Anda di halaman 1dari 12

ISSN 1829-5797 (cetak) | ISSN 2549-9475 (online)

Socia: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 19, No. 1, Juni 2022 (49-60)
© 2022 Fakultas Ilmu Sosial UNY dan HISPISI
ARTIKEL PENELITIAN Diterima: 05-06-2022 | Direvisi: 30-06-2022 | Disetujui: 08-07-2022

Urgensi Keterampilan 4C Abad ke-21 dalam Pembelajaran Sejarah

The Urgency of 21s Century 4C Skills in History Learning

Danu Eko Agustinovaa*, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, Hieronymus Purwanta


Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sebelas Maret. Jawa Tengah
1danu_eko@uny.ac.id; sariyatun@staff.uns.ac.id; leoagung@staff.uns.ac.id;

hpurwanta@staff.uns.ac.id
*Penulis koresponden

Abstrak
Perkembangan teknologi abad ke-21 turut memengaruhi orientasi peralihan paradigma
pendidikan dalam mempersiapkan generasi muda yang adaptif terhadap pergulatan zaman.
Berbeda dengan cabang ilmu eksakta maupun humaniora lain yang bersentuhan dengan isu
mutakhir, pembelajaran sejarah dengan segala urgensinya menemui kendala klasik terkait
image pengetahuan yang usang karena hanyaberkutat pada pengetahuan masa lampau tanpa
ada relevansi kehidupan masa kini. Oleh sebab itu, artikel ini bertujuan untuk menelaah secara
kritis pentingnya keterampilan 4C abad ke-21 serta cara untukmenginternalisasikannya dalam
pembelajaran sejarah agar tetap terjaga eksistensinya. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan analisis-deskriptif serta menghimpun informasi menggunakan
studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan 4C abad ke-21 dapat
dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran sejarah serta dapat diinternalisasikan dengan
mengubahmodel pembelajaran dari konvensional “teacher-sentris” menjadi berciri abad ke-21
“student-centris”. Beberapa model yang dimaksud, antara lain project based learning, problem
based learning, inquiry learning dan discovery learning. Selain itu dari tinjauan materi
pembelajaran juga mengalami transformasi berupa bentuk materi dari berbasis kertas ke
internet serta konten yang lebih memandangisu-isu kontemporer dan menekankan nilai-nilai
karakter dari setiap peristiwa sejarah dibanding sekadarmenghapal kronologi peristiwa sejarah.
Kata Kunci : Keterampilan 4C, Pendidikan Abad ke-21, Pembelajaran Sejarah

Abstract
The development of technology in the 21st century has also influenced the orientation of the
educational paradigm in preparing the young generation who are adaptive to the struggles ofthe
times. With other branches of exact sciences and other humanities with current issues, thestudy
of history with all its urgency encounters the classic obstacle associated with an obsoletepicture of
knowledge because it only dwells on current knowledge without any present relevance.
Therefore, this article aims to examine the importance of 21st century 4C skills and ways to
internalize them in history learning so that their existence is maintained. This study uses a
qualitative method with a descriptive-analytic approach and collects information using a
literature study. The results showed that the 21st century 4C skills can be used as an alternative
in history learning and can be internalized by changing the conventional learning model from
"teacher-centric" to being characterized by the 21st century "student-centric". Some of the models
in question include project based learning, problem based learning, inquirylearning and discovery
learning. Apart from that, the learning material also underwent a transformation in the form of
material from paper-based to the internet as well as content thatlooked more at contemporary
issues and character values from historical events rather than memorizing historical events.
Keyword: 4C Skills, 21st Century Education, History Education
© 2022 oleh Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta.
Artikel ini terbuka untuk umum (open access) dan dapat didistribusikan sesuai dengan aturan di dalam Lisensi
Creative Commons Attribution (CC BY NC) di https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/.
Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta

1. Pendahuluan menempuh pendidikan yang lebih tinggi.


Pendidikan merupakan faktor Sejalan dengan berbagai tujuan ideal dari
determinan yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran sejarah tersebut, Departemen
salah satu indikator dari kemajuan Pendidikan Nasional juga merumuskan
peradaban sebuah bangsa. Sementara tujuan serupa yaitu untuk menyadarkan
kemajuan itu sendiri diukur dari cara peserta didik pada proses perubahan dan
sekelompok masyarakat untuk dapat perkembangan masyarakat dalam dimensi
menerima, menggunakan serta menyikapi waktu untuk membangun perspektif serta
kecanggihan teknologi mutakhir dalam kesadaran sejarah dalam menemukan,
rangka menunjukkan eksistensinya. Sebagai memahami dan menjelaskan jati diri bangsa
konsekuensi lurus dalam menyesuaikan di masa lampau, kini dan yang akan datang
kebutuhan zaman, berbagai pembelajaran di tengah-tengah perubahan dunia.
sekolah sedang berkompetisi untuk Penjabaran lebih lengkap mengenai tujuan
menyumbangkan kontribusinya dalam ideal pembelajaran sejarah, terdapat pada
mencetak generasi bangsa yang dapat melek rumusan Peraturan Kementerian
teknologi. Namun demikian, tidak banyak Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
yang berpikir panjang mengenai strategi yaitu dengan (1) membangun kesadaran
untuk mencetak generasi muda yang peserta didik tentang pentingnya waktu dan
“cerdas” tetapi juga “beretika”. Perlu untuk tempa yang merupakan proses dari masa
menjadi perhatian seksama bahwa peran lampau, masa kini dan masa depan; (2)
sentral dari pendidikan tidak saja dimaknai melatih daya kritis peserta didik dalam
sebagai wahana untuk mewariskan serta memahami fakta sejarah secara benar
mengaplikasikan budaya dan pengetahuan dengan didasarkan pada pendekatan
(transfer of knowledge), melainkan juga ilmiah dan metodologi keilmuan; (3)
etika, unggah-ungguh dan berbagai menumbuhkan apresiasi dan penghargaan
pengajaran masyarakat (transfer of value). peserta didik terhadap peninggalan sejarah
Hal inilah yang menjadikan pembelajaran sebagai bukti peradaban bangsa di masa
sejarah begitu penting dalam menanamkan lampau; (4) menumbuhkan pemahaman
pengetahuan, sikap serta nilai-nilai peserta didik terhadap proses terbentuknya
mengenai proses perkembangan Bangsa Indonesia melalui sejarah yang
masyarakat untuk dijadikan refleksi dalam panjang dan masih berproses hingga masa
menakar masa depan kini dan masa yang akan datang; (5)
Menurut Bourdillon sebagaimana menumbuhkan kesadaran dalam diri
dikutip oleh Erlina Wiyanarti (2012) dalam peserta didik sebagai bagian dari Bangsa
“Model pembelajaran kontekstual dalam Indonesia yang memiliki rasa banggsa dan
pengembangan Pembelajaran Sejarah” cinta tanah air yang dapat
bahwa tujuan pembelajaran sejarah diimplementasikan dalam berbagai bidang
idealnya adalah membantu peserta didik baik nasional maupun internasional (Alit,
meraih dalam beberapa kemampuan, antara 2020).
lain; (1) memahami masa lampau dalam Dalam berbagai argumentasi mengenai
konteks masa kini; (2) membangkitkan tujuan ideal dari pembelajaran sejarah,
minat terhadap masa lampau yang dapat diambil satu kata kunci mengenai
bermakna; (3) membantu memahami kontinuitas yang menyoroti perkembangan
identitas diri, keluarga, masyarakat dan suatu bangsa darimasa lampau, masa kini
bangsa; (4) membantu memahami akar sampai masa depan. Melalui pembelajaran
budaya dan inter-relasinya dengan berbagai sejarah, peserta didik dilatih untuk
aspek kehidupan nyata; (5) memberikan menelaah dan mengambil inspirasi atau
pengetahuan dan pemahaman tentang hikmah dari kisah-kisah yang terjadi di
negara dan budaya bangsa lain di berbagai masa lampau, terutama berbagai tragedi
belahan dunia; (6) melatih berinkuiri dan yang melibatkan masyarakat baik secara
memecahkan masalah; (7) lokal, nasional bahkan internasional. Tidak
memperkenalkan pola berpikir ilmiah dari hanya itu, ketika peserta didik menilai
para ilmuwan sejarah; dan (8) kemudian akhirnya menyimpulkan tragedi
mempersiapkan peserta didik untuk masa lampau, maka cara berpikir kritis

50 Socia: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol.19, No. 1, Juni 2022 (49-60)


Judul

dalam memilah informasi sangat apabila sejarah kurang diperhitungkan


diperlukan. Jika berbagai informasi menjadi pengetahuan yang harus didalami
diterima tanpa diverifikasi, maka tidak di abad ke-21 ini.
akan timbul kesadaran sejarah. Hal ini Tantangan tersebut tentu tidak bisa
diungkap oleh Sartono Kartodirdjo (1988) ditanggapi remeh. Pembelajaran sejarah
dalam rangka pembangunan bangsa, harus segera dibenahi demi menjawab
pengajaran sejarah tidak saja berfungsi tantangan baru yang dihadapi bangsa ini di
untuk memberikan pengetahuan sejarah masa depan. Dengan memandang berbagai
dengan mengompilasikan informasi fakta problematika dari pembelajaran sejarah,
sejarah, melainkan juga membangkitkan maka perlu adanya perbaikan- perbaikan
kesadaran sejarah peserta didik. Dengan atau dalam istilah Nana Supriatna
hal tersebut diharapkan dapat mendorong (2019:77) sebuah usaha untuk
terbentuknya pola berpikir rasional, kritis, “merekonstruksi pembelajaran sejarah”.
empiris serta humanis. Lebih lanjut Materi pembelajaran sejarah harus berisi
pendapat Ismaun sebagaimana dikutip sejumlah fakta yang memberikan
oleh Dewa Made Alit (2020) bahwa untuk kesempatan bagi peserta didik untuk dapat
memahami hakikat sejarah, hendaknya melatih dan mengembangkan pikiran-
kita tidak hanya belajar tentang sejarah pikiran cerdas, kreatif dan daya
melainkan juga belajar dari sejarah yang imajinasinya untuk dapat memecahkan
berisi berbagai pengalaman berharga masalah yang ada.
sehingga dapat memberikan kearifan bagi Untuk menjaga eksistensinya,
para penggelutnya. Sejarah menjadikan penyesuaian pembelajaran sejarah harus
manusia untuk terbiasa memilih dapat diintegrasikan dengan berbagai
pemecahan masalah yang paling strategis keterampilan dan kompetensi abad ke-21
dengan menghindari kesalahan masa yang telah diidentifikasi, ditindaklanjuti
lampau agar tidak terulang kembali (Alit oleh pemerintah dalam bentuk revisi
,2020). kurikulum 2013 yang sesuai dengan
Namun demikian, berbanding terbalik Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016
dengan perumusan tujuan ideal tentang Standar proses Pendidikan Dasar
pembelajaran sejarah.Menurut I Gde Widja dan Menengah mengenai Pelaksanaan
(2018) nampak semacam kebingungan Pembelajaran pada Satuan Pendidikan dan
yang dihadapi pelajaran sejarah dalam Pendidikan Menengah unuk mencapai
kehidupan berbangsa akhir-akhir ini. Di kompetensi lulusan. Dalam
satu pihak sejarah diakui memiliki peran pengimplementasiannya, pembelajaran
strategis sebagai sarana pewarisan budaya Kurikulum 2013 revisi menuntut pendidik
(cultural transmission) dalam rangka agar dapat mengembangkan pembelajaran
penumbuhan jati diri generasi penerus dengan menginternalisasikan
serta sumber edukasi nilai yang dapat keterampilan 4C abad ke-21 dalam setiap
dijadikan kontrol sosial untuk menjamin kompetensi dasar yang diajarkan. Dalam
kelangsungan integrasi bangsa. Sementara mengasosiasikan keterampilan 4C abad ke-
di sisi lain, situasi pembelajaran sejarah 21 dengan pembelajaran sejarah, tentu
semakin memprihatinkan. Hal didukung beberapa proses internalisasi dalam
pada konstruksi kolektif yang bentuk model serta materi pembelajaran
menempatkan sejarah sebagai harus bertransformasi pula untuk
pembelajaran marginal dan tidak penting mengeksplisitkan karakteristik pendidikan
karena hanya berkutat mengingat masa masa kini.
lampau tanpa ada implementasi maupun
internalisasi lebih lanjut yang relevan 2. Metode
dengan kehidupan masa kini.
Metode penelitian dilakukan dengan
Pembelajaran sejarah berhenti pada teks-
menggunakan metode kualitatif,
teks panjang dan tahun-tahun rumit yang
sebagaimana pendefinisiannya pernah
harus diingat ketika dijadikan salah satu
dijabarkan oleh Prof. Dr. Sugiyono (2018:9)
soal ujian, tetapi hikmah dan inspirasi
merupakan metode penelitian yang
tragedi masa lampau tidak ikut
berlandaskan pada filsafat postpositivisme
dieksplisitkan. Oleh sebab itu, tidak heran
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta 51
Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta

atau enterpretif, digunakan untuk meneliti 2016 tentang Standar proses Pendidikan
pada kondisi obyek yang alamiah, dimana Dasar dan Menengah mengenai
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, Pelaksanaan Pembelajaran pada Satuan
teknik pengumpulan data dilakukan secara Pendidikan dan Pendidikan Menengah unuk
triangulasi, data yang diperoleh cenderung mencapai kompetensi lulusan. Dalam
data kualitatif, analisis data bersifat induktif pengimplementasiannya, pembelajaran
atau kualitatif, dan penelitian kualitatif Kurikulum 2013 Revisi menuntut pendidik
bersifat untuk memahami makna, agar dapat mengembangkan pembelajaran
memahami keunikan, mengkonstruksi dengan menginternalisasikan keterampilan
fenomena dan menemukanhipotesis. Lebih 4C abad ke- 21 dalam setiap kompetensi
lanjut, Sugiyono (2018) pun pernah dasar yang diajarkan. Apabila ditelaah lebih
menyebutkan bahwa penelitian kualitatif dalam, maka konsep pendidikan abad ke- 21
tidak mungkin terbatas pada teori saja, mengeksplisitkan perubahan dari
tetapi harus berdasarkan fakta-fakta yang pembelajaran tradisional menjadi lebih
ada di lapangan. modern untuk menjamin peserta didik
Jenis metode penelitian yang paling memiliki pengetahuan, keterampilan
memungkinkan untuk situasi saat ini adalah belajar, berinovasi tinggi serta keterampilan
kajian literatur, kepustakaan atau library menggunakan teknologi untuk mencari
research. Penelian kepustakaan merupakan informasi dan bertahan dengan
penelitian yang dilakukan melalui menggunakan keterampilan kecakapan
pengumpulan data atau karya tulis ilmiah hidup.
yang bertujuan dengan obyek atau Keterampilan 4C yang dimaksud
pengumpulan data yang bersifat diperkenalkan pertama kali oleh US-based
kepustakaan atau telaah yang dialksanakan Partnership for 21st Century Skills (P21)
untuk memecahkan suatu masalah yang yang mencakup beberapa hal yaitu
dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis communication, collaboration, critical
dan mendalam terhadap bahan-bahan thinking dan creativity (Prihadi 2018).
pustaka yang relevan. Dalam hal ini Keterampilan-keterampilan tersebut
tentunya peneliti memastikan bahwa penting untuk diajarkan kepada peserta
sumber yang digunakan adalah kredible dan didik dalam pembelajaran di kelas yang
bisa dipertanggungjawabkan. Sementara masing-masing dijabarkan sebagai berikut:
itu, pendekatan naratif merupakan salah 1) Critical Thinking (Historical Thinking)
satu jenis penelitian kualitatif, dimana Kemampuan untuk berpikir kritis
peneliti melakukan studi terhadap satu beserta kompleksitas pemecahannya masih
orang individu atau lebih untuk dianggap oleh sebagian besar orang sebagai
memperoleh data tentang sejarah pondasi terciptanya pembelajaran abad ke-
perjalanan hidupnya. Berfokus pada obyek 21. Oleh sebab itu, keterampilan berpikir
penelitian, maka pendekatan naratif ditelisik kritis menjadi bahan kajian yang sangat
untuk menjabarkan pentingnya penting agar dapat dieksplisitkan dalam
mengaplikasikan keterampilan 4C abad ke- pembelajaran saat ini. Banyak ahli yang
21 dalam pembelajaransejarah mengartikan keterampilan berpikir kritis,
salah satunya datang dari Scriven, Paul dan
3. Hasil dan Pembahasan Angelo dalam Falsaime (2008) bahwa
berpikir kritis merupakan proses disiplin
A. Keterampilan 4C Abad ke-21: Alternatif cerdas dari konseptualisasi, penerapan,
dalam Menghadapi Problematika analisis, sintesis dan evaluasi aktif dan
Pembelajaran Sejarah keterampilan yang dikumpulkan dari atau
Berpijak dari usaha untuk dapat dihasilkan oleh serangkaian cara seperti
menciptakan generasi muda yang unggul di observasi, pengalaman, refleksi, penalaran
abad ke-21 maka berbagai kompetensi dan maupun komunikasi yang menuntun
keterampilan yang telah diidentifikasi, seseorang menuju kepercayaan dan aksi.
ditindaklanjuti oleh pemerintah dalam Sementara itu, menurut Joseph Bishop
bentuk revisi kurikulum 2013 yang sesuai sebagaimana dikutip oleh Evi Maulidah
dengan Permendikbud Nomor 22 Tahun (2021) berpikir kritis dalam pembelajaran

52 Socia: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol.19, No. 1, Juni 2022 (49-60)


Judul

artinya memandang masalah dengan cara kritis pada diri pesertadidik atau meminjam
baru, serta menggabungkan suatu istilah Isjoni (2007) dikenal sebagai
pembelajaran dengan lintas dan disiplin kemampuan berpikir kesejarahan
ilmu lain. (historical thinking).
Pencapaian keterampilan tersebut Untuk sampai pada tingkat
dapat diusahakan dengan penerapan cara pemahaman, Zed (1999) melontarkan
yang tidak sederhana sebab selain sisi bahwa kemampuan berpikir sejarah dapat
penguasaan materi, peserta didik juga didongkrak menggunakan tiga model
dituntut untuk memiliki keterampilan. berpikir atau standar berpikir sejarah
Secara faktual, rekonstruksi kemampuan “aduktif”. Pemikiran ini berorientasi pada
berpikir kritis peserta didik pernah masalah, diakronis dan tentu saja berpusat
disampaikan oleh Stern, Stein dan Bloom pada peserta didik. Standar berpikir sejarah
(1956) dengan istilah taksonomi tersebut, antara lain: (1) kesadaran
pembelajaran yang mengklasifikasi tujuan mengenai waktu (cronological thinking);
pendidikan menjadi tiga, antara lain (2) kesadaran akan sifat kontinuitas
kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain (keberlanjutan) menjadi penting untuk
tujuan, Bloom juga menyampaikan keempat memahami perubahan; (3) kesadaran
bagian dari proses pengetahuan yang adanya ketercakupan sejarah (historical
serupa pula dengan pernyataan Anderson & comprehension) yang melibatkan
Krathwohl (2001) bahwa (1) pengetahuan kemampuan untuk menangkap dan
faktual ditemukan berupa potongan menerangkan kebermaknaan perubahan;
informasi yang terfragmentasi tetapi dan (4) kemampaun rekonstruksi sejarah
terdapat unsur dasar dalam suatu disiplin sebab fakta tidak bisa berbicara sendiri
ilmu tertentu, mencakup pengetahuan sebagai gejala sejarah. Sejalan dengan Zed,
mengenai tarminologi serta pengetahuan Wineburg dalam Wulan Nurjanah (2020)
secara rinci; (2) pengetahuan konseptual menjabarkan kemampuan berpikir
menisbatkan hubungan saling terkait yang kesejarahan yang harus dimiliki peserta
digambarkan dalam bentuk skema, model didik, menyangkut 1) konsep waktu
pemikiran serta teori; (3) pengetahuan (kronologi) yaitu kemampuan untuk
prosedural menunjukkan cara untuk menyingkap masa lampau menurut
mengerjakan sesuatu baik yang bersifat interpretasi pribadi, menghayati masa
rutin maupun baru; dan (4) pengetahuan lampau dengan merasakan menjadi pelaku
metakognitif yang mencakup pengetahuan masa lampau sehingga dapat memahami
mengenai kognisi umum dan diri sendiri. makna peristiwa sejarah; (2) berpikir dalam
Oleh sebab itu, pembelajaran tidak konteks, berpijak pada kemampuan untuk
diperkenankan untuk satu arah atau memahami kesinambungan suatu peristiwa;
berpusat pada guru karena membelenggu 3) kemampuan memahami kausalitas untuk
pemikiran kritis peserta didik. menemukan sebab dan akibat terjadinya
Dalam kaitan dengan berpikir kritis masa lampau; dan 4) kemampuan penilaian
serta pemecahan masalah, pembelajaran autentik terhadap dokumen atau teks
sejarahmasih jauh dari harapan. Walaupun sejarah.
telah banyak ditawarkan model Untuk mengeksplisitkan critical
pembelajaran yang sesuai dengan situasi thinking dalam pembelajaran sejarah, maka
masa kini, sebagian besar pembelajaran Trilling dan Fadel (2009: 50-54)
sejarah masih dijakankan menggunakan menyarankan proses pembelajaran
metode teacher-sentris dengan model didorong oleh keterlibatan pertanyaan dan
ceramah serta penilaian tes tertulis dalam menuntaskan masalah sebagaimana
bentuk pilihan ganda dan uraian terbatas. penelitiannya dalam proyek SARS.
Fenomena ini menyebabkan sejarah Pernyataan tersebut kembali diperinci oleh
menjadi mata pelajaran yang terpinggirkan Harada (2005: 27) bahwa terdapat empat
karena dipandang tidak mampu cara untuk meningkatkan cara berpikir
memberikan kontribusi pengetahuan pada kesejarahan peserta didik, antara lain (1)
era saat ini. Oleh sebab itu, pembelajaran peserta didik diarahkan untuk berpikir
sejarah perlu mengalami modifikasi yang mengenai materi faktual di sekitar mereka
mengeksplisitkan kemampuan berpikir (2) pembelajaran kelas tidak lagi terpaku
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta 53
Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta

pada buku teks, melainkan pertanyaan- yang ditetapkan dengan memasukkan


pertanyaan materi sejarah untuk komunikasi non-verbal; (6) keterampilan
mendorong daya pikir kritis peserta didik percakapan dengan membangun dialog
serta melakukan penemuan; (3) yang produktif; (7) kosa kata, dengan
pembelajaran yang harus ditunjang melalui menghindari komunikasi yang memicu
buku teks, harus dimodifikasi dengan sentimen; (8) berlatih dalam pengaturan
mengajak peserta didik melakukan alami untuk meningkatkan kepercayaan
penelitian menggunakan metode sistematis diri. Sebagai bentuk implementasi dalam
ataupun koreksi terhadap buku teks; serta pembelajaran sejarah keterampilan
(4) kurikulum sejarah harus sistematis komunikasi dapat berbentuk kegiatan yang
sehingga pengetahuan peserta didik untuk memungkinkan peserta didik untuk dapat
melakukan penemuan menjadi terarah. berbicara dengan rekannya, seperti
2) Communication & Collaboration membaca bacaan dengan pasangannya,
presentasi, diskusi maupun memberikan
Selain berpikir kritis, salah satu unsur
refleksi pada diri sendiri.
terpenting dari keterampilan yang harus
Dalam pembelajaran sejarah, ketika
dikuasai peserta didik pada abad ke-21
peserta didik diminta untuk memecahkan
adalah komunikasi. Dalam hal ini, (Trilling
kasus ataupun membuat penelitian tidak
dan Fadel, 2009) mengemukakan bahwa
saja dapat dituangkan dalam bentuk
peserta didik masa kini harus dapat
historiografi, melainkan juga presentasi di
mengartikulasikan pikiran dan ide secara
muka kelas. Presentasi kelas
efektif, baik melalui lisan, tertulis atau
memungkinkan peserta didik untuk saling
bahkan non-verbal dalam berbagai bentuk
melempar pendapat maupun pertanyaan
dan konteks, mendengarkan dengan
terkait topik yang sedang dikaji. Selain
seksama untuk mencapai suatu tujuan di
berpikir kritis ketika melakukan penelitian,
lingkungan yang beragam. Dari pernyataan
komunikasi dalam pembelajaran sejarah
tersebut, kita dapat mengambil titik temu
tidak lagi pasif dan membosankan, melain
bahwa berkomunikasi tidak hanya
menjadi media bagi peserta didik untuk
melibatkan pengetahuan tentang tata
melatihpublic speaking ketika sudah terjun
bahasa dan kosa kata, melainkan juga
dalam kehidupan bermasyarakat.
kemampuan untuk mengekspresikan diri
Namun demikian, kemampuan
dengan tepat.
komunikasi tidak akan bisa dilepaskan dari
Berpijak dalam pengertian secara
keterampilan kolaborasi. Ketika generasi
etimologis, komunikasi diartikan sebagai
muda dituntut untuk memiliki portofolio
aktivitas untuk memberi informasi secara
komunikasi pribadi yang jauh dan
timbal balik. Dengan cara yang serupa,
mendalam serta keterampilan kolaborasi
Joseph Bishop juga mengutarakan bahwa
dalam mempromosikan hasil pemikiran
komunikasi merupakan pusat dari aktivitas
kritis maupun penemuan baru. Sekali lagi
untuk berbagi pemikiran, pertanyaan, ide
dalam Trilling & Fadel (2009) mengenai
bahkan solusi. Peserta didik yang lancar
penelitiannya tentang proyek SARS
untuk berkomunikasi sehari-hari dengan
menunjukkan urgensi kemampuan
rekan sebayayanya, belum tentu bisa
berkomunikasi peserta didik, tidak hanya
dikatakan baik sehingga harus menguasai
dalam lisan melainkan juga tulisanataupun
beberapa dasar-dasar komunikasi. Dasar-
desain visual yang telah dibuat Dalam
dasar komunikasi tersebut diperkenalkan
proyek SARS tersebut, enam anggota
oleh Stanfield (dalam Miller, 1988) yang
peserta didik dengan empat zona waktu
mengemukakan delapan dasar komunikasi,
berbeda bertukar hampir tiga ribu pesan
antara lain (1) empati, untuk
selama menjalankan proyek sehingga
mendengarkan dan menghormati; (2)
mereka dapat memahami satu sama lain
berhenti, dengan memberi tempo sejenak
dengan cara baru dan lebih intensif dalam
untuk mendengar dan mengklarifikasi; (3)
membangun chemistry.
introspeksi, meningkatkan pemahaman diri,
Menurut International Society for
(4) turn-taking untuk meningkatkan
Technology in Education sebagaimana
keterampilan pengaturan diri; (5) prosedur
dikutip dalam artikel Evi Maulidah (2021)

54 Socia: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol.19, No. 1, Juni 2022 (49-60)


Judul

beberapa kegiatan kolaborasi dapat (I.M.A.A. Gunawan1, , N.N. Padmadewi2, dan


diartikan sebagai: I.G.A.L.P. Utami, 2022).
a) berinteraksi, berkolaborasi dengan B. Internalisasi Keterampilan 4C dalam
teman sebaya, pakar maupun orang lain Pembelajaran Sejarah Abad ke- 21
baik secara online maupun offline; b) Dalam usaha untuk mengembangkan
mengomunikasikan informasi dan ide keterampilan 4C pada pembelajaran
secara efektif dengan menggunakan media; sejarah, berarti pula peserta didik harus
c) mengembangkan pemahaman budaya dituntut untuk menjadi aktif dalam kegiatan
dan kesadaran global dengan melibatkan belajar, mengeluarkanpendapat dan dilatih
peserta didik yang datang dari budaya agar memiliki jiwa leadership. Untuk
berbeda; dan d) berkontribusi secara mengubah image mengenai pembelajaran
kolaboratif bersama tim untuk sejarah yang membosankan, penuh hafalan
menghasilkan karya yang orisinil atau dan usang ditelan waktu, maka
menyelesaikan masalah. Dengan hal ini, pembelajaran sejarah perlu bertransformasi
kolaborasi memegang peranan penting dari guru “memberi tahu” menjadi peserta
untuk menciptakan sifat saling menghargai didik secara berkelompok “mencari tahu”.
pemikiran, mencri klarifikasi, dan Meninjau dari kondisi new normal yang
berkesempatan untuk berpikir tingkat boleh jadi akan beralih pada next normal,
tinggi demi mengintegrasikan serta tentu menempatkan teknologi internet
memutuskan pendapat yang paling baik dalam pembelajaran. Termasuk pula
untuk dijadikan penyelesaian. Dalam pembelajaran sejarah, pelaksanaan
pembelajaran sejarah, ketika peserta didik keterampilan 4C dapat diintegrasikan
diarahkan untuk membuat penelitian secara dengan teknik unjuk kerja (praktik) mandiri
berkelompok dengan sendirinya kolaborasi secara terbatas, menghasilkan produk,
sangat dibutuhkan karena untuk melakukan proyek serta portofolio.
merekonstruksi data menjadi fakta sejarah C. Strategi Pembelajaran Sejarah
diperlukan kebijaksanaan dalam Sebagaimana telah menjadi bahan
interpretasi sehingga perlu adanya prinsip diskusi bersama bahwa salah satu
saling melengkapi. problematika gagal terwujudnya tujuan
3) Creativity ideal dari mata pelajaran sejarah adalah
Keterampilan berkreasi dan berinovasi strategi pembelajaran yang sebagian besar
sangat penting diajarkan pada peserta didik bersifat “teacher-sentris”. Transfer
agar tumbuh menjadi sumber daya manusia pengetahuan sepenuhnya terpusat dari
yang lebih adaptif dengan terlatih guru, sementara peserta didik hanya
memberikan solusi terbaru bahkan di luar dijadikan sebagai objek dan indikator
dugaan. Dalam konteks ini, Dehaan (2009) keberhasilan pembelajaran. Padahal,
mengartikan kreativitas ketika individu pembelajaran sejarah menyimpan banyak
yang menghasilkan ide-ide baru untuk kesempatan bagi peserta didik untuk
disumbangkan dalam ranah intelektual. menuangkan pengalaman, pemikiran
Selain itu, kreativitas dan inovasi peserta maupun tinjauan kritis terhadap fenomena
didik dapat ditingkatkan dengan yang dialami tersebut. Oleh sebab itu,
memberikan kontribusi sebagai alternatif strategi pembelajaran sejarah harus dipaksa
penyelesaian. Biasanya, kita dapat menemui untuk dapat bertranformasi dengan
tuntutan kreativitas pada diri peserta didik mengintegrasi keterampilan 4C abad ke- 21,
melalui pembelajaran yang berbasis proyek tidak lain adalah model yang dapat
sehingga ide-ide kreatif perlu dimunculkan. mengembangkan kemampuan berpikir
Kegiatan lain dalam pembelajaran sejarah kritis dan pemecahan masalah, melatih daya
yang dapat memicu kreativitas adalah kreativitas, membangun kerja sama melalui
presentasi. Selain memerlukan komunikasi kolaborasi dan kepemimpinan serta melatih
yang baik, presentasi juga dapat menjadikan kemampuan berkomunikasi. Untuk
peserta didik untuk berkreeasi membuat mewujudkan hal tersebut, guru diharapkan
strategi untuk menarik perhatian audiens, dapat menerapkan model, pendekatan dan
terutama desain dari media yang digunakan. metode pembelajaran yang sesuai (Susanto
Media yang dimaksud bisa dalam bentuk 2014).
power point, poster, pamflet dan sebagainya
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta 55
Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta

D. Model dan Metode Pembelajaran problem based learning, mereka


Sejarah menunjukkan peningkatan penggunaan
1) Problem Based Learning keterampilan berpikir kritis dan kolaborasi
sebanyak 44%; sementara peserta didik
Model pembelajaran problem based
yang “berkemampuan tinggi” sebanyak
learning sebenarnya bukan sesuatu hal yang
76%. Tidak hanya itu, model pembelajaran
baru, melainkan telah ada sebelumnya
ini juga dapat memicu motivasi pesertadidik
untuk melatih mahasiswa kedokteran
dengan dua cara, antara lain: (1)
dengan memberikan “pengalaman belajar
memperkenalkan kegiatan yang bermakna;
yang autentik” serta membantu
dan (2) mengembangkan persepsi positif
mengembangkan keterampilan hidup dan
peserta didik terkait strategi problem based
karier, seperti kreativitas, pemikiran kritis,
learning.
pemecahan masalah, kolaborasi dan
Meninjau dari konstruksi pembelajaran
komunikasi. Namun demikian setelah
sejarah melalui metode problem based
sukses di bidang medis, model
learning, dapat dilakukan dengan
pembelajaran ini menjadi begitu terkenal
menghadirkan problematik yang kompleks
karena dipandang memenuhi karakteristik
dan nyata terhadap peserta didik untuk
pendidikan abad ke-21.
dicarikan solusi pemecahannya.
Dengan perkembangan kehidupan
Pembelajaran sejarah tidak lagi bertumpu
manusia yang begitu dinamis, maka peserta
pada hapalan yang membosankan, tetapi
didik dituntut untuk berpikir kritis serta
akan luas dan mendalam yang tidak saja
memecahkan masalah sendiri. Problem
mengingat tokoh-tokoh besar, melainkan
based learning mengharamkan
juga peran rakyat hingga dalam lini sejarah
kebergantungan terhadap orang lain,
lokal. Selain itu, penghayatan terhadap
melainkan lebih kepada kolaborasi. Oleh
peristiwa sejarah tidak hanya sampai pada
sebab itu, pembelajaran ini lebih banyak
aspek kognitif melainkan juga afektif
mengarahkan peserta didik untuk
melalui implementasi hikmah karakter.
berdiskusi kelompok, bukan bergantung
2) Project Based Learning
pada teori guru yang nantinya akan
Berbeda dengan problem based
membelenggu pemikiran kritis dan
learning, project based learning merupakan
keterampilan dalam pemecahan masalah
model pembelajaran berbasis proyek yang
mereka. Hal ini sesuai dengan argumentasi
dipandu dengan pertanyaan inquiri
Vega dan Brown bahwa ketika guru hanya
sehingga memungkinkan peserta didik
"menyendok makan" semua jawaban untuk
untuk menerapkan pengetahuan yang
siswa mereka - seperti yang umum dalam
diperoleh. Model pembelajaran ini tentu
pendekatan yang berpusat pada guru
dapat diterapkan dalam sejarah, terutama
seperti kuliah - siswa menjadi tidak terbiasa
mengulasi sejarah lokal dengan
untuk "berpikir sendiri". Lebih lanjut,
menggunakan metode sejarah. Project
penelitian mereka percaya bahwa ketika
basedlearning dimulai dari pemilihan topik
siswa terlibat dalam aktivitas berbasis
untuk dirancang menjadi penyelidikan
masalah, maka “tidak belajar apa yang harus
independen. Model ini pernah dilakukan
dipikirkan, tetapi bagaimana berpikir”
oleh Holmes dan Gardner (2006) yang
(Prettyman et al., 2012) Akibatnya, siswa
membuat presentasi tiga menit sebagai
mulai memiliki kepercayaan pada ide-ide
bagian dari museum hidup tentang
mereka sendiri, kurang bergantung pada
kehidupan Yunani. Sementara itu, guru
guru mereka untuk semua jawaban, dan
mengambil ekstensif catatan konferensi
menjadi pemikir yang mandiri.
mereka untuk memberi tahu mengenai
Problem based learning dipandang
petunjuk dan menjaga peserta didik
menjadi salah satu alternatif model
mengikuti alur pembelajaran.
pembelajaran yang dapat membawa sejarah
Dengan penyelidikan yang dilakukan,
menuju abad ke-21. Dalam sebuah studi
Dewey (dalam Williams, 2017) percaya
kasus menunjukkan bahwa peserta didik
akan membentuk pengalaman yang
yang memiliki “kemampuan rendah”
berkualitas tinggi dan berkesinambungan.
kemudian dibenakan dalam lingkungan
Selain itu, dalam project based learning

56 Socia: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol.19, No. 1, Juni 2022 (49-60)


Judul

tidak hanya sesuai dengan keterampilan 4C dimana peserta didik dituntut secara aktif
abad ke-21, melainkan juga dapat terlibat dalam proses pengamatan,
diintegrasikan dengan teknologi masa kini. pengumpulan data dan analisis, pemecahan
Pada kesempatan ini, pembelajaran sejarah masalah serta kolaborasi secara
akan diarahkan tidak hanya mengambil berkelompok. Apabila pembelajaran sejarah
informasi dan mempresentasikan secara dapat menerapkan model pembelejaran
tertulis manual, melainkan menggunakan tersebut, maka diharapkan sejarah dapat
banyak aplikasi dan beberapa artikel, jurnal tetap eksis dan relevan dalam kehidupan
maupun sumber tervaliditas. Informasi masa kini.
kemudian dihimpun untuk diinterpretasi E. Pendekatan Pembelajaran Sejarah
dan terakhir melakukan presentasi dengan Abad ke- 21
menampilkan berbagai desain yang Sementara itu, pendekatan
memungkinkan rekan sebagai audiens pembelajaran sejarah dengan
menerima podcast, video, cerita, foto, komik mengeksplisitkan keterampilan4C abad ke -
dan sebagainya. 21 perlu untuk diperhatikan. Pada awalnya,
3) Discovery Learning pembelajaran sejarah dilakukan
menggunakan pendekatan teacher-centris
Pembelajaran menggunakan proyek
dengan menerapkan metode belajar
penelitian dan penemuan memang menjadi
ceramah, sementara peserta didik hanya
begitu relevan dalam pendidikan abad ke-
sebagai objek dan pelengkap dalam
21, termasuk pula discovery learning.
kegiatan pembelajaran tersebut. Dalam
Dalam hal ini, Joolingen (dalam Putrayasa,
kaitan ini, White (dalam Sukardi, 2015)
dkk, 2014) menyebut discovery learning
menyatakan jika pembelajaran seperti ini
sebagai pembelajaran yang dapat
masih dipertahankan maka bukan tidak
membangun pengetahuan peserta didik itu
mungkin pembelajaran sejarah bukan
sendiri melalui serangkaian percobaan
membuat peserta didik menjadi memahami,
hingga akhirnya mendapatkan hasil. Sama
mengkritisi atau bahkan menghayati
halnya problem based learning dan project
peristiwa sejarah, melainkanjustru terkesan
based learning, peran guru hanya sebagai
membosankan. Berdasarkan kenyataan
pembimbing sementara peserta didik
tersebut, maka logis menganggap bahwa
memegang sebagian besar kontribusi
sejarah tidak lagi sesuai semangat kekinian.
pembelajaran. Sementara itu, inquiry
Oleh sebab itu, pendekatan pembelajaran
learning berkutat pada proses tanya-jawab
sejarah perlu bertranformasi menjadi
secara ilmiah. Atau boleh dikatakan, inquiry
student-centris. Setelah pembelajaran
merupakan kegiatan pembelajaran yang
sejarah bersifat “student-centris”, maka
bervariasi antara pengamatan,
langkah selanjutnya adalah membangun
merumuskan, menanya, mengevaluasi buku
citra kolektif dengan mendorong peserta
dan sumber informasi secara kritis bahkan
didik untuk mengamati peristiwa
mengadakan penyelidikan dengan
kontekstual yang ada di sekitarnya.
menggunakan alat untuk mendapatkan
Pendekatan ini mengintergrasikan berbagai
data. Data tersebut kemudian dianalisis,
karakteristik pendidikan abad ke- 21 yang
ditafsirkan dan terakhir dikomunikasikan.
dikenal dengan istilah saintifik. Pendekatan
Dalam pembelajaran sejarah, tentu saintifik merupakan pendekatan yang
kedua model pembelajaran ini sangat sesuai menjadi induk dari model dan metode
sebagaimana metode penelitian sejarah pembelajaran masa kini. Apabila ditelaah
Kartodirdjo (1992), dimulai dari pemilihan lebih mendalam, pendekatan saintifik
topik, heuristik, verifikasi, interpretasi dan mencakup metode penelitian sejarah yang
akhirnya historiografi. Selain itu, dapat diutarakan oleh Kuntowijoyo (2013: 69-
melatih daya literasi peserta didik dalam 82), meliputi pemilihan topik dengan cara
menganalisis dengan melakukan cek silang mengamati kondisi peserta didik, heuristik
untuk mendapatkan informasi yang valid. dengan menanya pada seseorang yang
Ditinjau dari orientasi keempat model dianggapahli dan mengumpulkan informasi
pembelaran sejarah abad ke-21 tersebut, terkait, memverifikasi kebenaran sumber
memiliki keunggulan dalam dan menginterpretasi dengan mengasosiasi,
mengembangkan keterampilan abad ke- 21 dan historiografi yang kemudian
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta 57
Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta

dikomunikasikan di muka kelas. dihapal, sebaiknya


F. Materi Pembelajaran Sejarah dengan beralih pada
Keterampilan 4C Abad ke- 21 materi
Selain model pembelajaran, materi berbasis
pembelajaran juga menjadi elemen penting permasalahan, isu-
agar dapat menunjang ketercapaian tujuan isu sosial
mata pelajaran sejarah yang ideal. Materi kontemporer dan
pembelajaran sejarah yang dikenal penuh nilai-nilai karakter
dengan hafalan harus beralih orientasi pada yang dapat
pengembangan kemampuan berpikir kritis, dijadikan
kreatif dan nilai-nilai dasar dalam pembelajaran masa
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan kini dan
bernegara. Beberapa hal yang perlu memperkirakan
dihadirkan dalam materi pembelajran kebutuhan masa
sejarah abad ke - 21, antara lain: depan. Dengan
tranformasi isi
No. Indikator Deskripsi materi
pembelajaran
1. Bentuk Menanggapi pasca sejarah, akan dapat
Materi pandemi, maka menjawab kritik
materi Supriatna (2019)
pembelajaran yang menjelaskan
sejarah yang bahwa
bersifat pembelajaran
konvensional harus sejarah selama ini
bertranformasi kurang bermakna
menjadi modern karena tidak
yang berbasis mampu
website. Bentuk menanggapi isu
materi dihadirkan sosial sehingga
dalam e-book, e- dianggap tidak
achive, e-journal relevan. (Saputra
atau laman internet dan Sariyatun
lain dengan 2019).
mempertimbangka
n validitas sumber. Dalam menjawab tantangan abad ke-
Hal ini diharapkan 21, diperlukan pendekatan pembelajaran
peserta didik dapat yang menghendaki perubahan paradigma
melek teknologi mengenai perjalanan sejarah Indonesia.
ketika belajar Oleh sebab itu, materi pembelajaran
sejarah, serta kritis sejarah tidak bisa berhenti pada satu titik
dalam memilah- hanya dapat mengenang tragedi masa
milah lampau dengan menghapal kronologi
sumber informasi peristiwa, melainkan lebih berfokus pada
(Saputra dan penanaman karakter tokoh atau hikmah
Sariyatun 2019). peristiwa yang dapat membangun
2. Konten Materi kesadaran kebangsaan. Perluasan materi
Materi pembelajaran yang pembelajaran di abad ke- 21, bukan
awalnya berisi dimaknai memberi banyak teksyang harus
tentang nama- dibaca dan dihapal melainkan menuntun
nama tokoh, tahun peserta didik secara mandiri maupun
maupun kronologi kelompok agar dapat belajar dari peristiwa
peristiwa yang masa lampau agar dimaknai saat ini. Dalam
menuntut untuk hal ini,pembelajaran materi sejarah selalu

58 Socia: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol.19, No. 1, Juni 2022 (49-60)


Judul

berkaitan tentang waktu, perubahan dan Anderson, and Krathwohl. 2001. A


keberlanjutan. Dengan ketiga kompetensi Taxonomy for Learning, Teaching and
sejarah maka perubahan yang terjadi di Assesing: A Revision of Bloom's
masa lampau akan memberi landasan Taxonomy of Education Objectives.
berpikir dan berikap positif untuk New York: Addison Wesley Longman.
mengenal perubahan yang terjadi di masa DeHaan, R. L. (2009). Teaching creativity
kini maupun merancang strategi di masa and inventive problem solving in
depan. science. CBE—Life Sciences
Education, 8(3), 172-181.
4. Kesimpulan Harada, Tomohito. 2005. Yogyakarta.
Dalam rangka menjaga eksistensinya, "Consistency of History Curriculum in
maka pembelajaran sejarah harus dapat Primary and Secondary School." Jurnal
disesuaikan dengan karakteristik pendidikan Studi Sosial, Vol. 1 2005.
abad ke- 21. Hal ini didasarkan dari segala Holmes, B., & Gardner, J. (2006). E-learning:
problematika mengenai konstruksi kolektif Concepts and practice. Sage.
yang menjadikan sejarah berada pada posisi I.M.A.A. Gunawan1, , N.N. Padmadewi2, , and
pinggiran sehingga alternatif penyelesaian I.G.A.L.P. Utami. 2022. "THE ANALYSIS
konsep pendidikan sangat diperlukan. OF 4C SKILLS REPRESENTATION IN
Pembelajaran sejarah yang awalnya hanya ELEVENTH GRADE SENIOR HIGH
bertujuan menghapal kronologi masa lampau SCHOOL'S ENGLISH TEXTBOOK."
dan dijabarkan dengan metode ceramah Jurnal Pendidikan Bahasa Inggris
guru, perlu bertranformasi dengan Indonesia, Vol. 10 No. 1 66-76.
melibatkan peserta didik untuk aktif Isjoni. 2007. Pembelajaran Sejarah pada
megamati isu terkini, mengkritisi dan Satuan Pendidikan. Bandung: Alphabeta.
mengasosiasikan antara peristiwa masa lalu, Lapek, Juliana. n.d. "Promoting
kini dan memperkirakan masa depan. Untuk 21st Century Skills in
mencapai hal tersebut maka peserta didik Problem-Based Learning
yang tidak hanya dituntut untuk cerdassecara Environments." 66-85. Pennsylvania,:
pengetahuan, tetapi juga handal dalam California University of Pennsylvania,.
mengembangkan beberapa keterampilan Kartodirdjo, S., & Pusposaputro, S.
yang relevan dengan perkembangan zaman (1992). Pendekatan ilmu sosial dalam
atau dikenal dengan istilah 4C yaitu metodologi sejarah. Jakarta: Gramedia
communication, critical thinking, Pustaka Utama.
collaboration serta creativity. Keterampilan Kartodirdjo, S. (1988). Modern Indonesia,
4C abad ke- 21 bisa diintegrasikan terhadap tradition & transformation: a socio-
pembelajaran sejarah dengan cara historical perspective. Gadjah Mada
menginternalisasikannya dalam strategi dan University Press.
materi pembelajaran. Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
5. Ucapan Terima Kasih Maulidah, Evi. 2021. "Keterampilan 4C
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dalam Pembelajaran untuk Anak Usia
Ibu Sariyatun, Bapak Leo Agung Sutimin dan Dini." Childhood Education: Jurnal
Bapak Hieronymus Purwanta selaku Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 2 No. 1
promotor dan co promotor yang telah 52-68.
membimbing sekaligus memberi arahan bagi Miller, K. I., Stiff, J. B., & Ellis, B. H. (1988).
tulisan ini. Penulis juga mengucapkan Communication and empathy as
terimakasih pada seluruh pihak yang turut precursors to burnout among human
serta membantu terlaksananya penelitian ini. service workers. Communications
Monographs, 55(3), 250-265.
6. Referensi Nurjanah, W. (2020). Historical Thinking
Alit, Dewa Made. 2020. "Inquiry Discovery Skills and Critical Thinking
Learning dan Sejarah Lokal: Skills. HISTORIKA, 23(1), 92-104.
Pembelajaran Sejarah Menghadapi Prettyman, S. S., Ward, C. L., Jauk, D., & Awad,
Tantangan Abad 21." Jurnal Ilmu Sosial, G. (2012). 21 st Century Learners: Voices
Vol. 8 No. 1 57-79. of Students in a One-to-One STEM
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta 59
Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta

Environment. Journal of Applied Pembelajaran Sejarah. Bahan Ajar.


Learning Technology, 2(4). Bandung: Universitas Pendidikan
Prihadi, Edi. 2018. "Pengembangan Indonesia.
Keterampilan 4C Melalui Metode Zed, M. (1999). Dasar-dasar Metodologi
Poster Comment pada Mata Pelajaran Ilmiah: Beberapa Catatan tentang
PAI dan Budi Pekerti (Penelitian di SMA Penelitian Ilmiah and Cara Berpikir
Negeri 26 Bandung)." "Semangat Pusat Ilmiah.
Kajian Islam"JPI_Rabbani 464-479.
Putrayasa, I. M., Syahruddin, S. P., &
Margunayasa, I. G. (2014). Pengaruh
model pembelajaran discovery
learning dan minat belajar terhadap
hasil belajar IPA siswa. Mimbar PGSD
Undiksha, 2(1).
Salinan Permendikbud 22 Tahun 2016
Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah Mengenai Pelaksanaan
Pembelajaran pada Satuan Pendidikan dan
Pendidikan Menengah untuk Mencapai
Kompetensi Lulusan.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kualitatif.
bandung: Alfabeta.
Saputra, Een, and Sariyatun. 2019.
"Pembelajaran Sejarah di Abad 21
(Telaah Teoretis terhadap Model dan
Materi)." Yupa: Historical Studies
Journal, Vol. 3 No. 1 18-27.
Stern, G. G., Stein, M. I., & Bloom, B. S. (1956).
Methods in personality assessment.
Sukardi, Tanto. 2015. "Tinjauan Kritis
Mengenai Pembelajaran Sejarah."
KhazanahPendidikan.
Supriatna, N. (2019). Pengembangan
Kreativitas Imajinatif Abad Ke-21 dalam
Pembelajaran Sejarah. Historia: Jurnal
Pendidik dan Peneliti Sejarah, 2(2).
Susanto, Heri. 2014. Seputar
Pembelajaran Sejarah (Isu, Gagasan
dan Strategi Pembelajaran).
Sleman: Aswaja Pressindo.
Trilling, Bernie, and Charles Fadel. 2009. 21st
Century Skills: Learning for Life in Our
Time.San Fransisco: Jossey Bass.
Widja, I Gde. 2018. "Pembelajaran Sejarah
yang Mencerdaskan: Suatu Alternatif
Menghadapi Tantangan dan Tuntutan
Jaman yang Berubah." Jurnal
Pendidikan Sejarah Indonesia,Vol. 1 No.
2 112-134.
Williams, M. K. (2017). John Dewey in the
21st century. Journal of Inquiry and
Action in Education, 9(1), 7.
Wiyanarti, E. (2012). Model pembelajaran
kontekstual dalam pengembangan

60 Socia: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol.19, No. 1, Juni 2022 (49-60)

Anda mungkin juga menyukai