Anda di halaman 1dari 9

BIROKRASI ORDE LAMA

Oleh:

SUCI ANGRAINI

NIM:1601114744

ABSTRAK

Berakhirnya masa pemerintahan kolonial membawa perubahan sosial politik yang sangat
berarti bagi kelangsungan system birokrasi pemerintahan. Perbedaan-perbedaan panadangan
yang terjadi di antara pendiri bangsa di awal masa kemerdekaan tentang bentuk negara yang
akan didirikan, termasuk dalam pengaturan birokrasinya, telah menjurus kearah disintegrasi
bangsa dan keutuhan aparatur pemerintahan. Pada masa awal kemerdekaan, Negara mengalami
perubahan bentuk negara, dan ini yang berimplikasi pada pengaturan aparatur Negara atau
birokrasi.

Pada saat masa birokrasi Orde Lama, birokrasi cenderung terbelah menjadi faksi-faksi
dan mesin politi bagi partai-partai politik, seperti PNI, NU, PKI, dan lainnya. Kebijakan yang
diturunkan pada birokrasi di tingkat bawah ditentukan oleh partai apa yang berkuasa. Maka tidak
heran jika sebuah kebijakan tidak dapat dilaksanakan hingga tuntas, dikarenakan pergantian
cabinet.

Kata kunci : birokrasi, politik, orde lama

A. Pendahuluan

Birokrasi bukanlah sebuah fenomena baru di dalam masyarakat modern. Melainkan sudah
diletakkan sebagai dasar dan syarat pemerintahan sejak masa Romawi dan masa Mesir kuno.
Namun, kecenderungannya mengalami perubahan mendasar dan signifikan sejak seratus tahun
terakhir. Dalam masyarakat kontemporer, birokrasi telah menjadi suatu lembaga yang dominan,
sesungguhnya, birokrasi lebih sebagai satu lembaga yang melahirkan jaman modern.(1)

(1)
Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern(Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2000), hal. 12-13.
Birokrasi pada dasarnya dimaknai sebagai produk dari sebuah proses sosial yang panjang dan
kompleks, yaitu dari serangkaian prosedur yang berliku dan menyangkut kontekstualitas sosial
yang universal. Manusia sebagai individu sekaligus sebagai makhluk sosial jelas tidak mungkin
bisa hidup sendiri. Dia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan
juga agar bisa tetap eksis. Ketika individu-individu tersebut ternyata mempunyai kepentingan
dan kebutuhan yang sama, maka mereka berkomitmen untuk membentuk sebuah komunitas
sosial yang selanjutnya komunitas sosial ini disebut sebagai negara. Sehingga Negara
(Pemerintah) dibentuk berdasar pada kontrak sosial, dimana pada kontrak ini negara diberi kuasa
untuk mempunyai beberapa fungsi antara lain fungsi keamanan, ketertiban, keadilan, pekerjaan
umum, kesejahteraan, dan pemeliharaan Sumber Daya Alam dan lingkungan.(2)

Dalam sebuah Negara, birokrasi diperlukan sebagai alat Negara dalam penyelenggaraan
negara dan melayani masyarakat. Negara tercipta atas kontrak sosial yang menghendaki
terciptanya kesejahteraan bagi rakyatnya. Untuk melayani kepentingan rakyat inilah, Negara
memerlukan sebuah unit pemerintahan atau yang dikenal dengan birokrasi. Dalam kehidupan
berbagainegara bangsa di berbagai belahan dunia, birokrasi berkembang sebagai wahanautama
dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsadan dalam hubungan
antar bangsa. Birokrasi bertugas menerjemahkan berbagaikeputusan politik ke dalam berbagai
kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan
tersebut secara operasional, efektif, dan efisisen. Oleh sebab itu, disadari bahwa birokrasi
merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk
dalammewujudkan pemerintahan yang bersih atau clean government dalam keseluruanskenario
perwujudan kepemerintahan yang baik (good governance).Penyelenggaraan pemerintahan di
setiap Negara dalam menjalankanfungsinya melayani kepentingan masyarakat selalu berbeda
tergantung pengaruh pengalaman sejarahnya serta kondisi sosial politik Negara tersebut. Negara
yang pernah mengalami masa kolonialisme pasti pada awal terbentuknya Negaramemiliki corak
birokrasi warisan kolonial.

(2)
John Stuart Mill, On Liberty (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hal. 143-144
Hiruk-pikuk euforia politik yang berlangsung pasca dilaksanakan Pemilu 55 berdampak
secara langsung dalam terbentuknya politik aliran –refresentasi dari keberagaman masyarakat
dan ideologi yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Jika pada awal kemerdekaan sentimen
ini dapat diredam dan diminimalkan karena kuatnya ikatan politik kebangsaan untuk menghadapi
tantangan disintegrasi kemerdekaan karena tantangan dari pihak kolonialisme lama yang ingin
bangkit kembali menjajah. Pada periode selanjutnya pasca pesta demokrasi pada menjelang dan
sesudah Pemilu 1955. Sentimen-sentimen ini muncul kembali sebagai sebuah keniscayaan dalam
sebuah Old Societies and New State yang menimbulkan perbedaaan dan persaingan sengit secara
politik dalam lima aliran politik dalam konstestasi demokrasi: Nasionalisme Radikal (PNI),
Tradisionalisme Jawa, Islam (NU dan Masyumi), Sosialisme Demokratik (PSI), dan Komunisme
(PKI).(3)
Pada masa selanjutnya hilangnya kekuasaan partai politik dalam demokrasi liberal
dengan diganti dengan konsepsi Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden 1959. Melahirkan
koalisi partai yang sentralistik di bawah kendali eksekutif. Akibatnya, persaingan terlihat lebih
tertutup di dalam lembaga eksekutif. Di mana tiga kekuatan Soekarno, tentara dan PKI saling
berebut pengaruh di dalam departemen pemerintahan (birokrasi). Paper singkat ini penulis buat
sebagai hasil riset singkat dari beragam literatur untuk menjawab dan menjelaskan apa saja yang
menjadi faktor penyebab tertariknya birokrasi ke dalam kondisi-sosial politik pada dua masa
orde lama: demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin.

B. RUJUKAN TEORITIK

Untuk mengetahui kondisi Orde lama, disini dipakai konsep yang diambil Mahmud MD dari
penjelasan Yahya Muhaimin, bahwa dalam model bapakisme (hubungan bapak-anak), “bapak”
(patron) dilihat sebagai tumpuan dan sumber pemenuhan kebutuhan material bahkan spiritual
serta pelepasan kebutuhan emosional “anak-bapak” (client) dan sebaliknya para anakl buah
dijadikan sebagai tulang punggung yang setia dari bapak, membantu terselenggaranya upacara-
upacara keluarga, memasuki atau keluar dari organisasi politik yang dikehendaki oleh bapak,

(3)
Clifford Geertz (ed), Old Societies and New State (London: Free Press of Glencoe, 1963), hal. 105.
bahkan tak jarang bersedia berkorban jiwa untuk memprtaruhkan kepentingan bapak yang
harus dihormati, ditaati, dan pantang ditentang. Sebagaimana karier politik seseorangbegitu juga
halnya dengan pekerjan dan jabatan-jabatan birokrasi bersandar kepada kecerdikannya
memelihara dan memanfaatkan hubungan pribadi dan hubungan politik lebih banyak ditentukan
oleh persetujuan dan penunjukan dari pemegang jabatan di tingkat atas. Keadaan birokrasi di
Indonesia masa kini dipengaruhi oleh peninggalan masa lampau berupa konsep politik kelompok
etnis Jawa tradisonal yang aristokrasi. Pada masa Mataram kuno mengenal kelompok punggawa
(priyayi) atau pejabat yang diberi hak atas tanah, menarik pajak atau sejenisnya dari rakyat tanpa
batasan maupun peraturan yang pasti lalu diberikan kepada raja setelahdiambil sekedarnya oleh
para punggawa (abdi dalem) tersebut. Pada system ini tak ada kekuatan penyeimbangan di luar
birokrasi yang mampu melakukan control terhadap aparat birokrasi. Sehingga membuat birokrasi
suka bertindak sewenang-sewenang dan tak merasa bertangggung jawab kepada rakyat, dan
dipihak rakyat menjadi pasif, tak aktif berpatisipasi dalam kehidupan politik dan ekonomi.(4)

Menurut Afan Gaffar, Birokrasi pasca kemerdekaan mengalami proses politisasi, sekaligus
fragmentasi. Sekalipun jumlahnya tidak terlampau besar, aparat pemerintah bukanlah sebuah
organisasi yang menyatu karena sudah terkapling-kapling ke dalam partai-partai politik yang
bersaing dengan intensif guna memperoleh dukungan. Hal itu berjalan terus sampai masa
pemerintahan demokrasi terpimpin. Arah gerak birokrasi masih mengalami polarisasi yang
sangat tajam dengan mengikuti arus polarisasi politik masyarakat. Sekalipun pengaruh partai
politik sedikit demi sedikit mengalami penagruh terbatas, karena dibubarkan oleh soekarno.
Kecuali PKI dan Angkatan Darat.(5)

Menurut Isa Anshori, semenjak kemerdekaan birokrasi diperlukan sebagai kelas


istimewa , hal ini dimaklumi bahwa pada saat itu birokrasi merupakan saran yang mempersatukan
bangsa. Berlanjut pada era demokrasi parlementer, birokrasi menjadi incaran dari berbagai
kekuatan politik yang ada. Misalnya partai-partai politik mulai melirik untuk menguasai
birokrasi pemerintah.

(4)
Moh.Mahmud MD, Demokrasi Dan Konstitusi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993

(5)
Affan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.2006:232.
bahkan antara tahun 1950-1959 birokrasi pemerintahan berada di bawah kepemimpinan partai
politik yang menjadi mayoritas di dalam parlemen. Parlemen menjadi kuat, tetapi
sebaliknyalembaga eksekutif semakin lemah. Namun, rakyat tetap saja tak beruntung karena
birokrasi menjadi lahan KKN partai politik.

Kehidupan politik yang demokratik pada masa pasca kemerdekaan yang di warnai oleh
system pemerintahan parlementer membawa implikasi yang besar terhadap birokrasi Indonesia.
Yang menjadi kepala pemerintah adalah Perdana Menteri yang merekrut para menteri dari partai-
partai politik tertentu sesuai dengan bentuk koalisi pemerintahan yang terjadi pada waktu itu.
Maka, yang terjadi kemudian adalah para para menteri yang direkryt tersebut menjadikan
departemen yang dipimpinnya sebagai sumber mobilisasi dukungan bagi partai politiknya. PNI
menguasai departemen dalam negeri dan departemen penerangan,Masyumi dan NU menguasai
departemen agama.

C. FENOMENA

Fenomena politik aliran yang berlangsung pasca kemerdekaan Indonesia dan berdirinya
demokrasi parlementer secara umum memiliki pemgaruh yang sangat besar di dalam setiap
dimensi kehidupan berpolitik dan bernegara. Birokrasi yang notabenenya adalah sebuah alat
pemerintahan di dalam sistem politik, mengutip Almond mengalami ketersinggungan yang
begitu erat dalam iklim politik yang dinamis. Birokrasi pada masa demokrasi parlementer
cenderung menjadi perpanjangan dari ideologi parta-partai. Sehingga seringkali muncul klaim-
klaim wilayah politik tertentu terhadap institusi birokrasi pada masa demokrasi parlementer.
Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, birokrasi tetap tidak mampu menjaga netralitasnya
sebagai sebuah lembaga administratif karena ikut terlibat dalam tarik-menarik 3 kekuatan politik
–Soekarno, Militer dan PKI. Tidak boleh abainya birokrasi terhadap political religion:
NASAKOM telah memaksa intitusi ini menjadi wilayah di balik layar tempat persaingan
sekaligus saling menjatuhkan kedua kekuatan pendukung Presiden Soekarno di bawah dua
kekuatan besar Militer dan PKI. Pasca dibrendelnya kebebasan partai politik melalui dekrit
presiden 1959.(6)

(6)
Konsep Political Religion ,David E. Apter, Politik Modernisasi (Jakarta: Gramedia, 1987), hal. 392

D. PEMBAHASAN
Setelah memperoleh kemerdekaan, Negara ini berusaha mencari format pemerintahan yang
cocok untuk kondisi saat itu. Berakhirnya masa pemerintahankolonial membawa perubahan
sosial politik yang sangat berarti bagi kelangsungansistem birokrasi pemerintahan. Perbedaan-
perbedaan pandangan yang terjadi diantara pendiri bangsa di awal masa kemerdekaan tentang
bentuk Negara yangakan didirikan, termasuk dalam pengaturan birokrasinya, telah menjurus ke
arahdisintegrasi bangsa dan keutuhan aparatur pemerintahan.

Pada masa awal kemerdekaan, Negara ini mengalami perubahan bentuk Negara, dan ini
yang berimplikasi pada pengaturan aparatur Negara atau birokrasi.Perubahan bentuk Negara dari
kesatuan menjadi federal berdasarkan konstitusiRIS melahirkan dilematis dalam cara pengaturan
aparatur pemerintah. Setidak-tidaknya terdapat dua persoalan dilematis menyangkut birokrasi
pada saat itu.Pertama, bagaimana cara menempatkan pegawai Republik Indonesia yang
telah berjasa mempertahankan NKRI, tetapi relatif kurang memiliki keahlian dan pengalaman
kerja yang memadai. Kedua, bagaimana menempatkan pegawai yangtelah bekerja pada
Pemerintah belanda yang memiliki keahlian, tetapi dianggap berkhianat atau tidak loyal terhadap
NKRI.Selain perubahan bentuk Negara, berganti-gantinya kabinet mempengaruhi jalannya
kinerja pemerintah.

Fenomena politik aliran yang berlangsung pasca kemerdekaan Indonesia dan berdirinya
demokrasi parlementer secara umum memiliki pemgaruh yang sangat besar di dalam setiap
dimensi kehidupan berpolitik dan bernegara. Birokrasi yang notabenenya adalah sebuah alat
pemerintahan di dalam sistem politik.Dalam memandang model birokrasi yang terjadi seperti ini,
Karl D Jackson menyebutnya sebagai bureaucratic polity.

Model ini merupakan birokrasi dimananegara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan
menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan. Jika melihat peta politik pada masa orde
lama, peran seorang presiden sangat dominan dalam mengatur segala kebijakan baik dari tingkat
daerah hingga pusat terkendali di tangan seorang Presiden. Sistem inidikenal sebagai
sistem demokrasi terpimpin.Dalam tataran kinerja birokrasi di bawahnya, segala program
departemenyang tidak sesuai dengan garis kebijakan partai yang berkuasa dengan
mudahdihapuskan oleh menteri baru yang menduduki suatu departemen. Birokrasi padamasa itu
benar-benar mengalami politisasi sebagai instrumen politik yang berkuasa atau berpengaruh.
Dampak dari sistem pemerintahan parlementer telahmemunculkan persaingan dan sistem kerja
yang tidak sehat di dalam birokrasi.Birkrasi menjadi tidak professional dalam menjalankan
tugas-tugasnya, birokrasitidak pernah dapat melaksanakan kebijakan atau program-programnya
karenasering terjadi pergantian pejabat dari partai politik yang memenangkan pemilu.Setiap
pejabat atau menteri baru selalu menerapkan kebijakan yang berbeda dari pendahulunya yang
berasal dari partai politik yang berbeda. Pengangkatan dan penempatan pegawai tidak
berdasarkan merit system, tetapi lebih pada pertimbangan loyalitas politik terhadap partainya.(7)

E. HUBUNGAN BIROKRASI DAN POLITIK DI INDONESIA MASA ORDE LAMA

Pada periode pertama antara tahun 1945-1950, dikenal dengan zaman demokrasi Parlementer
dan Presidensial. Spirit perjuangan masih lebih mencolok kepada penyelenggaraanpemerintahan.
Bahkan tak jarang hal ini terlihat di dalam kekuatan mayoritas menekan kepentingannnya sendiri
untuk mengahargai aspirasi minoritas demi persatuansemua elemen pemerintah, dan ideology-
ideologi politik. Belum terlalu mencolok konfigurasi kepentingan dari berbagai ideology politik
yang berjuang melepaskan Indonesia dari cengkraman kolonialisme.

Walaupun ada semangat primordial tetapi tidak mengemuka karena tenggelam oleh semangat
nasional. Satu-satunya yang menjadi ancaman Negara adalah PKI (Partai Komunis Indonesia)
yang sempat memberontak dalam rangka menguasai pemerintahan dan negara. Di awal
kemerdekaan ada semacam consensus bahwa lembaga pemerintahan merupakan sarana politik
yang baik untuk mempersatukan bangsa. Anggapan ini cukup logis sebab hanya birokrasi yang
mampu menjangkau rakyat sampai ke desa-desa.(8)

Pada saat ini aparat pemerintah banyak direkrut dari berbagi etnis yang dianggap mewakili
hampir semua suku bangsa. Dan boleh dikatakan orang-orang yang duduk di pemerintahan
hanya mempertimbangkan asal-usul orangnya tanpa melihat kepada keahliannya. Misalnya di
dalam setiap departemen harus ada etnis Jawa, etnis Batak, etnis Padang, etnis Sunda dan

(7)
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.
(8)
Thoha, Miftah.. Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.2003:135-136

berbagai etnis lain yang kemudian dianggap dapat mewakili gambaran integrasi semua suku
bangsa.
Pada masa ini dilaksanakan juga pemilihan umum pertama yang demoratis yaitu pemilu
tahun 1955. Ketika itu partai yang memenangkan pemilu memiliki niat untuk menguasai
beberapa departemen. Bahkan tak jarang cabinet bubar karena pembagian kementerian di
departemen tak sesuai dengan keinginan partai politik yang bersangkutan.(9)

F. KESIMPULAN

Pada masa birokrasi orde lama, fenomena politik aliran yang berlangsung pasca
kemerdekaan Indonesia dan berdirinya demokrasi parlementer secara umum memiliki pemgaruh
yang sangat besar di dalam setiap dimensi kehidupan berpolitik dan bernegara. Birokrasi yang
notabenenya adalah sebuah alat pemerintahan di dalam sistem politik. Pada saat masa birokrasi
Orde Lama, birokrasi cenderung terbelah menjadi faksi-faksi dan mesin politi bagi partai-partai
politik, seperti PNI, NU, PKI, dan lainnya. Kebijakan yang diturunkan pada birokrasi di tingkat
bawah ditentukan oleh partai apa yang berkuasa. Maka tidak heran jika sebuah kebijakan tidak
dapat dilaksanakan hingga tuntas, dikarenakan pergantian kabinet.

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern(Jakarta: Prestasi
Pustakaraya, 2000), hal. 12-13.

2. John Stuart Mill, On Liberty (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hal. 143-144.

3. 3.Clifford Geertz (ed), Old Societies and New State (London: Free Press of Glencoe, 1963),
hal. 105.

4. 4.Moh.Mahmud MD, Demokrasi Dan Konstitusi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993

5. 5.Affan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka Pelajar,


Yogyakarta.2006:232.

6. Konsep Political Religion ,David E. Apter, Politik Modernisasi (Jakarta: Gramedia, 1987),
hal. 392.

7. Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.
8. Thoha, Miftah.. Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.2003:135-136
9. Thoha, Miftah.. Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.2003:136

Anda mungkin juga menyukai