Socia: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 19, No. 1, Juni 2022 (49-60)
© 2022 Fakultas Ilmu Sosial UNY dan HISPISI
ARTIKEL PENELITIAN Diterima: 05-06-2022 | Direvisi: 30-06-2022 | Disetujui: 08-07-2022
hpurwanta@staff.uns.ac.id
*Penulis koresponden
Abstrak
Perkembangan teknologi abad ke-21 turut memengaruhi orientasi peralihan paradigma
pendidikan dalam mempersiapkan generasi muda yang adaptif terhadap pergulatan zaman.
Berbeda dengan cabang ilmu eksakta maupun humaniora lain yang bersentuhan dengan isu
mutakhir, pembelajaran sejarah dengan segala urgensinya menemui kendala klasik terkait
image pengetahuan yang usang karena hanyaberkutat pada pengetahuan masa lampau tanpa
ada relevansi kehidupan masa kini. Oleh sebab itu, artikel ini bertujuan untuk menelaah secara
kritis pentingnya keterampilan 4C abad ke-21 serta cara untukmenginternalisasikannya dalam
pembelajaran sejarah agar tetap terjaga eksistensinya. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan analisis-deskriptif serta menghimpun informasi menggunakan
studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan 4C abad ke-21 dapat
dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran sejarah serta dapat diinternalisasikan dengan
mengubahmodel pembelajaran dari konvensional “teacher-sentris” menjadi berciri abad ke-21
“student-centris”. Beberapa model yang dimaksud, antara lain project based learning, problem
based learning, inquiry learning dan discovery learning. Selain itu dari tinjauan materi
pembelajaran juga mengalami transformasi berupa bentuk materi dari berbasis kertas ke
internet serta konten yang lebih memandangisu-isu kontemporer dan menekankan nilai-nilai
karakter dari setiap peristiwa sejarah dibanding sekadarmenghapal kronologi peristiwa sejarah.
Kata Kunci : Keterampilan 4C, Pendidikan Abad ke-21, Pembelajaran Sejarah
Abstract
The development of technology in the 21st century has also influenced the orientation of the
educational paradigm in preparing the young generation who are adaptive to the struggles ofthe
times. With other branches of exact sciences and other humanities with current issues, thestudy
of history with all its urgency encounters the classic obstacle associated with an obsoletepicture of
knowledge because it only dwells on current knowledge without any present relevance.
Therefore, this article aims to examine the importance of 21st century 4C skills and ways to
internalize them in history learning so that their existence is maintained. This study uses a
qualitative method with a descriptive-analytic approach and collects information using a
literature study. The results showed that the 21st century 4C skills can be used as an alternative
in history learning and can be internalized by changing the conventional learning model from
"teacher-centric" to being characterized by the 21st century "student-centric". Some of the models
in question include project based learning, problem based learning, inquirylearning and discovery
learning. Apart from that, the learning material also underwent a transformation in the form of
material from paper-based to the internet as well as content thatlooked more at contemporary
issues and character values from historical events rather than memorizing historical events.
Keyword: 4C Skills, 21st Century Education, History Education
© 2022 oleh Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta.
Artikel ini terbuka untuk umum (open access) dan dapat didistribusikan sesuai dengan aturan di dalam Lisensi
Creative Commons Attribution (CC BY NC) di https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/.
Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta
atau enterpretif, digunakan untuk meneliti 2016 tentang Standar proses Pendidikan
pada kondisi obyek yang alamiah, dimana Dasar dan Menengah mengenai
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, Pelaksanaan Pembelajaran pada Satuan
teknik pengumpulan data dilakukan secara Pendidikan dan Pendidikan Menengah unuk
triangulasi, data yang diperoleh cenderung mencapai kompetensi lulusan. Dalam
data kualitatif, analisis data bersifat induktif pengimplementasiannya, pembelajaran
atau kualitatif, dan penelitian kualitatif Kurikulum 2013 Revisi menuntut pendidik
bersifat untuk memahami makna, agar dapat mengembangkan pembelajaran
memahami keunikan, mengkonstruksi dengan menginternalisasikan keterampilan
fenomena dan menemukanhipotesis. Lebih 4C abad ke- 21 dalam setiap kompetensi
lanjut, Sugiyono (2018) pun pernah dasar yang diajarkan. Apabila ditelaah lebih
menyebutkan bahwa penelitian kualitatif dalam, maka konsep pendidikan abad ke- 21
tidak mungkin terbatas pada teori saja, mengeksplisitkan perubahan dari
tetapi harus berdasarkan fakta-fakta yang pembelajaran tradisional menjadi lebih
ada di lapangan. modern untuk menjamin peserta didik
Jenis metode penelitian yang paling memiliki pengetahuan, keterampilan
memungkinkan untuk situasi saat ini adalah belajar, berinovasi tinggi serta keterampilan
kajian literatur, kepustakaan atau library menggunakan teknologi untuk mencari
research. Penelian kepustakaan merupakan informasi dan bertahan dengan
penelitian yang dilakukan melalui menggunakan keterampilan kecakapan
pengumpulan data atau karya tulis ilmiah hidup.
yang bertujuan dengan obyek atau Keterampilan 4C yang dimaksud
pengumpulan data yang bersifat diperkenalkan pertama kali oleh US-based
kepustakaan atau telaah yang dialksanakan Partnership for 21st Century Skills (P21)
untuk memecahkan suatu masalah yang yang mencakup beberapa hal yaitu
dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis communication, collaboration, critical
dan mendalam terhadap bahan-bahan thinking dan creativity (Prihadi 2018).
pustaka yang relevan. Dalam hal ini Keterampilan-keterampilan tersebut
tentunya peneliti memastikan bahwa penting untuk diajarkan kepada peserta
sumber yang digunakan adalah kredible dan didik dalam pembelajaran di kelas yang
bisa dipertanggungjawabkan. Sementara masing-masing dijabarkan sebagai berikut:
itu, pendekatan naratif merupakan salah 1) Critical Thinking (Historical Thinking)
satu jenis penelitian kualitatif, dimana Kemampuan untuk berpikir kritis
peneliti melakukan studi terhadap satu beserta kompleksitas pemecahannya masih
orang individu atau lebih untuk dianggap oleh sebagian besar orang sebagai
memperoleh data tentang sejarah pondasi terciptanya pembelajaran abad ke-
perjalanan hidupnya. Berfokus pada obyek 21. Oleh sebab itu, keterampilan berpikir
penelitian, maka pendekatan naratif ditelisik kritis menjadi bahan kajian yang sangat
untuk menjabarkan pentingnya penting agar dapat dieksplisitkan dalam
mengaplikasikan keterampilan 4C abad ke- pembelajaran saat ini. Banyak ahli yang
21 dalam pembelajaransejarah mengartikan keterampilan berpikir kritis,
salah satunya datang dari Scriven, Paul dan
3. Hasil dan Pembahasan Angelo dalam Falsaime (2008) bahwa
berpikir kritis merupakan proses disiplin
A. Keterampilan 4C Abad ke-21: Alternatif cerdas dari konseptualisasi, penerapan,
dalam Menghadapi Problematika analisis, sintesis dan evaluasi aktif dan
Pembelajaran Sejarah keterampilan yang dikumpulkan dari atau
Berpijak dari usaha untuk dapat dihasilkan oleh serangkaian cara seperti
menciptakan generasi muda yang unggul di observasi, pengalaman, refleksi, penalaran
abad ke-21 maka berbagai kompetensi dan maupun komunikasi yang menuntun
keterampilan yang telah diidentifikasi, seseorang menuju kepercayaan dan aksi.
ditindaklanjuti oleh pemerintah dalam Sementara itu, menurut Joseph Bishop
bentuk revisi kurikulum 2013 yang sesuai sebagaimana dikutip oleh Evi Maulidah
dengan Permendikbud Nomor 22 Tahun (2021) berpikir kritis dalam pembelajaran
artinya memandang masalah dengan cara kritis pada diri pesertadidik atau meminjam
baru, serta menggabungkan suatu istilah Isjoni (2007) dikenal sebagai
pembelajaran dengan lintas dan disiplin kemampuan berpikir kesejarahan
ilmu lain. (historical thinking).
Pencapaian keterampilan tersebut Untuk sampai pada tingkat
dapat diusahakan dengan penerapan cara pemahaman, Zed (1999) melontarkan
yang tidak sederhana sebab selain sisi bahwa kemampuan berpikir sejarah dapat
penguasaan materi, peserta didik juga didongkrak menggunakan tiga model
dituntut untuk memiliki keterampilan. berpikir atau standar berpikir sejarah
Secara faktual, rekonstruksi kemampuan “aduktif”. Pemikiran ini berorientasi pada
berpikir kritis peserta didik pernah masalah, diakronis dan tentu saja berpusat
disampaikan oleh Stern, Stein dan Bloom pada peserta didik. Standar berpikir sejarah
(1956) dengan istilah taksonomi tersebut, antara lain: (1) kesadaran
pembelajaran yang mengklasifikasi tujuan mengenai waktu (cronological thinking);
pendidikan menjadi tiga, antara lain (2) kesadaran akan sifat kontinuitas
kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain (keberlanjutan) menjadi penting untuk
tujuan, Bloom juga menyampaikan keempat memahami perubahan; (3) kesadaran
bagian dari proses pengetahuan yang adanya ketercakupan sejarah (historical
serupa pula dengan pernyataan Anderson & comprehension) yang melibatkan
Krathwohl (2001) bahwa (1) pengetahuan kemampuan untuk menangkap dan
faktual ditemukan berupa potongan menerangkan kebermaknaan perubahan;
informasi yang terfragmentasi tetapi dan (4) kemampaun rekonstruksi sejarah
terdapat unsur dasar dalam suatu disiplin sebab fakta tidak bisa berbicara sendiri
ilmu tertentu, mencakup pengetahuan sebagai gejala sejarah. Sejalan dengan Zed,
mengenai tarminologi serta pengetahuan Wineburg dalam Wulan Nurjanah (2020)
secara rinci; (2) pengetahuan konseptual menjabarkan kemampuan berpikir
menisbatkan hubungan saling terkait yang kesejarahan yang harus dimiliki peserta
digambarkan dalam bentuk skema, model didik, menyangkut 1) konsep waktu
pemikiran serta teori; (3) pengetahuan (kronologi) yaitu kemampuan untuk
prosedural menunjukkan cara untuk menyingkap masa lampau menurut
mengerjakan sesuatu baik yang bersifat interpretasi pribadi, menghayati masa
rutin maupun baru; dan (4) pengetahuan lampau dengan merasakan menjadi pelaku
metakognitif yang mencakup pengetahuan masa lampau sehingga dapat memahami
mengenai kognisi umum dan diri sendiri. makna peristiwa sejarah; (2) berpikir dalam
Oleh sebab itu, pembelajaran tidak konteks, berpijak pada kemampuan untuk
diperkenankan untuk satu arah atau memahami kesinambungan suatu peristiwa;
berpusat pada guru karena membelenggu 3) kemampuan memahami kausalitas untuk
pemikiran kritis peserta didik. menemukan sebab dan akibat terjadinya
Dalam kaitan dengan berpikir kritis masa lampau; dan 4) kemampuan penilaian
serta pemecahan masalah, pembelajaran autentik terhadap dokumen atau teks
sejarahmasih jauh dari harapan. Walaupun sejarah.
telah banyak ditawarkan model Untuk mengeksplisitkan critical
pembelajaran yang sesuai dengan situasi thinking dalam pembelajaran sejarah, maka
masa kini, sebagian besar pembelajaran Trilling dan Fadel (2009: 50-54)
sejarah masih dijakankan menggunakan menyarankan proses pembelajaran
metode teacher-sentris dengan model didorong oleh keterlibatan pertanyaan dan
ceramah serta penilaian tes tertulis dalam menuntaskan masalah sebagaimana
bentuk pilihan ganda dan uraian terbatas. penelitiannya dalam proyek SARS.
Fenomena ini menyebabkan sejarah Pernyataan tersebut kembali diperinci oleh
menjadi mata pelajaran yang terpinggirkan Harada (2005: 27) bahwa terdapat empat
karena dipandang tidak mampu cara untuk meningkatkan cara berpikir
memberikan kontribusi pengetahuan pada kesejarahan peserta didik, antara lain (1)
era saat ini. Oleh sebab itu, pembelajaran peserta didik diarahkan untuk berpikir
sejarah perlu mengalami modifikasi yang mengenai materi faktual di sekitar mereka
mengeksplisitkan kemampuan berpikir (2) pembelajaran kelas tidak lagi terpaku
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta 53
Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta
tidak hanya sesuai dengan keterampilan 4C dimana peserta didik dituntut secara aktif
abad ke-21, melainkan juga dapat terlibat dalam proses pengamatan,
diintegrasikan dengan teknologi masa kini. pengumpulan data dan analisis, pemecahan
Pada kesempatan ini, pembelajaran sejarah masalah serta kolaborasi secara
akan diarahkan tidak hanya mengambil berkelompok. Apabila pembelajaran sejarah
informasi dan mempresentasikan secara dapat menerapkan model pembelejaran
tertulis manual, melainkan menggunakan tersebut, maka diharapkan sejarah dapat
banyak aplikasi dan beberapa artikel, jurnal tetap eksis dan relevan dalam kehidupan
maupun sumber tervaliditas. Informasi masa kini.
kemudian dihimpun untuk diinterpretasi E. Pendekatan Pembelajaran Sejarah
dan terakhir melakukan presentasi dengan Abad ke- 21
menampilkan berbagai desain yang Sementara itu, pendekatan
memungkinkan rekan sebagai audiens pembelajaran sejarah dengan
menerima podcast, video, cerita, foto, komik mengeksplisitkan keterampilan4C abad ke -
dan sebagainya. 21 perlu untuk diperhatikan. Pada awalnya,
3) Discovery Learning pembelajaran sejarah dilakukan
menggunakan pendekatan teacher-centris
Pembelajaran menggunakan proyek
dengan menerapkan metode belajar
penelitian dan penemuan memang menjadi
ceramah, sementara peserta didik hanya
begitu relevan dalam pendidikan abad ke-
sebagai objek dan pelengkap dalam
21, termasuk pula discovery learning.
kegiatan pembelajaran tersebut. Dalam
Dalam hal ini, Joolingen (dalam Putrayasa,
kaitan ini, White (dalam Sukardi, 2015)
dkk, 2014) menyebut discovery learning
menyatakan jika pembelajaran seperti ini
sebagai pembelajaran yang dapat
masih dipertahankan maka bukan tidak
membangun pengetahuan peserta didik itu
mungkin pembelajaran sejarah bukan
sendiri melalui serangkaian percobaan
membuat peserta didik menjadi memahami,
hingga akhirnya mendapatkan hasil. Sama
mengkritisi atau bahkan menghayati
halnya problem based learning dan project
peristiwa sejarah, melainkanjustru terkesan
based learning, peran guru hanya sebagai
membosankan. Berdasarkan kenyataan
pembimbing sementara peserta didik
tersebut, maka logis menganggap bahwa
memegang sebagian besar kontribusi
sejarah tidak lagi sesuai semangat kekinian.
pembelajaran. Sementara itu, inquiry
Oleh sebab itu, pendekatan pembelajaran
learning berkutat pada proses tanya-jawab
sejarah perlu bertranformasi menjadi
secara ilmiah. Atau boleh dikatakan, inquiry
student-centris. Setelah pembelajaran
merupakan kegiatan pembelajaran yang
sejarah bersifat “student-centris”, maka
bervariasi antara pengamatan,
langkah selanjutnya adalah membangun
merumuskan, menanya, mengevaluasi buku
citra kolektif dengan mendorong peserta
dan sumber informasi secara kritis bahkan
didik untuk mengamati peristiwa
mengadakan penyelidikan dengan
kontekstual yang ada di sekitarnya.
menggunakan alat untuk mendapatkan
Pendekatan ini mengintergrasikan berbagai
data. Data tersebut kemudian dianalisis,
karakteristik pendidikan abad ke- 21 yang
ditafsirkan dan terakhir dikomunikasikan.
dikenal dengan istilah saintifik. Pendekatan
Dalam pembelajaran sejarah, tentu saintifik merupakan pendekatan yang
kedua model pembelajaran ini sangat sesuai menjadi induk dari model dan metode
sebagaimana metode penelitian sejarah pembelajaran masa kini. Apabila ditelaah
Kartodirdjo (1992), dimulai dari pemilihan lebih mendalam, pendekatan saintifik
topik, heuristik, verifikasi, interpretasi dan mencakup metode penelitian sejarah yang
akhirnya historiografi. Selain itu, dapat diutarakan oleh Kuntowijoyo (2013: 69-
melatih daya literasi peserta didik dalam 82), meliputi pemilihan topik dengan cara
menganalisis dengan melakukan cek silang mengamati kondisi peserta didik, heuristik
untuk mendapatkan informasi yang valid. dengan menanya pada seseorang yang
Ditinjau dari orientasi keempat model dianggapahli dan mengumpulkan informasi
pembelaran sejarah abad ke-21 tersebut, terkait, memverifikasi kebenaran sumber
memiliki keunggulan dalam dan menginterpretasi dengan mengasosiasi,
mengembangkan keterampilan abad ke- 21 dan historiografi yang kemudian
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta 57
Danu Eko Agustinova, Sariyatun, Leo Agung Sutimin, & Hieronymus Purwanta