Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 1

Nama Mahasiswa : Desty Wulandari

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 048863916

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4212/Pengantar Ilmu Politik

Kode/Nama UPBJJ : UPBJJ UT JAKARTA

Masa Ujian : 2022/23.1 (2022.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Dalam konsep kekuasaan selalu dikaitkan dengan kewenangan (authority) dan keabsahan (legitimacy).

a. Perbedaan kewenangan dan keabsahan

Wewenang adalah kekuasaan formal. Wewenang berurusan dengan pertanyaan “siapakah yang
mempunyai hak untuk mengendalikan tingkah laku masyarakat dengan paksaan”. Sedangkan,
keabsahan lebih menjelaskan mengapa kedudukan seseorang dapat diterima oleh masyarakatnya.

Contoh : seorang pemuka agama yang tidak memiliki kekuasaan formal (wewenang) lebih
disegani oleh masyarakat, dari pada seorang kepala desa. Tetapi pemuka agam itu tidak dapat
menggunakan kekerasan fisik untuk menghukum salah seorang warga yang tidak mengikuti upacara
keagamaannya. Hal ini berebeda dengan kedudukan kepala desa apabila menghadapi seorang
warganya yang enggan membayar pajak. Laporan kepala des kepada pejabat urusan pajak dapat
mengakibatkan si wajib pajak dikenakan hukuman penjara. Dari contoh sederhana itu, walaupun
memeiliki pengaruh besar di lingkungan masyarakt, tetapi tidak mempunyai wewenang atau kekuasaan
formal terhadapat wrga masyarakat lainnya. Sedangkan, dilain pihak kepala desa mempunyai
kewenangan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat di dalam wilayah ekuasaannya.

Dari contoh di atas kita bisa menyimpulkan bahwa wewenang lebih mempersoalkan sanksi,
sedangkan keabsahan lebih mempersoalkan kepatuhan, dengan atau pun tanpa sanksi.

b. Apakah hanya negara yang bisa memiliki ke-2 kekuasaan tersebut. Jelaskan!
Iya, karena negara memegang kekuasaan yang paling penting yaitu kekuasaan politik.
Kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah), baik
terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan pemegang kekuasaan sendiri. Dari segi
ruang lingkup, kekuasaan politik lebih sempit dibanding kekuasaan social. Oleh Ossip K. Flechtheim,
kekuasaan social ini dimaksudkan sebagai keseluruhan, dari kemampuan hubungan-hubungan dan
proses yang menhasilkan ketaatan dari pihak lain, untuk tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang
kekuasaan.

Dari kedua definisi tersebut, disimpulkan bahwa kekuasaan politik hanya merupakan bagian dari
kekuasaan social. Kekuasaan politik adalah kekuasaan social yang terutama ditunjukan kepada negara
sebagai satu-satunya pihak yang berwenang atau berhak untuk mengendalikan tingkah laku social
dengan menggunakan paksaan.
Dalam hubungan ini kekuasaan politik dapat dibedakan menjadi 2 macam. Pertama, bagian dari
kekuasaan social yang terwujud dalam negara, seperti Presiden, Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan
Rakyat, dan sebagainya. Kedua, bagian dari kekuasaan social yang ditujukan kepada negara, baik
kekuasaan social itu berasal dari organisasi politik, atau organisasi ekonomi, agama, minoritas, maupun
kekerabatan yang secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi kebijakan negara.

2. a. Perkembangan demokrasi di Indonesia

1. Demokrasi Parlementer (1945-1959)


Masa Demokrasi Parlementer umumnya ditandai oleh menonjolnya peranan parlemen
dan partai-partai politik. Ketidakstabilan peran kedua organ ini menyebabkan sering jatuh
bangunnya kabinet pada masa itu karena partai politik begitu mudah menarik dukungannya dari
koalisasi pemerintahan.
Dalam system parlementer ini tanggung jawab politik terletak pada perdana Menteri
beserta dengan perdana Menteri sebagai pembantunya, sementara presiden sebagai kepala
negara lebih berperan secara simbiolis (seremonial). Pelaksanaan system parlementer ini belum
dinyatakan berhasil karena kurang solid dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan yang
konstruktif sesudah kemerdekaan dicapai.
Perpecahan yang mewarnai perpolitikan yang ditandai dengan tajamnya konflik antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan juga antara eksekutif dan legislatif yang baru
terpilih. Ketidakstabilan politik ini semakin diperkuat dengan masalah regionalisme, berupa
pergolakan daerah adanya otonomi daerah.
Factor-faktor diatas mendorong Ir. Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden pada
tanggal 5 Juli 1959, yaitu pernyataan untuk kembali ke UUD 1945 sebagai landasan
konstitusional dengan menggunakan system presidensial. Dekrit ini mengakhiri masa Demokrasi
Parlementer dan menggantikan dengan Demokrasi Terpimpin yang kembali menggunakan UUD
1945 sebagai landasan dasarnya dan Sistem Presidensial.
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Ciri yang menonjol dalam periode Demokrasi Terpimpin ini adalah membesarnya
peranan Presiden Soekarno, melemahnya peranan partai politik kecuali PKI, dan meningkatnya
peranan militer dalam politik. Pada Demokrasi Terpimpin terjadi peningkatan kekuasaan presiden
dan peran politik militer, sementara peran partai politik, selain PKI, dan perlemen melemah. Pada
saat itu terjadi perimbangan segitiga PKI-Soekarno-militer. Besarnya kekuasaan Soekarno terlihat
pada peristiwa pembubaran DPR hasil pemilu dan menggantikannya dengan DPR-GR yang
anggotanya dipilih sendiri oleh Soekarno, dan sering kali mencampuri proeses pengambilan
keputusan dalam badan legislatif pada saat terjadi dead-lock serta campur tangan dalam urusan
badan yudikatif.
Ada pula wewenang presiden yang lainnya yang dapat ikut campur diluar batas
kekuasaan eksekutif, misalnya di bidang yudikatif melalui UU No.19/1964, dan bidang legislative
berdasarkan Tata Tertib Peraturan Presiden No.14/196 dalam hal para anggota DPR tidak
mencapai mufakat. Hasil DPRGR juga mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Selain penyelewengan di bidang perundang-undangan, juga terjadi penyelewengan lai berupa
pembentukan badan-badan ekstrakonstitusional sepeti Front Nasional yang ternyata justru
dipakai oleh komunis untuk mempersiapkan terbentuknya demokrasi rakyat.
Penyimpangan lain adalah dipermudahnya penghentian izin terbit media massa yang
dianggap telah ke luar dari “rel revolusi”. Politik “mercusuar” mengakibatkan terlantarnya
perekonomian yang suram dengan inflasi mencapai lebih dari 600% dan mendorong merajalela
kesenjangan dan keresahan dalam masyarakat Indonesia. Periode demokrasi terpimpin ini
terhenti dengan adanya peristiwa G30S pada tahun 1965.
3. Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Periode selanjutnya, setelah tahun 1965 ditandai oleh tekad pemerintah Orde Baru untuk
kembali melaksanakan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, landasan konstitusioanal
diletakkan pada UUD 1945 dengan menggunan system presidensial. Ciri yang amat menonjol
dalam periode ini adalah besarnya peranan militer, dibantu oleh kaum teknorat dan bikorat.
Pada masa Demokrasi Pancasila , Orde Baru meletakkan nilai-nilai dasar untuk
melandasi praktik Demokrasi Pancasila dengan melembagakan pemilihan umum selama 6
periode, penataan organisasi politik dan kemasyarakatan lewat UU No.3/1985 mengenai Parpol
dan Golkar dan UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) serta penataan
terhadap media massa dan pers. Peletakan nilai-nilai dasar ini lebih ditujukan untuk
mengembalikan kestabilan dalam system politik Indonesia yang kemudian bahkan memasung
kebebasan menyalurkan aspirasi politik masyarakat selama 32 tahun lewat keterbatasan pilihan,
dan ruang gerak kepartaian dan peran pemilu yang bukan menjadi ajang ekspresi aspirasi
massa, tetapi terbatas sebagai proses seremonial untu mendukung pemerintahan yang berkuasa.
Pada masa Reformasi, diadakan penataan ulang terhadap praktik demokrasi yang
sebelumnya dilakukan, baik oleh Orde Lama maupun Orde Baru. Hal ini dilakukan dengan usaha
penyeimbangan kekuasaan yang seharusnya antara legislatif dan eksekutif serta pengaktifan
fungsi checks and balance. Pada awal masa reformasi masih dikhawatirkan terjadinya
pengulangan pemerintahan legislative-heavy yang menggantikan peran eksekutif. Selain itu,
diadakan peninjauan ulang tidak hanya pada peraturan perundangan kepartaian, pemilu, dan
peran pers, tetapi juga pada uud 1945 yang mengalami 4 kali amandemen untuk melengkapi dan
menyempurnakan konstitusi tersebut yang sering kali dimanipulasi demi melanggengkan
kekuasaan.
Demokrasi Pancasila mensahkan keseragaman dalam pemilu, aktivits media massa, dan
parlemen. Hal ini kemudian berubah memasuki masa Reformasi yang ingin menegakkan kembali
demokrasi yang mengakui keberagaman aspirasi melalui pengakuan atas beragam partai politik
yang bermunculan dan menghormati aspirasi rakyat untuk dapat memilih langsung wakil-wakilnya
dalam parlemen pusat dan daerah serta pemimpin eksekutif di pusat dan daerah.

c. Praktek demokrasi di Indonesia yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin ciri yang sangat
menonjol adalah kuatnya peranan Presiden sebagai pusat kekuasaan, melemahnya peranan partai politik dan
meningkatnya peranan militer. Akan tetapi, banyak praktik tindakan-tindakan Presiden yang menyimpang dari
UUD 1945.
Seperti Presiden Soekarno membubarkan DPR/MPR (hasil pemilu) lalu di bentuk DPR-GR, dan MPRS
yang banyak anggota-anggotanya ditunjuk berdasarkan selera penguasa, pembentukan front nasional (badan
ekstra konstitusional), pemberedelan pers yang dianggap menyimpang dari ”Rel Revolusi”, pengendalian izin
terbit media massa, pemberontakan PKI melalui gerakan tiga puluh September 1965 (G 30 S/PKI). Tetapi
pada periode sselanjutnya, dipenuhi dengan tekad dan semangat yang kuat utuk melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuensi.
Terlepas dari era reformasi ini banyak terjadi perbaikan dalam kehidupan, banyak hal yang telah
berubah dan berkembang dalam infrastruktur ketatanegaraan kita yang dituangkan dalam amandemen UUD
1945 untuk mengarah ke pemerintah yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Melalui
keputusan ini, akhirnya pemilihan tokoh-tokoh di Lembaga legislative dan eksekutif dipilih langsung oleh
rakyat.

Sedangkan Praktek demokrasi di China menggunakan prinsip demokrasi utama rakyat dan tujuan
akhir adalah melayani rakyat, maka para elite politik China dapat membanggakan diri bahwa modernisasi
China yang dimulai sejak tahun 1978 secara sangat menakjubkan telah berbuat sangat banyak untuk
memakmurkan rakyatnya. Dalam jargon ilmu sosial, sistem politik dan ekonomi China saat ini sering disebut
sebagai kapitalisme China atau ekonomi pasar sosialis atau ”sosialisme dengan karakter China”. Bangsa
China juga dikenal sebagai bangsa pedagang yang dekat dengan tradisi kapitalisme.
Masyarakat China lebih memilih sebagai masyarakat pembelajar, karena mereka belajar dari sebuah
kegagalan. Proses demokratisasi di China rupanya mengambil jalannya sendiri, tidak dilakukan secara
gegabah meniru Barat. Negara tetap memegang kendali secara solid, tetapi ruang gerak masyarakat untuk
berusaha justru didorong dengan kebijakan desentralisasi daerah. Individu dan masyarakat didorong untuk
mengembangkan ”ekonomi inovatif”. Di China Hubungan demokrasi dan ekonomi inovatif sangat erat. Inovasi
sebagai buah pikiran bebas, kreatif, dan berisiko selalu dilakukan oleh individu-individu yang hidup dalam alam
demokrasi. China mengembangkan konsep demokrasi yang berakar pada sejarah dan tradisi sendiri.
Negara China berhasil membangun perekonomian pasar terbuka sehingga menuju pemerintahan
demokratis.

3. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani wabah C-19 adalah secara konsisten
mendorong dan mensosialisasikan pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat, mengeluarkan kebijakan
social distancing yang merupakan kebijakan dengan mengurangi jumlah aktifitas diluar rumah dan interaksi
dengan orang lain, selalu menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, mencuci tangan
menggunakan sabun atau handsanitizer, menjaga jarak, dan tidak berkerumun sudah termasuk dalam
memutus tali rantai penyebaran covid-19.
Apakah kebijakan pemerintah dalam menanggulangi Wabah C-19 tersebut termasuk kategori
perlindungan HAM?
Iya, karena Hak Asasi Manusia merupakan hak yang dimiliki setiap manusia sejak dia lahir.  Sebagai
bentuk usaha menjamin pemenuhan hak-hak warganya, pemerintah membuat peraturan yang mengatur
tentang hak asasi manusia. Peraturan tersebut dituangkan dalam Udang-Undang Dasar 1945 dan Undang-
Undang.
Diantaranya adalah hak untuk hidupp, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak
mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas
kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerinthan, hak wanita, dan hak anak.
Hak rasa aman dan hak atas kesejahteraan ini adalah slah satu perlindungan HAM yang wajib
diberikan oleh Pemerintah kepada rakyatnya. Karena setiap manusia berhak hidup  di dalam tatanan
masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi, dan
melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam
Undang-undang dan setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta
untuk perkembangan pribadinya secara utuh. Contoh upaya pemerintah dalam ikut serta memenuhi kebutuhan
warga di Indonesia adalah dengan memeberikan sembako gratis kepada warga, turunnya harga minyak dan
gula, dan lain sebagainya.

Sumber : MIRIAM BUDIARDJO. 1997. Pengantar Ilmu Politik. Tangerang Selatan : Penerbit Universitas
Terbuka. Hal 1.25 dan 1.26.
Kegiatan Belajar 3 : Praktik Demokrasi di Indonesia (ut.ac.id)
Kompas.com (2010, 13 Februari) "Demokrasi Model China", Diakses pada 14 Februari 2010
https://internasional.kompas.com/read/2010/02/13/05120239/Demokrasi.Model.China?page=all
GuruPPKN.com (2017, 24 Agustus) “Jaminan Perlindungan HAM”, Diakses pada 25 Agustus 2017
10 Jaminan Perlindungan HAM Dalam Peraturan Perundang-Undangan dan UUD 1945
Kompasiana.com (2021, 26 Juli) “Kebijakan Pemerintah dalam Menanggulangi Wabah C-19”, Diakses 27 Juli
2021 https://www.kompasiana.com/siva45351/60fe3d1d152

Anda mungkin juga menyukai