuss the paradigm of learning the controversial history study, that includes what
is controversial history study itself, the urgency of historical learning, as well as models, approaches,
and strategies used by teachers in the face of controversial history learning. Controversial history is an
interesting theme in classroom history learning since it can stimulates learners to practice their logical,
critical, and creative thinking. Full understanding and in-depth material for a history teacher is absolutely
necessary here, other than the ability to manage learning in didactic-methodical. Research based methods
used a qualitative approach, in which the resources obtained throught literature review.
Keywords: Controversial history, history learning, teacher, learners, historians

Abstrak
Pasca runtuhnya rezim orde baru, struktur sosial-politis mendukung lahirnya gugatan maupun tafsir-
tafsir baru terhadap peristiwa sejarah yang selama ini diyakini. Beberapa tema sejarah dibahas, dikaji, dan
dinarasikan kembali dalam tafsir dan perspektif baru. Hal ini ditandai dengan terbitnya buku-buku baru,
munculnya gagasan-gagasan baru, serta ditemukannya data dan fakta baru. Fenomena ini menjadi pro
dan kontra di kalangan sejarawan, guru, bahkan masyarakat pada umumnya, yang kemudian melahirkan
istilah baru yaitu sejarah kontroversi.
Tulisan ini bertujuan membahas mengenai paradigma pembelajaran sejarah kontroversi yang mencakup
apa itu pembelajaran sejarah kontroversi, urgensinya dalam pembelajaran sejarah, serta model, pendekatan
dan strategi yang digunakan guru dalam menghadapi pembelajaran sejarah kontroversi. Sejarah
kontroversi merupakan tema yang menarik dalam pembelajaran sejarah di kelas, karena diharapkan
mampu merangsang peserta didik untuk berpikir logis, kritis, dan kreatif. Pemahaman materi yang utuh
dan mendalam bagi seorang guru sejarah mutlak diperlukan di sini, selain daripada kemampuan untuk
mengelola pembelajaran secara didaktik-metodik. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif,
dimana sumber-sumber diperoleh melalui studi pustaka.
Kata kunci: sejarah kontroversi, pembelajaran sejarah, guru, peserta didik, sejarawan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 77 Vol.4 No.2 Juli 2015


PENDAHULUAN

Tahun 1998 seiring runtuhnya penelitian sejarah dan harus diingat bahwa
rezim orde baru, menjadi tonggak awal tidak semua manusia, bangsa, ataupun
bermunculannya gugatan masyarakat masyarakat memiliki tradisi tertulis di
terhadap sejarah. Pemerintah orde baru dalam menyimpan kenangan masa lalunya.
dianggap menjadikan sejarah sebagai Sebagian besar justru lebih mengandalkan
legitimasi kekuasaan. Istilah ini kemudian memori atau ingatan di dalam menyimpan
dikenal dengan “sejarah resmi, versi atau mengkomunikasikan hal-hal yang
pemerintah”. Lahirnya gugatan terhadap berkaitan dengan kenangan masa lalunya,
sejarah jika dilihat dari struktur sosial- inilah yang kemudian mempopulerkan
politis pada saat itu setidaknya dipicu oleh metode oral history di dalam proses
tiga hal yaitu, (1) sudah tidak adanya sosok pengumpulan sumber sejarah.
yang dianggap diktator (dalam wujud
Jenderal Suharto); (2) sistem perundang- Dari segi perspektif, sejarah tidak
undangan yang mendukung (UU No. hanya ditulis dari perspektif pemenang,
9 Tahun 1998 mengenai kemerdekaan melainkan juga bisa ditulis oleh perspektif
menyampaikan pendapat di muka umum); korban (pihak yang kalah), sejarah tidak
(3) keterbukaan arus informasi yang saja berbicara mengenai peran orang-
deras di masyarakat. Implikasinya ialah orang besar (penguasa) melainkan
setiap orang bebas untuk menyampaikan rakyat juga bisa berperan di dalamnya.
pendapat dan kritik, baik secara lisan Penggunaan teori-teori ilmu sosial
maupun tulisan, termasuk membahas dianggap mampu mempertajam analisa di
persoalan sejarah di dalamnya. dalam mengkaji sebuah peristiwa sejarah.
Berangkat dari fenomena dan dinamika
Dari sisi keilmuan gugatan yang inilah (terbitnya buku-buku baru,
muncul terhadap sejarah resmi versi bermunculannya gagasan-gagasan baru,
pemerintah, sejalan dengan isu yang bahkan dalam beberapa kasus ditemukan
diusung oleh kelompok Annales, data dan fakta baru) yang kemudian
kelompok ini berupaya menawarkan melahirkan istilah sejarah kontroversial.
sejarah dalam perspektif baru atau Kontroversi dalam sejarah disebabkan
sejarah alternative (Asvi Warman Adam, oleh fakta dan interpretasi yang: (1) tidak
2005: xxx). Pembaharuan yang dimaksud tepat; (2) tidak lengkap; (3) tidak jelas
ialah pembaharuan dalam hal sumber, (Asvi Warman Adam, 2007: 1). Perlu di
metodologi dan perspektif. Sebelumnya tekankan istilah kontroversi sebenarnya
para pengikut Ranke cenderung berkaitan erat dengan interpretasi
memandang bahwa satu-satunya sumber atau narasi yang diceritakan dalam
terpercaya dalam penelitian sejarah adalah sebuah peristiwa sejarah, yang tentunya
dokumen tertulis, istilah yang dikenal interpretasi atau narasi ini berkaitan erat
dengan ungkapan “no written document dengan kepentingan ideologis, politis,
no history”. dan pragmatis dari sekelompok orang
(penguasa maupun bukan penguasa).
Dalam hal ini Ranke dan pengikutnya
mengabaikan, bahwa sesungguhnya ada Di ranah pendidikan pada tingkat
sumber-sumber lain (misal foto, video, Sekolah Menengah Atas, sejarah dipelajari
artefak, termasuk kesaksian seseorang) dalam sebuah mata pelajaran yang
yang dapat dijadikan rujukan untuk berdiri sendiri. Hal berbeda jika melihat

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 78 Vol.4 No.2 Juli 2015


pembelajaran sejarah pada tingkat Sekolah berdasarkan pandangan konstruktivis
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, (misal makna jamak dari pengalaman
dimana sejarah merupakan bagian individu atau makna yang dibangun
dari Ilmu Pengetahuan Sosial, sejarah untuk mengembangkan suatu teori atau
diajarkan secara terpadu berbarengan pola) dan pandangan advokasi atau
dengan geografi, ekonomi, dan sosiologi. partisipatori (misal orientasi pendidikan,
Pembelajaran sejarah diharapkan mampu isu, kolaboratif, atau orientasi perubahan).
membentuk nation and character building,
Sumber-sumber diperoleh melalui
serta membentuk karakter positif di
studi pustaka yang disajikan dalam
dalam diri peserta didik. Selain itu apabila
pendahuluan untuk menjelaskan kerangka
dicermati lebih mendalam, belajar sejarah
teoretis-kronologis masalah penelitian
juga mampu membentuk pola pikir
(Creswell, 2010: 43). Studi pustaka
peserta didik agar menjadi logis, kritis dan
adalah teknik pengumpulan data dengan
kreatif.
menelaah buku-buku, literatur-literatur,
Peristiwa sejarah yang terjadi di catatan-catatan, dan laporan-laporan yang
masa lampau tentunya memiliki jarak ada keterkaitannya dengan masalah yang
dengan masa sekarang, dengan situasi akan di bahas atau di teliti (Nazir, 1998:
sosial, politik, lingkungan, atau jiwa 112).
zaman yang mungkin saja berbeda.
Melihat kenyataan ini tentu dibutuhkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi HASIL DAN PEMBAHASAN
(nalar dan imajinasi), sehingga peserta
didik mampu membangun “jembatan” Pembelajaran Sejarah Kontroversi
yang bisa menghubungkan antara masa Pembelajaran sejarah kontroversi
lampau dengan masa sekarang. Namun merupakan upaya, pendekatan, maupun
melihat realitas di lapangan, pembelajaran strategi guru untuk membahas tema atau
sejarah sesungguhnya menghadapi isu-isu kontroversi dalam pembelajaran
banyak hambatan dan tantangan. Guru sejarah di kelas. Bertolak dari pemikiran
dalam melaksanakan pembelajaran bahwa ilmu sejarah itu bersifat “terbuka”
masih lemah dalam hal penggunaan dan “dinamis”, maka menghadirkan masa
teori, miskinnya imajinasi, buku teks lalu dalam beragam perspektif secara
dan kurikulum yang cenderung state berimbang merupakan hal yang penting.
oriented, serta kecenderungan untuk tidak Pembahasan isu kontroversi dalam sejarah
memperhatikan fenomena globalisasi akan berusaha menghilangkan dimensi
berikut latar belakang historisnya (Y.R. kebenaran mutlak tanpa diimbangi
Subakti, 2010: 3-4). dengan pembuktian sejarah (Elly, 2008:
138-139).

METODE PENELITIAN Tanggal 12-13 Mei 1999 dalam


dialog pengajaran sejarah di Wisma
Penelitian ini menggunakan Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta,
pendekatan kualitatif. Pendekatan terungkap informasi dari para guru
kualitatif menurut Emzir (2011: 28) mengenai tema-tema dalam sejarah yang
ialah pendekatan yang secara primer dipertanyakan kredibilitasnya, antara lain:
menggunakan paradigma pengetahuan 1) Lahirnya Pancasila; 2) Serangan Umum

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 79 Vol.4 No.2 Juli 2015


Satu Maret 1949; 3) Posisi Sukarno dan kepada peserta didik mengenai konsep
Suharto dalam Gerakan 30 September independensi teks di dalam menafsirkan
1965; 4) Supersemar; 5) Integrasi Timor- sebuah teks. Persoalannya adalah bukan
Timur; 6) Kasus Perang Gowa Sultan pada benar atau tidaknya tafsir yang
Hasanudin-Aru Palaka; 7) Menempatkan diberikan oleh peserta didik, melainkan
Kasus-Kasus Pemerintahan Daerah; 8) argumentasi yang dijadikan landasan
Persoalan Esensial dari Peristiwa Sejarah dalam memberikan penafsiran serta
yang Terlupakan seperti: PDRI, RMS, kedekatannya dengan fenomena yang
Hatta-Syahrir, Tan Malaka, dan sebagainya terjadi dan berkaitan dengan teks tersebut.
(Sri Sjamsiar dan Fakhruddin, 1999: 4). Guru sejarah juga wajib mengajarkan
pengetahuan dan keterampilan akan
Pada prinsipnya tema atau isu- sumber-sumber sejarah, sehingga peserta
isu kontroversi merupakan bagian dari didik memiliki pemahaman yang utuh,
sebuah teks sejarah. Teks yang ada tidak bahwa penafsiran mengenai fenomena
terlepas dari penafsiran pihak-pihak maupun peristiwa sejarah sudah
yang membaca ataupun berkepentingan sepatutnya dibangun dengan berpijak dari
dengan teks tersebut. Sebagaimana sumber-sumber yang ada.
dinyatakan dalam teori independensi teks,
bahwa setiap pengetahuan yang sudah Pemahaman kompetensi guru baik
diumumkan akan masuk ke dalam ranah dari segi keilmuan maupun pedagogik
pengetahuan objektif. Di mana teks akan sangat diperlukan. Pengetahuan yang
memiliki sifat “otonom”, terlepas dari dalam akan ilmu sejarah, membuat kita
monopoli pengarang atau penggagasnya, mampu menyampaikan sebuah gagasan,
sehingga dalam hal penafsiran tidak ataupun menceritakan sebuah peristiwa
lagi bergantung pada pengarang atau dengan didukung landasan keilmuan
penggagasnya (Popper dalam Kasemin, yang kuat (dibuktikan dengan argumen,
2003: 10). Implikasinya adalah, tafsiran data, fakta, dan referensi yang cukup).
terhadap suatu teks ataupun pendapat Guru juga harus mampu menguasai
yang sudah diumumkan, bisa saja berbeda keterampilan pedagogik, ini akan
dari tujuan semula sebagaimana diniatkan bermanfaat di dalam menyampaikan
dan dimaksudkan oleh pengarang atau gagasan ataupun peristiwa sejarah (guru
penggagasnya. tidak hanya ceramah secara monoton),
tetapi mampu mengkolaborasikan
Di dalam ilmu sejarah dikenal teknik-teknik yang ada dalam metode
adagium “interpretasi boleh saja keliru pembelajaran (misal metode diskusi
atau salah, akan tetapi kekeliruan atau ataupun pendekatan konstruktivis).
kesalahan dalam hal sumber-sumber
sejarah (data dan fakta) tidak boleh Guru sejarah tidak boleh bersifat
terjadi”. Perbedaan penafsiran atau kaku dengan memberikan informasi
bahkan kekeliruan yang mungkin terjadi antiquariat, dengan nilai-nilai yang
di dalam menafsirkan sebuah peristiwa sudah lapuk, yang memicu keringnya
sejarah bisa diabaikan di sini, sedangkan pemahaman peserta didik dalam kesadaran
keberadaan dan kebenaran akan sumber sejarah kekinian (Dadang Supardan,
merupakan “harga mati” yang tidak 2011: 266). Pandangan ini diperkuat oleh
dapat ditawar-tawar kembali. Guru penelitian Sheldon F. Shaffer tahun 1977-
sejarah setidaknya mampu mengajarkan 1978, berlokasi di Malang dengan subjek
penelitian guru dan siswa, didapatkan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 80 Vol.4 No.2 Juli 2015


fakta bahwa nilai-nilai budaya yang rekonsiliasi dan berdamai dengan masa
disampaikan lewat pendidikan, bukan lalu ?
nilai-nilai budaya yang diperlukan oleh
NARASI FORMAL VS NARASI
peserta didik setelah dewasa kelak. Nilai-
PINGGIRAN
nilai yang diberikan justru nilai-nilai
konvensional yang sekarang berlaku dan Menurut pandangan penulis,
dialami serta di praktekan oleh orang pembelajaran sejarah kontroversi dapat
tua dan guru di sekolah. Tidak didapat dilihat dari beberapa perspektif : pada
kesimpulan yang positif bahwa peserta satu titik sejarah kontroversi mampu
didik mendapatkan pengetahuan, nilai, merangsang peserta didik agar berpikir
sikap, dan keterampilan yang relevan agar logis, kritis, dan kreatif, namun pada titik
bisa hidup dalam abad ke-21 (Sheldon lain sejarah kontroversi dapat mengusik
F. Shaffer dalam Dadan Supardan, stabilitas kebangsaan, terutama kaitannya
2011). Dalam Pengambilan tema sejarah dengan kepentingan ideologis dan politis.
kontroversi sebaiknya berlandaskan Disinilah mulai muncul persinggungan
prinsip rekonstruksi sosial, memandang antara sejarah sebagai alat pendidikan dan
peristiwa sejarah sebagai fenomena yang sejarah sebagai ilmu. Dalam pendidikan
berlanjut untuk kepentingan masa depan. sejarah, materi sejarah diseleksi dan harus
disesuaikan dengan tujuan pendidikan
Ambil contoh sederhana dalam
nasional yang menjadi kebijakan politik
kasus Gerakan 30 September 1965
pemerintah (Agus Mulyana dalam Hamid
(G30S), kita bisa saja berasumsi jangan-
Hasan, 2012: v). Sejarah diinterpretasikan
jangan mengajarkan peristiwa G30S
dan dinarasikan secara formal atas
menggunakan pendekatan yang selama
dasar ideologi yang dijadikan pegangan
ini kita berikan sudah tidak relevan lagi
pemerintah. Penafsiran sejarah pada
untuk masa depan (adanya konflik antara
ranah kurikulum merupakan bentuk
kelompok Islam, nasionalis dan komunis
dari official history yang diproduksi oleh
dalam periode 1959-1965, atau adanya
pemerintah (Agus Mulyana dalam Hamid
hukum sebab akibat antara pembantaian
Hasan, 2012: vii). Misalkan bagaimana
terhadap kelompok Islam dan nasionalis
pemerintah begitu sensitif (bahkan anti)
oleh PKI, dengan periode yang terjadi
dengan ideology komunis, bukan tanpa
setelahnya, misal kasus “jagal” kesaksian
alasan, melainkan adalah untuk menjaga
kelompok-kelompok ataupun individu
keutuhan ideologi pancasila itu sendiri.
yang terlibat dalam pembantaian anggota
PKI). Jika pendekatan itu dijejalkan kepada Sejarah dalam ranah keilmuan,
peserta didik, salah satu efeknya bisa saja sebagaimana yang dikemukakan oleh
kita akan semakin sulit berdamai dengan Sujatmoko (1995) bahwa sejarah harus
masa lalu, stigma negatif mengenai masa netral dari ideology. Ilmu sejarah
lalu, prasangka antara pihak pelaku sebagai bagian dari disiplin ilmu harus
dan korban akan terus melekat, dalam memisahkan diri dari ikatan ideologi
pengertian yang ekstrem bangsa ini tertentu. Henk Schulte Nordholt (2008)
tanpa disadari turut memelihara konflik mengistilahkan penulisan sejarah bebas
masa lalu. Jika kondisinya seperti itu, apa dalam ranah keilmuan sebagai “narasi
tidak sebaiknya kita mengajarkan sejarah pinggiran”. Perbedaan penafsiran antara
G30S menitikberatkan pada pendekatan narasi formal (official history) dan narasi
yang lebih humanis dalam arah menuju pinggiran terkadang terjadi perbedaan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 81 Vol.4 No.2 Juli 2015


dan dapat menimbulkan isu kontroversi (mahasiswa) mempunyai basis keilmuan
didalam penulisan sejarah. Perbedaan yang kuat dan mampu membahas sebuah
penafsiran ini akan terus berlanjut selama peristiwa secara komprehensif.
motif kepentingan selalu ada dalam
Penulis beranggapan materi
diri setiap individu ataupun kelompok,
kontroversi akan menarik jika diberikan
begitupun dengan ditemukannya data dan
tidak hanya dalam bentuk naratif (seperti
fakta baru yang akan mewarnai penulisan
pendekatan sejarah pada umumnya),
sejarah itu sendiri.
melainkan diberikan dalam bentuk
PERLUKAH SEJARAH KONTROVERSI analisis dengan menggunakan pisau
DIAJARKAN? bedah yang disediakan dalam bentuk
teori-teori ilmu sosial (misal bagaimana
Pembelajaran sejarah kontroversi
mengkaji kekuasaan orde baru dikaitkan
adalah sebuah keniscayaan, perbedaan
dengan politik hegemoni ala Antonio
dalam sejarah akan selalu ada, selama
Gramschi, atau melihat perlawanan
penafsiran yang dibangun didasarkan
Diponegoro tidak sekedar dari konflik
atas pertimbangan yang berbeda, sejarah
lahan pemakaman saja, melainkan bagian
akan selalu berubah, selama ditemukan
dari gerakan milenarisme yang lahir dari
data dan fakta baru yang mendukung.
dorongan mistis).
Sejarah kontroversi akan lebih tepat jika
diajarkan pada jenjang Sekolah Menengah Sejarah kontroversi perlu diajarkan
Atas dan Perguruan Tinggi, hal ini agar pembelajaran sejarah menjadi
karena kemampuan berpikir anak sudah menarik dan tidak kaku. Bukankah kita
mampu menyesuaikan dengan hal-hal semua sepakat bahwa pembelajaran
(permasalahan) yang sifatnya kompleks sejarah tidak hanya menitikberatkan pada
dan membutuhkan nalar tinggi. aspek kognitif semata, melainkan adanya
keseimbangan pada aspek kognitif, afektif,
Sebagaimana di kemukakan
dan keterampilan. Pemahaman akan fakta
Kuntowijoyo (2013: 3-4) di Sekolah
(nama, tempat, waktu) memang penting
Dasar sejarah dapat diajarkan dengan
namun yang lebih utama adalah agar
pendekatan estetis, menanamkan rasa
peserta didik mampu menjawab sebuah
cinta kepada perjuangan, tanah air, dan
persoalan dalam kerangka berpikir sejarah
bangsa. Di Sekolah Menengah Pertama
(sebab-akibat, sinkronik-diakronik).
sejarah diberikan dengan pendekatan etis,
Seperti dalam membahas materi G30S
ditanamkan pengertian bahwa peserta
bukan pada siapa pelaku utama G30S,
didik hidup berdampingan dengan
melainkan bagaimana dampak dari G30S
lingkungan, masyarakat, dan kebudayaan
terhadap struktur kehidupan masyarakat
yang bersifat majemuk. Sejarah diajarkan
pada masa itu? dan apa korelasinya
secara terpadu, karena sejarah merupakan
dengan kehidupan di masa sekarang?
bagian dari ilmu pengetahuan sosial
dimana kita masih ada kekhawatiran
berbarengan dengan geografi, sosiologi,
terhadap bahaya laten komunis, seolah
dan ekonomi. Di Sekolah Menengah
untuk masalah komunis bangsa ini sulit
Atas sejarah dibahas secara kritis, peserta
berdamai dengan masa lalu?
didik diajak berpikir mengenai sebab dan
akibat dari sebuah peristiwa. Sedangkan Mengajarkan materi sejarah
di Perguruan Tinggi sejarah dikaji lebih kontroversi bukanlah hal yang mudah,
akademis, dengan tujuan agar peserta didik guru dituntut memiliki kedalaman bacaan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 82 Vol.4 No.2 Juli 2015


yang memadai, selain itu guru harus dan keterampilan sejarah; bercerita dan
mampu menstimulus anak agar mampu berargumen). Pembelajaran sejarah
memberdayakan pemikiran logis dan kontroversi akan bermakna jika peserta
kritis yang sebetulnya berpotensi dimiliki didik lebih dititikberatkan kepada proses
oleh semua anak. Hal lainnya guru (misal bagaimana mereka mencari data
tentu harus memiliki sisi kebijaksanaan dan fakta dari sumber yang berbeda,
dalam dirinya. Mengutip Francois Caron bagaimana mereka menalar, berimajinasi,
(Profesor Sejarah Universitas Sorbonne) dan mengasosiasi dari kumpulan atau
“Tatkala sejarah menyadarkan kita tentang pendapat yang berbeda, bagaimana mereka
perbedaan-perbedaan, ia sebetulnya telah mampu berargumen, berdialog satu
mengajarkan toleransi dan kebebasan” sama lain untuk menguatkan pendapat
(Asvi Warman, 2007: 1). ataupun versinya masing-masing). Jika
proses ini berjalan peran guru sebagai
MENGAJARKAN SEJARAH
fasilitator sangat diperlukan, terutama
KONTROVERSI: MEMBERIKAN
dalam mengajarkan kebijaksanaan,
PEMAHAMAN
bahwa dalam dunia akademik, perbedaan
Untuk mengajarkan sejarah (selama bisa dipertanggungjawabkan)
kontroversi diperlukan sosok guru yang adalah merupakan hal yang lumrah, nilai
mau berkomitmen untuk memberikan pendidikan karakter dengan sendirinya
materi pembelajaran kontroversi di dalam terjalin dalam proses ini.
kelas. Hal ini karena pembelajaran sejarah
MENGAJARKAN SEJARAH
kontroversi membutuhkan persiapan dan
KONTROVERSI: MODEL
keberanian guru dalam mengambil resiko
PEMBELAJARAN SOSIAL
(Harwood dan Hahn, 1990). Komitmen
dan persiapan yang matang, diharapkan Model pembelajaran sosial dibangun
akan mampu mereduksi masalah-masalah untuk mendapatkan keuntungan, dari
teknis pembelajaran, seperti keterbatasan adanya fenomena bahwa dalam belajar
waktu, kelangkaan sumber dan media, tidak hanya bertumpu pada aspek kognitif
materi ajar, serta pemilihan metode semata, aspek afektif dan ketrampilan juga
pembelajaran yang tepat. Jika secara dibutuhkan dalam membuat komunitas
pribadi guru sudah kuat, maka langkah pembelajaran (Joyce,Weil dan Calhoun,
selanjutnya adalah menguatkan peserta 2011: 34-35). Model pembelajaran sosial
didik, dengan memberikan pemahaman menekankan pada aktivitas pembelajaran
tentang tujuan praksis (urgensi) gotong-royong dan upaya peserta didik
pembelajaran sejarah kontroversi. dalam membangun pengetahuan sendiri.
Setidaknya ada dua model pembelajaran
Di awal peserta didik harus
sosial yang cocok digunakan dalam
ditekankan bahwa mempelajari sejarah
mengajarkan sejarah kontroversi, yaitu:
kontroversi tidak hanya sekedar berbicara
benar atau salah? Siapa pelaku utamanya? a. Investigasi Kelompok
Kapan kejadiannya? Dimana tempatnya?
Model ini dapat melatih guru dan peserta
(sekali lagi pemahaman akan dimensi
didik untuk mengembangkan suasana
kognitif-faktual sangat penting dalam
demokrasi (mengemukakan pendapat
mempelajari sejarah, akan tetapi diluar itu
dan argumentasi) dalam pembelajaran di
kita boleh mengabaikan penanaman nilai;
kelas. Peserta didik berperan aktif dalam
berpikir logis, kritis, kreatif, kausalitas

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 83 Vol.4 No.2 Juli 2015


membahas dan menyelesaikan sebuah yang memperkuat peran Sri Sultan
tema kontroversi. Adapun langkah- Hamengkubuwono IX dalam Serangan
langkah dan aplikasi model pembelajaran Umum Satu Maret 1949.
sosial menurut Joyce, Weil dan Calhoun
(2011: 299-324) adalah sebagai berikut: 5. Menganalisis perkembangan dan
proses
1. Menyajikan situasi yang rumit
Peserta didik saling sharing dan
Aplikasi dalam pembelajaran konfirmasi mengenai jawaban atau
sejarah, guru dapat mengemukakan fakta yang mereka peroleh.
tema-tema kontroversi. Misal
guru mengemukakan fakta yang 6. Mendaur ulang aktivitas
bertentangan dengan pendapat umum Setelah jawaban diperoleh setiap
bahwa pada kasus Serangan Umum kelompok merumuskan langkah yang
Satu Maret 1949 yang berperan sebagai lebih efektif atau mengatur kembali
“aktor intelektual” sebenarnya adalah cara terbaik dalam menyelesaikan
Sri Sultan Hamengkubuwono IX, tugas.
bukan Suharto.
b. Model Jurispudensi
2. Menjelaskan dan menguraikan reaksi
terhadap situasi Model ini dimaksudkan agar peserta didik
belajar merespon secara kritis tema berupa
Peserta didik diminta untuk peristiwa maupun kebijakan-kebijakan
mengidentifikasi setiap reaksi yang yang bersifat kontroversi dalam sejarah.
diperlihatkan peserta didik lain dan Langkah-langkah dan aplikasi model
mencoba menjelaskan apa yang harus jurispudensi adalah sebagai berikut:
dilakukan untuk kegiatan selanjutnya
dalam rangka mendapatkan penjelasan 1) Mengarahkan peserta didik pada
yang lebih lengkap. tema

3. Merumuskan definisi masalah, peran, Aplikasi dalam pembelajaran sejarah,


tugas, dan mengaturnya dalam di awal guru memperkenalkan tema
pembelajaran. atau mereview fakta.

Berdasarkan keterangan di atas, guru 2) Mengidentifikasi tema


bersama peserta didik merumuskan
Guru dan peserta didik
tugas yang harus dikerjakan oleh
mengidentifikasi tema kemudian
peserta didik, misal guru membagi
mengidentifikasi konflik dan nilai.
peserta didik ke dalam beberapa
Misal pada tema konflik antara pusat
kelompok kemudian memberikan
dan daerah 1945-1950 yang melahirkan
tugas seperti mengumpulkan sumber-
pergolakan di daerah-daerah sebagai
sumber mengenai Serangan Umum
bentuk ketidakpuasaan atas kebijakan
Satu Maret 1949.
pemerintah pusat. Dari tema tersebut
4. Studi mandiri dan berkelompok dapat dirumuskan beberapa fakta
dan nilai antara lain: primordialisme,
Setiap kelompok melakukan kerja orientasi idealisme dan materialisme,
mandiri mengumpulkan sumber- ketidakadilan, kesenjangan ekonomi,
sumber untuk menjelaskan fakta patriotisme.

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 84 Vol.4 No.2 Juli 2015


3) Menentukan sikap dan memposisikan satu versi saja.
diri
3. Neutral Impartiality: Guru
Peserta didik diminta memilih berada memperkenalkan materi kontroversi,
pada posisi pro atau kontra, kemudian tetapi menghindar untuk menjelaskan
menganalisis dan mempertimbangkan secara spesifik.
dampak dari masing-masing pilihan.
4. Commited Impartiality. Guru
4) Membentuk argumentasi dan memperkenalkan, membahas,
mengeksplorasi sikap dan mendiskusikan materi sejarah
kontroversi kepada peserta didik.
Peserta didik diminta menyusun
argumentasi dan menjelaskan mengapa Guru yang baik dan berkompeten
pilihan yang dipilih menjadi prioritas tentunya harus mampu memposisikan
untuk dilakukan. diri dan memilih pendekatan commited
impartiality di dalam mengajarkan materi
5) Memperhalus dan mengkualifikasi sejarah kontroversi. Jika guru sudah
posisi berkomitmen untuk mengajarkan materi
Peserta didik diminta menyatakan sejarah kontroversi, maka ada beberapa
alasan mengambil posisi tersebut dan strategi alternative yang bisa dijalankan
membuat perbandingan pada situasi yaitu:
yang hampir mirip. 1. Commited: Guru menyampaikan hanya
6) Menguji asumsi-asumsi faktual satu versi materi sejarah kontroversi
yang di yakini dan di kuasai untuk di
Peserta didik mengidentifikasi diskusikan.
argumentasi yang dibuat dan
menganalisa apakah argumentasi 2. Objective: Guru menyampaikan
itu relevan, selanjutnya seluruh versi berdasarkan pendapat-
mempertimbangkan bagaimana jika pendapat dari sejarawan atau
asumsi-asumsi yang dibangun benar- sebagaimana tertulis dalam literatur-
benar terjadi. literatur sejarah tanpa mengemukakan
pendapat pribadinya.

3. Devils Advocate: Guru mengambil


Pendekatan dan Strategi dalam peran atau posisi yang berlawanan
Pembelajaran Sejarah Kontroversi (kontra) dengan pendapat peserta
didik, hal ini untuk memancing dialog
Beberapa pendekatan dan strategi yang
atau diskusi.
ditawarkan dalam mengajarkan sejarah
kontroversi antara lain (Tsabit Azinar 4. Advocate: Guru menyampaikan seluruh
Ahmad, 2012): versi dan memberikan kesimpulan
dari (salah satu) versi yang di dukung,
1. Exclusive Neutrality: Guru tidak
dan mempersilahkan peserta didik
membahas dan memperkenalkan
memberikan penilaian.
materi sejarah kontroversi.
5. Impartial Chairperson: Guru
2. Exclusive Partiality: Guru
menstimulus peserta didik, agar
memperkenalkan dan membela salah
mereka mampu memunculkan versi-

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 85 Vol.4 No.2 Juli 2015


versi yang berbeda dalam proses kepentingan politis penguasa (mengacu
dialog atau diskusi. kepada landasan ideologis yang dianut
oleh Negara).
6. Declarated Interest: Guru menjelaskan
salah satu versi untuk dikritisi Guru sejarah tidak bisa menghindari
kemudian diinvestigasi oleh peserta realitas ini, justru guru sejarah harus
didik. mampu menjawab realitas ini dengan
memberikan pemahaman kepada
Guru bisa memilih diantara strategi peserta didik sekaligus melaksanakan
yang ditawarkan, semua tergantung pembelajaran sejarah kontroversi
tujuan yang ingin dicapai dan melihat yang mampu beradaptasi dengan
kondisi peserta didik disekolah masing- perkembangan zaman. Guru sejarah yang
masing. Yang jelas sebagai fasilitator guru kontekstual harus mampu memberikan
harus mampu menampilkan cara pandang variasi dan mengkolaborasikan metode-
yang apa adanya (objective), logis (masuk metode pembelajaran berdasarkan
akal), neutral (tidak tendensius), balance pendekatan konstruktivis, berpikir
(seimbang) dan berpijak pada data dan terbuka, kaya akan referensi, bijaksana,
fakta yang jelas (reason). serta tidak memaksakan kehendak
ataupun tafsirnya dalam melihat sebuah
teks dan peristiwa sejarah.
KESIMPULAN
Pembelajaran sejarah kontroversi
Perkembangan zaman pada lebih menekankan pada proses yang
hakikatnya berjalan lurus dengan bertujuan agar peserta didik mampu
perkembangan ilmu pengetahuan itu memberdayakan nalarnya secara logis,
sendiri. Pasca rezim orde baru tumbang, kritis, dan kreatif. Sebagaimana yang
struktur sosial-politis memunculkan sudah dikemukakan di pembahasan,
narasi dan tafsir-tafsir baru yang secara adanya jarak antara masa lampau dan masa
otomatis melahirkan adanya “gugatan” di sekarang hanya dapat dilihat dengan cara
dalam melihat ataupun mengkaji peristiwa membangun “jembatan penghubung”,
sejarah yang selama ini diyakini. Tafsir yang disusun dari kontruksi berpikir
ini biasanya lahir dari para sejarawan peserta didik. Peserta didik dituntut
yang dengan etika keilmuannya berusaha kreatif (berimajinasi, membayangkan)
menyampaikan sesuatu secara apa adanya situasi masa lampau yang berkaitan erat
sekaligus membuka tabir terhadap sesuatu dengan masa sekarang, termasuk mencoba
yang selama ini dianggap “ditutup tutupi”. melihat kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi di masa yang akan datang.
Sejarah sesungguhnya memiliki dua
Banyaknya sumber-sumber dan tafsir
wajah, satu sisi sejarah sebagai sebuah
yang ”menyelimuti” peristiwa sejarah
disiplin ilmu dan disisi lain sejarah
pastinya akan membentuk sisi kritis
sebagai sarana pendidikan. Kedua sisi
peserta didik, untuk memilah mana
ini seringkali berbenturan satu sama
sumber dan tafsir yang bisa diterima secara
lain. Disaat sebagian suara menuntut
logis. Jika merujuk pada pendekatan
sejarah harus disampaikan apa adanya
konstruktivis, guru berperan penting
(mengacu kepada sumber-sumber yang
dalam menumbuhkembangkan potensi
mendukung), suara lainnya bertahan
yang ada di dalam diri peserta didik.
dengan asumsi sejarah harus mengikuti

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 86 Vol.4 No.2 Juli 2015


Model pembelajaran sosial yang memilih pendekatan dan strategi yang
bertumpu pada aspek gotong-royong dipakai dalam pembelajaran sejarah
dan kemampuan peserta didik dalam kontroversi, semua tergantung dari sudut
membangun pengetahuan sangat cocok di pandang guru itu sendiri.
terapkan dalam pembelajaran kontroversi.
Melalui investigasi kelompok dan model
Daftar Pustaka
jurispudensi peserta didik di berikan
ruang untuk memilih tema, mencari Adam, Asvi Warman, Seabad Kontoversi
sumber-sumber, dan mengemukakan Sejarah, Yogyakarta: Ombak. 2007
hasil kerjanya secara bergantian. Pada
Ahmad, Tsabit Azinar (2012). Mengajarkan
aplikasinya peserta didik dituntut untuk
Isu Kontroversial: versi ringkas
kritis dalam menanggapi setiap tema dan dari makalah yang dipresentasikan
mengemukakan argumentasinya secara dalam Seminar Nasional Reformulasi
logis berdasarkan sumber-sumber yang Pendidikan Sejarah di UNY.
mendukung. Selain itu peserta didik Diunduh tanggal 3 Mei 2015 dari
juga akan menjadi kreatif karena diajak http://sejarahkritis.wordpress.
untuk berpikir kearah kemungkinan com/2012/10/16/mengajarkan-isu-
(memposisikan diri di posisi pelaku, kontroversial
dan mempertimbangkan seandainya Creswell, W. John, Research Design
asumsi-asumsi yang kita bangun menjadi Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
kenyataan). Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2010
Perubahan dalam sejarah adalah
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan
sebuah keniscayaan, sebab sejarah
Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta:
bukanlah benda sakral yang pantang Rajawali Pers. 2011
untuk disentuh apalagi digubah.
Sejarah identik dengan keterbukaan, Frederick H. William dan Soeri Soeroto
(Penyunting), Pemahaman Sejarah
keterbukaan yang bisa dicapai selama
Indonesia Sebelum dan Sesudah
ada sumber-sumber (data dan fakta Revolusi. Jakarta: LP3ES.2005
baru yang ditemukan). Berdasarkan
prinsip keilmuan biarkanlah sejarawan Hasan, Hamid, (2012). Pendidikan Sejarah
Indonesia, Isu dalam Ide dan
bekerja, memecahkan peristiwa sejarah
Pembelajaran. Bandung: Rizqi Press.
dan memberikan narasi yang jujur, apa
adanya, dan bisa dipertanggungjawabkan Hastuti, Elly. Peningkatan Kesadaran
secara akademis. Tugas guru sebagai Sejarah Siswa Melalui Pemanfaatan
Sumber Belajar Isu Kontroversi. Jurnal
pendidik yang memiliki hak otonomi
Teknologi Pendidikan, Vol. 10, No. 2
dalam mengajar (pelajaran sejarah) di
Agustus 2008.
kelas, tentu memiliki kebebasan di dalam
proses “transfer of knowledge” dan “transfer Issom, Sri Sjamsiar dan M. Fakhruddin,
of value”. . Makalah Kontroversi Sejarah
Orde Baru: Permasalahan Sekitar
Tanpa mengabaikan narasi dan tafsir Pembelajaran Sejarah di Sekolah.
dari sejarawan, dalam ranah pendidikan Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional
guru berhak memilah mana nilai-nilai VII. Serpong.1999
yang patut diajarkan dan nilai-nilai Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2011
yang seharusnya dihindarkan, termasuk

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 87 Vol.4 No.2 Juli 2015


Kasemin, Kasiyanto,. Mendamaikan sejarah:
Analisis Wacana Pencabutan TAP
MPRS/XXV/1966. Yogyakarta:
LKIS.2003
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Tiara Wacana.2013
Nazir, M, Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.2003
Subakti, Y.R. Paradigma Pembelajaran
Sejarah Berbasis Konstruktivisme.
Jurnal SPPS, Vol. 24, No. 1 April 2010.
Supardan, Dadang,Pengembangan Kreatifitas
Guru Dalam Pembelajaran Sejarah;
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Sejarah. Bandung: Laboratorium
Jurusan Pendidikan sejarah FPIPS
UPI.2011
Tim Penyusun Pedoman Bahan Ajar Sejarah
Bagi Guru Sekolah Menengah (SMU/
MA,SMK),Kurikulum 1994 Suplemen
GBPP Mata Pelajaran Sejarah. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional,
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah.2001

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 88 Vol.4 No.2 Juli 2015


Kurikulum Pendidikan di SD dan SMA
Pada Masa Orde Baru
Oleh : Andi Dewi Riang Tati
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar

Abstract
The new order lasts from 1968 to 1998 , and can be regarded as the era of national development . In the
field of development of education , especially primary education , there is a significant leap in the presence
of Presidential Decree (Presidential Instruction) Basic Education . The implementation of education in
the new order turned out to be many obstacles , because the new order brings educational ideology of “
uniformity “ that compress the progress in the field of education . In the new order of educational equality
in education can not be created because the elements dominating and submissive still very strong in the
education pattern of the new order.
Keywords: Education New Orde

Abstrak
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan
nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan
yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (INPRES) Pendidikan Dasar. Pelaksanaan
pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru
mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada
pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan
submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru.
Kata Kunci; Pendidikan Orde Baru

PENDAHULUAN

Orde baru berlangsung dari tahun Pada pendidikan Orde Baru


1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan kesetaran dalam pendidikan tidak dapat
sebagai era pembangunan nasional. diciptakan karena unsur dominatif dan
Dalam bidang pembangunan pendidikan, submisif masih sangat kental dalam pola
khususnya pendidikan dasar, terjadi pendidikan orde baru. Pada masa ini,
suatu loncatan yang sangat signifikan peserta didik diberikan beban materi
dengan adanya Instruksi Presiden pelajaran yang banyak dan berat tanpa
(INPRES) Pendidikan Dasar. Namun, memperhatikan keterbatasan alokasi
yang disayangkan adalah pengaplikasian kepentingan dengan faktor-faktor
INPRES ini hanya berlangsung dari kurikulum yang lain untuk menjadi peka
segi kuantitas tanpa diimbangi dengan terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif
perkembangan kualitas. Yang terpenting lain yang tercipta pada masa ini adalah:
pada masa ini adalah menciptakan lulusan
terdidik sebanyak-banyaknya tanpa
memperhatikan kualitas pengajaran dan 1. Produk-produk pendidikan diarahkan
hasil didikan. untuk menjadi pekerja. Sehingga,

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 89 Vol.4 No.2 Juli 2015


berimplikasi pada hilangnya eksistensi Riset dan Teknologi (saat itu dipimpin
manusia yang hidup dengan akal BJ.Habibie) merupakan kementerian
pikirannya (tidak memanusiakan yang memegang peran utama dalam
manusia); perencanaan pembangunan.
2. Lahirnya kaum terdidik yang tumpul
Dalam hal intervensi terhadap
akan kepekaan sosial, dan banyaknya
pendidikan, kebijakan Orde Baru mirip
anak muda yang berpikiran
kebijakan kolonial. Praktik pendidikan
positivistik;
disterilkan dari politik praktis. Kurikulum
3. Hilangnya kebebasan berpendapat.
dan buku pelajaran tertentu disusun
Pada dua periode pertama kekuasaan menurut versi politik pemerintah. Seperti
Soeharto (1968-1973 dan 1973-1978), kolonial, gaya pemerintahan Orde Baru
pendidikan sebagai wahana pembelajaran menimbulkan resistensi kelompok-
dan penggodokan calon pemimpin masih kelompok kritis terhadap dominasi
diteruskan dengan baik. Hanya saja kekuasaan.
dinamika pergerakan mahasiswa dan
Di era Orde Baru kebebasan sedikit
pelajar untuk mengkritisi pembangunan
demi sedikit direnggut sampai tidak
Soeharto, berujung pada apa yang disebut
tersisa samasekali. Membaca buku tertentu
Malapetaka 15 Januari 1974 dan terbitnya
bahkan dianggap sebagai tindakan
Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978
kriminal. Kebebasan berorganisasi
untuk menolak Soeharto kembali menjadi
dikooptasi dengan adanya organisasi-
Presiden untuk ketiga kalinya.
organisasi yang sudah korporatis pada
kekuasaan, sehingga memarjinalisasi
METODOLOGI PENELITIAN politik mahasiswa. Kebebasan akademis
dikekang dengan perlunya izin kegiatan
Sejalan dengan pemerintahan
dari pihak yang berwenang. sekolah telah
Soeharto yang otoriter, tampaknya isu
dipisahkan dari soal-soal nyata sehari-
tentang pendidikan dikesampingkan,
hari. (Harefa, 2000) .
terutama mungkin terkait dengan
kekhawatiran akan timbulnya gejolak Selama mengikuti proses
apabila pendidikan politik benar-benar pembelajaran di sekolah, peserta didik
dilakukan sepenuhnya. Sejak saat itu, (nyaris) tidak pernah bersentuhan dengan
pendidikan digunakan sebagai kendaraan pendidikan nilai yang berorientasi pada
politik bagi pemerintahan Soeharto untuk pembentukan watak dan kepribadian.
melakukan indoktrinasi terhadap rakyat. Mereka diperlakukan bagaikan “tong
sampah” ilmu pengetahuan yang harus
Sejak saat itu, fokus pembangunan
menerima apa saja yang dijejalkan
lebih diarahkan kepada pembangunan
dan disuapkan oleh para guru. Hal itu
ekonomi daripada pembangunan
diperparah dengan munculnya kebijakan
manusia. Departemen Pendidikan pun
pemerintah masa lalu yang cenderung
tumbuh menjadi kementerian yang
sentralistis dan otoriter, sehingga
termarjinalisasi dibandingkan dengan
memberangus dan mengebiri fungsi
departemen lain. Rosser (2002) mencatat,
sekolah sebagai pusat pendidikan nilai
pada tahun 1980-an Menteri Sekretaris
religi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan,
Negara (saat itu dipimpin Sudharmono
moral, kemanusiaan, dan semacamnya.
dan Ginandjar Kartasasmita) dan Menteri

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 90 Vol.4 No.2 Juli 2015


Yang lebih memprihatinkan, masyarakat yang homogen. Pada masa ini
pendidikan dinilai hanya dijadikan sebagai tidak ada tempat bagi perbedaan pendapat,
alat untuk melanggengkan kekuasaan sehingga melahirkan disiplin semu dan
melalui berbagai polarisasi, indoktrinasi, melahirkan masyarakat peniru. Pada masa
sentralisasi, dan regulasi yang tidak ini pertumbuhan ekonomi yang dijadikan
memihak rakyat. Keluaran pendidikan panglima. Pembangunan tidak berakar
tidak digembleng untuk mengabdi kepada pada ekonomi rakyat dan sumber daya
rakyat, tetapi telah dipola dan dibentuk domestik, melainkan bergantung pada
untuk mengabdi kepada kepentingan utang luar negeri sehingga melahirkan
kekuasaan. sistem yang tidak peka terhadap daya saing
dan tidak produktif. Berbagai layanan
Sebagaimana sistem politik yang ada
publik tidak mempunyai akuntabilitas
pada era ini, maka manajemen pendidikan
sosial oleh karena masyarakat tidak
dilaksanakan secara sentralistis. Semua
diikutsertakan di dalam manajemennya.
kebijakan sampai detail ditentukan
Bentuk pembangunan pada saat itu
oleh pusat. Sekolah sebagai lembaga
mengingkari kebhinekaan serta semakin
yang langsung melaksanakan proses
mempertajam bentuk primordialisme.
pembelajaran tidak memiliki kewenangan
Penerapan pendidikan tidak diarahkan
yang memadai. Kebijakan ini memiliki
lagi pada peningkatan kualitas melainkan
implikasi perencanaan dan upaya
pada target kuantitas.
peningkatan mutu bersifat top-down.
Akibatnya, peningkatan mutu tidak ada Para penguasa terlalu banyak
disekolah-sekolah, dan hanya ada di pusat. mencampuri dan “mengarahkan“
sistem pendidikan, sehingga apa yang
Sejalan dengan pemerintahan
disebut filsafat pendidikan nyaris tidak
Soeharto yang otoriter, tampaknya
terefleksikan dalam setiap tindakan
isu tentang pendidikan mulai
pendidikan maupun pembelajaran.
dikesampingkan, terutama terkait
Sistem pendidikan, ataupun mungkin
dengan kekhawatiran akan timbulnya
lebih sempit dari itu: sistem persekolahan
gejolak apabila pendidikan politik benar-
terlalu banyak digunakan sebagai vehicle
benar dilakukan sepenuhnya. Sejak
untuk transmisi sosial membangun
saat itu kita lebih melihat pendidikan
kehidupan bersama dan menomorduakan
digunakan sebagai kendaraan politik bagi
kebhinekaan demi keekaan. Konvergensi
pemerintahan Soeharto untuk melakukan
dan kesamaan tujuan pembangunan.
indoktrinasi terhadap rakyat. Rezim Orde
Dengan demikian membangun manusia
Baru amat yakin akan terjadi mukjizat yang
Indonesia seutuhnya sebenarnya telah
meneteskan hasil pembangunan kepada
direduksikan dalam tindak pendidikan.
rakyat miskin (trickle down effects).
(Semiawan, C, 2000: 21).
Kebijakan pendidikan pada masa
Dalam era orde baru ini dikenal
Orde Baru diarahkan pada penyeragaman.
sebagai era pembangunan nasional.
Tilaar (2002:3) menjelaskan pendidikan di
Dalam bidang pembangunan pendidikan,
masa ini diarahkan kepada uniformalitas
khususnya pendidikan dasar terjadi suatu
atau keseragaman di dalam berpikir dan
loncatan yang sangat signifikan dengan
bertindak. Pakaian seragam, wadah-wadah
adanya INPRES Pendidikan Dasar.
tunggal dari organisasi sosial masyarakat,
Tetapi sayang sekali INPRES Pendidikan
semuanya diarahkan kepada terbentuknya
Dasar belum ditindak lanjuti dengan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 91 Vol.4 No.2 Juli 2015


peningkatan kualitas tetapi baru kuantitas. penduduk buta huruf yang menurun.
Dalam era pembangunan nasional selama Pada sensus tahun 1971, dari total jumlah
lima REPELITA yang ditekankan ialah penduduk 80 juta jiwa,Indonesia masih
pembangunan ekonomi sebagai salah memiliki 39,1 persen penduduk usia 10
satu dari TRILOGI pembangunan. Maka tahun ke atas yang berstatus buta huruf.
kemerosotan pendidikan nasional telah Sepuluh tahun kemudian, menurut sensus
berlangsung. Selain itu sistem ujian tahun 1980, persentase itu menurun
Negara (EBTANAS) telah berubah menjadi menjadi hanya 28,8 persen. Hingga sensus
bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa berikutnya tahun 1990, angkanya terus
menurut rumus-rumus tertentu. Akhirnya menyusut menjadi 15,9 persen.
di tiap-tiap lembaga pendidikan sekolah
Corak politik pemerintah yang
berusaha untuk meluluskan siswanya
demikian itu selanjutnya menimbulkan
100%. Hal ini berakibat pada suatu
paling kurang enam masalah pendidikan.
pembohongan publik dan dirinya sendiri
Pertama, masih banyak rakyat Indonesia
dalam masyarakat. Oleh sebab itu era Orde
yang belum memperoleh pendidikan.
Baru pendidikan telah dijadikan sebagai
Kedua, mutu lulusan pendidikan di
indikator palsu mengenai keberhasilan
Indonesia tergolong rendah dibandingkan
pemerintah dalam pembangunan. Dari
dengan mutu lulusan pendidikan di negara
hasil manipulasi ujian nasional sekolah
lain. Ketiga, pendidikan di Indonesia
dasar kemudian meningkat ke sekolah
belum menjadi pranata sosial yang kuat
menengah dan kemudian meningkat
dalam memberdayakan sumber daya
ke sekolah menengah tingkat atas dan
manusia Indonesia. Keempat, pendidikan
selanjutnya berpengaruh pada mutu
di Indonesia belum berhasil melahirkan
pendidikan tinggi
lulusan yang mengamalkan keimanan,
Ada beberapa kebijakan pokok ketakwaan, aklak mulia dan budi pekerti
dalam pendidikan pada masa Orde Baru, luhur. Kelima, pendidikan belum
yaitu: mampu mendorong lahirnya masyarakat
belajar (learning society) dalam rangka
a. Relevansi Pendidikan
pelaksanaan konsep belajar seumur
Yaitu penyesuaian isi pendidikan hidup. Keenam, dunia pendidikan kurang
dengan kebutuhan pembangunan sejalan dengan tuntutan dunia kerja dan
terhadap sumber daya manusia yang kebutuhan lokal.
diperlukan. Kebijakan ini secara eksplisit
b. Pemerataan Pendidikan
muncul pada pelita I, II, III, IV dan V.
Setelah perluasan kesempatan belajar, Sejak pelita I disadari pentingnya
sasaran perbaikan bidang pendidikan memberikan kesempatan yang sama dan
selanjutnya adalah pemberantasan buta lebih luas tentang pendidikan untuk semua
aksara. Kenyataan bahwa masih banyak warga negara. Kebijakan pemerataan
penduduk yang buta huruf ditanggapi dan perluasan pendidikan dilaksanakan
pemerintahan Soeharto dengan melalui wajib belajar Sekolah Dasar. Sejak
pencanangan penuntasan buta huruf pada awal kekuasaannya sebagai Presiden RI,
16 Agustus 1978. Soeharto berupaya menggarap pendidikan
sebagai hal yang harus dibenahi secara
Keberhasilan program kejar salah
serius. Tiga hal yang cukup populer di
satunya terlihat dari angka statistik
masyarakat adalah, pertama; program

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 92 Vol.4 No.2 Juli 2015


wajib belajar, kedua; pembangunan SD kualitas pendidikan dasar. Sebelum wajib
Inpres, ketiga; pembentukan kelompok belajar dicanangkan, upaya peningkatan
belajar atau kejar. Dengan mencanangkan kualitas pendidikan dasar didahului
“wajib belajar 9 tahun”, termasuk juga dengan dikeluarkannya Inpres No 10/1973
yang tak kalah populer adalah dibukanya tentang Program Bantuan Pembangunan
program SD Inpres untuk daerah-daerah Gedung SD.
terpencil dan terisolir diberbagai belahan
daerah di Indonesia. Program wajib Pelaksanaan program wajib belajar
belajar dicanangkan pada 2 Mei 1984, yang diikuti dengan penambahan
diakhir Pelita (Pembangunan Lima Tahun) fasilitas pendidikan diwujudkan dengan
III. Dalam sambutannya saat itu, Soeharto peningkatan jumlah sekolah dan guru
menyatakan, kebijakan ini bertujuan SD di seluruh Indonesia. Sebelum
untuk memberikan kesempatan yang program Rencana Pembangunan Lima
sama dan adil kepada seluruh anak usia Tahun (REPELITA) dilaksanakan, jumlah
7-12 tahun di belahan bumi Indonesia gedung SD yang tercatat pada tahun 1968
mana pun dalam menikmati pendidikan sebanyak 60.023 unit dan gedung SMP
dasar. Seremonial pencanangan dilakukan 5.897unit. Pada awal Pelita VI, jumlah itu
secara besar-besaran di Stadion Utama telah meningkat menjadi sekitar 150.000
Senayan, Jakarta. Program ini memang gedung SD dan 20.000 gedung SMP.
telah direncanakan saat Pelita II. Tidak Pelaksanaan tahap pertama program SD
murni seperti kebijakan wajib belajar di Inpres adalah pembangunan 6.000 gedung
negara lain yang memiliki unsur paksaan SD yang masing-masing memiliki tiga
dan ada sanksi bagi yang mengabaikan. ruang kelas. Ketika itu Indonesia baru saja
Pemerintah hanya mengimbau orangtua mendapat limpahan dana hasil penjualan
agar memasukkan anaknya yang minyak bumi yang harganya naik sekitar
sudah cukup umur ke sekolah. Negara 300 persen dari sebelumnya. Uang itu
bertanggung jawab terhadap penyediaan kemudian digunakan untuk mempercepat
sarana dan prasarana pendidikan yang pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat,
dibutuhkan, seperti gedung sekolah, salah satunya pendidikan. Pada tahun-
peralatan sekolah, disamping tenaga guru tahun awal pelaksanaan program SD
dan kepala sekolah. Karena tidak ada Inpres, hampir setiap tahun, ribuan
sanksi, dalam prosesnya hingga kini, masih hingga puluhan ribu gedung sekolah
ditemukan anak-anak pada kelompok usia dibangun. Pembangunan paling besar
pendidikan dasar yang tidak bersekolah. terjadi pada periode 1982/1983 ketika
Upaya pelaksanaan wajib belajar 9 tahun 22.600 gedung SD baru dibuat. Hingga
pada kelompok usia 7-15 tahun dimulai periode 1993/1994 tercatat hampir 150.000
saat diresmikannya Pencanangan Wajib unit SD inpres telah dibangun. Seiring
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada 2 dengan pembangunan gedung SD inpres
Mei 1994. Kebijakan ini diperkuat dengan tersebut, ditempatkan pula satu juta lebih
dikeluarkannya Instruksi Presiden guru inpres di sekolah-sekolah itu. Total
(Inpres) Nomor 1 Tahun 1994. Program dana yang dikeluarkan untuk program
wajib belajar yang dimulai Soeharto di ini hingga akhir Pembangunan Jangka
akhir Pelita III diakui telah meningkatkan Panjang (PJP) I mencapai hampir Rp 6,5
taraf pendidikan masyarakat Indonesia triliun.
saat itu. Fokus utama ketika itu adalah Keberhasilan program wajib belajar
peningkatan angka-angka indikator 6 tahun ditandai dengan kenaikan angka

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 93 Vol.4 No.2 Juli 2015


partisipasi Sekolah Dasar (SD) sebesar pada akhirnya melahirkan tulisan yang
1,4 persen. Angka partisipasi SD menjadi utuh melalui proses rekonstruksi. Menurut
89,91 persen diakhir Pelita IV. Kenaikan Lois.
angka partisipasi itu menambah kuat niat
pemerintah untuk memperluas kelompok
usia anak yang ikut program wajib belajar HASIL DAN PEMBAHASAN
selanjutnya, menjadi 7-15 tahun, atau Kurikulum 1984 di SD
tamat sekolah menengah pertama (SMP).
Jumlah guru SD yang sebelumnya pada Prinsip dan pendekatan pengembangan
kisaran angka ratusan ribu, pada awal Kurikulum 1984 berbeda dengan yang
tahun 1994 menjadi lebih dari satu juta digunakan pada Kurikulum 1975. Prinsip-
guru. Lonjakan jumlah guru dari puluhan prinsip pengembangan Kurikulum 1984
ribu menjadi ratusan ribu juga terjadi pada dikemukakan berikut ini:
guru SMP. 1. Pendekatan belajar lebih
menekankan bagaimana anak belajar
daripada apa yang dipelajari, tanpa
METODE PENELITIAN mengabaikan ketuntasan belajar yang
memperhatikan kecepatan belajar
Penelitian ini menggunakan
murid.
pendekatan penelitian sejarah. Menurut
2. Kegiatan penilaian terutama
Hariyono (1995:109) meliputi langkah-
diarahkan kepada upaya untuk
langkah yaitu heuristic, kritik, interpretasi,
menentukan seberapa jauh tujuan-
dan historiografi. Langkah pertama
tujuan, baik yang bersifat proses
dilakukan pengumpulan data (heuristic)
maupun hasil belajar yang diinginkan,
terhadap buku-buku atau dokumen-
telah terwujud.
dokumen yang akan dijadikan sumber
3. Pengembangan kurikulum sekolah
data sebagai landasan untuk melakukan
dasar berpedoman pada:
analisis. Jurnal-jurnal, buku-buku dan
a. Pancasila dan Undang-Undang Dasar
dokumen-dokumen yang dikumpulkan
1945: Kurikulum dikembangkan
yaitu berkaitan dengan pendidikan
dengan berdasarkan Pancasila dan
dan pembentukan karakter di sekolah.
Undang-Undang Dasar 1945, serta
Langkah kedua yaitu kritik sumber. Kritik
berpedoman pada GBHN yang
sumber dilakukan sebagai filter secara
berlaku dalam rangka mewujudkan
kritis dalam melakukan penilaian sumber
cita-cita pembangunan nasional pada
menyangkut otentitas dan kepercayaan
umumnya dan tujuan pendidikan
sumber. Kritik dilakukan melalui 2 (dua)
nasional pada khususnya.
tahap baik kritik intern (materi sumber)
b. Relevansi: Kurikulum dikembangkan
maupun kritik ekstern (subtansi atau
dengan mempertimbangkan baik
isi). Langkah ketiga yaitu interpretasi
tuntutan kebutuhan murid pada
(penafsiran) yaitu peneliti melakukan
umumnya maupun tuntutan
penafsiran terhadap sumber-sumber data
kebutuhan murid secara perorangan
yang telah dikritik baik intern maupun
sesuai dengan minat, bakat dan
ekstern, dan langkah keempat yaitu
kemampuannya, serta kebutuhan
historiografi (penulisan) yaitu tahapan
lingkungan pada khususnya.
sintesis dari hasil penyeledikan sehingga

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 94 Vol.4 No.2 Juli 2015


c. Pendekatan pengembangan: dimulai pada tahun 1979. Proyek ini
Pengembangan kurikulum kemudian dinamakan Active Learning
dilakukan secara terus-menerus, through Professional Support (ALPS)
sesuai dengan perkembangan Project. Di Indonesia proyek ini dikenal
ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai Proyek CBSA (Cara Belajar Siswa
kebijaksanaan pemerintah, dan Aktif). Selain itu, gagasan baru supervisi
hasil-hasil penilaian terhadap guru melalui forum kerja sama guru
pelaksanaan dan hasil-hasil yang melalui Kelompok Kerja Guru (KKG),
telah dicapai untuk mengadakan kepala sekolah melalui Kelompok Kerja
perbaikan dan pemantapan Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja
pengembangan lebih lanjut. Penilik Sekolah (KKPS), dan Pusat Kegiatan
Guru (PKG) secara resmi dimasukkan ke
d. Pendidikan seumur hidup:
dalam pedoman pembinaan guru pada
Kurikulum dikembangkan
Kurikulum 1984.
untuk membuka kemungkinan
pelaksanaan pendidikan seumur Menurut UU No. 2 Tahun 1989
hidup. tentang Sistem Pendidikan Nasional,
sebagai pendidikan umum, kurikulum
e. Keluwesan: Kurikulum dikembang-
pendidikan dasar wajib memuat sekurang-
kan dengan mempertimbangkan
kurangnya bidang-bidang kajian berikut:
keluwesan program dan
pelaksanaannya. (Sumber: 1. Pendidikan Pancasila
Kurikulum 1984 SD (Sekolah
2. Agama
Dasar): Landasan, Program,
dan Pengembangan, Jakarta: 3. Kewarganegaraan
Pusatbangkurrandik, Depdikbud,
1984). 4. Bahasa Indonesia

Pengembangan Kurikulum 1984 5. Membaca dan menulis


menggunakan pendekatan keterampilan 6. Matematika (termasuk berhitung)
proses (process skill approach), yang
diperkenalkan Wynne Harlen, seorang 7. Pengantar sains dan teknologi
ahli sains untuk sekolah dasar dari
8. Ilmu bumi
Inggris yang menjadi konsultan sains
bagi Pusat Kurikulum dalam rangka 9. Sejarah nasional dan sejarah umum
kerja sama antara Pemerintah Inggris dan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 10. Kerajinan tangan dan kesenian
yang diwakili Pusat Kurikulum BP3K. 11. Pendidikan jasmani dan kesehatan
Konsultan yang menjadi koordinator
adalah Hugh Hawes dari Institute 12. Menggambar
of Education University of London,
13. Bahasa Inggris
yang kemudian dilanjutkan oleh Roy
Gardner. Kerja sama ini diawali dengan Bidang-bidang itu bukan nama mata
kegiatan sains untuk SD dan kemudian pelajaran tetapi nama kajian untuk
dirintis Proyek Supervisi bagi guru SD membentuk kepribadian dan unsur-
di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang unsur kemampuan yang diajarkan dan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 95 Vol.4 No.2 Juli 2015


dikembangkan melalui pendidikan dasar. dasar pada Ditjen Dikdasmen melakukan
Lebih dari satu unsur kajian dapat diseminasi melalui penataran terpusat
digabung dalam satu mata pelajaran atau dan kantor-kantor wilayah Depdikbud
sebaliknya satu unsur kajian dapat dibagi melakukan penataran tingkat provinsi
ke dalam lebih dari satu mata pelajaran. yang dilanjutkan ke tingkat kebupaten
Berdasarkan UU No.2/1989 Pasal 39, dan kecamatan. Disamping itu, ada juga
selanjutnya diatur oleh Keputusan inisiatif sejumlah perguruan swasta yang
Mendikbud No.060/U/1993, secara rinci bekerja sama dengan Pusat Kurikulum
kurikulum pendidikan dasar memuat 10 dan daerah-daerah binaan replikasi untuk
mata pelajaran: menerapkan cara belajar siswa aktif.
Penerbit swasta juga ikut mengupayakan
1. Pendidikan Pancasila dan introduksi atau integrasi pendekatan
Kewarganegaraan belajar aktif dalam buku pelajaran yang
2. Pendidikan Agama diterbitkan. Dasawarasa 1980-an adalah
3. Bahasa Indonesia (termasuk membaca dasawarsa kegairahan mencoba dan
dan menulis) menerapkan cara belajar siswa aktif.
4. Matematika (termasuk Berhitung) Proyek Supervisi atau CBSA itu secara
5. Ilmu Pengetahuan Alam (pengantar resmi diakhiri pada tahun 1992 sejalan
sains dan teknologi) dengan keputusan ODA/DFID Pemerintah
6. Ilmu Pengetahuan Sosial (termasuk Inggris mengakhiri bantuan kepada
ilmu bumi, sejarah nasional dan proyek ini. Hasil-hasil pengembangan
sejarah umum) cara belajar siswa aktif dan supervisi guru
7. Kerajinan Tangan dan Kesenian ini dimasukkan ke dalam Kurikulum
(termasuk menggambar 1994 dan pedoman-pedomannya. Prinsip-
8. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan prinsip pengembangan kurikulum pada
9. Bahasa Inggris, dan Kurikulum 1994 dikemukakan berikut ini:
10. Muatan lokal (sejumlah mata
1. Kegiatan belajar-mengajar
pelajaran).
dilaksanakan dengan sistem klasikal
Kurikulum 1994 di SD yang mengelompokkan anak dengan
usia dan kemampuan rata-rata hampir
Hasil-hasil dari Proyek Supervisi
sama menerima pelajaran dari seorang
bagi guru SD yang kemudian dikenal
guru dalam mata pelajaran yang sama
dengan sebutan populer “Proyek CBSA”
dalam waktu dan tempat yang sama.
yang dimulai di Cianjur pada tahun
Bila diperlukan dapat dibentuk
1979 kemudian direplikasi di Kota
penglompokan sesuai dengan tujuan
Mataram di Provinsi Nusa Tenggara
dan keperluan pengajaran.
Barat, Kabupaten Maros di Sulawesi
Selatan, Kota Binjai di Sumatera Utara, 2. Kegiatan belajar-mengajar pada
Kota Bandar Lampung di Lampung, dasarnya mengembangkan
Kabupaten Sidoarjo di Jawa Timur, dan kemampuan psikis dan fisik
Kabupaten Tanah Laut di Kalimantan serta kemampuan penyesuaian
Selatan. Selain itu, Pusat Kurikulum sosial siswa secara utuh. Dalam
juga bekerja sama dengan beberapa rangka mempersiapkan siswa
daerah lain dalam upaya replikasi ini. untuk melanjutkan pendidikan ke
Sejalan dengan itu, direktorat sekolah jenjang pendidikan menengah atau

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 96 Vol.4 No.2 Juli 2015


memasuki lapangan kerja, perlu dengan menggunakan pendekatan
diusahakan pengembangan sikap komunikatif (communicative approach) yang
bertanggung jawab dalam belajar menekankan keterampilan berbahasa
dan mengemukakan pendapat, mengganti pendekatan struktural
serta kemandirian dalam mengambil (structural approach) yang menekankan
keputusan. tata bahasa dalam kurikulum-kurikulum
sebelumnya (Kurikulum 1947 s.d.
3. Mengingat anekaragamnya mata
Kurikulum 1984). Penerapan pendekatan
pelajaran, cara penyajian pelajaran
komunikatif dalam Bahasa Indonesia
hendaknya memanfaatkan berbagai
berdampak juga kepada pengembangan
sarana penunjang seperti kepustakaan,
kurikulum Bahasa Inggris SMP dan SMA
alat peraga, lingkungan alam dan
yang menggunakan pendekatan yang
budaya, serta masyarakat dan
sama.
narasumber.
Dengan demikian, dapatlah
4. Kegiatan belajar-mengajar sebagai
dikatakan bahwa pendekatan belajar aktif
pembelajaran tambahan dapat
merupakan pendekatan pengembangan
diberikan kepada siswa baik yang
yang dianut dalam mengembangkan
akan melanjutkan ke pendidikan
Kurikulum 1994. Pendekatan belajar
menengah maupun yang akan
aktif adalah implementasi pandangan
memasuki lapangan kerja/masyarakat
konstruktivisme dalam belajar. Vygotsky
umum. Siswa dapat mengikuti
(1978) menekankan konvergensi elemen-
satu atau beberapa mata pelajaran
elemen sosial dan praktis dalam belajar.
sebagai pelajaran tambahan di luar
Momen yang amat signifikan dalam
jam pelajaran pada susunan program
lintasan perkembangan intelektual terjadi
pengajaran, dengan jatah waktu yang
ketika berbicara (speech) dan kegiatan
sesuai dengan keadaan. Kegiatan
praktik, dua jalur perkembangan yang
pembelajaran tambahan dapat berupa
sebelumnya sepenuhnya tak saling
kegiatan perbaikan atau kegiatan
tergantung (independen), berkonvergensi.
pengayaan.
Melalui kegiatan praktik seorang anak
(Sumber: Kurikulum Pendidikan Dasar: mengkonstruksi makna dalam dirinya
Landasan, Program, dan Pengembangan, (pada tingkat intra pribadinya), sedangkan
Depdikbud, 1993). berbicara menghubungkan makna ini
dengan dunia antar-pribadi yang di-
Jika diamati secara teliti, dalam share oleh anak dan budayanya.
berbagai kurikulum (GBPP) mata
pelajaran pendekatan belajar aktif menjadi Dengan mengacu kepada Tap
warna yang menonjol. Dari segi penyajian MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN
isi kurikulum dalam GBPP, komponen (Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan
kegiatan belajar amat ditekankan. Hal Yang Maha Esa, Sosial-budaya): Dasar &
ini terlihat dari uraian tentang kegiatan tujuan pendidikan nasional, UU No. 2/1989
belajar yang aktif yang merupakan porsi tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan
utama dan terbesar dalam keseluruhan PP dan PP No. 28 Tahun 1990 tentang
GBPP. Khusus dalam kurikulum mata Pendidikan Dasar serta hasil inovasi yang
pelajaran Bahasa Indonesia dikembangkan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 97 Vol.4 No.2 Juli 2015


telah dilakukan, tersusunlah struktur
hasil- hasil yang telah dicapai untuk
program Kurikulum 1994 berikut ini:
mengadakan perbaikan/pemantapan
dan pengembangan lebih lanjut.
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarga- 4. Peran Serta Daerah
negaraan Dalam pengembangan kurikulum
2. Pendidikan Agama ada pembagian kewenangan antara
3. Bahasa Indonesia Pusat dan Daerah. Wewenang Pusat
4. Matematika adalah mengembangkan konsep
5. Ilmu Pengetahuan Alam Program Inti dan Program Khusus (A
6. Ilmu Pengetahuan Sosial dan B), sedangkan Daerah berwenang
7. Kerajinan Tangan dan Kesenian menjabarkan lebih lanjut pelaksanaan
8. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan konsep tersebut, sesuai dengan cirri
9. Muatan Lokal dan kondisi daerah, terutama Program
B.
Kurikulum 1984 di SMA
Materi Kurikulum 1984 pada
Pengembangan Kurikulum 1984
dasarnya tidak banyak berbeda dengan
SMA berpedoman pada azas-azas
materi Kurikulum 1975; yang berbeda
sebagai berikut :
adalah organisasi pelaksanaanya, sehingga
1. Berlandaskan Pancasila, UUD 1945,
dengan demikian Kurikulum 1984 dapat
dan GBHN
dilaksanakan dengan menggunakan
Kurikulum dikembangkan dengan
bahan/buku- buku serta sarana yang
berlandaskan Pancasila, Undang-
ada. Perubahan yang diadakan lebih
undang Dasar 1945, serta Garis-Garis
mengarah pada penyederhanaan
Besar Haluan Negara yang berlaku,
materi setiap mata pelajaran sehingga
dalam kerangka mewujudkan cita-
mencakup hanya materi-materi yang
cita pembangunan nasional pada
penting saja. Dengan berkurangnya
umumnya, dan tujuan pendidikan
kepadatan materi kurikulum, hal itu
nasional pada khususnya.
memungkinkanterlaksananya kegiatan
2. Keluwesan
belajar mengajar yang lebih baik.
Kurikulum dikembangkan dengan
mempertimbangkan baik tuntutan Struktur program kurikulum 1984
kebutuhan siswa pada umumnya sekolah menengah umum tingkat atas
maupun kebutuhan pada siswa untuk program pilihan A Kurikulum 1984
secara perorangan sesuai dengan SMA dilaksanakan secara bertahap mulai
minat dan bakatnya, serta kebutuhan dengan I pada tahun ajaran 1984/1985, kelas
lingkungan. Hal ini diwujudkan I dan kelas II pada tahun ajaran 1985/1986;
melalui penyelenggaraan program inti dan kelas I, kelas II, kelas III pada tahun
dan program khusus (Pilihan), serta ajaran 1986/1987; dan seterusnya. Program
penggunaan sistem kredit. A adalah dalam rangka menyiapkan
3. Pendekatan Pengembangan siswa yang memenuhi persyaratan untuk
Pengembangan Kurikulum dilakukan melanjutkan pendidikannya ke perguruan
secara bertahap dan terus-menerus, tinggi.
yaitu dengan jalan mengadakan
penilaian terhadap pelaksanaan dan

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 98 Vol.4 No.2 Juli 2015


Kurikulum 1994 di SMA lama pendidikan dan susunan program
pengajaran; pelaksanaan pengajaran;
Dengan berlakunya Undang-undang penilaian dan pengembangan kurikulum
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun selajutnya, di tingkat nasional dan tingkat
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional daerah.
serta sekalian peraturan pemerintah
sebagai pedoman pelaksanaannya, maka 1) Program Pengajaran Umum
kurikulum Sekolah Menengah Umum
Program pengajaran umum
perlu disesuaikan dengan peraturan
merupakan program pengajaran yang
perundang-undangan tersebut.
wajib diikuti oleh semua siswa kelas I
Kurikulum disusun untuk dan kelas II. Program ini dimaksudkan
mewujudkan tujuan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan siswa
nasional dengan memperhatikan tahap sebagai anggota masyarakat dalam
perkembangan siswa dan kesesuaiannya mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan, kebutuhan dengan lingkungan sosial, budaya, dan
pembangunan nasional, perkembangan alam sekitarnya serta meningkatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengetahuan, kemampuan, dan minat
kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang siswa sebagai dasar untuk memilih
masing-masing satuan pendidikan (Pasal program pengajaran khusus yang sesuai
37 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 di kelas III. Program pengajaran umum
tentang Sistem Pendidikan Nasional). mencakup bahan kajian dan pelajaran
yang disusun dalam mata pelajaran
Sehubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
tersebut diatas, maka ditetapkan
Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor: 061/U/1993 Tanggal 1.Pendidikan Pancasila dan
25 Februari 1993 tentang Kurikulum Kewarganegaraan
Sekolah Menengah Umum sebagaimana 2. PendidikanAgama
tercantum dalam Lampiran I tentang 3. Bahasa dan Sastra Indonesia
Landasan, Program dan Pengembangan 4. Sejarah Nasionaldan Sejarah Umum
Kurikulum Sekolah Menengah Umum, 5. Bahasa Inggris
Lampiran II tentang Garis-garis Besar 6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
Program Pengajaran, dan Lampiran III 7. Matematika
tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum. 8. Ilmu Pengetahuan Alam
Buku Landasan, Program dan a. Fisika
Pengembangan Kurikulum Sekolah b. Biologi
Menengah Umum memuat hal-hal pokok c. Kimia
sebagai berikut: Landasan yang dijadikan 9. Ilmu Pengetahuan Sosial
acuan dan pedoman dalam pengembangan a.Ekonomi
kurikulum; tujuan pendidikan nasional, b.Sosiologi
tujuan pendidikan menengah dan tujuan c. Geografi
pendidikan pada Sekolah Menengah 10. Pendidikan Seni
Umum; program pengajaran yang
mencakupisi program pengajaran,

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 99 Vol.4 No.2 Juli 2015


inijuga memberikan bekal kemampuan
2) Program Pengajaran Khusus kepada siswa secara langsung atau tidak
langsung untuk bekerja di masyarakat.
Program Pengajaran Khusus
Program pengajaran ini berisi bahan
diselenggarakan di kelas III dan dipilih
kajian dan pelajaran yang disusun dalam
oleh siswa sesuai dengan kemampuan
mata pelajaran berikut:
dan minatnya. Program ini dimaksudkan
untuk mempersiapkan siswa melanjutkan a) Mata Pelajaran Umum:
pendidikan pada jenjang pendidikan 1)Pendidikan Pancasila dan
tinggi dalam bidang pendidikan akademik Kewarganegaraan,
maupun pendidikan professional dan 2) Pendidikan Agama,
mempersiapkan siswa secara langsung 3)Bahasa dan Sastra Indonesia,
atau tidak langsung untuk bekerja di 4)SejarahNasional dan Sejarah Umum,
masyarakat.
5)Bahasa Inggris,
Siswa di kelas III diberi peluang untuk 6)Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
berpindah ke program pengajaran khusus
b) Mata Pelajaran Khusus
lainnya sesuai dengan kemampuan, minat,
1)Bahasa dan Sastra Indonesia
dan kemajuan belajarnya. Kesempatan
2)Bahasa Inggris,
untuk berpindah dari program khusus
3)Bahasa Asing Lain,
yang telah dipilihnya ke program khusus
lainnya diberikan sampai dengan akhir 4)Sejarah Budaya.
catur wulan I kelas III.
b. Program Ilmu Pengetahuan AIam
Program pengajaran khusus terdiri (IPA)
dari: Program Bahasa, Program Ilmu
Pengetahuan Alam, dan Program Ilmu Program llmu Pengetahuan Alam
Pengetahuan Sosial. Setiap program dimaksudkan untuk mempersiapkan
khusus terdiri dari sejumlah mata pelajaran siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang
umum dan mata pelajaran khusus. pendidikan tinggi yang berkaitan dengan
matematika dan ilmu pengetahuan alam
Jenis mata pelajaran umum dan baik dalam bidang pendidikan akademik
jumlah jam pelajaran masing-masing mata maupun pendidikan profesional. Selain
pelajaran umum pada setiap program daripada itu, program ini juga memberikan
khusus adalah sama. Mata-mata pelajaran bekal kemampuan kepada siswa secara
pada setiap program khusus adalah langsung atau tidak langsung untuk
sebagai berikut: bekerja di masyarakat. Program ini berisi
bahan kajian dan pelajaran yang disusun
dalam mata pelajaran berikut:
a. Program Bahasa

Program ini dimaksudkan untuk


a) Mata Pelajaran Umum
mempersiapkan siswa melanjutkan
1) Pendidikan Pancasila dan
pendidikannya ke jenjang pendidikan
Kewarganegaraan,
tinggi yang berkaitan dengan bahasa dan
2) Pendidikan Agama,
budaya, baik dalam bidang pendidikan
3) Bahasa dan Sastra Indonesia,
akademik maupun pendidikan
4) Sejarah Nasional dan Sejarah
profesional. Selain daripada itu, program
Umum,

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 100 Vol.4 No.2 Juli 2015


5) Bahasa Inggris, Orde baru berlangsung dari tahun
6) Pendidikan Jasmani dan 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan
Kesehatan. sebagai era pembangunan nasional. Pada
pendidikan orde baru kesetaran dalam
b) Mata Pelajaran Khusus pendidikan tidak dapat diciptakan karena
1) Fisika, unsur dominatif dan submisif masih
2) Biologi, sangat kental dalam pola pendidikan orde
3) Kimia baru. Pada dua periode pertama kekuasaan
4) Matematika. Soeharto (1968-1973 dan 1973-1978),
pendidikan sebagai wahana pembelajaran
c. Program Ilmu Pengetahuan Sosial dan penggodokan calon pemimpin masih
Dalam hal intervensi terhadap pendidikan,
Program ini dimaksudkan untuk
kebijakan Orde Baru mirip kebijakan
mempersiapkan siswa I melanjutkan
kolonial. Ada beberapa kebijakan pokok
pendidikannya ke jenjang pendidikan
dalam pendidikan pada masa orde baru,
tinggi yang I berkaitan dengan ilmu
yaitu: relevansi pendidikan, pemerataan
pengetahuan sosial, baik dalam bidang
pendidikan, peningkatan mutu guru atau
pendidikan akademik maupun pendidikan
tenaga kependidikan. Pengembangan
profesional. Selain daripada itu, program
Kurikulum 1984 menggunakan
ini juga memberikan bekal kemampuan
pendekatan keterampilan proses (process
kepada siswa secara langsung atau tidak
skill approach). pendekatan belajar aktif
langsung untuk bekerja di masyarakat.
merupakan pendekatan pengembangan
Program pengajaran ini berisi bahan
yang dianut dalam mengembangkan
kajian dan pelajaran yang disusun
Kurikulum 1994.
dalam mata pelajaran berikut:

Program pengajaran ini berisi Daftar Pustaka


bahan kajian dan pelajaran yang disusun
dalam mata pelajaran berikut: A. Zakki Fuad, Sejarah Pendidikan Islam.
(Surabaya: IAIN Sunan Ampel,
2011) hal-154.
a) Mata pelajaran Umum
1) Pendidikan Pancasila dan Arskal Salim, Islam di Antara Dua Model
Kewarganegaraan, Demokrasi, dalam: Wajah Liberal
2) PendidikanAgama, Islam di Indonesia, Jakarta: TUK,
2002, Hal. 27.
3) Bahasa dan Sastra Indonesia,
4) Sejarah Nasional dan Sejarah Fred R. Von der Mehden, “Malaysia dan
Umum, Indonesia”, Shireen T. Hunter
5) Bahasa Inggris, (ed.) Politik Kebangkitan Islam:
Keragaman dan Kesatuan. (Yogya:
6) Pendidikan Jasmani dan
Tiara Wacana, 2001), hal. 272.
Kesehatan.
a) Mata Pelajaran Khusus H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam
1) Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2007), hal-361
2) Sosiologi, http://tanjungpinangarticle.blogspot.
3) Tata Negara, com/2010/06/pendidikan-pada-
4) Antropologi. masa-orde-lama-dan-orde.html
D. Penutup

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 101 Vol.4 No.2 Juli 2015


Ikrar Nusa Bhakti, Berbagai Faktor
Penyebab Jatuhnya Presiden
Soeharto, dalam Pers Dalam
“Revolusi Mei” Runtuhnya Sebuah
Hegemoni, Dedy N. Hidayat, dkk.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2000, Hal. 61.
Khaerul Wahidin dan Drs. Taqiyuddin,
Sejarah Pendidikan Islam Umum &
Indonesia, Cirebon: Biro penerbit
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Gunung Djati Cirebon. 1996, hal. 2.
R. Hrair Dekmejian, Kebangkitan
Islam: Katalisator, Kategori, dan
Konsekuensi, Politik Kebangkitan
Islam: Keragaman dan kesatuan,
Shireen T. Hunter (ed.) (Yogyakarta:
Tiara Wacana Wacana, 2001) hal. 3.
Sudirman, Pembaharuan Hukum
Islam : Mempertimbangkan
Harun Nasution, dalam Refleksi
Pembaharuan Pemikiran Islam,
Jakarta: LSAF, 1989, Hal. 153
Zainuddin Maliki, Agama Priyayi,
Makna di tangan Elite Penguasa,
Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004,
Hal. 6

Jurnal PENDIDIKAN SEJARAH 102 Vol.4 No.2 Juli 2015

Anda mungkin juga menyukai