Anda di halaman 1dari 9

KAPITA SELEKTA PEMERINTAHAN

(Dinasti Politik Kabupaten Banten dalam Konsolidasi Demokrasi)

Disusun oleh:
Kelompok 4

Dhea Yulianingsih 170410150038

Hafid Ahmad Royan 170410150048

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setelah melewati dua puluh tahun demokrasi Indonesia berjalan , ternyata demokrasi
di Indonesia mengalami ujian dengan munculnya fenomena political dinasty. Hal itu dimulai
dengan munculnya clientilsm dalam pencalonan anggota legislatif dan pencalonan kepala
daerah, dan isu yang belakangan muncul adalah clientislm dalam suksesi kepemimpinan
nasional.
Sementara itu di tingkat politik lokal, di Provinsi Kepulauan Riau misalnya,
kemunculan Maya Suryanti anak Walikota Suryatati A Manan dalam bursa Calon Walikota
Tanjungpinang dan Aida Ismeth dalam pemilukada Kepulauan Riau Tahun 2010 yang lalu
adalah bukti fenomena political dinasti. Di daerah lain seperti Provinsi Banten misalnya,
jejak-jejaknya lebih kentara. Ratu Atut Choisyah Gubernur Banten 2007-2012 misalnya,
keluarga besarnya memiliki setidaknya 9 orang yang memimpin di masing masing
“kerajaannya”. Seperti dirinya sendiri yang memimpin Banten, suami menjadi anggota DPR,
anak menjadi anggota DPD, menantu menjadi anggota DPRD Kota Serang, adik menjadi
anggota DPRD Banten, Adik tiri mejadi wakil wali kota Serang, ibu tiri menjadi anggota
DPRD Kabupaten Pandeglang, Ibu tirinya yang satu lagi menjadi anggota DPRD kota
Serang, dan adik iparnya Airin menjadi WalikotaTangerang Selatan.
Di tingkat pusat, muncul isu bahwa Ani Yudhoyono, istri presiden Susilo Bambang
Yudoyono kemungkinan akan menjadi calon presiden dari Partai Demokrat, pada tahun 2014.
Meskipun SBY sejak jauh hari mengatakan tidak akan mengembangkan demokrasi
clientilsm. Namun beberapa orang tidak percaya akan hal ini, karena sebagian orang justru
percaya adanya skenario pencalonan kerabat dekat SBY adalah realitas Partai Demokrat yang
tidak terbantahkan. Dan belakangan santer muncul nama adik ipar SBY yang kini menjadi
KASAD Jend. TNI Pramono Edhi Wibowo dalam bursa Calon Presiden RI 2014. Dan
bagaimanapun juga, hal ini mengemuka lantaran hingga saat ini, Partai Demokrat belum
memiliki calon presiden yang sekelas SBY. Di dunia internasional, hal serupa juga terjadi.
Mendiang mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto adalah politikus yang mewarisi
bakat ayahnya, Ali Bhutto. Selanjutnya, Bilawal pun terjun ke dunia politik. Bahkan, suami
Benazir, Asif Ali Zardari, kini menjadi Presiden Pakistan. Demikian juga di Philipina,
Presiden Benigno Aquino jr adalah anak dari mendiang Corazon Aquino, Presiden Philipina
selepas genggaman rezim Marcos.
Kenyataan di atas adalah sebuah trend yang menarik untuk dikaji. Boleh jadi
sebagian orang menganggap wajar hal tersebut muncul, namun sebagaian lagi menganggap
hal itu distorsi atau tekanan terhadap demokrasi. Demokrasi yang pada dasarnya, menuntut
transparansi dari semua proses politik tertekan oleh dinasti politik. Oleh karena itu wajar
bilamana munculnya dinasti politik dianggap membahayakan kelangsungan demokrasi di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

Fenomena konsentrasi sumber-sumber kekayaan material pada sekelompok orang di


Indonesia sejatinya telah berlangsung sejak Orde Baru, di mana Suharto kala itu memegang
peran utama dalam pembentukan cikal bakal adanya lapisan oligarki Indonesia. Oligarki itu
kini menyebar tak hanya di tingkat nasional, tetapi juga memainkan perannya pada level
regional. Hal itu diperkuat dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah pada era
reformasi yang memberikan peluang bagi munculnya raja-raja kecil.

Hilangnya sifat personalistik telah mengakibatkan memudarnya bentuk oligarki


sultanistik dan beralih pada bentuk oligarki lainnya. Salah satu wilayah Indonesia yang marak
akan fenomena oligarkinya ialah Banten yang sumber daya materialnya dikuasai oleh
sekelompok orang dalam hal ini, keluarga Ratu Atut Chosiyah. Pada awalnya, oligarki yang
terjadi pada politik dinasti tersebut berbentuk sultanistik yang sifat personalistiknya dibangun
oleh ayah Ratu Atut, yakni Tubagus Chasan Sochib pada 1960-an. Tetapi, menyesuaikan
dengan era, tipe oligarkinya pun berubah menjadi ruling oligarchyyang mana didasari oleh
partisipasi kolektif keluarga Atut dalam politik praktis.

Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh
sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih indenik
dengan kerajaan, sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada
anak agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga. Di Indonesia sebagai negara
demokrasi ternyata masih ada beberapa daerah yang terkena politik dinasti salah satunya
Kabupaten Banten, lalu bagaimanakah pengaruhnya terhadap demokrasi?

2.2 Kerangka Konsep

Dalam bukunya, Jeffrey Winters menggambarkan oligarki sebagai politik pertahanan


kekayaan oleh pelaku yang memiliki kekayaan material. Sebab kekayaan adalah bentuk
materialisasi kekuasaan mereka, sehingga perlu dilakukannya tindakan pertahanan.
Sedangkan pelaku (oligark) itu sendiri adalah orang yang menguasai atau mengendalikan
konsentrasi besar sumber daya material yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekayaan pribadi dan posisi sosial eksklusifnya.

Sumber daya material tersebut tidak lah harus sesuatu yang dimilikinya, yang
terpenting adalah bisa digunakan dalam memenuhi kepentingannya. Oligarki sendiri ditandai
dengan adanya kekayaan pribadi yang ekstrim dan karena basisnya yang material, maka
bentuk reformasi non-material tidak akan berpengaruh banyak pada keberadaannya --- tidak
tertantang dengan kehadiran demokrasi.
Dalam oligarki, terdapat 4 tipologi berdasarkan sumber ancaman terhadap kekayaan
dan tanggapan dari oligark terkait, yakni warring oligarchy, ruling oligarchy, sultanistic
oligarchy,dan civil oligarchynamun pada esai ini penulis akan menitikberatkan pada ruling
anarchyuntuk kemudian dikaitkan dengan politik dinasti di Banten.

Pada bentuk oligarki ini, terjadi kerja sama yang lebih tinggi di antara oligark---
karena dilakukan secara kolektif---dalam mempertahankan kekayaannya dari ancaman (dari
sesama oligark, baik individu setempat maupun yang 'menyerang' dari luar). Dalam ruling
oligarchy, para oligark masih terlihat langsung mempertahankan kekayaan dan memerintah
suatu komunitas atau masyarakat yang biasanya dilembagakan oleh badan pemerintah yang
hampir semua isinya adalah oligark. Pemakaian tindak koersif dan persenjataan akan
dilakukan dalam kondisi yang cukup ekstrem.

2.3 Persoalan Politik Dinasti


Demi mewujudkan demokratisasi lokal, maka pemilihan kepala daerah secara
langsung diupayakan. Sistem ini dianggap lebih demokrastis karena memberikan kesempatan
yang lebih luas kepada masyarakat untuk bisa mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
Selain itu, masyarakat juga ikut berpartisipasi memilih calon yang diinginkannya. Sejak
dilaksanakan pertama kali pada tahun 2005, sejumlah persoalan dalam pelaksaan pilkada
langsung tidak bisa diabaikan. Persoalan money politics menjadi isu yang sarat terjadi pada
pilkada di daerah manapun. Belum lagi persoalan konflik penghitungan perolehan suara dan
yang sangat menjadi perdebatan hingga kini adalah persoalan munculnya politik dinasti yang
dianggap mengancam demokrasi.
Politik dinasti mengisyaratkan kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok
orang yang masih memiliki hubungan keluarga. Dan gejala ini muncul bak cendawan di era
pilkada langsung di Indonesia. Tidak ada aturan yang melarang keluarga untuk bisa
berpartisipasi aktif mencalonkan diri untuk memperebutkan jabatan politik baik di tingkat
eksekutif maupun legislatif. Akibatnya, pejabat petahana baik sengaja maupun tidak sengaja
mendorong keluarga nya untuk maju mencalonkan diri sebagai pejabat publik. Fenomena
inilah yang kemudian terus berkembang di wilayah Indonesia ketika pilkada diselenggarakan.
Sebut saja dinasti politik yang dibangun oleh Ratu Atut Chosiyah di Banten, Yasin
Limpo di Sulawesi, dan dinasti politik lainnya semakin menggambarkan betapa pemilu
legislatif maupun pilkada pada khususnya membuka peluang yang besar bagi kemunculan
dinasti politik tersebut. Keresahan demokrasi mulai terusik sehingga muncul upaya
perubahan undang-undang tentang pemilihan kepala daerah yang tujuannya adalah untuk
membatasi munculnya politik dinasti. Akan tetapi, sejatinya upaya pembatasan tersebut
mendapat sejumlah penolakan dari berbagai pihak, baik itu politisi, petahana, bahkan ahli
hukum tata negara.
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada sebelumnya
memberikan beberapa batasan definisi frasa 'tidak memiliki konflik kepentingan', antara lain,
tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus
ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak,
adik, ipar, anak, menantu. Tak ayal, bunyi ayat yang sarat pembatasan partisipasi politik
mendapat gugatan. Putusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi
terhadap bunyi ayat tersebut. Mahkamah Konstitusi menilai, aturan yang membatasi calon
kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana telah melanggar konstitusi.
Hakim konstitusi berpendapat bahwa idealnya suatu demokrasi adalah bagaimana
melibatkan sebanyak mungkin rakyat untuk turut serta dalam proses politik. Meski
pembatasan dibutuhkan demi menjamin pemegang jabatan publik memenuhi kapasitas dan
kapabilitas, suatu pembatasan tidak boleh membatasi hak konstitusional warga negara.
2.4 Pro Kontra Politik Dinasti
Jika kita berkaca dari putusan MK tersebut ternyata politik dinasti adalah sesuatu
yang tidak bisa dihindari di negara demokrasi seperti Indonesia. Ada dua hal yang bisa dilihat
dari suatu politik dinasti. Pertama, bagi pihak yang optimis bahwa politik dinasti tidak akan
merusak sendi-sendi demokrasi merasa bahwa semua warga negara berhak terlibat dalam
proses politik.
Bukan suatu kesalahan jika ada keluarga pejabat yang ingin terjun dalam dunia
politik dan bukan kesalahannya juga jika kemudian yang bersangkutan terpilih dan berhasil
menduduki jabatan politik, karena bagaimanapun yang menang adalah mereka yang mampu
memanfaatkan sumber daya politik dan modal serta figur sang calon. Selain itu, kemenangan
seorang calon bukan karena keluarganya adalah pejabat petahana, namun karena kinerja
elektoral partai yang baik.
Kedua, bagi pihak yang merasa bahwa politik dinasti adalah ancaman tentu ini
didasarkan kenyataan selama ini. Berdasarkan hasil penelitian Kemendagri tentang politik
dinasti dalam waktu sepuluh tahun terakhir, ada sekitar 61 kepala daerah yang berasal dari
politik dinasti.
Angka tersebut setara dengan 10 persen dari jumlah keseluruhan kepala daerah di
Indonesia. Jika hal tersebut tidak dibatasi maka politik dinasti akan semakin menggurita di
kancah demokrasi lokal. Ini tentu berpengaruh kepada kesempatan bagi putra daerah yang
lain untuk bisa berkompetisi pada pemilihan kepala daerah.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah benar politik dinasti itu berpengaruh terhadap
keterpilihan seorang calon yang merupakan keluarga dari pejabat petahana? Jawaban iya
yang muncul tentu terkait dengan sumber daya yang dimiliki sang calon tersebut. Melalui
keluarga yang merupakan pejabat petahana (dinasti politik) akan lebih mudah
mendayagunakan sumber daya politik, sosial, ekonomi dan tentu juga birokrasi. Selain itu
figur keluarga juga cukup membantu seorang calon kepala daerah untuk bisa bersaing dengan
lawan politik lainnya.
Namun jika jawaban-nya adalah tidak berpengaruh maka alasan-nya haruslah jelas
supaya tidak menimbulkan prasangka buruk politik. Jika yang dicurigai adalah pemanfaatan
sumber daya politik, sosial dan modal pejabat petahana maka seharusnya KPK, BPK dan
PPATK berperan disini untuk mengawasi. Jika yang dikhawatirkan adalah terjadi mobilisasi
massa maka peran KPU dan Bawaslu-lah yang harus ditingkatkan.
Jika Politik dinasti sulit untuk dibendung kemunculannya karena sudah menjadi suatu
kewajaran di ranah demokrasi Indonesia, maka pengawasan yang harus ditingkatkan guna
meminimalisir pelanggaran. Ada atau tidak-nya sebuah dinasti politik, harapan rakyat
Indonesia hanyalah terpilihnya kepala daerah yang amanah dan mampu memperjuangkan
kepentingan rakyat, bukan kepala daerah yang hanya bisa mengutamakan kepentingan diri
dan kelompoknya.
2.5 Politik Dinasti di Banten

Terjadinya pidana korupsi yang tetap saja tidak berpengaruh pada kepercayaan
masyarakat terhadap kroni atau kerabat Ratu Atut tidak lah mengherankan karena politik
dinastinya telah berakar sejak lama di Banten. Ayah Atut, Tubagus Chasan Sochib,
merupakan seorang penyandang gelar Jawara---gelar terhormat di adat Banten---yang
memulai karirnya sebagai penyedia logistik untuk Kodam VI Siliwangi yang ketika itu
berkepentingan untuk menjaga kestabilan politik di Banten.

Dari situ lah, ia mendapatkan banyak keistimewaan, termasuk dari pemerintah Jawa
Barat sehingga sebagian besar proyek pemerintah khususnya di bidang konstruksi pun
banyak diberikan kepadanya. Ia juga membentuk sejumlah organisasi bisnis. Ketika
gelombang reformasi datang, ia bersikap dinamis dengan mentransformasikan dirinya ke
dalam struktur politik dan ekonomi yang baru. Hal ini yang kemudian memperkuat
kekuasaan politiknya di Banten, apalagi dengan menempatkan anak serta kerabatnya.

2.6 Politik Dinasti Keluarga Atut sebagai Ruling Oligarchy

Nama Ratu Atut Chosiyah, mantan Gubernur Banten, menjadi terkenal sejak dipidana
korupsi 2014 lalu. Tetapi, pidana korupsi itu lantas tidak menurunkan elektabilitas kerabat-
kerabat Atut. Hal itu terlihat dari terpilihnya Tatu Chasanah, adik kandung Atut, menjadi
Wakil Bupati Serang setelah meraih 60,86% dari 200.836 suara yang telah dihitung. Lalu
Airin Rachmi Diany, adik ipar Ratu Atut, mendulang 58,13% dari 102.394 yang membuatnya
terpilih menjadi walikota Tangerang Selatan.

Kemudian di Kabupaten Pandeglang, Tanto Warsono Arban, menantu Ratu Atut,


unggul dengan memperoleh 56,77% dari 7.976 suara. Selain itu, posisi Walikota Cilegon
ditempati oleh kroni politik dekat Ratu Atut, Walikota Serang adalah adik tirinya, Haerul
Jaman, dan Wakil Bupati Pandeglang diduduki ibu tirinya, Heryani. Terdapat juga beberapa
posisi strategis yang ditempati oleh kerabat Atut, seperti Sekretaris Daerah Provinsi Banten---
yang disebut sebagai pengguna anggaran---ditempati oleh Muhadi yang merupakan paman
dari adik ipar Atut, Airin Rachmi Diany. Lalu, Anwar K., ayah Airin pun menjabat sebagai
Ketua Konsuil Banten yang bertugas menerbitkan sertifikasi layak operasi bagi puluhan ribu
rumah dalam program listrik masuk desa.
Seperti yang sudah dipaparkan di atas, keluarga Atut membentuk dinasti politik yang
didasari kekerabatan dan hal tersebut memicu oligarki. Hal ini terlihat dari akumulasi
kekayaan yang ekstrim serta upayanya dalam mempertahankan kekayaan, yakni berupa
politik kekerabatan. Kehadiran gelombang reformasi---yang menciptakan demokratisasi---
juga bukanlah tantangan bagi keluarga Atut karena bentuk material kekuasaannya adalah
kekayaan. Bila sebelumnya diterapkan sultanistic oligarchy,maka dalam melihat politik
dinasti yang dilakukan keluarga Atut sekarang ini, penulis melihat adanya penerapan ruling
oligarchy.

Hal itu terlihat dari terjun langsungnya kerabat-kerabat Atut dalam politik praktis di
Banten. Selain itu, munculnya dinasti politik ini menandakan adanya oligarki yang kolektif di
mana terdapat kualitas kerjasama yang baik untuk mencegah persaingan dari oligark lain.
Para oligark---yakni Atut dan kroni-kroninya---juga mempraktikan ruling oligarchy dengan
memerintah langsung, sehingga target mereka adalah menduduki jabatan pemerintah
setingkat kota, kabupaten, maupun provinsi.

Walaupun tidak tergambar tindakan koersif maupun persenjataan, politik dinasti


keluarga Ratu Atut sudah cukup jelas menggambarkan adanya ruling oligarchy tingkat
provinsi dengan "kekerabatan" sebagai kunci untuk melanggengkannya. Seperti yang
diucapkan Winters, bahwa praktik oligarki politik, sebagaimana lazim di banyak tempat,
lebih berorientasi pada akumulasi dan perluasaan kekayaan dan meningkatnya pengaruh
ikatan keluarga atau politik dinasti di dalam mengendalikan kebijakan pemerintahan.

KESIMPULAN
Sekalipun demokrasi mengedepankan kesamaan hak, sejatinya demokrasi memang
dirancang oleh para pengagasnya simultan dengan ekonomi liberal. Artinya, di negara-
negara perintis demokrasi di barat, kesejahteraan sudah terasa, sehingga muncullah klas
menengah yang independen, yang pada gilirannya mendukung demokrasi dengan sendirinya.
Dan, resikonya apabila kesiapan klas menengah belum merata, maka terjadi deviasi, seperti
munculnya fenomena dinasti politik. Dinasti Politik muncul lantaran belum adanya klas
menengah yang mumpuni.
Oleh karenanya, memunculkan klas menengah yang independen adalah tugas yang
segera dituntaskan oleh sistem politik Indonesia. Baik, itu dari segi rekrutmen partai politik,
pendidikan politik masyarakat, dan perundang-undangan. Agar dimasa yang akan datang,
keberadaan dinasti politik dapat dikritisi oleh kelompok yang secara politik memiliki
kesadaran yang tinggi, sekaligus dari segi ekonomi mereka tidak mudah dipengaruhi.
Apapun, demokrasi adalah pilihan yang mungkin, agar masyarakat mendapat hak-hak
kemanusiaannya. Akan tetapi kita perlu menata ulang konsolidasi demokrasi yang sedang
berlangsung, dan itu mau tak mau kita harus berupaya menumbuhkan klas menengah yang
cukup banyak, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Selanjutnya, perlu dicermati juga
peraturan yang ada sehingga mampu mengurangi kemunculan politik dinasti, berikutnya
perlunya rekrutmen kepemimpinan nasional dan yang kokoh, dan hal itu dapat terjadi
manakala ada kaderisasi yang kuat di dalam partai-partai sehingga muncul calon-calon
pemimpin untuk sanggup berkompetisi dalam segala pertarungan politik. Untuk mendapat-
kan kader yang baik mutlak adanya rekrutmen partai yang terbuka dan plural, oleh karena itu
disinilah dibutuhkan pendidikan politik dan sosialisasi politik yang mumpuni sehingga
anggota masyarakat tertarik menjadi anggota partai politik.
Apabila, dinasti politik tidak mampu dicegah, maka kejadian di Philipina bisa jadi
muncul di Indonesia, yakni munculnya dinasti politik yang berasal dari tuan-tuan tanah atau
orang-orang kaya lama. Di Philipina seperti yang dituturkan Ikrar (2010) demokrasi justru
menguatkan orang-orang kaya lama. Dan apabila bangsa ini tidak waspada, maka bisa jadi
hal tersebut terjadi di negeri kita. Oleh karena itu, kemunculan klas menengah yang kritis
adalah sarana ampuh menguatkan demokratisasi. Hanya saja, klas menengah hanya dapat
muncul manakala pendidikan dan lapangan kerja relative tersedia. Dan, ini adalah pekerjaan
rumah semua elemen masyarakat yang menginginkan klas menengah kritis menjadi the
ruling class di negeri ini. Tapi, apabila hal ini tidak dipedulikan maka, boleh jadi the ruling
class adalah golongan status quo yang dapat memunculkan konflik sosial setiap saat.
Yang pasti, jauh lebih berbahaya lagi manakala dinasti politik menjadi budaya politik.
Yang mana justru akan menguatkan sebagian kecil warga masyarakat dan menjadikan
sebagian besar yang lain menjadi kaum marjinal dikarenakan tidak memiliki bargaining
position dalam pengambilan keputusan politik.

REFERENSI

Winters. Jeffrey. Oligarchy. 2011. New York: Cambridge University Press.

 "Menguak Godfather-nya Banten, Dari Haji Chasan Sochib hingga Ratu Atut". Diakses
dari http://www.voa-islam.com/read/intelligent/2013/10/07/27094/menguak-godfathernya-
banten-dari-haji-chasan-sochib-hingga-ratu-atut/;#sthash.uSpMld0y.dpuf pada 15 Desember
2018 pukul 18.43 WIB.
 "Melepas Belenggu Oligarki Politik". Diakses
dari http://m.baranews.co/web/read/21647/melepas.belenggu.oligarki.politik#.V1nGjLt97IV
pada 15 Desember 2018 pukul 18.47 WIB
 Jerome Wirawan. "Keluarga Ratu Atut berjaya di Pilkada Banten". Diakses
dari http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/12/151210_indonesia_politik_bant
en pada 15 Desember 2018 pukul 18.47 WIB.
 "Berapa Persisnya Harta Adik Atut?". Diakses
dari https://m.tempo.co/read/news/2014/01/15/063544883/berapa-persisnya-harta-adik-
atut pada 15 Desember 2018 pukul 20.08 WIB.
 http://www.antikorupsi.org/sites/antikorupsi.org/files/doc/Umum/Banten_Gurita,P20Bisnis,P
20Atut,P20cs_ICW111013_OK.pdf.pagespeed.ce.K8FOd2wKo-.pdf/
 http://www.umm.ac.id/arsip/id-arsip-koran-1347.pdf.
https://www.researchgate.net/publication/319854561_Gejala_Proliferasi_Dinasti_Politi
k_di_Banten_Era_Kepemimpinan_Gubernur_Ratu_Atut_Chosiyah

https://nasional.kompas.com/read/2013/12/18/0729208/Dinasti.Politik.Ratu.Atut.Setelah.Del
apan.Tahun.Berkuasa

https://www.kompasiana.com/beatsbro/5a3b43505e13731a77612892/politik-dinasti-di-
banten-sebuah-gambaran-ruling-oligarchy?page=all

https://geotimes.co.id/opini/politik-dinasti-telah-mengebiri-demokrasi/

http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-nasional/1050-dilema-politik-dinasti-di-
indonesia

Anda mungkin juga menyukai