Anda di halaman 1dari 19

PERANAN MODAL SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN RUMAH TANGGA MISKIN MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN SEBAGAI SALAH SATU UPAYA

PENGENTASAN KEMISKINAN (Studi Kasus: Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang) Oleh : Budi Yanti, SE.Akt. MSi. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana peran modal sosial dan pemberdayaan rumah tangga miskin melalui pengembangan kelembagaan lokal sebagai upaya mengentaskan kemiskinan dan sekaligus dalam rangka mendorong peningkatan kesejahteraan di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Dalam konteks ini, kebijakan pemerintah dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu melibatkan kerjasama lebih intensif dengan kelembagaan lokal atau modal sosial yang ada di masyarakat. Nilai-nilai budaya lokal dan pengetahuan lokal yang telah lama tertanam pada masyarakat itu diharapkan senantiasa terpelihara dan berkembang menjadi modal yang bernilai harganya dalam peningkatan kesejahteraan dan proses pembangunan. Kelembagaan baik berupa organisasi maupun bukan merupakan salah satu penggerak pembangunan terutama dalam pengentasan kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat melalui kelembagaan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan lembaga terutama lembaga lokal dalam melaksanakan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanan hingga tahap evaluasi. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kelembagaan seiring sejalan dengan semakin meningkatnya modal social. Dari uji hipotesa dapat disimpulkan lembaga persatuan dalam masyarakat mempunyai peranan dalam perkembangan kesejahteraan masyarakat kelurahan yang diproyeksikan dengan pengeluaran rumah tangga. Hal ini dapat memberikan kemungkinan bahwa semakin luas interaksi rumah tangga dalam persatuan kelompok/lembaga maka semakin tinggi pula kesejahteraan rumah tangga tersebut. Kepemilikan tanah dan penghasilan rumah tangga memiliki hubungan yang kuat dengan kesejahteraan rumah tangga. Pada umumnya, rumah tangga miskin memiliki karakteristik lemahnya jaringan sosial terhadap antar kelembagaan (interlinkage institution) yang ada, baik secara horizontal maupun secara vertikal. Lemahnya akses terhadap jaringan ekonomi dan modal sosial lainnya umumnya disebabkan karena mereka tidak memiliki persyaratan sosial yang cukup, misalnya lemahnya pendidikan, pengetahuan, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian yang diperoleh yaitu tidak signifikannya variable akse menabung dan akses meminjam dengan variable kesejahteraan rumah tangga bagi masyarakat miskin di Kelurahan Lubuk Minturun Kecamatan Koto Tangah. Kata kunci: Social capital, kelembagaan, adat istiadat, kepercayaan, partisipasi.

1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan ekonomi utama yang dirasakan oleh setiap daerah di Indonesia, khususnya di Kota Padang. Kesenjangan pendapatan antara kelompok penduduk, salah satunya merefleksikan masih banyaknya penduduk yang

50

hidup dalam kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang pendapatan atau pengeluaran per kapita per bulannya berada di bawah angka garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. Jumlah penduduk miskin dihitung oleh BPS dengan menggunakan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Selama ini di daerah telah ada seperangkat lembaga-lembaga yang muncul dan timbul dari inisiatif masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Umumnya lembaga-lembaga lokal ini masih bersifat sangat tradisional dengan berbagai kekurangan-kekurangan yang ada dari segi organisasi atau kelembagaan modern. Padahal di sisi lain pemerintah sebagai Stakeholder dari program pembangunan sangat memerlukan lembaga yang sangat mampu untuk menjadi wadah atau saluran pembangunan bahkan sarana paling tepat untuk percepatan pembangunan. Berpijak pada realita semacam inilah maka pemerintah pun mengeluarkan kebijakan mengenai perlunya pembentukan lembaga kemasyarakatan modern dalam rangka pelaksanaan pembangunan dengan pertimbangan, bahwa lembaga kemasyarakatan modern yang dibuat pemerintah yang memang dirancang secara khusus untuk kegiatan pembangunan akan lebih memberikan peluang besar guna keberhasilan pembangunan itu sendiri dari pada pemerintah menggunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada yang umumnya bercorak kultural, agamis dan tradisional. Pada umumnya, rumah tangga miskin memiliki karakteristik lemahnya jaringan sosial terhadap antar kelembagaan (interlinkage institution) yang ada, baik secara horizontal maupun secara vertikal. Lemahnya akses terhadap jaringan ekonomi dan modal sosial lainnya umumnya disebabkan karena mereka tidak memiliki persyaratan sosial yang cukup, misalnya lemahnya pendidikan, pengetahuan, dan kemampuan berkomunikasi. Modal sosial (social capital) merupakan salah satu modal dasar yang kurang diperhatikan selama ini. Dengan dasar ini, maka upaya pemberdayaan rumah tangga miskin melalui pengembangan kelembagaan, harus didasarkan kepada pemahaman yang utuh terhadap ragam dan sifat modal sosial yang mereka miliki, sehingga proses pembangunan akan menjadi lebih tepat. Kecamatan Koto Tangah adalah salah satu daerah perkotaan yang mempunyai banyak penduduk yang miskin. Berdasarkan data BPS, 2008, terdapat 5.988 rumah tangga miskin atau sekitar 16% di Kecamatan Koto Tangah, yang merupakan kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk miskin tertinggi di Kota Padang.

51

Dengan demikian, maka penting untuk dilakukan riset agar dapat dianalisis sejauh mana peran modal sosial dan pemberdayaan rumah tangga miskin melalui pengembangan kelembagaan lokal sebagai upaya mengentaskan kemiskinan dan sekaligus dalam rangka mendorong peningkatan kesejahteraan di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Dalam konteks ini, kebijakan pemerintah dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu melibatkan kerjasama lebih intensif dengan kelembagaan lokal atau modal sosial yang ada dimasyarakat. Nilai-nilai budaya lokal dan pengetahuan lokal yang telah lama tertanam pada masyarakat itu diharapkan senantiasa terpelihara dan berkembang menjadi modal yang bernilai harganya dalam peningkatan kesejahteraan dan proses pembangunan.

2. Perumusan Masalah Berawal dari pemahaman konsep social capital dan kelembagaan, kedua konsep tersebut sangat terkait satu dengan lainnya. Kelembagaan baik berupa organisasi maupun bukan merupakan salah satu penggerak pembangunan. Pemberdayaan masyarakat melalui kelembagaan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan lembaga terutama lembaga lokal dalam melaksanakan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanan hingga tahap evaluasi. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kelembagaan seiring sejalan dengan semakin meningkatnya modal sosial. Colleta (2000) memberikan gambaran tentang pentingnya social capital dalam pembangunan terutama dalam pengembangan kelembagaan. Pada tingkat social capital tinggi, mampu memunculkan lembaga baru yang memiliki tingkatan organisasi mantap. Pada tingkat social capital yang rendah ternyata membawa dampak pada hancurnya kelembagaan yang telah ada. Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimanakah karakteristik modal sosial yang dimiliki masyarakat khususnya rumah tangga miskin di Kecamatan Koto Tangah. b. Bagaimanakah karakateristik jaringan sosial dan kelembagaan yang dimiliki rumah tangga miskin, baik formal maupun nonformal.

52

c. Bagaimanakah kontribusi dan peranan modal sosial masyarakat melalui pengembangan kelembagaan sebagai upaya pengentasan kemiskinan di

Kecamatan Koto Tangah.

3. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis modal sosial rumah tangga dan dampaknya terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga miskin di Kecamatan Koto Tangah. Secara spesifikasi tujuan penelitian adalah: (1)Mempelajari karakteristik dan menganalisis modal sosial yang dimiliki masyarakat Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. (2)Mempelajari karakateristik jaringan sosial dan kelembagaan yang dimiliki rumah tangga miskin, baik formal maupun nonformal, terutama kelembagaan ekonomi yang merupakan sarana utama untuk peningkatan kesejahteraan. Melihat dari tujuan maka diharapkan nantinya tulisan ini akan memberikan manfaat diharapkan adanya pemecahan masalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin di Kecamatan Koto Tangah. Dan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan dalam pengentasan kemiskinan, khususnya di Kota Padang. Selain itu juga sebagai tambahan informasi dan bahan perbandingan untuk penelitian lebih lanjut yang meneliti mengenai modal sosial terhadap kesejahteraan rumah tangga.

4. Hipotesis Tidak terdapat hubungan antara indikator variabel kelembagaan, adat istiadat, kepercayaan, partisipasi terhadap variabel kesejahteraan rumah tangga

5. Landasan teori dan tinjauan pustaka 1. Modal Sosial (Social Capital) Modal sosial (Social Capital) awalnya dipahami sebagai suatu bentuk di mana masyarakat menaruh kepercayaan terhadap komunitas dan individu sebagai bagian didalamnya. Mereka membuat aturan kesepakatan bersama sebagai suatu nilai dalam komunitasnya. Di sini aspirasi masyarakat mulai terakomodasi, komunitas dan jaringan

53

lokal (kelembagaan) teradaptasi sebagai suatu modal pengembangan komunitas dan pemberdayaan masyarakat. Menurut World Bank (1998), social capital adalah a society includes the institutions, the relationships, the attitudes and values that govern interactions among people and contribute to economic and social development. Namun, social capital tidaklah sederhana hanya sebagai jumlah dari seluruh institusi yang ada, namun ia adalah juga semacam perekat yang mengikat semua orang dalam masyarakat. Dalam social capital dibutuhkan adanya nilai saling berbagi (shared values) serta pengorganisasian peran-peran (rules) yang diekspresikan dalam hubungan-hubungan personal (personal relationships), kepercayaan (trust), dand common sense tentang tanggung jawab bersama; sehingga masyarakat bukan hanya sekedar kumpulan individu belaka. Putnam (1995) mengartikan modal sosial sebagai features of social organization such as networks, norms, and social trust that facilitate coordination and cooperation for mutual benefit. Modal sosial menjadi perekat bagi setiap individu, dalam bentuk norma, kepercayaan dan jaringan kerja, sehingga terjadi kerjasama yang saling menguntungkan, untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini juga mengandung pengertian bahwa diperlukan adanya suatu social networks (networks of civic engagement) - ikatan/jaringan sosial yang ada dalam masyarakat, dan norma yang mendorong produktivitas komunitas. Bahkan lebih jauh, Putnam melonggarkan pemaknaan asosiasi horisontal, tidak hanya yang memberi desireable outcome (hasil pendapatan yang diharapkan) melainkan juga undesirable outcome (hasil tambahan). Menurut Woolcock dan Narayan (2000), Sosial Capital adalah merupakan bagaimana hubungan diantara pelaku ekonomi dan hubungannya dengan lembagalembaga ekonomi. Dalam penelitian sosial capital dan ekonomi pembangunan dapat dikateorikan kepada 4 perspektif yang nyata: 1. The Commutarian View Perspektif sosial capital masyarakat yang ada pada organisasi tingkat lokal, dimana dilihat dari jumlah anggotanya dan kepadatan grup-grup membentuk masyarakat. Didalam kelompok yang kecil ini biasanya sosial capital akan melekat dengan baik, makin baik dan nantinya akan membawa efek yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Perspektif ini mempunyai kontribusi yang penting untuk

54

menganalisis kemiskinan yang disebabkan oleh tekanan perkotaan, dengan ikatan sosial membantu kemiskinan dalam menghadapi resiko. 2. The Networks View Perspektif yang kedua dalam sosial capital ini dilihat dari bertambahnya ikatan atau jaringan kesatuan yang terjadi diantara orang-orang, organisasi grup-grup masyarakat dan perusahaan-perusahaan baik secara vertikal maupun secara horizontal yang menyebabkan kuatnya persatuan atau kerja sama dalam perusahaan, grup bisnis tersebut. Network view dari sosial capital adalah suatu bentuk dalam assosiasi yang tertutup, dimana sosial capital disini merupakan 2 mata pisau, dapat meningkatkan nilai jasa bagi anggota masyarakat, tetapi juga merupakan biaya-biaya non ekonomi dalam masyarakat dengan konsekuensi negatif bagi ekonomi. Bagi grup yang kuat hal tersebut mereka tutupi dengan informasi tentang kesempatan kerja, menggalakkan iklim usaha dan kerja keras. (3) Institutional view Institutional view merupakan variabel dependent dalam sosial capital. Menurut pandangan ini, Jaringan masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat merupakan produk dari politik, dan lingkungan institusi formal. Dimana perspektif commutarian dan network menciptakan sosial capital sebagai independent variabel, apakah hasil yang diperoleh baik atau buruk. Institutional view menggantikan pandangan sosial capital sebagai sebuah variabel dependent.. (4) The Synergy View yaitu sinergi yang timbul dari hubungan semua kelompok dalam jaringan masyarakat dengan pihak-pihak lain seperti perusahaan, pemerintah, dan asosiasi lainnya. Dengan kata lain merupakan gabungan perspektif antara network view dengan institutional view. Menurut evans (1996 dalam Woolcock 2000), salah satu kontribusi terbesar dalam pandangan ini adalah sinergi yang muncul dari aksi pemerintah dan penduduk kota didasarkan pada kelengkapan. Secara umum, ada delapan elemen yang berbeda dalam social capital, yaitu partisipasi pada komunitas lokal, proaktif dalam konteks sosial, perasaan trust dan safety, hubungan ketetanggaan (neighborhood connection), hubungan kekeluargaan dan pertemanan (family and friends connection), toleransi terhadap perbedaan (tolerance of

55

diversity), berkembangnya nilai-nilai kehidupan (value of life), dan ikatan-ikatan pekerjaan (work connection). Dari uraian di atas dapat disebutkan beberapa fungsi dan peran modal sosial sebagai berikut; 1. Membentuk solidaritas sosial masyarakat dengan pilar kesukarelaan. 2. Membangun partisipasi masyarakat . 3. Penyeimbang hubungan sosial dalam masyarakat . 4. Sebagai Pilar demokrasi. 5. Agar masyarakat mempunyai bargaining position (posisi tawar) dengan pemerintah. 6. Membangkitkan keswadayaan dan keswasembadaan ekonomi. 7. Sebagai bagian dari mekanisme manajemen konflik. 8. Menyelesaikan konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat. 9. Memelihara dan membangun integrasi sosial dalam masyarakat yang rawan konflik. 10.Memulihkan masyarakat akibat konflik, yaitu guna menciptakan dan

memfasilitasi proses rekonsiliasi dalam masyarakat pasca konflik. 11. Mencegah disintegrasi sosial yang mungkin lahir karena potensi konflik sosial tidak dikelola secara optimal sehingga meletus menjadi konflik kekerasan. 2. Pemberdayaan Masyarakat Menurut Bank Dunia (2001), empowerment adalah . the process of increasing the capacity of individuals or groups to make choices and to transform those choices into desired actions and outcomes. Jadi, empowerment adalah proses untuk meningkatkan asset dan kemampuan secara individual maupun kelompok. Masyarakat yang telah berdaya (empowered) memiliki kebebasan dalam membuat pilihan dan tindakan sendiri. Pemberdayaan mengacu kepada pentingnya proses sosial selama program berlangsung. Jadi, ia lebih berorientasi pada proses, bukan kepada hasil. Tujuan filosofis dari ini adalah untuk memberikan motivasi atau dorongan kepada masyarakat dan individu agar menggali potensi yang ada pada dirinya untuk ditingkatkan kualitasnya, sehingga akhirnya mampu mandiri. Terlihat bahwa proses pembelajaran dan adanya proses menuju pembuatan perubahan yang permanen merupakan kunci utama dalam pemberdayaan. 56

Bank Dunia selama ini telah memberi perhatian besar kepada tiga hal untuk meningkatkan hasil-hasil pembangunan, yaitu empowerment, social capital, and community driven development (CDD). Ketiga konsep ini menekankan kepada inklusifitas, partisipasi, organisasi, dan kelembagaan. Empowerment merupakan hasil dari aktifitas pembangunan, social capital dapat diposisikan sekaligus sebagai proses dan hasil, sedangkan CDD berperan sebagai alat operasional (World bank, 2005). 3. Konsep Kemiskinan Pengertian kemiskinan sebagai tolak ukur kemakmuran yang sering digunakan dalam telaahan ilmu ekonomi meliputi tinjauan terhadap aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari oleh manusia sebagai pelaku ekonomi. Namun menurut Arief (1983), kemiskinan itu pertama-tama adalah peristiwa sosial dan kedua baru merupakan peristiwa fisik dan material. Ciri-ciri penduduk miskin menurut Salim (1982) yaitu: 1. Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi, seperti tanah, modal, peralatan pekerjaan dan keterampilan. 2. Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah 3. Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur. 4. Kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum arae). 5. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah cukup) bahan kebutuhan pokok, pangan, pakaian, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan, komunikasi dan kesejahteraan sosial lain. Kriteria yang digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) untuk mengukur garis kemiskinan tersebut adalah pengeluaran minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebutuhan minimum untuk hidup ini diukur dengan pengeluaran untuk makanan setara 2,100 kalori perkapita perhari ditambah pengeluaran untuk kebutuhan makanan yang meliputi perumahan, sebagai barang jasa, pakaian dan barang tahan lama. Garis kemiskinan untuk daerah perkotaan sebesar Rp.248.525 per kapita per bulan, sedangkan garis kemiskinan untuk daerah pedesaan sebesar Rp. 201.257 per kapita per bulan.

57

6. Metode penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei yang dilaksanakan di Kecamatan Koto Tangah yang dilakukan secara purposif diambil Kelurahan Lubuk Minturun dengan pertimbangan Kelurahan tersebut termasuk daerah pinggiran Kota yang mempunyai persentase tertinggi rumah tangga miskin di Kecamatan Koto Tangah, dimana Kecamatan Koto Tangah adalah Kecamatan dengan tingkat persentase rumah Tangga miskin tertinggi di Kota Padang (BPS, REKAPPLS, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah Kepala rumah tangga miskin yang tinggal di Kecamatan Koto Tangah. Jumlah rumah tangga miskin yang terdapat di Kecamatan Koto Tangah adalah 5.988 rumah tangga (BPS, 2008). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling di Kelurahan Lubuk Minturun. Untuk penentuan jumlah sampel dari beberapa sumber bacaan tentang social capital tidak menentukan dengan jelas cara penentuannya, namun pada umumnya tergantung pada populasi yang dituju. Grootaert (1999), mengambil sampel dengan populasi masyarakat Indonesia dengan cara acak menjadi 1200 rumah tangga. Berdasarkan rumus pengambilan sampel maka didapat jumlah sampel sebanyak 84 rumah tangga miskin. Untuk menentukan rumah tangga yang dijadikan sebagai sampel dilakukan dengan metode simple random sampling dengan cara acak, dimana masing-masing rumah tangga mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk dijadikan sebagai sampel.

7. Instrumen Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas-dinas terkait seperti Kantor Camat Koto Tangah, kantor Kelurahan Lubuk Minturun, BPS dan sebagainya. Berbagai metode yang dipakai adalah wawancara informasi (informal interviews), pengamatan langsung (direct observation), diskusi secara group (collective discussions), studi dokumen, self-analysis, dan studi historik (life-histories). Meskipun

mengutamakan bentuk studi kualitatif (qualitative research), namun dukungan data-data kuantitatif juga merupakan komponen yang penting. Participant observation dipilih

58

agar peneliti dapat memperoleh data secara detail dan akurat kelembagaan-kelembagaan yang telah ada (existing institutions) menjadi objek studi, untuk mempelajari permasalahan dan kapabilitasnya. Pendekatan penelitian berperan serta (participant observation) merupakan langkah awal untuk memahami kondisi dan keberadaan modal sosial, yang selanjutnya menjadi titik tolak untuk membangun inovasi kelembagaan (agribisnis) untuk mereka (Syahyuti, 2003).

Ada dua analisa pokok yang dilakukan dalam participant observer kegiatan ini, yaitu: (1) Social capital dipelajari melalui alat SOCAT (Social Capital Assessment Tool). SOCAT mempelajari keseluruhan kondisi dan bentuk-bentuk modal social yang terbangun dalam masyarakat dengan menggunakan kuesioner Community Profile. Interview difokuskan pada rumah tangga miskin dengan key informan adalah kepala rumah tangga. Kuesioner ini terdiri atas enam komponen, yaitu: 1. Gambaran informasi tentang keanggotaan rumah tangga 2. Partisipasi rumah tangga dalam institusi lokal 3. Karakteristik dari grup 4. Bentuk pelayanan 5. Persepsi masyarakat terhadap kerjasama dan kepercayaan 6. Ekonomi masyarakat dan bentuk strateginya Pada intinya pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner meliputi: a. Kontribusi modal sosial terhadap kesejahteraan rumah tangga yaitu rumah tangga yang mempunyai tingkat modal sosial yang lebih tinggi, ketika diukur oleh berbagai indikator social capital sejauh ini, memiliki keadaan kesejahteraan yang lebih baik b. Bagaimana pentingnya modal sosial untuk mengurangi kemiskinan c. Faktor-faktor apa yang menjadi penentu modal sosial (2) Analisis Jaringan Sosial (Social Network Analysis/SNA). Jaringan sosial sebagai cikal bakal kelembagaan, terutama kelembagaan pemasaran dipalajari dalam konteks sebagai sebuah jaringan sosial dengan alat SNA. Social network analysis [SNA] adalah the mapping and measuring of relationships

59

and flows between people, groups, organizations, animals, computers or other information/knowledge processing entities. Jadi analisa jaringan sosial adalah upaya memetakan dan mengukur kesalinghubungan dan aliran antara orang, kelompok orang, maupun organisasi dalam sebuah sistem sosial (dapat berupa sistem ekonomi). Sehingga Objek keseluruhan pada penelitian ini adalah rumah tangga miskin, kelembagaan yang ada, pelaku agribisnis di Kelurahan Lubuk Minturun Kecamatan Koto Tangah.

8. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat empat variabel diantaranya dua kelompok besar variabel yaitu : Variabel modal sosial masyarakat miskin terdiri dari indikator-indikator (variabel independen) yaitu: Persatuan kelompok/kelembagaan, Adat istiadat, Trust/kepercayaan, Partisipasi. Variabel perkembangan ekonomi rumah tangga miskin terdiri dari indikator (variabel independen) yaitu: Kepemilikan tanah, Penghasilan rumah tangga, Aliran modal dan variabel kesejahteraan rumah tangga sisi pengeluaran (dependent variabel) Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan statistik non-parametrik dalam program. Analisis melalui beberapa tahap yaitu Analisis univariat, untuk melihat distribusi frekuensi masing-masing variabel

yang telah ditentukan dalam penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Analisis bivariat, untuk melihat perbedaan proporsi, hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat menggunkan uji Chi-Square.

9. Hasil dan Pembahasan Bab ini mendiskripsikan temuan dan hasil penilaian terhadap peranan modal sosial masyarakat kelurahan Lubuk Minturun Kecamatan Koto Tangah melalui pengembangan kelembagaan, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan keberlanjutan modal sosial serta hubungan antara modal sosial dengan tingkat kesejahteraan untuk pengentasan kemiskinan. Dalam hal ini, penekanannya bagaimana modal sosial yang ada selama ini mempengaruhi pembangunan ekonomi masyarakat dan daerah secara umum. Untuk mengolah dan menganalisis data digunakan Program SPSS. Selanjutnya data yang telah diolah, dianalisa dengan menggunakan metode

60

Analisis univariat dan Analisis bivariat, untuk melihat perbedaan proporsi, hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat menggunkan uji Chi-Square. Hasil pengujian Chi-square variabel kesejahteraan rumah antara indikator variabel kelembagaan dengan

tangga didapatkan bahwa nilai Chi-square hitung

(20,348) > nilai Chi-square tabel (15,507) dan Signifikansi (0,009) < 0,05. Hasil pengujian Chi-square antara indikator variabel kepercayaan dengan variabel

kesejahteraan rumah tangga didapatkan bahwa nilai Chi-square hitung (2,388) < nilai Chi-square tabel (9,488) dan Signifikansi (0,665) > 0,05. Hasil pengujian Chi-square antara indikator variabel partisipasi dengan variabel kesejahteraan rumah tangga

didapatkan bahwa nilai Chi-square hitung (2,319) < nilai Chi-square tabel (9,488) dan Signifikansi (0,677) > 0,05. Pengujian keeratan hubungan antara indikator variabel adat istiadat dengan variabel kesejahteraan rumah tangga miskin tidak menghasilkan keputusan. Hal ini disebabkan tingginya pencapaian indikator adat istiadat yang dilihat dari total skor perresponden dari seluruh jawaban pada pertanyaaan seputar adat istiadat. Dari hasil pengujian maka Hopotesis Nol (Ho) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara indikator variabel kelembagaan dengan variabel kesejahteraan rumah tangga dapat ditolak. Sedangkan indikator variabel kepercayaan dan partisipasi mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap variabel pengeluaran rumah tangga. sehingga Hipotesis Nol (Ho) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara indikator variabel kepercayaan, partisipasi terhadap variabel pengeluaran rumah tangga dapat diterima. Dari uji hipotesa dapat disimpulkan lembaga persatuan dalam masyarakat

mempunyai peranan dalam perkembangan kesejahteraan masyarakat kelurahan yang diproyeksikan dengan pengeluaran rumah tangga, karena faktor ini merupakan tingkat kemajuan manusia dalam menguasai alam dan lingkungannya. Hal ini dapat memberikan kemungkinan bahwa semakin luas interaksi rumah tangga dalam persatuan kelompok/lembaga maka semakin tinggi pula kesejahteraan rumah tangga tersebut. Hasil pengujian Chi-square antara indikator variabel kepemilikan tanah dengan variabel kesejahteraan rumah tangga didapatkan bahwa nilai Chi-square hitung

(21,920) > nilai Chi-square tabel (15,507) dengan signifikansi (0,005) < 0,05. Artinya terdapat hubungan yang signfikan diantara dua variabel tersebut. Hasil pengujian Chi-

61

square

antara indikator variabel penghasilan rumah tangga

dengan variabel

kesejahteraan rumah tangga didapatkan bahwa nilai Chi-square hitung (96,911) > nilai Chi-square tabel (26,296) dengan signifikansi (0,000) < 0,05. Artinya terdapat hubungan yang signifikan anatar dua variabel tersebut. Hasil pengujian Chi-square antara indikator variabel akses menabung dengan variabel kesejahteraan rumah tangga didapatkan bahwa nilai Chi-square hitung (2,401) < nilai Chi-square tabel (9,488) dengan signifikansi (0,662) > 0,05. Artinya terdapat hubungan yang tidak signifikan antara dua variabel tersebut. Hasil pengujian Chi-square antara indikator variabel akses meminjam dengan variabel kesejahteraan rumah tangga didapatkan bahwa nilai Chisquare hitung (3,988) < nilai Chi-square tabel (9,488) dengan signifikansi (0,408) > 0,05. Artinya terdapat hubungan yang tidak signifikan antara dua variabel tersebut. Dari hasil pengujian, maka Hopotesis Nol (Ho) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara indikator variabel kepemilikan tanah, penghasilan rumah tangga dengan variabel kesejahteraan rumah tangga dapat ditolak. Sedangkan indikator variabel akses menabung dan akses meminjam mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap variabel pengeluaran rumah tangga. sehingga Hipotesis Nol (Ho) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara indikator variabel kepercayaan, partisipasi terhadap variabel pengeluaran rumah tangga dapat diterima. Dari hasil pengujian hipotesa dapat disimpulkan kepemilikan tanah dan penghasilan rumah tangga memiliki hubungan yang kuat dengan kesejahteraan rumah tangga. Tanah dikelola dengan baik dapat menjadi infestasi yang dapat mempengaruhi atau menambah income/pendapatan seseorang atau rumah tangga yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan konsumsi seseorang atau rumah tangga. Hasil pengujian Chi-square antara indikator variabel Anggota rumah tangga

dengan variabel kesejahteraan rumah tangga didapatkan bahwa nilai Chi-square hitung (31,014) > nilai Chi-square tabel (15,507) dengan sifnifikansi (0,000) < 0,05. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara dua variabel tersebut. Dari hasil pengujian, maka Hopotesis Nol (Ho) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara variabel jumlah anggota rumah tangga dengan variabel kesejahteraan rumah tangga dapat ditolak. Hasil ini menguatkan dugaan jumlah anggota rumah tangga yang banyak, menyebabkan tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan anggota rumah tangga.

62

10. Kesimpulan dan saran 1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Keikutsertaan dalam persatuan/lembaga masyarakat miskin Kelurahan Lubuk Minturun tergolong masih rendah dengan tingkat pencapaian 41,2%. Rendahnya keikutsertaan rumah tangga miskin dalam persatuan kelembagaan disebabkan rendahnya pendidikan responden dan kurangnya pengetahuan tentang fungsi suatu bentuk persatuan/kelembagan yang merupakan salah satu kekuatan masyarakat untuk mau bersatu dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Aliran modal rumah tangga miskin tergolong sangat rendah. Akses rumah tangga untuk memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan sangat minim. Dilihat dari sisi karakteristik rumah tangga miskin, pada umunya memiliki pedidikan rendah yang berujung pada rendahnya pengetahuan dalam memperoleh modal atau pinjaman. Sedangkan dari sisi lembaga keuangan terutama bank, lebih banyak menerapkan profit orientation, dan berupaya untuk menghindari resiko kredit macet (NPL). Dari hasil penelitian, salah satu indikator variabel sosial kapital yaitu persatuan kelompok/kelembagaan memiliki hubungan yang erat terhadap kesejahteraan rumah tangga. Namun dilihat dari tingkat pencpaiannya maka masih rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan rumah tangga miskin terhadap keuntungan mengikuti dan aktif dalam persatuan kelompok/kelembagaan, dimana interaksi dalam kelembagaan akan menyebabkan lahirnya transformasi informasi dan pengetahuan, persatuan, kerjasaman, insentif ekonomi dan keuntungan lainnya. Dari kesimpulan diatas dapat dirangkum bahwa modal sosial melekat pada seperangkat hubungan antar manusia dalam suatu kelompok sosial. Hubungan antar masyarakat bisa menjadi produktif sejauh yang diharapkan bersama, seperangkat nilai yang disepakati dan adanya sara saling percaya antara satu sama lain. Modal sosial yang lemah mengundang munculnya pertentangan nilai dan menonjolnya rasa saling tidak percaya. Akan tetapi bila modal sosial yang tidak dikaitkan dengan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable Development), bisa berakibat perhatian terhadap pentingnya kelangsungan hidup bersama dalam masyarakat menjadi terabaikan. Modal sosial dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kemampuan masyarakat, tidak sekedar 63

jumlah tetapi kehidupan masyarakat yang lebih berarti. Dengan dimensi yang ada dalam sosial capital, persatuan, budaya/adat istiadat, kepercayaan dan partisipasi. Peningkatan kesejahteraan masyarakat berasal dari kemauan masyarakat tersebut, artinya bila keinginan masyarakat untuk meningkatkan modal sosial lebih tinggi akan membawa dampak terhadap peningkatan kesejahteraannya, begitu juga halnya dengan kemauan untuk meningkatkan pendidikan dan kepemilikan tanah, yang berarti peningkatan terhadap kualitas keluarga dan pendapatan keluarga, peningkatan tersebut juga akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi peningkatan jumlah anggota keluarga justru menurunkan kesejahteraan keluarga, karena itu dengan diperolehnya hasil penelitian ini diharapkan masyarakat memikirkan keluarga berencana dan kualitas anggota keluarga. 2. Saran Dari temuan penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang yang telah dikemukakan maka dapat diambil beberapa rekomendasi yang diusulkan untuk mengatasi masalah kemiskinan dalam proses pembangunan ekonomi Kec Koto Tangah : 1. Dengan semangat peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat maka salah satu komponen penting dalam masyarakat adalah modal sosial dalam pembangunan ekonomi. Agar modal sosial ini menjadi terarah perlu adanya pengorganisasian yang baik untuk kemajuan ekonomi maupun sosial budaya. Pengorganisasian ini dibentuk benar-benar berakar dari masyarakat yang didasari oleh persamaan nilai dan norma-norma. 2. Memanfaatkan seoptimal mungkin potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat maupun potensi yang dimiliki oleh daerah. Melaksanakan proses pembangunan yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat, seperti tradisi, nilai historis, agama dan sebagainya. 3. Mengembangkan dan menyertakan modal sosial dalam setiap kegiatan pembangunan selain human capital (modal manusia) dan modal fisik (aset) untuk menumbuhkan inisiatif dan dinamika masyarakat sehingga tumbuh rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan pembangunan di segala bidang. 4. Meningkatkan Peranan Pemerintah yang merupakan pengayom masyarakat di Kec. Koto Tangah dalam bentuk pengembangan kelembagaan ekonomi masyarakat, dengan memiliki kebijakan yang strategis, terpadu, dan jelas yang 64

menempatkan masyarakat sebagai kawan seiring, sebagai pihak yang juga memiliki kepentingan. 5. Pemerintah perlu menjaga dan membina kelembagaan sosial masyarakat yang ada dengan melakukan tindakan berorientasi ke bawah, mendorong inisiatif, tanggung jawab dan swadaya masyarakat lokal. 6. Peranan masyarakat lokal perlu ditingkatkan dalam merencanakan dan menentukan kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat dalam pembangunan agar dapat menumbuhkan tanggung jawab dan kreativitas

masyarakat dalam pembangunan. 7. Menumbuhkan tingkat kepercayaan di dalam masyarakat terhadap pemerintahnya dan terhadap pemimpin informalnya dengan jalan menumbuhkan kewajiban moral secara timbal balik.

DAFTAR PUSTAKA Agusta, Ivanovich. 2002. Assumption of Empowerment at Workplace in Rural Indonesia. Makalah: The XVth International Sociological Association (ISA) Congress of Sociology, Brisbane, Australia. 7-13 Juli 2002. Badan Pusat Statistik, Kecamatan Koto Tangah Dalam Angka, 2008 Badan Pusat Statistik, Kota Padang Dalam Angka 2008 Badan Pusat Statistik, REKAPPLS, 2008. Badan Pusat Statistik.Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta: BPS Coleman, James. 1990. Foundation of Social Theory. Cambridge, Mass.: Harvard University Press, England. Eriyatno. 2003. Sistem Ekonomi Kerakyatan: Suatu Tinjauan Dari Ilmu Sistem, Majalah Perencanaan Pembangunan, No.04, Maret 2003. Fukuyama, Francis. 2002. Social Capital and Development: The Coming Agenda. SAIS Review - Volume 22, Number 1, Winter-Spring 2002, The Johns Hopkins University Press

65

Grootaert, C. 1999. Social Capital, Household Walfare and Poverty In Indonesia. Social Development Department. Washington DC: World Bank. Grootaert, C. 2001. Social Capital: The Missing Link. The World Bank. Social Capital Initiative. Working Paper no.3. Washington DC: World Bank. Grootaert, C. and T. Van Bastelear. 2002. The Role of Social Capital In Development: An Empirical Assesment. New York: Cambridge University Press. Hadi Sutrisno, 1999. Metode Research dan Aplikasinya dalam Pemasaran, Jilid 2, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta. Latifah, Siti. 2000. Tesis : Analisa Modal Sosial Masyaarakat Desa (Studi Kasus Nagari Kolok, Sawahlunto), Pascasarjana Unand, Padang. Levine, 2002. Did Industrialization Destroy Social Capital in Indonesia?, Social Capital for Development, World Bank. Narayan, D. 1999. Bonds and Bridges; Social Capital and Poverty. Washington DC. World Bank. Payne, Malcom. 1997. Modern Social Work Theory. Second Edition. MacMillan Press Ltd., London. Hal. 266. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: teori dan aplikasi, PT Raja Grafindi Persada, Jakarta Putnam, R. 1995. The Prosperous Community - Social Capital and Public Life. American Prospect. Washington DC: World Bank. Rusdi, Zaili, 2001. Tesis : Analisis Partisipasi Masyarakat, Pascasarjana Unand, Padang. Sajogyo, 1992. Sosiologi Pedesaan, Gajah Mada University Press, Jokjakarta. Serageldin. 1996. Sustainability and The Wealth of Nation. Fisrt Step In An On Going Journey. Environmentally Sustainable Development (ESD) Studies and Monographs. Subejo. 2004. Peranan Social Capital Dalam Pembangunan Ekonomi: Suatu Pengantar Studi Social Capital di Pedesaan Indonesia. Majalah Agro Ekonomi vol. 11. No.1 juni 2004. Supranto, J. 1998. Metode Riset dan Aplikasinya Dalam Pemasaran, LPFE UI, Jakarta. 66

Woolcock, Michael & Narayan, Deepa, 2000. "Social Capital: Implications for Development Theory, Research, and Policy". World Bank Research Observer, Oxford University Press Woolcock, Michael, 2000. "Microenterprise and social capital: A framework for theory, research, and policy," The Journal of Socio-Economics, Elsevier, vol. 30(2). World Bank. 2001. Empowerment and Poverty Reduction A Sourcebook.. Washington DC: World Bank. World Bank. 2005. Social Capital, Empowerment, and Community Driven Development. ttp://info.worldbank.org/etools/bspan/PresentationView.asp?PID=936&EID=482, Mei 2005. 11

67

68

Anda mungkin juga menyukai