Anda di halaman 1dari 11

DEMOKRASI DAN PENDIDIKAN DEMOKRASI

(BAGIAN 2)

Kajian Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

DISUSUN OLEH:

RULI SYAH RAMADHAN


1104620041

DOSEN PENGAMPU:

Drs. Ahmad Tijari, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2023
DEMOKRASI DAN PENDIDIKAN DEMOKRASI
(BAGIAN 2)

Gagasan tentang demokrasi sebagai sistem pemerintahan berasal dari


kebudayaan Yunani, tepatnya abad ke-6 sebelum masehi. Bentuk pemerintahan
demokratis diperkenalkan ke negara-negara bagian Athena oleh Cleisthenes pada
tahun 508 sebelum masehi. Gagasan demokrasi Yunani kemudian hilang dari
dunia barat ketika memasuki abad pertengahan yang disebabkan oleh maraknya
praktik feodalisme (seperti kehidupan sosial spiritual dikuasai gereja dan
kehidupan politik dikuasai bangsawan). Awal kembalinya demokrasi ditandai
dengan munculnya piagam Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna
Charta adalah sebuah dokumen yang menunjukkan bahwa kekuasaan raja terbatas
dan melindungi hak-hak tertentu rakyat. Pada pertengahan abad ke-20, barulah
hampir setiap negara independen memiliki pemerintahan dengan beberapa prinsip
dan cita-cita demokrasi.

Demokrasi dan Pelaksanaannya di Indonesia


Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surutnya.
Dipandang dari sudut perkembangan sejarah, kehidupan demokrasi di Indonesia
dapat dibagi dalam empat masa, yaitu:
1. Masa Republik Indonesia I, Demokrasi Parlementer
Sebulan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, sistem
demokrasi parlementer berlaku di Indonesia. Adapun dasar lahirnya
demokrasi parlementer tersebut adalah:
a. Maklumat Wakil Presiden No. X Tahun l945, yang isinya mengubah
kedudukan dan fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
semula hanya sebagai pembantu presiden (berdasarkan Aturan
Peralihan Pasal 4) menjadi sebuah lembaga pembuat UU bersama
dengan presiden serta berfungsi menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN).
b. Maklumat Pemerintah tanggal 14 November l945, yang isinya
penetapan susunan kabinet di bawah Perdana Menteri Sutan Syahrir
dan mengubah sistem presidensial menjadi parlementer.
c. Maklumat Pemerintah tanggal 3 November l945 tentang pembentukan
partai-partai politik.
Sistem parlementer merupakan sistem demokrasi dimana para
menteri bertanggung jawab kepada badan legislatif (parlemen). Pada masa
ini, terdapat kebebasan yang diberikan kepada rakyat tanpa pembatasan
dan persyaratan yang tegas dan nyata untuk melakukan kegiatan politik,
sehingga berakibat semakin banyaknya bermunculan partai politik. Alhasil
dalam perjalanannya, sistem parlementer banyak mengalami
penyimpangan sehingga dapat dikatakan tidak cocok untuk diterapkan di
Indonesia, meskipun berjalan cukup memuaskan di beberapa negara Asia
lain. Adapun penyimpangan terhadap demokrasi parlementer di Indonesia
dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Persaingan secara terbuka antar partai sangat kentara dalam panggung
politik nasional. Masing-masing berusaha untuk mencapai cita-cita
politiknya sehingga dalam pemilu yang pertama sejak Indonesia
diproklamirkan, sangat banyak partai yang menjadi kontestan pemilu.
Sistem banyak partai ini berakibat kabinet baru yang akan berjalan jika
di dalamnya terdapat koalisi.
b. Adanya koalisi antara partai yang besar ini dikarenakan tidak ada
satupun partai yang menang secara mayoritas mutlak sehingga efek
negatifnya dalam kabinet adalah jatuh bangunnya kabinet dalam tempo
waktu yang singkat dikarenakan partai yang berkuasa kehilangan
dukungan di parlemen. Alhasil, hal tersebut menghambat
perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak
mendapat kesempatan untuk melaksanakan programnya.
c. Partai–partai dalam koalisi tidak segan–segan untuk menarik
dukunganya sewaktu–waktu sehingga kabinet seringkali jatuh karena
keretakan dalam koalisi itu sendiri. Dengan demikian, menimbulkan
kesan bahwa partai–partai dalam koalisi kurang dewasa dalam
menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan pemerintah.
d. Di lain pihak, partai–partai dalam barisan oposisi tidak mampu untuk
berperan sebagai oposisi yang konstruktif yang menyusun program–
program alternatif.
Kegagalan-kegagalan semacam itu, ditambah dengan tidak
mampunya anggota partai–partai yang tergabung dalam parlemen
(constituante) untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk
menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950, mendorong Ir.
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan
berlakunya kembali UUD 1945. Dengan demikian, masa demokrasi
parlementer berakhir.

2. Masa Republik Indonesia II, Demokrasi Terpimpin


Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, lahirlah
sistem demokrasi terpimpin di Indonesia. Awalnya, demokrasi terpimpin
bertujuan untuk menstabilkan kondisi negara baik kestabilan politik,
ekonomi, maupun bidang-bidang lainnya. Namun, dalam perjalanannya
terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan demokrasi ini, yakni:
a. Kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan berpikir dibatasi
dalam tingkat-tingkat tertentu.
b. Beberapa ketentuan dan peraturan tentang penyederhanaan partai,
pengakuan, dan pengawasan serta pembubaran partai menunjukkan
bahwa presiden mempunyai peranan dan kekuasaan terhadap
kehidupan suatu partai. Hal tersebut berarti presiden mempunyai
kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuatan-
kekuatan yang menghalanginya. Sehingga jelas sekali bahwa nasib
partai politik ditentukan presiden.
c. DPR ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah, sedangkan
fungsi kontrol ditiadakan.
d. Tindakan pemerintah dilaksanakan melalui Penetapan Presiden
(Penpres) yang memakai Dekrit 5 Juli 1959 sebagai sumber hukum.
e. Pendirian badan-badan ekstra-konstitusionil seperti Front Nasional,
yang ternyata badan tersebut dipakai oleh pihak komunis sebagai basis
kegiatan untuk menciptakan negara yang berdasar demokrasi rakyat.
Berbagai gejolak yang timbul dari penyimpangan-penyimpangan tersebut
ditambah dengan peristiwa G 30 S/PKI, mengakhiri masa demokrasi
terpimpin yang sekaligus menghancurkan kekuasaan Soekarno.

3. Masa Republik Indonesia III, Demokrasi Pancasila


Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto pada awalnya
dimaksudkan untuk mengembalikan keadaan Indonesia yang kacau balau
setelah tragedy pemberontakan PKI 30 September 1965. Orde Baru lahir
dengan tekad untuk melakukan koreksi atas berbagai penyimpangan dan
kebobrokan demokrasi terpimpin pada masa Orde Lama. Pada awalnya,
Orde Baru berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa dalam berbagai
bidang. Misalkan dalam bidang politik, yakni diterbitkannya UU No. 15
Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum serta UU No. 16 Tahun 1969
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Atas dasar UU
tersebut, Orde Baru mengadakan pemilihan umum pertama.
Pada awalnya, rakyat memang merasakan perubahan dan perbaikan
kondisi di berbagai bidang kehidupan apalagi setelah pemerintah
merancang serangkaian program strategis nasional yang dituangkan dalam
GBHN dan repelita (rencana pembangunan lima tahun). Namun dalam
perjalanannya, terdapat berbagai penyimpangan dalam melaksanakan
demokrasi dan program-program strategis nasional, di antaranya sebagai
berikut:
a. Munculnya ambisi penguasa Orde Baru untuk menguasai seluruh
sendi-sendi kehidupan negara.
b. Kekuasaan Orde Baru menjadi otoriter, namun seolah-olah
dilaksanakan secara demokratis.
c. Penafsiran pasal-pasal UUD 1945 tidak dilaksanakan sesuai dengan isi
yang tertuang dalam UUD tersebut, melainkan dimanipulasi demi
kepentingan sang penguasa. Bahkan, Pancasila pun diperalat demi
legitimasi kekuasaan.
d. Dalam UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD;
UU tentang Partai Politik dan Golongan Karya; serta UU tentang
Pemilihan Umum, posisi presiden terlihat sangat dominan. Dengan
paket UU tersebut, praktis secara politis kekuasaan legislatif berada di
bawah presiden.
e. Hak asasi rakyat sangat dibatasi serta dikekang demi kekuasaan.
f. Korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela dan membudaya.
g. Pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang yang dekat
dengan penguasa yang berakibat kesenjangan semakin melebar dan
utang luar negeri semakin menggunung, yang puncaknya adalah
terjadinya krisis ekonomi dan krisis multidimensi.
Lambat laun, berbagai penyimpangan tersebut membuat rakyat jenuh dan
pada akhirnya munculah berbagai protes dan gerakan dari
masyarakat―yang dipelopori mahasiswa―untuk menentang berbagai
penyimpangan tersebut. Puncaknya adalah di tahun 1998, dimana rakyat
dan mahasiswa bersatu melawan kesewenang-wenangan Orde Baru.
Kesatuan tersebut pada akhirnya mampu meruntuhkan Orde Baru yang
ditandai dengan lengsernya Soeharto dari kursi Presiden RI.

4. Masa Republik Indonesia IV, Demokrasi Pancasila era Reformasi


Berakhirnya masa Orde Baru, melahirkan era maru yang disebut
dengan era reformasi. Awal gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya
Soeharto dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh wakil presidennya,
B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Demokrasi yang dikembangkan
pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan
mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Masa reformasi berusaha
membangun kembali kehidupan yang demokratis dengan mengeluarkan
peraturan perundang-undangan, antara lain:
a. Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok
Reformasi.
b. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR tentang
Referendum.
c. Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
d. Ketetapan MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa
Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI.
e. Amandemen UUD 1945 yang sudah sampai amandemen I, II, III, dan
IV. Amandemen terhadap UUD 1945 ini agar segala muatan dalam
UUD 1945 lebih sesuai dengan tuntutan jaman.
Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada era reformasi ini, telah
banyak memberikan ruang gerak kepada partai politik maupun lembaga
negara (DPR) untuk mengawasi pemerintahan secara kritis, dan
dibenarkan untuk berunjuk rasa, beroposisi, maupun optimalisasi hak-hak
DPR seperti hak bertanya, interpelasi, inisiatif dan amandemen. Selain itu,
era reformasi juga memperbaiki sistem pemilu yang hasilnya sebagai
berikut; a) banyaknya partai politik peserta pemilu, b) pemilu untuk
memilih presiden dan wakil presiden dilaksanakan secara langsung, c)
pemilu untuk memilih wakil-wakil rakyat yang ada di DPR, DPD, dan
MPR., d) pelaksanaan pemilu berdasarkan asas luber dan jurdil, e)
pemilihan kepala daerah secara langsung, dan f) kebebasan dan
keterbukaan dalam penyampaian aspirasi.

Urgensi dan Makna Pendidikan Demokrasi


Latar belakang pendidikan demokrasi dapat dilacak sejak awal munculnya
konsep demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang muncul di Athena pada abad
ke-5 SM. Di Athena, pendidikan demokrasi menjadi bagian yang penting dari
kehidupan politik dan sosial. Orang-orang Athena percaya bahwa pendidikan
adalah kunci untuk membangun masyarakat yang demokratis, dan bahwa warga
negara yang terdidik adalah syarat penting untuk mempertahankan sistem
demokrasi (Kaelan, 2009). Pendekatan pendidikan demokrasi di Athena sangat
berbeda dengan apa yang kita kenal hari ini. Warga negara di Athena dididik
melalui diskusi dan debat yang intensif, dan mereka diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam proses politik dan membuat keputusan secara kolektif.
Kemudian, pada abad ke-18, pemikir-pemikir dari Eropa Barat memperkenalkan
gagasan-gagasan tentang demokrasi yang modern sebagai bagian penting dari
kewarganegaraan yang bertanggung jawab, yang melibatkan pengetahuan tentang
sistem politik dan hak-hak dasar, serta keterampilan untuk berpartisipasi dalam
proses politik dan sosial.
Pada abad ke-20, pendidikan demokrasi semakin penting di banyak negara
di seluruh dunia. Hal ini terkait dengan berkembangnya sistem pemerintahan
demokratis dan semakin terbuka dan inklusifnya masyarakat. Pendidikan
demokrasi menjadi penting untuk memastikan bahwa semua warga negara
memahami hak-hak mereka, dan memiliki keterampilan untuk berpartisipasi
secara aktif dalam proses politik dan mempengaruhi kebijakan publik. Pendidikan
demokrasi merujuk pada upaya untuk memperkenalkan, mendidik, dan
mengembangkan pemahaman tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi,
serta keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjadi warga negara
yang aktif dan bertanggung jawab di dalamnya.
Pendidikan demokrasi adalah suatu upaya untuk membentuk warga negara
yang demokratis, yang memiliki kesadaran dan kemampuan untuk berpartisipasi
secara aktif dalam kehidupan demokrasi. Oleh karena itu, penting bagi pendidikan
demokrasi untuk diajarkan dari sekolah dan disebarkan ke masyarakat. Berikut
adalah beberapa alasan mengapa pendidikan demokrasi dari sekolah ke
masyarakat sangat penting (Bakry, 2014):
1. Membentuk warga negara yang aktif dan berpartisipasi. Dengan
mempelajari nilai-nilai demokrasi seperti kebebasan berbicara, hak untuk
memilih, dan partisipasi dalam proses keputusan publik, siswa dapat lebih
terampil dan percaya diri untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
2. Mendorong pemahaman dan toleransi terhadap perbedaan. Dalam
demokrasi, semua pendapat dihargai serta dianggap sama pentingnya, dan
pendidikan demokrasi dapat membantu siswa memahami pentingnya nilai-
nilai ini. Hal tersebut akan membantu mengurangi ketegangan sosial dan
meningkatkan kerjasama antar kelompok.
3. Membantu melindungi hak asasi manusia. Dalam sistem demokrasi, hak
asasi manusia dilindungi oleh hukum dan lembaga-lembaga demokrasi.
Oleh karena itu, pendidikan demokrasi sangat penting dalam memastikan
bahwa semua warga negara memahami hak asasi manusia dan bekerja
sama untuk melindunginya.
4. Membangun sistem politik yang lebih baik. Dalam sistem demokrasi,
warga negara memiliki kekuatan untuk memilih pemimpin dan
mempengaruhi kebijakan publik. Oleh karena itu, jika warga negara
memiliki pengetahuan yang cukup tentang kebijakan publik dan proses
politik, mereka dapat memilih pemimpin yang baik dan membuat
keputusan yang lebih baik bagi masyarakat.
5. Membantu menjaga stabilitas politik. Dalam sistem demokrasi, keputusan
dibuat melalui proses politik yang transparan dan adil. Oleh karena itu,
jika warga negara memiliki pemahaman yang baik tentang proses politik,
mereka akan lebih memahami pentingnya menyelesaikan perbedaan secara
damai dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama.

Kesimpulan
Demokrasi di Indonesia berkembang seiring dengan pergolakan politik
yang terjadi setelah kemerdekaan. Perubahan-perubahan konsep demokrasi terjadi
mulai dari demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, hingga demokrasi
presidensiil. Namun, pada dasarnya, peranan pemerintahan dalam menjalankan
demokrasi masih sangat dominan. Sebab, dalam UUD 1945 beserta
amandemennya, masih nampak kekuasaan pemerintahan tetap lebih besar
dibanding kekuasaan lainnya. UUD 1945 beserta amandemen perlu lebih
disempurnakan, karena di satu sisi menganut sistem pemerintahan presidensiil,
namun di sisi lain menganut sistem demokrasi parlementer. Perlu ditinjau kembali
besarnya kekuasaan pemerintahan dalam mewujudkan demokrasi.

Pendidikan demokrasi dapat membantu menjaga stabilitas politik. Dalam


sistem demokrasi, keputusan dibuat melalui proses politik yang transparan dan
adil. Oleh karena itu, jika warga negara memiliki pemahaman yang baik tentang
proses politik, mereka akan lebih memahami pentingnya menyelesaikan
perbedaan secara damai dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama.
Sementara dalam mengembangkan partisipasi masyarakat dalam sistem
demokrasi, penting untuk memastikan bahwa kepentingan semua kelompok
masyarakat terwakili dan bahwa partisipasi masyarakat dilakukan secara inklusif.
Partisipasi masyarakat dalam bernegara sangat penting dalam membangun suatu
negara yang demokratis.
DAFTAR PUSTAKA

Sulisworo, Dwi, Tri Wahyuningsih, dan Dikdik Baegaqi Arif. 2012. Demokrasi.
Bahan Ajar. Dapat ditemukan di:
http://eprints.uad.ac.id/9437/1/DEMOKRASI%20dwi.pdf (diakses pada
11 April 2023)

Irawan, Benny Bambang. 2017. Perkembangan Demokrasi di Negara Indonesia.


Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat. 5(1): 54―64. Dapat ditemukan
di: https://core.ac.uk/download/249338105.pdf (diakses pada 11 April
2023)

Sunarso dan Ibnu Santoso (Ed.). 2015. Membedah Demokrasi (Sejarah, Konsep,
dan Implementasinya di Indonesia). Yogyakarta: UNY Press. Dapat
ditemukan di:
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655980/lainlain/Membedah
%20Demokrasi%20FULL-%20Sunarso.pdf (diakses pada 11 April 2023)

Prabowo, Nurhadi. 2023. Urgensi Pendidikan Demokrasi dalam Peningkatan


Partisipasi Masyarakat. Edu Society: Jurnal Pendidikan, Ilmu Sosial, dan
Pengabdian kepada Masyarakat. 3(1): 865―871. Dapat ditemukan di:
https://jurnal.permapendis-sumut.org/index.php/edusociety/article/
download/311/219 (diakses pada 11 April 2023)

Anda mungkin juga menyukai