Pertama, munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi Presiden untuk
membentuk pemerintahan yang bersifat gotong royong yang melibatkan semua kekuatan politik
yang ada termasuk Partai Komunis Indonesia. Melalui konsepsi ini Presiden membentuk
Dewan Nasional yang melibatkan semua organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan.
Konsepsi Presiden dan Dewan Nasional ini mendapat tantangan yang sangat kuat dari sejumlah
partai politik terutama Masyumi dan Partai Syarikat Islam. Mereka menganggap bahwa
pembentukan Dewan Nasional merupakan pelanggaran yang sangat fundamental terhadap
konstitusi negara karena lembaga tersebut tidak dikenal dalam konstitusi.
Kedua, Dewan Konstituante mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan
merumuskan ideologi nasional, karena tidak tercapainya titik temu antara dua kubu politik,
yaitu kelompok yang menginginkan Islam sebagai ideologi negara dan kelompok lain yang
menginginkan Pancasila sebagai ideologi negara. Ketika voting dilakukan, ternyata suara
mayoritas yang diperlukan tidak pernah tercapai.
Ketiga, dominannya politik aliran sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan
konflik. Akibat politik aliran tersebut, setiap konflik yang terjadi cenderung meluas melewati
batas wilayah yang pada akhirnya membawa dampak yang sangat negatif terhadap stabilitas
politik.
Keempat, basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah. Struktur sosial yang dengan tegas
membedakan kedudukan masyarakat secara langsung tidak mendukung keberlangsungan
demokrasi. Akibatnya, semua komponen masyarakat sulit dipersatukan, sehingga hal tersebut
mengganggu stabilitas pemerintahan yang berdampak pada begitu mudahnya pemerintahan
yang sedang berjalan dijatuhkan atau diganti sebelum masa jabatannya selesai.