Disusun oleh:
Kelompok 4
Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh
sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih indenik
dengan kerajaan, sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada
anak agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga. Di Indonesia sebagai negara
demokrasi ternyata masih ada beberapa daerah yang terkena politik dinasti salah satunya
Kabupaten Banten, lalu bagaimanakah pengaruhnya terhadap demokrasi?
Sumber daya material tersebut tidak lah harus sesuatu yang dimilikinya, yang
terpenting adalah bisa digunakan dalam memenuhi kepentingannya. Oligarki sendiri ditandai
dengan adanya kekayaan pribadi yang ekstrim dan karena basisnya yang material, maka
bentuk reformasi non-material tidak akan berpengaruh banyak pada keberadaannya --- tidak
tertantang dengan kehadiran demokrasi.
Dalam oligarki, terdapat 4 tipologi berdasarkan sumber ancaman terhadap kekayaan
dan tanggapan dari oligark terkait, yakni warring oligarchy, ruling oligarchy, sultanistic
oligarchy,dan civil oligarchynamun pada esai ini penulis akan menitikberatkan pada ruling
anarchyuntuk kemudian dikaitkan dengan politik dinasti di Banten.
Pada bentuk oligarki ini, terjadi kerja sama yang lebih tinggi di antara oligark---
karena dilakukan secara kolektif---dalam mempertahankan kekayaannya dari ancaman (dari
sesama oligark, baik individu setempat maupun yang 'menyerang' dari luar). Dalam ruling
oligarchy, para oligark masih terlihat langsung mempertahankan kekayaan dan memerintah
suatu komunitas atau masyarakat yang biasanya dilembagakan oleh badan pemerintah yang
hampir semua isinya adalah oligark. Pemakaian tindak koersif dan persenjataan akan
dilakukan dalam kondisi yang cukup ekstrem.
Terjadinya pidana korupsi yang tetap saja tidak berpengaruh pada kepercayaan
masyarakat terhadap kroni atau kerabat Ratu Atut tidak lah mengherankan karena politik
dinastinya telah berakar sejak lama di Banten. Ayah Atut, Tubagus Chasan Sochib,
merupakan seorang penyandang gelar Jawara---gelar terhormat di adat Banten---yang
memulai karirnya sebagai penyedia logistik untuk Kodam VI Siliwangi yang ketika itu
berkepentingan untuk menjaga kestabilan politik di Banten.
Dari situ lah, ia mendapatkan banyak keistimewaan, termasuk dari pemerintah Jawa
Barat sehingga sebagian besar proyek pemerintah khususnya di bidang konstruksi pun
banyak diberikan kepadanya. Ia juga membentuk sejumlah organisasi bisnis. Ketika
gelombang reformasi datang, ia bersikap dinamis dengan mentransformasikan dirinya ke
dalam struktur politik dan ekonomi yang baru. Hal ini yang kemudian memperkuat
kekuasaan politiknya di Banten, apalagi dengan menempatkan anak serta kerabatnya.
Nama Ratu Atut Chosiyah, mantan Gubernur Banten, menjadi terkenal sejak dipidana
korupsi 2014 lalu. Tetapi, pidana korupsi itu lantas tidak menurunkan elektabilitas kerabat-
kerabat Atut. Hal itu terlihat dari terpilihnya Tatu Chasanah, adik kandung Atut, menjadi
Wakil Bupati Serang setelah meraih 60,86% dari 200.836 suara yang telah dihitung. Lalu
Airin Rachmi Diany, adik ipar Ratu Atut, mendulang 58,13% dari 102.394 yang membuatnya
terpilih menjadi walikota Tangerang Selatan.
Hal itu terlihat dari terjun langsungnya kerabat-kerabat Atut dalam politik praktis di
Banten. Selain itu, munculnya dinasti politik ini menandakan adanya oligarki yang kolektif di
mana terdapat kualitas kerjasama yang baik untuk mencegah persaingan dari oligark lain.
Para oligark---yakni Atut dan kroni-kroninya---juga mempraktikan ruling oligarchy dengan
memerintah langsung, sehingga target mereka adalah menduduki jabatan pemerintah
setingkat kota, kabupaten, maupun provinsi.
KESIMPULAN
Sekalipun demokrasi mengedepankan kesamaan hak, sejatinya demokrasi memang
dirancang oleh para pengagasnya simultan dengan ekonomi liberal. Artinya, di negara-
negara perintis demokrasi di barat, kesejahteraan sudah terasa, sehingga muncullah klas
menengah yang independen, yang pada gilirannya mendukung demokrasi dengan sendirinya.
Dan, resikonya apabila kesiapan klas menengah belum merata, maka terjadi deviasi, seperti
munculnya fenomena dinasti politik. Dinasti Politik muncul lantaran belum adanya klas
menengah yang mumpuni.
Oleh karenanya, memunculkan klas menengah yang independen adalah tugas yang
segera dituntaskan oleh sistem politik Indonesia. Baik, itu dari segi rekrutmen partai politik,
pendidikan politik masyarakat, dan perundang-undangan. Agar dimasa yang akan datang,
keberadaan dinasti politik dapat dikritisi oleh kelompok yang secara politik memiliki
kesadaran yang tinggi, sekaligus dari segi ekonomi mereka tidak mudah dipengaruhi.
Apapun, demokrasi adalah pilihan yang mungkin, agar masyarakat mendapat hak-hak
kemanusiaannya. Akan tetapi kita perlu menata ulang konsolidasi demokrasi yang sedang
berlangsung, dan itu mau tak mau kita harus berupaya menumbuhkan klas menengah yang
cukup banyak, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Selanjutnya, perlu dicermati juga
peraturan yang ada sehingga mampu mengurangi kemunculan politik dinasti, berikutnya
perlunya rekrutmen kepemimpinan nasional dan yang kokoh, dan hal itu dapat terjadi
manakala ada kaderisasi yang kuat di dalam partai-partai sehingga muncul calon-calon
pemimpin untuk sanggup berkompetisi dalam segala pertarungan politik. Untuk mendapat-
kan kader yang baik mutlak adanya rekrutmen partai yang terbuka dan plural, oleh karena itu
disinilah dibutuhkan pendidikan politik dan sosialisasi politik yang mumpuni sehingga
anggota masyarakat tertarik menjadi anggota partai politik.
Apabila, dinasti politik tidak mampu dicegah, maka kejadian di Philipina bisa jadi
muncul di Indonesia, yakni munculnya dinasti politik yang berasal dari tuan-tuan tanah atau
orang-orang kaya lama. Di Philipina seperti yang dituturkan Ikrar (2010) demokrasi justru
menguatkan orang-orang kaya lama. Dan apabila bangsa ini tidak waspada, maka bisa jadi
hal tersebut terjadi di negeri kita. Oleh karena itu, kemunculan klas menengah yang kritis
adalah sarana ampuh menguatkan demokratisasi. Hanya saja, klas menengah hanya dapat
muncul manakala pendidikan dan lapangan kerja relative tersedia. Dan, ini adalah pekerjaan
rumah semua elemen masyarakat yang menginginkan klas menengah kritis menjadi the
ruling class di negeri ini. Tapi, apabila hal ini tidak dipedulikan maka, boleh jadi the ruling
class adalah golongan status quo yang dapat memunculkan konflik sosial setiap saat.
Yang pasti, jauh lebih berbahaya lagi manakala dinasti politik menjadi budaya politik.
Yang mana justru akan menguatkan sebagian kecil warga masyarakat dan menjadikan
sebagian besar yang lain menjadi kaum marjinal dikarenakan tidak memiliki bargaining
position dalam pengambilan keputusan politik.
REFERENSI
"Menguak Godfather-nya Banten, Dari Haji Chasan Sochib hingga Ratu Atut". Diakses
dari http://www.voa-islam.com/read/intelligent/2013/10/07/27094/menguak-godfathernya-
banten-dari-haji-chasan-sochib-hingga-ratu-atut/;#sthash.uSpMld0y.dpuf pada 15 Desember
2018 pukul 18.43 WIB.
"Melepas Belenggu Oligarki Politik". Diakses
dari http://m.baranews.co/web/read/21647/melepas.belenggu.oligarki.politik#.V1nGjLt97IV
pada 15 Desember 2018 pukul 18.47 WIB
Jerome Wirawan. "Keluarga Ratu Atut berjaya di Pilkada Banten". Diakses
dari http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/12/151210_indonesia_politik_bant
en pada 15 Desember 2018 pukul 18.47 WIB.
"Berapa Persisnya Harta Adik Atut?". Diakses
dari https://m.tempo.co/read/news/2014/01/15/063544883/berapa-persisnya-harta-adik-
atut pada 15 Desember 2018 pukul 20.08 WIB.
http://www.antikorupsi.org/sites/antikorupsi.org/files/doc/Umum/Banten_Gurita,P20Bisnis,P
20Atut,P20cs_ICW111013_OK.pdf.pagespeed.ce.K8FOd2wKo-.pdf/
http://www.umm.ac.id/arsip/id-arsip-koran-1347.pdf.
https://www.researchgate.net/publication/319854561_Gejala_Proliferasi_Dinasti_Politi
k_di_Banten_Era_Kepemimpinan_Gubernur_Ratu_Atut_Chosiyah
https://nasional.kompas.com/read/2013/12/18/0729208/Dinasti.Politik.Ratu.Atut.Setelah.Del
apan.Tahun.Berkuasa
https://www.kompasiana.com/beatsbro/5a3b43505e13731a77612892/politik-dinasti-di-
banten-sebuah-gambaran-ruling-oligarchy?page=all
https://geotimes.co.id/opini/politik-dinasti-telah-mengebiri-demokrasi/
http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-nasional/1050-dilema-politik-dinasti-di-
indonesia