Anda di halaman 1dari 2

Nama: Ikhsan Nurdiansyah

NIM: 11201110000006
Proses Budaya: Produksi, Distribusi, dan Konsumsi Budaya
Produksi, Distribusi, dan Konsumsi. Menghadirkan Objek Budaya dalam Kehidupan Sosial. Subkultur dan
Pengaruhnya terhadap Budaya. Cultural Lag. Ide sebagai Produksi Budaya. Posisi Penerima Budaya. Kekuasaan
dan Proses Produksi Budaya. Film G30S-PKI.

Produksi, distribusi, dan konsumsi budaya dapat dipahami sebagai rangkaian proses terjadinya
kebudayaan dalam masyarakat. Artinya, proses perkembangan budaya dan keberlangsungannya dalam masyarakat
tidak dapat dipisahkan dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat. Secara lebih
jauh, saya akan menguraikan bagaimana masing-masing proses terjadi dalam masyarakat. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia, produksi merupakan proses mengeluarkan hasil. 1 Kemudian secara lebih sosiologis saya
mengasumsikan bahwa produksi budaya merupakan kegiatan berpola yang dilakukan secara berulang, umumnya
proses ini diawali dengan adanya gagasan atau ide, kemudian menimbulkan adanya aktivitas yang terjadi terus-
menerus dengan tujuan tertentu, umumnya berkaitan dengan gaya hidup masyarakat. Sedangkan distribusi
merupakan proses penyebaran budaya yang terjadi dalam masyarakat, sosialisasi merupakan bagian dari distribusi
yang dipahami melalui sudut pandang sosiologis. Distribusi tidak hanya terjadi secara fisik, artinya budaya yang
tersebar-luaskan dalam masyarakat dapat berebentuk berbagai hal, sesuai dengan wujud serta unsur kebudayaan
dalam masyarakat. Contohnya, saya melihat kecenderungan masyarakat pedesaan yang lebih peduli terhadap
sesama merupakan budaya yang merepresentasikan kebiasaan menolong, kemudian hal ini dieksternalisasi oleh
masyarakat yang terlibat sebagai wujud distribusi. Selanjutnya konsumsi budaya dipahami sebagai aktivitas
penerimaan melalui perilaku menikmati, menjalankan, dan menginternalisasi nilai yang terkandung dalam budaya
tersebut. Saya berasumsi bahwa dengan mendengarkan lagu-lagu The Beatles merupakan salah satu proses
konsumsi budaya Barat yang terjadi dalam masyarakat.
Ketiga proses tersebut pada akhirnya menghadirkan objek budaya dalam kehidupan sosial di masyarakat
karena masing-masing proses memiliki keterkaitan yang erat. Budaya pada awalnya bersifat sederhana, namun
kemudian dapat memuat pola yang berulang karena adanya distribusi serta proses konsumsi oleh masyarakat
lainnya melalui tiga tahap, observasi, internalisasi, dan eksternalisasi. Objek budaya hadir dalam masyarakat selain
karenanya adanya keterikatan dari tiga proses yang disebutkan sebelumnya, hasil atau produksi budaya umumnya
dapat bersifat ide, pun dari ide-ide tersebutlah muncul kemudian produk budaya seperti lagu-lagu yang dapat
dinikmati dalam masyarakat.
Subkultur dalam sosiologi merujuk pada bagian dari budaya yang terdapat dalam masyarakat, umumnya
membentuk sistem nilai/gagasan yang cenderung baru, selain itu juga terafiliasi dengan tujuan dan makan
tertentu. Selain itu, subkultur juga dipahami berdasarkan namanya, yakni, “As the name suggests, a subculture
exists within a larger cultural system and has contact with the external culture.”2 Pada awalnya sosiologi melihat
subkultur berdasarkan latar belakang kajian terhadap immigrant group dan criminal gang3 sehingga cenderung
melihat berdasarkan perspektif kelainan yang timbul dalam suatu budaya masyarakat tertentu seperti kelompok
anak punk di Indonesia, marijuana smokers di Amerika dan masih banyak lainnya. Melihat dampak lain yang
disebabkan oleh subkultur terahdap produksi budaya terjadi akibat adanya kontak langsung antara main-culture
dengan subculture. Meskipun sosiologi diharapkan melihat objek serta fenomena sosial dalam masyarakat melalui
sudut pandang yang netral dan non-etis, namun dalam asumsi saya melihat bahwa kontak antara kultur utama
dengan subkultur sebagai dua singgungan nilai yang berseberangan. Sehingga, hasil produksi kebudayaan ke
depannya sangat terpengaruhi, secara tidak langsung karena masyarakat memiliki preferensi tersendiri untuk
mengkonsumsi budaya dalam lingkungannya.

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia V. 2018. Produksi. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
2
Griswold. 2013. Bab 3: Culture as Social Creation, hal 59.
3
Ibid, hal 59.
Nama: Ikhsan Nurdiansyah
NIM: 11201110000006
Cultural lag merupakan istilah sosiologis yang diperkenalkan oleh William Ogburn yang menjelaskan
bahwa semakin pesatnya perkembangan manusia dengan budaya menciptakan determinasi terhadap beberapa hal
dalam masyarakat. Selain itu, perkembangan dalam prosesnya tidaklah sederhana, yakni memerlukan adanya
adaptasi terhadap suatu sistem gagasan baru. Cultural lag dimaksudkan sebagai kesenjangan/jarak yang terjadi
dalam suatu masyarakat terhadap penerimaan dan adaptasi terhadap suatu budaya tertentu. Secara lebih jelas
diterangkat oleh William sebagai, “When this material culture changes, the nonmaterial culture, which includes
practices, folkways, and social institutions, must change in response. Adaptive culture comprises the portion of
nonmaterial culture that adjusts to material conditions. It always takes a while for the adaptations to catch up with
material changes, and this gap is the ‘cultural lag’.”4 Posisi cultural lag dalam produksi budaya dalam pemahaman
saya berperan sebagai proses yang alami yang berkaitan dengan penerimaan oleh masyarakat, meskipun pada
dasarnya memberikan sedikit keterlambatan atau bahkan (gap) dalam masyarakat secara global, namun hal ini
penting sebab cultural shock juga dapat berdampak buruk dalam proses perkembangan budaya.
Ide sebagai produksi budaya saya mengasumsikan pemahaman ini berdasarkan rumusan definisi
Koentjaraningrat mengenai budaya, yakni, “keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.”5 Berdasarkan definisi ini, ide
merupakan produksi budaya sebab fungsi ide menjadi dasar dalam pembentukan budaya secara lebih luas. Seperti
musik blues yang dijelaskan dalam buku culture as social creation bahwa gagasan tersebut berasal dari
pemahaman mendalam seseorang terhadap suatu hal yang diwujudkan melalui representasi musik. Selain itu,
pengalaman si aktor sangatlah mempengaruhi hasil dari produk budaya yang dihasilnya. Hal ini berkaitan langsung
dengan posisi penerima budaya karena dalam proses produksi dan distribusi penerima budaya berperan sebagai
distributor utama dalam perkembangan budaya di masyarakat. Selain itu, penerima budaya pada dasarnya tidak
hanya menerima, melainkan menjalankan nilai serta sistem kebudayaan yang ada.
Kekuasaan dan proses produksi budaya berkaitan apa yang dijelaskan dalam jurnal Media dan Produksi
Budaya karya Amirudin, Universitas Diponegoro, ia menjelaskan bahwa keterkaitan produksi budaya dalam hal ini
hasil dari karya media berkaitan langsung tidak hanya dengan persoalan individu, melainkan juga struktur sosial. 6
Isu mengenai struktur sosial tentu sangat erat kaitannya dengan bagaimana susunan masyarakat terbentuk,
bahkan lebih jauh saya memahami bahwa struktur sosial dimaknai sebagai usaha tiap-tiap tahap untuk bertahan
dan naik secara hierarkis. Kekuasaan merupakan faktor yang fundamental dalam pelaksanaan struktur dalam
masyarakat, sehingga tak jarang ditemui bahwa beberapa penanggung jawab kekuasaan menggerakan masyarakat
melalui produksi budaya. Mengingat bahwa budaya dapat diproduksi, didistribusi, hingga dikonsumsi langsung
oleh masyarakat, menjadikannya alasan bahwa beberapa produk budaya ditunggangi tujuan tertentu.
Film G30S-PKI dalam pemahaman saya merupakan produk budaya karena di dalamnya memuat
gambaran bagaimana proses pembunuhan Jenderal-Jenderal di Indonesia, film ini tidak semata-mata diproduksi
sebagai gambaran peristiwa sejarah, lebih jauh memuat nilai-nilai tertentu yang diharapkan dapat dimaknai oleh
masyarakat. Film propaganda ini berkaitan langsung dengan pembahasan sebelumnya mengenai bagaimana
kekuasaan dapat mempengaruhi produksi budaya yang berkembang dalam masyarakat.

4
Griswold. 2013. Bab 3: Culture as Social Creation, hal 63.
5
Program Studi Kajian Budaya dan Media. 2017. Merancang Rumusan Kebijakan Kebudayaan. Universitas Gadjah
Mada. Sumber: https://kbm.pasca.ugm.ac.id/merancang-perumusan-kebijakan-kebudayaan-bagian-1/.
6
Amirudin. 2016. Media dan Produksi Budaya. Universitas Diponegoro, hal 13.

Anda mungkin juga menyukai