Anda di halaman 1dari 6

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN GEORG LUKACS

Georg Lukacs adalah salah seorang pemikir beraliran Marxis yang paling
berpengaruh pada abad ke-20. Di tangan Lukacs, Marxisme memperoleh kembali
harkatnya sebagai filsafat sejarah. Jika kita menyebut para tokoh pemikir teori kritis
antara lain, Horkheimer, Adorno, Habermas, maka sesungguhnya pemikiran mereka
sangat terpengaruh oleh pemikiran Lukacs. Konsep-konsep seperti “reifikasi”,
wawasan “totalitas”, pembukaan kedok “positivisme” dan “sosiologi kontemplatif
sebagai ideologi yang mengafirmasikan realitas palsu masyarakat borjuis, “kesatuan
antara teori dan praxis”, pengertian “teori revolusioner” sebagai ungkapan tugas
“objektif” sejarah, dan kebanggan kaum intelektual kritis bahwa di tengah masyarakat
yang buta terkena reifikasi merekalah yang ditentukan oleh sejarah untuk membawa
revolusi, adalah butir-butir pemikiran Lukacs yang menjadi inspirasi perjuangan para
mahasiswa kiri baru pada tahun 60-an dalam melakukan revolusi kebudayaan.
Georg Lukacs lahir pada tahun 1885 di Budapest Hongaria, dari keluarga
Yahudi. Ayahnya seorang direktur bank. Pada tahun 1903 ia belajar di Universitas
Budapest pada studi hukum dan ekonomi nasional, sastra, sejarah kesenian, dan
filsafat. Pada 1906 ia meraih gelar doktor dalam ilmu kenegaraan di Universitas
Berlin, selanjutnya gelar doktor filsafat pada tahun 1909 di Universitas Berlin. Selain
karya filsafat, Lukacs juga banyak melahirkan karya-karya di bidang sastra dan
estetika.
Georg Lukacs tidak hanya berhenti sebagai inteletual, tapi juga terjun
langsung di politik praktis dengan beraktivitas sebagai anggota Partai Komunis
Hongaria. Ia diangkat menjadi anggota Komite Sentral Partai Komunis Hongaria.
Dalam Republik Soviet Hongaria, Lukacs menjadi Komisaris Rakyat untuk
Pendidikan dan Komisaris Politik dalam Tentara Merah. Karir tertingginya sebagai
menteri kebudayaan Hongaria (1956).
Dasar pemikiran Lucaks mengenai Marxisme adalah menggali kembali
Marxisme otentik. Lukacs melontarkan kritik terhadap “Marxisme vulgar”, yakni
Marxisme yang telah terperangkap dalam perkembangan borjuasi. Lukacs berupaya
mengajukan pemikiran untuk memurnikan pemahaman Marxisme. Semua
pemikirannya itu dituangkan dalam maha karya bukunya yang berjudul History and
Class Consiousness (HCC). Terbit pada tahun 1922, HCC terdiri atas delapan
karangan mandiri. Di dalamnya Lukacs hendak mencapai dua hal: mengembalikan
harkat filosofis teori Karl Marx melawan pendangkalannya oleh “Marxisme vulgar”,
dan menangkis kritik pelbagai kalangan Marxis khususnya terhadap penghapusan
kebebasan-kebebasan demokratis di Uni Sovyet.
Apa yang dimaksud Lukacs dengan “Marxisme Vulgar”? “Marxisme vulgar”
adalah Marxisme sebagaimana dipahami partai-partai sosialis yang bergabung dalam
Internasionale II. Bagi mereka, Marxisme dipandang hanya sebagai sebuah teori
“sosiologi” atau “ekonomi” ilmiah yang bermaksud menjelaskan hukum-hukum
objektif perkembangan masyarakat, khususnya tentang keruntuhan kapitalisme.
Akibat kontradiksi-kontradiksi internal, maka kapitalisme niscaya akan runtuh dan di
atas keruntuhan tersebut proletariat akan menciptakan masyarakat sosialis.
Mengapa Lukas menganggap pengertian itu “vulgar”? Karena pengertian itu
dinilai tidak canggih sehingga tidak mampu menangkap keunikan teori Marx sebagai
teori revolusioner. Salah satu tanda “vulgar” adalah mereka menganggap dilektika
Hegel hanya sebagai “hiasan semata”. Padahal menurut Lukacs, dialektika Hegel
merupakan “syaraf kehidupan” metode Marx. Menurut Lukacs, Marxisme vulgar
terperangkap dalam pengertian borjuasi tentang pengetahuan ilmiah yang berpedoman
pada model ilmu-ilmu alam modern. Menurut model itu ilmu pengetahuan bertugas
merumuskan hukum-hukum objektif yang menentukan gerak-gerik realitas dengan
setepat mungkin. Yang khas dari pendekatan itu adalah sifatnya yang kontemplatif
dan metafisik. Kontemplatif karena realitas hanya diamati dan dituruti, tetapi tidak
diubah. Metafisik karena pencarian hukum-hukum objektif mengandaikan adanya
sebuah hakikat tak berubah dalam segala realitas. Dengan demikian, Marxisme
semacam itu justru menyesuaikan diri dengan masyarakat yang ada (kapitalistik)
daripada mengubahnya. Maka Marxisme akan kehilangan cirinya sebagai teori
revolusioner.
Hal ini tidak benar menurut Lukacs. Seharusnya keniscayaan akan munculnya
masyarakat sosialis digerakkan oleh kesadaran revolusioner proletariat yang ada
dalam kapasitas dialektika materialisme historis bukan hanya pada otomatisasi
keadaan. Lukacs memandang etika dari “Marxisme vulgar” berhenti pada titik utopis.
Artinya kesadaran revolusioner proletariat tidak digunakan sebagaimana mestinya
sesuai dengan dialektika materialisme historis. Etika “Marxisme vulgar” jatuh dalam
fatalisme dan voluntarisme. Fatalisme ekonomistik percaya bahwa revolusi akan
datang dan kapitalisme akan tumbang apabila kondisi-kondisi ekonomis sudah
matang. Dalam pandangan ini revolusi sosialis menjadi nasib tak terelakkan yang
tinggal saja ditunggu kedatangannya. Menyadari implikasi fatal, sebagian kaum
sosialis jatuh ke dalam kesesatan kebalikan, yaitu ke dalam volutarisme. Mereka
mengira sosialisme harus diperjuangkan sebagai sebuah tujuan etis saja. Para sosialis
etis, menurut Lukacs, sudah melepaskan kesadaran paling inti Karl Marx, yaitu
sosialisme hanya dapat terwujud sebagai hasil dinamika objektif sejarah. Menurut
Lukacs, Marx berbicara akhir dari kapitalisme sebagai keniscayaan dialektis adalah
akibat praksis revolusi yang didasarkan pada kesadaran revolusioner kaum proletariat
untuk mewujudkan masyarakat komunis, bukan hadiah dari “kerahiman” sejarah.
Dalam pemahaman Lukacs, Marxisme yang benar adalah teori yang dapat
menjalankan peranan historisnya sebagai teori revolusioner. Di sinilah dialektika
materialisme menjadi kunci pengertiannya. Kunci ini menyatakan bahwa dalam
Marxisme terjadi kesatuan antara teori dan praxis dan kenyataan masyarakat sebagai
totalitas. Untuk sampai pada pemahaman seperti ini, Lukacs memakai ajaran Hegel
mengenai dialektika, yang oleh “Marxisme vulgar” pandangan ini terlupakan.
Lukacs mengikuti Hegel menyatakan bahwa pemikiran filosofis merupakan unsur
menuju subyek absolut bukan sekedar pemikiran kontemplatif subyek mengenai
realitas. Dengan demikian Lukacs menjelaskan teori Marx sebagai unsur dalam
praktek revolusioner sosialis sendiri. Sebuah teori menjadi praxis revolusioner apabila
mengangkat apa yang menjadi kecenderungan objektif kelas sosial yang paling maju.
Dengan kemudian merasuk kembali ke dalam kelas itu, teori itu akan memfokuskan
perjuangannya dan dengan demikian menjadi faktor kunci dalam pembentukan
kesadaran revolusioner kelas itu.
Teori revolusioner menemukan subyek materialisme historisnya dalam diri
proletariat. Proletariat adalah suatu totalitas kongkrit yang sering dikatakan sebagai
kelas yang dipersiapkan oleh sejarah untuk mengatasi kaum borjuis. Namun dalam
peranannya proletariat memiliki dua cermin yaitu ia sebagai sistem produksi kapitalis
dan sebagai kelas bawah, di mana proletariat langsung merasakan segi-segi negatif
masyarakat borjuis. Oleh karenanya proletariat memiliki kecenderungan objektif
untuk memberontak terhadap masyarakat borjuis. Menurut Lukacs, proletariat adalah
subjek dan objek identik dengan proses sejarah. Proletariat selain menjadi objek juga
sekaligus menjadi subjek. Di satu pihak ia berpartisipasi dalam rasionalitas
perekonomian kapitalis tetapi di lain pihak ia merasakan irasionalitasnya. Karena itu,
proletariat mampu menembus pesona palsu sistem kapitalis. Ia adalah hasil
perkembangan sejarah, perkembangan yang mendukung kapitalisme dan ia juga yang
akan meneruskan sejarah yang secara sadar membongkar masyarakat borjuis dan
menciptakan masyarakat sosialis. Dengan demikian, kesatuan teori dan praxis
tercipta.
Agar proletariat dapat melaksanakan panggilan objektif untuk
menjungkirbalikkan masyarakat borjouis, proletariat harus menjadi sadar akan
panggilannya itu. Proletariat harus menjadi kelas revolusioner secara subjektif. Untuk
itu proletariat harus membebaskan diri dari pesona masyarakat borjuis. Masalahnya,
sebagai bagian dari masyarakat kapitalis, proletariat pun berada di bawah pesona
hukum universal masyarakat kapitalis, yaitu reifikasi. Karena itu reifikasi harus
dibongkar. Reifikasi adalah istilah kunci Lukacs. Reifikasi adalah apa yang
sebenarnya merupakan hubungan antar manusia bebas, kelihatan seperti hubungan
antara benda. Yang khas bagi masyarakat borjuis adalah bahwa semua hubungan
antar-manusia dikuasai hukum pasar. Dalam kapitalisme segala sesuatu, termasuk
hubungan antar-manusia, dimengerti sebagai bentuk komoditas.
Reifikasi merupakan kelanjutan dari pemahaman Lukacs terhadap konsep fetis
komoditi yang dibongkar Marx dalam masyarakat kapitalis. Menurut Marx,
komoditas merupakan fetis karena sama seperti fetis dalam arti sebenarnya, bentuk
komoditas dianggap memiliki kekuatan mutlak atas semua proses kehidupan
masyarakat. Lukacs melihat lebih jauh bahwa hubungan antar manusia juga
diberhalakan dalam bentuk komoditi atau dengan kata lain direifikasi. Dengan
demikian hubungan antar-manusia dipahami sebagai hukum pertumbuhan komoditi.
Hukum tersebut dianggap alami, objektif, dan rasional dalam masyarakat kapitalis.
Dengan demikian hubungan antar-manusia tidak lagi ditentukan oleh cita-cita pribadi,
persahabatan, perhatian intelektual, kesamaan minat, atau oleh minat untuk
berkomunikasi, melainkan oleh hukum pasar.
Kekuasaan menyeluruh reifikasi kelihatan dengan paling jelas dalam situasi
buruh industri. Seluruh proses pekerjaan bukan lagi milik buruh, melainkan menjadi
suatu asing, yang tak berhubungan dengan minatnya. Manusia dengan begitu menjadi
teralienasi dari proses yang tidak secara langsung mereka miliki dan kuasai. Mereka
sepertinya menjadi tersebar dalam spesifikasi yang diberikan dalam perkerjaan.
Misalkan saja seorang yang berkerja di pabrik sepatu. Ada orang yang hanya fokus
berkerja merekatkan sol sepatu. Ia tidak tahu keseluruhan proses dan hanya dengan
mengikuti saja apa yang diperintahkan oleh pabrik. Ia hanya mengambil bagian dalam
sistem produksi saja. Keberadaannya hanya ada dalam bagian komponen pabrik. Hal
ini oleh Lukacs dinilai telah menyingkirkan kedalaman diri manusia, karena manusia
itu juga memiliki minat, inisiatif, kreatifitas, dan kepribadian. Oleh masyarakat
kapitalis, minat, inisiatif, kreativitas dan kepribadian seperti itu tidak menjadi bagian
yang dipikirkan, sebaliknya menjadi hal yang mengganggu sistem produksi. Menurut
Lukacs apa yang dialami buruh, telah menjadi nasib seluruh masyarakat. Ia
menunjukkan kekuasaan reifikasi bagi kehidupan hukum dan negara, dan bagi
kehidupan profesional seperti junalisme.
Mengapa borjuasi tidak dapat membongkar reifikasi yang menguasainya?
Karena justru borjuasilah yang pertama-tama menciptakan reifikasi. Borjuasi
memahami struktur rasionalitas internal sistem perekonomian kapitalis, tetapi
irasionaitas sistem itu sebagai keseluruhan tidak dimengerti. Masalahnya borjuasi
merasa beruntung dari irasionalitas sistem kapitalisme, maka berkepentingan untuk
mempertahankannya. Karena itu, borjuasi secara sistemis, buta terhadap irasionalitas
sistem kapitalisme. Begitu borjuasi menyadari irasionalitas sistem kapitalis, ia akan
kehilangan kedudukannya sebagai kelas yang berkuasa.
Mengapa proletariat dapat membongkar reifikasi padahal borjuasi tidak dapat?
Jawabannya ialah, karena proletariat sebagai kelas terekploitasi, mengalami
rasionalitas sistem produksi kepitalistik sebagai sesuatu yang negatif. Kalau borjuasi
tidak dapat menyadari bahwa dirinya pun menjadi komoditas, maka buruh menyadari
hal itu. Setiap hari buruh terancam dipecat. Upahnya tergantung dari kepentingan
perusahaan. Panjang hari kerja buruh ditetapkan menurut kepentingan perusahaan,
bukan menurut kepentingan buruh. Terhadap ketentuan-ketentuan perusahaan, buruh
tidak dapat melawan. Karena itu, buruh menyadari masalah dasar perjuangan kelas
adalah masalah kekerasan.
Namun, kesadaran proletariat tidak serta merta ada. Sebagai bagian integral
sistem produksi kapitalis, proletariat pun terkena reifikasi kapitalistik. Kaum buruh
pun cenderung berpikir secara borjuis kerdil. Cenderung meminati keuntungan-
keuntungan praktis sementara, seperti kenaikan upah dan perpendekan waktu kerja.
Karena itu, kesadaran kelas buruh yakni kesadaran sosialis, bukan sesuatu yang
berkembang secara otomatis. Perlu ada unsur lain, yaitu sebuah teori revolusioner.
Teori itu adalah materialisme historis, teori sejarah yang dirumuskan oleh Karl
Marx. Tanpa teori revolusioner, kesadaran revolusioner yang secara potensial
tertanam dalam eksistensi proletariat sebagai kelas tertindas tidak akan menjadi
kekuatan aktual dan nyata.
Akan tetapi teori revolusioner belum cukup. Materialisme historis tidak
menjamin proletariat mempu membebaskan diri dari jeratan godaan rasionalitas
masyarakat borjuis. Teori revolusioner hanya dapat memainkan peranannya apabila
ada sebuah organisasi yang secara aktif mengantarkan teori itu kepada proletariat.
Organisasi itu adalah partai revolusioner. Dalam pengertian Lukacs, partai adalah
jauh lebih daripada sekadar bentuk organisasi proletariat. Partai adalah penjaga dan
penjamin kesadaran proletariat. Proletariat selalu dapat saja berada dalam
ketidaksadaran sehari-hari terhadap potensi revolusionernya. Dapat saja setiap hari,
proletariat terperosok dalam kepentingan perjuangan ekonomis sehari-hari seperti
kenaikan upah atau perpendekan hari kerja. Agar proletariat tidak melupakan tujuan
yang sebenarnya, yaitu revolusi dan penciptaan masyarakat sosialis, diperlukan
sebuah partai revolusioner. Di sini partai revolusioner menjadi wadah objektif
penampung kesadaran revolusioner proletariat.
Ironisnya, butir-butir pemikiran Lukacs yang tertuang dalam HCC itu,
akhirnya dibantah kebenarannya oleh Lukacs sendiri. Pada tahun 1967 Lukacs
melakukan otokritik HCC. Lukacs menulis bahwa “seluruh konsepsi buku ini salah
arah.” Lukacs menyebut dua alasan utama mengapa ia menolak HCC. Pertama,
bahwa ia di dalam buku tersebut memandang Marxisme sebagai teori sosial semata-
mata dan mengabaikan pandangan Marxisme terhadap alam. Kedua, bahwa ia
mengabaikan bidang perekonomian sebagai faktor revolusi.

REFERENSI:
Poespowardojo, T.M. Soerjanto; Seran, Alexander. (2013). Diskursus Teori-Teori
Kritis: Kritik Atas Kapitalisme Klasik, Modern, dan Kontemporer. Jakarta.
Penerbit Buku Kompas
Suseno, Franz Magnis. (2003). Dalam Bayang-Bayang Lenin: Enam Pemikiran
Marxisme dari Lenin Sampai Tan Malaka. Jakarta. Gramedia

Anda mungkin juga menyukai