Anda di halaman 1dari 7

Tugas Negara Hukum dan Demokrasi

Jeanette Wen
120120247
KP D

Menjelaskan tentang demokrasi di Indonesia ada dibagi dalam beberapa periode, yaitu :
1. Demokrasi periode 1945-1959
2. Demokrasi periode 1959-1965
3. Demokrasi periode 1965-1998
4. Demokrasi periode 1998-sekarang

Demokrasi periode 1945-1959 ( Parlementer)


Demokrasi juga dapat di artikan sebagai seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta
praktik dan prosedurnya. Negara yang menganut sistem demokrasi akan memberikan kebebasan
untuk warga negaranya menyampaikan pendapat. Demokrasi periode 1945-1959 merupakan
demokrasi indonesia pada masa parlementer dalam masa demokrasi parlementer ini menimbulkan
pemusatan kekuasaan di tangan presiden, menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan
terhadap pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

a. Presiden mengangkat anggota MPRS berdasarkan penetapan Presiden No. 2 tahun 1959.
b. Presiden membubarkan DPR pada tanggal 5 Maret 1960 dikarenakan DPR tidak menyetujui
RAPBN yang diajukan pada tahun 1960, dan presiden membentuk DPR-GR pada 24 Juni 1960.
c. Presiden melakukan pengintegrasian lembaga-lembaga negara berdasarkan Penetapan Presiden
No. 94 tahun 1962, dan Presiden tanggal 6 Maret 1962, yaitu Ketua MPRS, DPR-GR, DPA
mendapatkan kedudukan sebagai menteri.
d. Pengangkatan Presiden seumur hidup melalui Tap. MPRS No.III/1963.
e. Penyimpangan politik luar negeri, di mana Indonesia hanya bekerja sama dengan negara
sosialis-komunis dan melakukan konfrontasi dengan hampir semua negara Barat.
f. Presiden membubarkan partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia yang sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila akan tetapi memberikan kesempatan berkembangnya Partai Komunis Indonesia
yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Penyimpangan di atas ini membuat stabilitas politik dan kehidupan ketatanegaraan tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan
diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan 1950. Banyak para
ahli menilai bahwa demokrasi parlementer kurang cocok untuk Indonesia. Karena lemahnya benih-
benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan
Dewan Perwakilan Rakyat. Faktor-faktor semacam ini, ditambah dengan tidak memiliki anggota-
anggota partai yang tergabung dalam konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar
Negara untuk undang-undang dasar baru. Kondisi tersebut akhirnya mendorong Ir. Soekarno
sebagai presiden untuk mengeluarkan dekrit 5 juli yang menentukan berlakunya kembali UUD
1945. Dengan demikian demokrasi parlementer di Indonesia berakhir.

Demokrasi periode 1959-1965 ( Terpimpin)


Demokrasi periode 1959-1965 pada masa ini merupakan periode demokrasi terpimpin yang mana
telah menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari
demokrasi rakyat. Masa ini kuat ditandai dengan dominasi presiden, Demokrasi terpimpin adalah
sebuah sistem demokrasi yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara,
kala itu Presiden Soekarno. Adanya dekrit presiden membuat erea demokrasi parlementer berakhir
yang kemudian berdampak besar bagi kehidupan politik nasional. Adanya dekrit presiden 1969
membawa era baru bagi demokrasi dan pemerintahan Indonesia. Presiden Soekarno menyebut
konsep demokrasi ini dengan sebutan demokrasi terpimpin yang di mana konsep ini memiliki arti
dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Demokrasi terpimpin
ini merupakan pembalikan total dari proses politik yang pernah berjalan pada saat penyelenggaraan
demokrasi parlementer. UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan
selama sekurang-kurangnya lima tahun. Namun ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir.
Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun ini yang
ditentukan oleh Undang-Undang Dasar.

Selain itu, banyak sekali tindakan yang menyimpang atau menyeleweng terhadap ketentuan-
ketentuan Undang-Undang Dasar seperti pada tahun 1960 Ir. Soekarno sebagai presiden
membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum. Padahal dalam penjelasan UUD
1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat
demikian. Berakhirnya pemerintahan Soekarno menjadi akhir dari berlakunya demokrasi terpimpin
di Indonesia, yang kemudian digantikan dengan demokrasi pancasila.
Demokrasi periode 1965-1998 (Orde Baru)
Pada Demokrasi periode 1965-1998 merupakan masa periode demokrasi Pancasila ( era orde baru)
Demokrasi pancasila merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
Landasan formal periode ini adalah pancasila, UUD 1945, dan Tap MPRS/MPR dalam rangka
meluruskan penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin.
Namun, dalam perkembangannya peran presiden justru semakin dominan terhadap lembaga-
lembaga Negara yang lain. Melihat praktik demokrasi pada masa ini, nama pancasila hanya
digunakan sebagai legitimasi politik penguasa pada saat itu. Sebab kenyataannya yang dilaksanakan
tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Demokrasi Pancasila pada era Orde Baru kerap ditandai dengan dominasi peran ABRI, Birokratisasi
dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pengebirian peran dan fungsi partai politik, campur
tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik, masa mengambang,
monolitisasi ideologi negara, inkorporasi lembaga non pemerintah. Pemerintahan Orde Baru sendiri
berakhir pada tahun 1998 setelah Soeharto dilengserkan oleh rakyatnya pada Mei 1998.

Demokrasi periode 1998-sekarang era (Reformasi)


Demokrasi periode 1998-sekarang Setelah Orde Baru berakhir, Indonesia mulai memasuki era
Reformasi di mana pemerintah Habibie mulai menjalankan demokrasi dengan menyuburkan
kembali alam demokrasi di Indonesia dengan jalan kebebasan pers dan kebebasan berbicara.
Keduanya dapat berfungsi sebagai check and balances serta memberikan kritik supaya kekuasaan
yang dijalankan tidak menyeleweng terlalu jauh. Dalam perkembangannya demokrasi di Indonesia
setelah rezim Habibie diteruskan oleh presiden Abdurahman Wahid sampai dengan Pemerintahan
Joko Widodo. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru pada
akhirnya membawa Indonesia pada krisis multidimensi yang diawali dengan badai krisis moneter
yang tidak kunjung reda. Krisis moneter tersebut membawa akibat pada terjadinya krisis politik,
tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah begitu kecil. Tidak hanya itu, kerusuhan-kerusuhan
terjadi hampir di semua belahan bumi Nusantara ini. Akibatnya bisa ditebak, pemerintahan Orde
Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto (meskipun kembali terpilih dalam Sidang Umum MPR
bulan Maret tahun 1998) terperosok ke dalam kondisi yang diliputi oleh berbagai tekanan politik,
baik dari luar maupun dalam negeri. Dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat, secara
terbuka meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden. Dari dalam negeri,
timbul gerakan massa yang dimotori oleh mahasiswa menuntut Presiden Soeharto mundur dari
jabatannya

Akhirnya pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto bertempat di Istana Merdeka
Jakarta menyatakan berhenti sebagai Presiden dan dengan menggunakan pasal 8 UUD 1945,
Presiden Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden Habibie disumpah sebagai penggantinya di
hadapan Mahkamah Agung. DPR tidak dapat berfungsi karena gedungnya diambil alih oleh
mahasiswa. Saat itu, kepemimpinan nasional segera beralih dari Soeharto ke Habibie. Hal ini
merupakan jalan baru demi terbukanya proses demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi oleh
kontroversi tentang status hukumnya, pemerintahan Presiden Habibie mampu bertahan selama satu
tahun. Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR-MPR hasil Pemilu
1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi
yang lain. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:

• Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi


• Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
• Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
• Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
RI
• Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV

Pelaksanaan demokrasi yang sangat penting pada masa reformasi ini adalah adanya amandemen
terhadap UUD 1945, Amandemen UUD 1945 dimaksudkan untuk mengubah dan memperbaharui
konstitusi Negara agar sesuai dengan prinsip-prinsip Negara demokrasi. Proses amandemen
terhadap UUD 1945 adalah:
• Amandemen pertama tahun 1999
• Amandemen kedua tahun 2000
• Amandemen ketiga tahun 2001.
• Amandemen keempat tahun 2002.

Perubahan UUD 1945, selain mengubah norma-norma yang memungkinkan prinsip-prinsip negara
hukum dapat diwujudkan, juga mengubah norma-norma demokrasi agar demokrasi prosedural dan
demokrasi substantif juga dapat diwujudkan. Kalau diperhatikan secara menyeluruh, materi
perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat UUD 1945 meliputi:
• Mempertegas pembatasan kekuasaan presiden dimana jika sebelum perubahan, UUD 1945
memberikan kekuasaan kepada lembaga kepresidenan begitu besar (executive heavy), yang
meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif sekaligus, kini kekuasaan presiden terbatas
pada kekuasaan eksekutif saja;
• Mempertegas ide pembatasan kekuasaan lembaga negara, yang terlihat dalam pengaturan tentang
kewenangan lembaga negara yang lebih terinci;
• Menghapus keberadaan lembaga negara tertentu (DPA) dan membentuk lembaga-lembaga negara
yang baru seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bank Sentral;
• Mempertegas dan mem perinci jaminan terhadap perlindungan HAM warga negara;
• Mempertegas dianutnya teori kedaulatan rakyat, yang selama ini lebih terkesan menganut teori
kedaulatan negara. Hal ini terlihat dari dihapusnya klaim politik bahwa MPR adalah “pemegang
kedaulatan rakyat sepenuhnya”, dimaksudkannya konsep pemilihan umum dalam mengisi jabatan
anggota DPR, DPD dan DPRD serta digunakannya sistem pemilihan langsung oleh rakyat untuk
mengisi jabatan presiden dan wakil presiden, serta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
Secara spesifik, amandemen konstitusi Indonesia menghasilkan sejumlah desain baru format
kenegaraan sebagai berikut:
• Presiden dan wakil presiden dipilih melalui pemilu langsung oleh rakyat, sedangkan kewenangan
MPR hanya sebatas melantik presiden dan wakil presiden terpilih saja. Oleh karena itu. Masing-
masing lembaga negara sama-sama memiliki legitimasi politik yang kuat dan bertanggung jawab
langsung kepada pemegang kedaulatan asli yaitu rakyat.
• Kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh berbagai lembaga negara sesuai dengan bidang tugasnya
masing-masing menurut konstitusi UUD 1945. Hal ini terlihat dari adanya pembagian tugas
masing-masing lembaga negara yang makin jelas dan terperinci sehingga menghindari terjadinya
tumpang tindih dan intervensi kewenangan antarlembaga negara. Presiden memegang kekuasaan
menjalankan pemerintahan. DPR dan DPD dapat mengawasi jalannya pemerintahan yang
dilaksanakan oleh presiden dan kabinetnya dan lembaga peradilan dalam hal ini MA dan MK
memiliki wewenang melakukan kontrol yuridis lewat judicial reviebaik terhadap kebijakan yang
diambil oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif maupun terhadap kebijakan yang
dibuat oleh DPR berupa produk undang-undang, yaitu eksekutif, legislatif dan yudisial.
• Adanya jaminan terciptanya stabilitas jalannya pemerintahan karena jabatan presiden dibatasi
dalam masa jabatan lima tahun dan hanya dapat diberhentikan oleh MPR dalam kondisi tertentu
saja berdasarkan UUD, serta melalui mekanisme hukum, yaitu pembuktian hukum oleh MK.
Dengan demikian, presiden tidak dapat diusulkan oleh DPR untuk diberhentikan semata-mata
karena alasan konflik politik. Demikian pula presiden dilarang untuk membekukan dan/atau
membubarkan DPR.

Perubahan terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali, sebagaimana telah disebutkan diatas
mempertegas dua hal kerangka hukum dasar demokrasi sekaligus, yaitu demokrasi prosedural
berupa ditetapkannya prosedur dan mekanisme penentuan puncak jabatan politik eksekutif baik
nasional maupun daerah melalui pemilu langsung oleh rakyat. Perubahan ini menempatkan warga
negara sebagai subyek hukum yang memiliki makna dan nilai politik serta hukum sekaligus dalam
penentuan jabatan-jabatan politik.

Indikator Pelaksanaan Demokrasi 1998-Sekarang


Dalam masa pemerintahan Presiden Habibie inilah muncul beberapa indikator pelaksanaan
demokrasi di Indonesia.
• Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi
dalam berbangsa dan bernegara.
• Kedua, diberlakukannya sistem multipartai dalam pemilu tahun 1999. Habibie dalam hal ini
sebagai Presiden Republik Indonesia membuka kesempatan kepada rakyat untuk berserikat
dan berkumpul sesuai dengan ideologi dan aspirasi politiknya.
Dua hal yang dilakukan Presiden Habibie di atas merupakan fondasi yang kuat bagi pelaksanaan
demokrasi Indonesia pada masa selanjutnya.
Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era reformasi ini adalah Demokrasi Pancasila. Tentu
saja dengan karakteristik yang berbeda dengan Orde Baru dan sedikit mirip dengan demokrasi
parlementer tahun 1950-1959.
• Pertama, pemilu yang dilaksanakan jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya. Sistem
pemilu yang terus berkembang memberikan jalan bagi rakyat untuk menggunakan hak
politiknya dalam pemilu, bahkan puncaknya pada tahun 2004 rakyat dapat langsung
memilih wakilnya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presiden pun dipilih secara
langsung. Tidak hanya itu, mulai tahun 2005 kepala daerah pun (gubernur dan bupati/
walikota) dipilih langsung oleh rakyat.
• Kedua, rotasi kekuasaan dilaksanakan mulai dari pemerintah pusat sampai pada tingkat
desa.
• Ketiga, pola rekrutmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.
Setiap warga negara yang mampu dan memenuhi syarat dapat menduduki jabatan politik
tersebut tanpa adanya diskriminasi. Keempat, sebagian besar hak dasar rakyat dapat terjamin
seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers, dan sebagainya.

Kondisi demokrasi Indonesia saat ini dapat diibaratkan sedang menuju ke arah kesempurnaan. Akan
tetapi jalan terjal menuju itu tentu saja selalu menghadang. Tugas kita adalah mengawal demokrasi
ini supaya teraplikasikan dalam seluruh aspek kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai