Anda di halaman 1dari 11

PENGERTIAN DAN SEJARAH CIVIL SOCIETY (MASYARAKAT MADANI)

Mata Kuliah: Civil Society (Masyarakat Madani)


Dosen Pengampu: Nina Badriah Gajah

Kelompok I

Luthfiatunnisa 0404183063
Taslim Siregar 0404183065

FAKULTAS USHULUDDIN
PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN
T. A. 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa  shalawat serta
salam atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah diutus kemuka bumi ini
sebagai  Rahmatanlil Alamin.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Civil Society (Masyarakat Madani)
“Pengertian dan Sejarah Civil Society”. Dimana dalam makalah ini diharapkan lebih
membuka wawasan berpikir dibidang terkait dengan yang telah dibaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan,16 November 2021

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PPENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.................................................................................................................1
B.Rumusan Masalah............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Civil Society......................................................................................................2
B. Pengertian Civil Society.................................................................................................4
C. Karakteristik Civil Society..............................................................................................5

BAB III PENUTUP


A.KESIMPULAN................................................................................................................7
B.SARAN............................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan


peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Dawam menjelaskan, dasar
utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada
suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan
perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Masyarakat Madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang
demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif,
bermotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki bandingan, mampu berkoordinasi, sederhana,
sinkron, integral, mengakui, emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominan adalah
masyarakat yang demokratis. Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang akan
melindungi warga negara dari perwujudan kekuasaan negara yang berlebihan. Bahkan
masyarakat madani dapat dikatakan sebagai tiang utama kehidupan politik
yang demokratis. Sebab masyarakat madani tidak saja melindungi warga negara dalam
berhadapan dengan negara, tetapi juga merumuskan dan menyuarakan aspirasi masyarakat.1

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiamana sejarah dan perkembangan civil society?


2. Apa yang di maksud dengan civil society?
3. Bagaimana karateristik civil society (masyarakat madani)?

BAB II
1
https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat_madani, diakses pada tanggal 18 november 2021 pukul 21:13

1
PEMBAHASAN
A. Sejarah Civil Society
Istilah Civil Society sudah ada sejak sebelum Masehi orang yang pertama kali
Mencetuskan istilah Civil Society ialah cicero (106-43 SM), sebagai seorang orator Yunani
kuno. Civil Society menurut cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang
dicontohkan oleh masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep
civility (kewarganegaraan) dan urbanity (budaya Kota), maka kota dipahami bukan hanya
sekedar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
(Heri Herdiwanto, dkk: 2019)
Aristoteles (384-322 SM) memandang konsep Civil Society sebagai sistem kenegaraan
atau identik dengan negara itu sendiri titik konsep Civil Society Pada masa ini dikenal
sebagai istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat keluarga dapat
terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi politik dan pengambilan keputusan.
Berbeda dengan Aristoteles, Romawi Marcus Tullius Cicero (106-43 SM)
mengistilahkan masyarakat sipil dengan societis cvilies, yaitu sebuah komunitas yang
mendominasi komunitas yang lain dengan tradisi politik kota sebagai komponen utamanya.
Istilah yang digunakan cicero lebih menekankan pada konsep negara kota dia ini untuk
menggambarkan kerajaan kota, dan bentuk korporasi lainnya yang menjelma menjadi entitas
yang terorganisir.
Rumusan Civil Society selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1674
M) dan John Locke (1632-1704 M). Keduanya memandang perkembangan Civil Society
sebagai kelanjutan dari evolusi masyarakat yang berlangsung secara alamiah. Menurut
Hobbes sebagai entitas negara Civil Society punya peranan mutlak untuk meredam konflik
dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak yang mampu mengontrol
dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi atau perilaku politik setiap warga negara.
Sedangkan menurut John Locke, kehadiran Civil Society adalah untuk melindungi kebebasan
dan hak milik setiap warga negara.
Selanjutnya ada Ferguson (1767) mengkontekstualisasikan wacana Civil Society
dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia dengan perkembangan kapitalisme nya yang
berdampak pada krisis sosial. Ferguson lebih menekankan visi etis pada Civil Society dalam
kehidupan sosial.

Thomas Paine (29 Januari 1737-8 Juni 1809) memakai pengertian Civil Society sebagai suatu
yang berlawanan dengan lembaga negara, Bahkan ia dianggap sebagai antitesis negara.

2
Bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi titik Menurut pandangan
ini, bahkan negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka titik konsep negara yang
absah, menurut pemikiran ini, adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan
oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Semakin sempurna suatu
masyarakat sipil semakin besar pula peluangnya untuk mengatur kehidupan warganya sendiri
titik Dengan demikian, menurutnya, Civil Society adalah ruang dimana warga dapat
mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi perumusan kepentingan secara
bebas tanpa paksaan. Ruang gerak dalam pandangan Paine, adalah suatu ruang gerak
masyarakat tanpa intervensi negara titik sejalan dengan pandangan ini, Saipul Society harus
lebih dominan dan sanggup mengontrol negara demi keberlangsungan kebutuhan anggotanya.
Wacana Civil Society selanjutnya dikembangkan oleh G. W.F Hegel (1770-1831 M),
Karl Marx (1818-1883 M), Antonio Gramsci (1891-1937 M). Dalam pandangan ketiganya,
Saipul Society merupakan elemen ideologis kelas dominan. Pemahaman ini adalah reaksi atas
pandangan Paine yang memisahkan Civil Society dari negara. Hegel memandang Civil
Society sebagai kelompok subordinatif terhadap negara. Hegel menjelaskan bahwa dalam
struktur sosial Civil Society terdapat tiga intensitas sosial: keluarga, masyarakat sipil dan
negara.
Berbeda dengan Hegel, Karl Marx memandang Civil Society sebagai masyarakat
borjuis. Dalam konteks hubungan produksi merupakan upaya pembebasan manusia dari
terciptanya proses pembebasan manusia untuk mewujudkan tatanan masyarakat tanpa kelas.
Berbeda pula dengan Marx, Antonio gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam
konteks relasi produksi Tetapi lebih pada sisik ideologis titik di lamarck menempatkan
masyarakat madani pada basis material, menetapkan pada superstruktur yang berdampingan
dengan negara yang ia sebut dengan political Society. Menurut gramsci, Civil Society
merupakan tempat perebutan posisi hegemoni di luar kekuatan negara, aparat
mengembangkan hegomoni untuk membentuk konsensus dalam masyarakat.
Fase selanjutnya, wacana Civil Society sebagai reaksi terhadap mazhab hegelian yang
dikembangkan oleh Alexis De Tocqueville (1805-1859 M). Tocqueville memandang Civil
Society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara. Menurutnya, kekuatan politik dan
masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika
mempunyai daya tahan yang kuat. Mengaca pada kekhasan budaya demokrasi rakyat
Amerika yang bercirikan plular, Mandiri, dan kedewasaan politik, menurutnya warga negara
dimanapun akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara. Pemikiran
Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai sesuatu yang tidak apriori maupun

3
tersubordinasi dari lembaga negara. Dapat disimpulkan, pandangan civil society ala
Tocquevillian ini merupakan modal masyarakat sipil yang tidak hanya berorientasi pada
kepentingan individual tetapi juga mempunyai komitmen terhadap kepentingan publik.
Dari sejumlah model dan pandangan tentang Civil Society mazhab Gramscian dan
Tocqueville telah menjadi inspirasi gerakan Pro demokrasi di Eropa Timur dan Eropa tengah
pada dasawarsa 80-an. Tidak hanya menginspirasi gerakan demokrasi di Eropa Tengah dan
Eropa Timur, mazhab pemikiran Civil Society juga dikembangkan oleh cendekiawan muslim
Indonesia m Dawam Rahardjo dengan konsep masyarakat madani pemikiran Alexis De
Tocqueville dan Robert Wuthnow.2

B. Pengetian Civil Society


Istilah Madani sebenarnya berasal dari bahasa Arab, Madaniy. Kata Madaniy berakar
dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun. Kemudian berubah
istilah menjadi Madani yang artinya beradab, orang kota, orang sipil dan yang bersifat sipil
atau perdata titik Dengan demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai
banyak arti titik konsep masyarakat madani kerap kali dipandang telah berjasa dalam
menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang pemerintah yang sewenang-
wenang di Amerika Latin, Eropa selatan dan Eropa Timur. (Dawam Rahardjo, 1999)
Masyarakat Madani (dalam bahasa Inggris: civil society) dapat diartikan sebagai suatu
masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya.
Kata madani sendiri berasal dari bahasa arab yang artinya civil atau civilized (beradab).
Istilah masyarakat madani adalah terjemahan dari civil atau civilized society, yang berarti
masyarakat yang berperadaban.3
Menurut seligman, munculnya gagasan masyarakat madani di barat sebenarnya
merupakan akibat dari terjadinya kemacetan paradigma pemikiran sosial dan politik sekitar
abad ke-17 dan 18 titik lahirnya gagasan Civil Society di barat, menurut seligman pada
dasarnya adalah diinspirasi oleh empat sumber pemikiran utama, yaitu: (1) hukum kodrat
(hukum alam), (2) doktrin Kristiani Protestan, (3) kontak sosial, dan (4) teori pemisahan
negara dan masyarakat.4

2
A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi , HAM, Dan Masyarakat Madani (Jakarta: Kencana, 2017)
h. 217-221
3
Qodri Azizy, Melawan Golbalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam: Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 126
4
Heri Herdiwanto dkk, Kewarganegaraan dan Masyarakat Madani (Jakarta: Kencana,2019) Hh. 266

4
Indonesia sering menyebut masyarakat madani dengan istilah civil Society yang
diterjemahkan oleh beberapa ahli yaitu masyarakat sipil, masyarakat madani, masyarakat
Kewargaan, korporatisme masyarakat. Perbedaan terjemahan mengenai Civil Society
berdasarkan perbedaan di antara mereka dalam penggunaan sudut pandang. Selain itu,
banyak terpengaruh atas pendapat pendapat para ahli tentang masyarakat madani khususnya
ilmuwan dari barat.5
Adi Suryadi culla melihat setidaknya ada empat perspektif dalam memandang Civil
Society:6

1. Perspektif yang memandang hubungan masyarakat dan negara secara berhadapan


secara dyadic
2. Masyarakat dan negara (masyarakat politik) sebagai dua entitas yang secara rasional
dan fungsional tidak terpisahkan
3. Perspektif yang memandang hubungan masyarakat dan negara tidak dalam konteks
dyadic, sebagai dua entitas yang selalu berhadapan, dalam situasi konflik
4. Perspektif yang memandang Civil Society dipisahkan dari 3 entitas lainnya, negara
(stae), masyarakat politik (political state) dan masyarakat ekonomi (ekonomi state)

Usiono (2018: 131) menyimpulkan bahwa Civil Society atau masyarakat madani
adalah kelompok masyarakat yang memiliki sifat demokratis dan saling menghargai satu
sama lainnya dimana dalam mengambil keputusan selalu mengedepankan prinsip
keterbukaan, toleransi, musyawarah untuk menjaga sosialisme antar sesama individu suatu
masyarakat.

C. Karakteristik Civil Society


Sementara bagi Muhammad AS Hikam, secara ringkas menyebutkan bahwa
sebagaimana dikonsepsikan oleh para pelopornya di atas, civil society paling tidak memiliki
tiga ciri utama.7

1. Adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-


kelompok dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara.
2. Adanya ruang publik bebas sebagai Wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari
warga melalui wacana dan praktis yang berkaitan dengan kepentingan publik.

5
Usiono, potret baru pendidikan Pancasila (Medan: Perdana Publishing, 2018) h. 129
6
Ibid, h. 130
7
Asep Sahid Gatara dan Moh Dzulkiah Said, Sosiologi Politik (Bandung: Pustaka Setia, 2007) h. 113

5
3. Adanya kemampuan untuk membatasi kekuasaan negara agar tidak intervensionis.

Ada 5 ciri yang harus dimiliki masyarakat madani, yakni:8

1. Free Public Sphere, adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukakan pendapat.
2. Demokratis, merupakan satu intensitas yang menjadi penegak masyarakat madani, di
mana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk
menjalankan aktivitas kesehariannya termasuk dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
3. Toleran, merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk
menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan
oleh orang lain.
4. Pluralisme, menurut Nurcholis Madjid konsep pluralisme ini merupakan prasyarat
bagi tegaknya masyarakat madani. Pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati
kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban.
5. Keadilan Sosial, keadilan dimaksud untuk menyebutkan keseimbangan dan
pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang
mencakup aspek seluruh kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli
dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat. Secara
esensial masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah.

BAB III
8
Saidurrahman dan Arifinsyah, Pendidikan Kewarganegaraan NKRI harga mati (Jakarta: Prenamedia Group,
2018) h.52

6
PENUTUP

A. Kesimpulan

Istilah Civil Society sudah ada sejak sebelum Masehi orang yang pertama kali
Mencetuskan istilah Civil Society ialah cicero (106-43 SM), sebagai seorang orator Yunani
kuno. Civil Society menurut cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang
dicontohkan oleh masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep
civility (kewarganegaraan) dan urbanity (budaya Kota), maka kota dipahami bukan hanya
sekedar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
(Heri Herdiwanto, dkk: 2019)
Usiono (2018: 131) menyimpulkan bahwa Civil Society atau masyarakat madani
adalah kelompok masyarakat yang memiliki sifat demokratis dan saling menghargai satu
sama lainnya dimana dalam mengambil keputusan selalu mengedepankan prinsip
keterbukaan, toleransi, musyawarah untuk menjaga sosialisme antar sesama individu suatu
masyarakat.

B. Saran

Penyusunan makalah ini Masilah sangat memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu kami
sangat mengharapkan saran dan masukan dari bapak sebagai dosen pengampu. Agar kami
dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.

7
Daftar Pustaka

Azizy. Qodri. (2004). Melawan Golbalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam: Persiapan SDM


dan Terciptanya Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
A. Ubaedillah & Abdul Rozak. (2017). Pancasila, Demokrasi , HAM, Dan Masyarakat
Madani. Jakarta: Kencana

Gatara, Sahid Asep dan Moh Dzulkiah Said. (2007). Sosiologi Politik. Bandung: Pustaka
Setia

Herdiwanto, Heri, dkk. (2019). Kewarganegaraan dan Masyarakat Madani. Jakarta:


Kencana

https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat_madani, diakses pada tanggal 18 november 2021


pukul 21:13

Usiono. (2018). potret baru pendidikan Pancasila. Medan: Perdana Publishing

Saidurrahman dan Arifinsyah. (2018). Pendidikan Kewarganegaraan NKRI harga mati.


Jakarta: Prenamedia Group

Anda mungkin juga menyukai