Anda di halaman 1dari 4

Kebudayaan, Wujud dan Unsur Universal serta Proses Belajarnya oleh Nuzula Fikrin Nabila, 1306479596

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan memiliki tiga wujud, yaitu ide, tindakan dan artefak. Wujud yang pertama disebut juga dengan istilah sistem budaya (cultural system), yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain sebagainya. Wujud kedua seringkali disebut sistem sosial (social system), yang meliputi suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Sedangkan wujud ketiga berupa hasil karya manusia yang berwujud benda-benda fisik atau artefak. Ketiga wujud kebudayaan itu saling berkaitan satu dengan lainnya dan berkembang sejalan dengan perkembangan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia. Selain memiliki wujud, budaya juga terdiri atas unsur-unsur kebudayaan yang menunjukkan ciri khasnya masing-masing. Menurut C. Wissler, meskipun terdapat beraneka ragam budaya yang dimiliki manusia, terdapat cultural universal, yaitu unsur-unsur kebudayaan yang sifatnya universal, artinya ada pada setiap masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, terdapat 7 (tujuh) unsur universal kebudayaan, yaitu sistem organisasi sosial, sistem matapencaharian, sistem teknologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa, dan religi. Setiap masyarakat memiliki sistem organisasi sosial yang berfungsi mengatur harmonisasi kehidupan masyarakatnya. Sistem organisasi sosial bergantung pada bentuk masyarakatnya. Masyarakat tradisional cenderung membentuk sistem kesatuan sosial dengan dasar kekerabatan dan terikat dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakatnya. Sedangkan masyarakat modern membentuk sistem kesatuan sosial dengan dasar profesionalisme dan diatur oleh aturan, norma, dan hukum yang lebih jelas dan tegas. Pada hakekat kebudayaan, dihasilkan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian membentuk sistem matapencaharian. Dengan keadaan alam yang berbeda-beda, manusia-manusia di berbagai tempat mengembangkan mata pencaharian yang berbeda-beda pula. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mempermudah kehidupan mereka, masyarakat juga

mengembangkan alat-alat teknologi dan memunculkan sistem teknologi. Kemajuan teknologi semakin pesat seiring dengan perkembangan zaman. Penemuan teknologi tidak terlepas dari sistem pengetahuan yang dimiliki dan dikembangkan oleh masyarakat. Perkembangan sistem pengetahuan di setiap masyarakat menunjukkan perbedaan, sehingga menghasilkan kemajuan sistem teknologi dan pencapaian tingkat peradaban yang berbeda pula. Bahasa, seni, dan religi adalah unsur yang saling terkait, saling mempengaruhi, dan berperan dalam melangsungkan kehidupan masyarakat. Kesenian adalah unsur kebudayaan yang mengandung nilai keindahan dan menitikberatkan pada olah rasa manusia. Bahasa merupakan media komunikasi yang memfasilitasi interaksi atarmanusia atau antarmasyarakat. Bahasa seringkali menjadi identitas dari suatu masyarakat yang menggunakannya. Religi merupakan kepercayaan terhadap adanya suatu kekuatan gaib di luar manusia. Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang disebut emosi keagamaan (religious emotion). Wujud dan unsur universal memiliki hubungan yang dapat digambarkan dalam kerangka kebudayaan. Kerangka kebudayaan terdiri atas tiga lapisan. Lapisan paling dalam adalah wujud pertama kebudayaan, yaitu gagasan dan ide. Lapisan tengah adalah wujud kedua kebudayaan, yaitu keseluruhan aktivitas manusia. Lapisan terluar adalah wujud ketiga kebudayaan, yaitu benda-benda fisik atau artefak. Setiap unsur kebudayaan memiliki tiga wujudnya, yaitu ide, tingkah laku, dan wujud fisik. Dalam suatu masyarakat, unsur-unsur kebudayaan seringkali tidak mengalami perkembangan yang serentak. Menurut Poerwanto, perubahan suatu unsur kebudayaan sebaiknya terjadi pada ketiga wujudnya, karena apabila terdapat ketimpangan perubahan dalam ketiga wujud kebudayaan maka akan terjadi culture lag atau keterlambatan kebudayaan. Culture lag terjadi karena masyarakat pengguna kebudayaan itu bukanlah pencipta kebudayaan, melainkan penerima kebudayaan yang telah dibuat oleh bangsa lain, dimana proses penerimaan kebudayaan sebatas pada penerimaan wujud ketiga dari kebudayaan tertentu, tanoa diimbangi dengan pemahaman yang baik tentang sistem budaya dan sistem sosial yang melatarbelakangi penciptaan

kebudayaan itu. Menurut Poerwanto, agar fenomena culture lag ini tidak terjadi, seseorang selalu dituntut untuk belajar tentang kebudayaan melalui proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. Kebudayaan senantiasa berubah dan berkembang. Faktor-faktor yang mendorong proses perubahan yang terjadi di masyarakat antara lain adalah kontak dengan kebudayaan lain, sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju, sistem terbuka, penduduk yang heterogen, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, orientasi masa depan, dan nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya. Kebudayaan tidak diperoleh dari transisi biologis atau pewarisan melalui unsur genetis. Menurut Rahyono, kebudayaan merupakan bentuk usaha manusia dalam mengatasi segala keterbatasan yang dialami dalam kehidupannya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai learning behavior atau kelakuan yang diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar kebudayaan terjadi sejak manusia lahir hingga menjelang ajal tiba, melalui proses internalisasi, sosialisasi, dan eksternalisasi. Menurut Koentjaraningrat, internalisasi adalah proses panjang seorang individu menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang diperlukannya, sepanjang hidupnya, sejak ia dilahirkan sampai menjelang ajalnya. Menurut Koentjaraningrat, sosialisasi merupakan proses belajar manusia mengenai pola-pola tindakan dalam interaksi dengan berbagai manusia lain di sekelilingnya, seiring pertambahan usia dan perkembangannya. Melalui proses ini, seorang individu berusaha melakukan dan menerima sosialisasi agar diterima dan menjadi bagian dari masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pertama terjadinya sosialisasi, sehingga kepribadian seorang individu sangat dipengaruhi oleh kondisi keluarganya. Menurut Koentjaraningrat, enkulturasi atau pembudayaan adalah suatu proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem, norma, dan peraturan yang hidup di dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi berupa penanaman nilai dan sistem norma yang berlaku, yang berawal dari keluarga.

Daftar Pustaka

Ihromi, T.O., ed. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006. Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000. Singgih, Evita E., et al. Manusia sebagai Individu, Kelompok, dan Masyarakat. Depok: Univ6ersitas Indonesia, 2013. Sutardi, Tedi. Antropologi Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT Setia Purna Inves, 2007.

Anda mungkin juga menyukai