NIM : 20129264 Mata Pelajaran : HAM dan Kebhinekaan
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
A. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Secara konseptual pemikiran yang berkembang di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran demokrasi diluar Indonesia, khususnya pemikiran demokrasi yang dikembangkan oleh elit intelektual pada masa pergerakan dan sesudahnya. Akan tetapi, disebabkan nusantara ini terdiri dari daerah-daerah kerajaan, seringkali corak pemerintahan yang ditampilkan tak mendasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi. Soekarno dan Muhammad Hatta pada 17 Agustus 1945 sebagai negara yang merdeka, Indonesia menegaskan pilihannya menjadi negara kebangsaan (nation state) yang demokratis dan ingin terus bersatu. Rumusan yang menyangkut demokratisasi dan persatuan itu ditemukan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dilakukakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”, dan ayat 2 yang berbunyi “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Ini mengandung pengertian bahwa dalam negara kesatuan yang berbentuk republik itu kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Budiarjo sebagaimana dikutip dari Demokrasi, Sejarah, Praktek dan Dinamika pemikiran, menyebutkan bahwa perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut, dan perkembangan itu dapat dibagi ke dalam tiga masa yakni: 1. Masa Republik Indonesia I, yaitu masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peran parlemen dan parta-partai. Masa ini sering disebut sebagai demokrasi parlementer. 2. Masa Republik Indonesia II, yaitu masa demokrasi terpimpin yang muncul sebagai dampak dari konflik politik berkepanjangan dari demokrasi parlementer. 3. Masa Republik Indonesia III, yaitu masa dimana demokrasi pancasila diterapkan, baik yang secara faktual menyimpang dari rumusan pancasila itu sendiri ataupun yang secara ideal tetap diwacanakan. Pembentukan negara demokrasi Indonesia sangat dipengaruhi oleh ide tria politika Montesquieu yang membagi kekuasaan-kekuasaan negara ke dalam tiga poros yakni 1. Kekuasaan legislatif (pembuat Undang-Undang) 2. Kekuasaan eksekutif (pemerintah, pelaksa Undang-Undang) 3. Kekuasaan yudikatif (peradilan, kehakiman) Dalam penafsiran penyelenggaraan pemerintahan teori ini memunculkan tiga macam sistem yaitu. 1. Sistem Presidential 2. Sistem parlamenter 3. Sistem referendum
Perkembangan demokrasi di Indonesia dilihat dari segi waktu dibagi dalam empat periode, yaitu:
1. Demokrasi periode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Parlementer. Sistem demokrasi parlementer mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di proklamirkan dan mulai diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan 1950, ternyata sistem demokrasi parlementer ini kurang cocok untuk Indonesia, meskipun dapat berjalan secara memuaskan pada beberapa negara Asia lain. Undang-Undang Dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari Presiden beserta Menteri-Menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai-partai politik setiap kabinet berdasarkan kondisi yang berkisar pada satu atau dua partai besar dan beberapa partai kecil. 2. Demokrasi periode 1959-1965 Ciri sistem politik pada periode ini adalah dominasi peranan presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Dalam praktik pemerintahan, pada periode ini telah banyak melakukan distrosi terhadap praktik demokrasi. Dekrit Presiden 5 Juli dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik yang terjadi dalam sidang konstituante merupakan salah satu bentuk penyimpangan praktik demokrasi. Begitu pula dalam UndangUndang Dasar 1945 telah ditegaskan bahwa bagi seorang presiden dapat bertahan sekurang-kurangnya selama lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengatakan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun. Banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan pada praktik demokrasi, terutama pada bidang eksekutif. Misalnya Presiden diberi wewenang untuk campur tangan di bidang yudikatif. 3. Demokrasi periode 1965-1998 Periode pemerintahan ini muncul setelah gagalnya G30SPKI. Landasan formil periode ini adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, serta ketetapan MPRS. Semangat yang mendasari lahirnya periode ini adalah ingin mengembalikan dan memurnikan pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara konsekuen dan murni. Untuk meluruskann dari penyelewangan terhadap Undang-Undang Dasar yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin, kita telah mengadakan tindakan korektif. Ketetapan MPPS Nomor III/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidap untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan Presiden kembali menjadi selektif selama limaPada periode ini praktik demokrasi di Indonesia senantiasa mengacu pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Maka dari itu demokrasi pada masa ini disebut dengan Demokrasi Pancasila. Karena dalam demokrasi pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi, karena rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. 4. Demokrasi di era reformasi Pelaksanaan demokrasi di era reformasi pada tahun 1998 sampai sekarang ditandai dengan lengsernya presiden terdahulu, Soeharto yang menjabat sebagai presiden sekitar 32 tahun. Demokrasi Indonesia era reformasi memosisikan fondasi yang kuat bagi penyelenggaraan demokrasi Indonesia di masa selanjutnya. Ditemukan berbagai indeks penyelenggaraan demokrasi di Indonesia, yaitu diberikannya kebebasan pers sebagai ruang terbuka untuk ikut terlibat dalam urusan kenegaraan dan berlakunya sistem multipartai, diberlakukannya ini nampak pada Pemilu tahun 1999. Di era ini rakyat berpeluang untuk bersatu dan berkumpul sesuai paham ideologi dan aspirasi politiknya (Purnamawati, 2020: 257-258).