Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perjalanan sitem politik di Indonesia banyak bukti menunjukan
bahwa UUD tidak dapat dijadikan pegangan dalam sistem pilitik maupun
penegakan hukum. Telah terjadi empat periode pemerintahan masa
Kemerdekaan (1945-1959), era Demokrasi Terpimpin (1959-1966), masa
Orde Baru (1966-1998) dan era Reformasi (1998-Sekarang). Pada saat
kemerdekaan dulu berlaku tiga macam UUD(1945, RIS dan 1950) namun
dalam prosesnya sitem demokrasi dan hukum dapat ditegakan. Dekrit
presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku dan dinyatakan
penggunaan sistem Demokrasi Terpimpin, namun yang berlaku sistem
otoritarian (Hatta, Demokrasi Kita, 1960). Kemudian beralih pada masa
Demokrasi Orde Baru 1966. Rakyat dan pemerintah bekerjasama
menjalankan pemerintahan yang demokratis dan menegakan hukum
dengan semboyan kembali ke UUD 1945 dengan murni dan konsekuen.
Kemudian belangsung Era Reformasi yang diawali perubahan mendadak
dari sistem politik otoriter ke sistem demokrasi. Pada saat pergantian
kepemimpinan di bawah presiden BJ Habibie, sistem demokrasi berubah
180 derajat. Kebebasan membentuk partai politik, Lembaga-lembaga
perwakilan bebas berbicara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana terjadinya Demokrasi Liberal di Indonesia itu
berlangsung sampai berakhirnya Demokrasi Liberal?
2. Apa yang melatar belakangi berlangsungnya Demokrasi Liberal?
3. Bagaimana proses Demokrasi Terpimpin belangsung di Indonesia
sampai berakhirnya Demokrasi Terpimpin?
4. Apa yamg melatarbelakangi munculnya Demokrasi Terpimpin?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memberikan pemahaman kepada
para pembaca mengenai proses pergantian sitem politik di Indonesia.
2. Dapat membantu untuk pembaca untuk mendapatkan informasi dari
berbagai sumber.
3. Dapat memberikan informasi kepada pembaca perbedaan dalam
pelaksanaan demokrasi liberal dan terpimpin.
1.4 Manfaat Penulisan
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa atau
pembaca tentang proses pergantian sistem politik di Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Demokrasi di Indonesia


Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan di mana rakyat
memegang kedaulatan tertinggi dengan sistem langsung maupun
perwakilan. Sistem demokrasi pertama kali diterapkan di Yunani kuno
tepatnya oleh negara Kota (polis) Athena. Secara etimologi, demokrasi
berarti pemerintahan oleh rakyat. Ada dua jenis demokrasi langsung,
semua warga negara berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan
keputusan, sedangkan pada demokrasi perwakilan, rakyat memilih wakil-
wakilnya di suatu lembaga perwakilan rakyat. Sistem demokrasi banyak
dianut oleh negara dengan bentuk pemerintahan republik, baik berupa
pemerintahan presidensial maupun parlementer. Salah satu pilar demokrasi
Adalah adanya prinsip terus politika, yang membagi kekuasaan menjadi
tiga, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kesejajaran dan
independensi di antara keduanya bersifat saling mengontrol (check and
balance).
Diawali dengan kemenangan negara-negara sekutu yang terdiri atas
Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa barat daya terhadap negara-
negara fasis seperti Jerman, Italia, dan Jepang pada petang dunia ke dua
(1945). Kemudian disusul dengan ketinggian ini Soviet pada awal abad ke
20, paham demokrasi ini secara perlahan mulai mendominasi tata
kehidupan masyarakat di dunia. Hingga awal abad ke 21 suatu bangsa akan
mendapat pengakuan sebagai negara yang beradap jika negara tersebut
dapat menerima dan menerapkan demokrasi sebagai landasan di dalam
mengatur tata negara.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi
demokrasi, bahkan untuk kawasan Asia Tenggara dianggap sebagai negara
yang terbaik dalam menjalankan demokrasi. Sebagai mana kita telah
Pahami terhadap dua macam bentuk demokrasi, yaitu demokrasi langsung
dan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Sejak
kemerdekaan masa orde baru, Indonesia menganut paham demokrasi
perwakilan.
Ketika kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan para pendiri
bangsa (the founding father) melalui undang-undang dasar 1945
menetapkan bahwa negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) menganut
paham demokrasi dalam tata pemerintahannya. Dalam pemerintahan
demokrasi kekuasaan yang tertinggi berada pada tangan rakyat, yang
kemudian diserahkan para perwakilannya di majelis permusyawaratan

2
rakyat (MPR). hal inilah yang kemudian disebut dengan demokrasi
perwakilan atau demokrasi tidak langsung (repsentative democracy)
Mengapa para pendiri bangsa ketika itu menetapkan paham demokrasi
didalam sistem pemerintahan NKRI? Hal ini tidak terlepas dari pengaruh
para pendiri bangsa yang duduk di BPUPKI yang pernah mengikuti
pendidikan sistem Barat, Belanda (Eropa Barat) diantaranya Moh. Hatta,
Mr. Soepomo, dan Mr, Muh. Yamin. Dinegara ini, sudah cukup mengenal
paham demokrasi yang berkembang pesat dan didorong oleh sebuah
kenyataan bahwa Negara-negara yang menganut demokrasi tersebut telah
banyak yang berhasil muncul sebagai pemenang dalam Perang Dunia II.
Pada 1950, dibawah pemerintahan soekarno, Indonesia kemudian
memberlakukan UUD sementara, yang berdampak pada penerapan model
demokrasi parlementer murni atau demorasi liberal. Penerapan demorasi
liberal ini tidak memberikan perubahan yang lebih baik tetapi mengarah
kepada munculnya ketidak stabilan politik, bahkan berdampak pada
instabilitas dalam pemerintahan.
Pemberlakuan kembali pada UUD 1945 berdampak pada
ditetapkannya Demokrasi Terpimpin yang kemudian dinyatakan sebagai
sistem demokrasi yang sesuai dengan ideology Negara, yaitu Pancasila.
Paham integralistik yang lebih mengedepankan keserasian hubungan antara
rakyat dan Negara. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat sejumlah
penyimpangan. Akibatnya pada 1965 kehidupan Negara kembali terancam
oleh adanya konflik politik dan ideology yang berujung pada peristiwa
Gerakan 30 September 1965. Sebuah tragedi nasional berlatar konflik dan
pertentangan ideologi yang berjalan cukup lama dan memakan banyak
korban jiwa. Dalam hal ini Partai Komunis Indonesia-lah yang dianggap
sebagai dalang peristiwa. Peristiwa ini pula yang kemudian mengakhiri
pemerintahan Presiden Soekarno yang telah menjabat sebagai presiden
Indonesia sejak 1945.
Penggantinya adalah Soeharto kemudian menetapkan model demokrasi
yang hampir sama, yaitu demorasi Pancasila yang menekankan kepada
pentingnya musyawarah untuk mufakat. Demorasi inilah akhirnya yang
dianggap paling sesuai dengan ideology Negara yaitu Pancasila.
Demokrasi Pancasila ala Soeharto memang bertahan cukup lama
sekitar 32 tahun dan baru berakhir ketika Soeharto tidak lagi menjadi
presiden pada 21 Mei 1998. Berhentinya Presiden Soeharto banyak
meninggalkan sejumlah persoalan, seperti kehidupan kenegaraan yang
tidak stabil dan krisis yang terjadi dalam berbagai bidang, setelah
pemerintahan Soeharto berakhir, digantikan oleh pemerintahan Revormasi
yang tidak lagi menerapkan sistem demokrasi perwakilan karena para

3
presiden sesudah Soeharto pada masa ini dipilih secara langsung oleh
rakyat.

B. perkembangan politik dan ekonomi (1945-1965)

1. pelaksanaan demokrasi masa perjuangan (1945-1950)


Masa awal kemerdekaan negara belum dapat mengatur sistem
pemerintahan dengan sempurna. Negara masih menghadapi tantangan dan
hambatan yang seringkali berujung pada terjadinya konflik bersenjata.
Ada hambatan dan tantangan yang berasal dari luar negeri, seperti
kedatangan tentara sekutu yang akan mengambil alih kekuasaan Jepang di
Indonesia, keinginan Belanda untuk tetap berkuasa di Indonesia. Ada pula
tantangan yang muncul dari dalam negeri sendiri seperti revolusi fisik
berupa pemberontakan. Hal ini berkaitan ketidakpuasan terhadap kebijakan
pemerintah pusat ysng muncul secara sporadis di beberapa wilayah di
Indonesia dan ingin memisahkan diri dari NKRI.
Namun demikian untuk memenuhi kelengkapan negara dan sesuai dengan
sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945, dibentklah kabinet ini
diketuai oleh Presiden Soekarno dengan masa jabatan 4 September 14
November 1945.
Sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk maka segala kekuasaan
dijalankan oleh Presiden dengan di bantu oleh Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP). pemerintah mengeluarkan beberapa maklumat untuk
membatasi absolutisme seperti berikut ini.
Maklumat Wakil Presiden Nomor X 16 Oktober 1945 bahwa KNIP
berubah menjadi lembaga legislatif
Maklumat Pemerintah 3 November 1945 tentang pembentukan
partai-partai politik
Maklumat Pemerintah 14 November 1945 tentang perubahan sistem
pemerintahan parlementer .
Kabinet pertama tidak berlangsung lama, pada 14 November 1945
dibentuk kabinet republik Indonesia yang kedua yang dipimpin oleh Sutan
syahrir sebagai pedana menteri. Menjelang akhir 195 keamanan di Jakarta
semakin memburuk, tentara Belanda melakukan sejumlah aksi teror
terhadap masyarakat. Kedatangan pasukan marinir Belanda di pelabuhan
Tanjung Priok pada 30 Desember 1945 semakin memperparah situasi pada
saat itu. Mengingat situasi yang semakin memburuk itu Presiden dan wakil
Presiden memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan sementara
ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Sekalipun demikian , Perdana menteri
syahrir tetap berada di Jakarta untuk mempermudah hubungan dengan
dunia internasional untuk kepentingan perjuangan.

4
Akan tetapi, politik perundingan yang dijalankan pemerintahan RI tidak
dapat dukungan dari semua golongan. Akibatnya syahrir menyerahkan
mandatnya kembali kepada Presiden. Ketika pembentukan Kabinet
Republik Indoesia yang ketiga, Soekarno tetap menunjuk Sutan Syahrir
sebagai perdana menteri sehingga kabinetnya dinamakan kabinet syahrir II,
yang berakhir pada 2 Oktober 1946

Selanjutnya dibentuklah kabinet keempat yaitu Kabinet Syahrir III dengan


lama masa jabatan 2 Oktober 1946-3 Juli 1947. Pada tanggal yang sama
Presiden kemudian mengeluarkan Maklumat Nomor 6/1947. Isinya
menetapkan kekuasaan sepenuhnya berada di tangan Presiden. Melalui
maklumat tersebut akhirnya Kabinet Syahrir III masuk masa demisioner.
Selanjutnya pada 3 Juli 1947- 11 November 1947 dibentuk lagi kabinet
yang kelima dengan Amir Syarifuddin sebagai perdana menteri. Program
kabinet ini memang tidak pernah diumumkan karena masih melanjutkan
program-program dari kabinet sebelumnya.
Selanjutnya pada 11 November 1947 dibentuk kabinet keenam dengan
Amir Syarifuddin tetap pada posisi sebagai perdana menteri, demisioner
pada 29 Januari 1948 karena mundurnya 5 orang menteri dari partai
Masyumi. Kemudian dibentuk kembali kabinet yang ke-7 dengan
Mohammad Hatta sebagai perdana menteri. Kabinet ini pun berakhir pada
4 Agustus 1948. Kondisi politik ketika itu masih berada dalam bayang-
bayang ancaman perang dan konflik di dalam negeri.
Ketika Yogyakarta diserbu dan para pemimpin pemerintahan ditangkap,
dibentuklahn Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (DPRI) yang
berkedudukan di Bukittinggi. Kabinet PDRI kemudian dibentuk berdasar
Intruksi Presiden kepada Syafruddin Prawiranegara yang dikirim dari
Yogyakarta sesaat sebelum tentara Belanda menguasai Yogyakarta pada 19
Desember 1948. Kabinet PDRI dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara
dan berakhir pada 13 Juli 1949. Selanjutnya digantikan oleh kabinet ke-8
dengan Mohammad Hatta kembali sebagai perdana menteri. Program
Kabinet ini tidak pernah diumunkan, tetapi usaha-usaha dan kebijakannya
disesuaikan dengan kepentingan negara pada saat itu.
Pada 20 Desember 1949-21 Januari 1950 dibentuk kabinet ke-9 yang
dipimpin oleh Mr. Susanto Tirtoprodjo. Ia adalah seorang pimpinan kabinet
yang berperan penting dalam kabinet masa transisi dari RI ke RIS. Kabinet
ini dibentuk dan mulai bekerja ketika Perdana Menteri Mohammad Hatta
bersama dengan menteri-menterinya diangkat menjadi Kabinet Republik
Indonesia Serikat (RIS) pada 20 Desember 1949- 6 September 1950.
Kabinet ini sering juga disebut kabinet peralihan. Pada masa selanjutnya
yakni pada masa pemerintahan RIS dibentuk pula kabinet yang dipimpin

5
oleh Moh.Hatta, yang merupakan satu-satunya kabinet yang terbentuk pada
masa pemerintahan RIS.
Ketika Indonesia menjadi negara bagian dari RIS, dibentuk kabinet yang
dipimpin oleh dr. A. Halim. Kabinet ini bertugas dari 21 Januari-6
Sepetember 1950. Usia kabinet ini pun sangat singkat, mengingat
Indonesia kembali menjadi negara kesatuan pada September 1950.

2. Indonesia Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)

a. Kondisi Politik Masa Demokrasi Liberal

salah satu hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) telah membawa
kosekuensi kepada terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS),
sebagai sebuah negara federal. Akan tetapi pembentukan negara federal
yang di prakarsai oleh Belanda untuk melemahkan integrasi Indonesia
sebagai negara kesatuan tidak mendapat tempat dihati masyarakat
Indonesia. Banyak negara bagian yang menyatakan ingin kembali ke
negara kesatuan. Perdana menteri kabinet RIS, Mohammad Hatta
kemudian menyerahkan mandatnya kepada presiden Soekarno pada 15
Agustus 1950. 2 hari setelah itu Indonesia kembali menjadi negara
kesatuan. Masa revolusi fisik atau masa perjuangan harus segera
ditinggalkan,gangguan keamanan yang sekama ini banyak menyita
perhatian, waktu dan dana pemerintah harus segera digantikan dengan
langkah-langkah konkret untuk perbaikan berbagai bidang.
Setelah berakhirnya pemerintahan RIS pada 1950 pemerintah republik
Indonesia masih melanjutkan model demokrasi parlementer yang liberal.
Kabinet dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab
kepada parlemen. Presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara.
Sistem politik ini telah mendorong lahinya partai-partai politik karena
keanggotaan di parlemen menganut sistem multipartai.
PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat di DPR saat itu
sehingga dalam waktu lima tahun (1950-1955). Dari kebinet 1950-1959
kembali terjadi pergantian kabinet dengan sangat cepat.
Jatuh bangunnya kabinet-kabinet yang berkuasa pada masa Demokrasi
Liberal lebih disebabkan oleh kegagalan-kegagalan atau dianggap gagal
dalan mengendalikan pemerintahan.
Meskipun menghadapi ujian berat dari kemelut yang muncul di tubuh
angkatan darat, pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastromijoyo I atau
sering juga disebut dengan Kabinet Ali-wongso sempat mengalami
demisioner. Hanya saja Kabinet ini berhasil mengukir prestasi dengan
menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada 18-25

6
April 1955. Dalam konferensi ini telah hadir 29 negara Asia Afrika yang
kemudian membawa pengaruh penting bagi terbentuknya solidaritas dan
perjuangan kemerdekaan dari bangsa bangsa Asia Afrika.

b. Kebijakan Ekonomi Masa Demokrasi Liberal

Kemelut yang terjadi di tubuh angkatan darat, upaya-upaya memecah


intergrasi bangsa, dan sejumlah permasalahan ekonomi negara.
Permasalahan yang muncul ini tidak dapat terlepas dari beberapa hal
sebagai berikut.
1)setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda yang diumumkan pada 27
Desember 1949, bangsa Indonesia dinyatakan menanggung beban ekonomi
da keuangan yang cukup besar seperti yang diputuskan dalam Konferensi
Meja Bundar.
2) Ketidakstabilan politikmakibat jatuh bangunnya kabinet berdampak
pada ketidakberlanjutan program sehingga pemerintah harus lebih banyak
mengeluarkan anggaran untuk mengatasi biaya operasional pertahanan dan
keamanan negara.
Di samping itu, permasalahan lain yang harus dihadapi adaah ekspor
indonesia yang hanya tergntung paa hasil perkebunan. Dr. Sumitro
Djojohadikusumo seorang ahli ekonomi indonesia berhasil merancang
Gerakan Benteng sebagai salah satu usaha untuk memperbaiki ekonomi
negara.
Gerakan Benteng didasari oleh gagasan pentingnya mengubah struktur
ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Gagasan ini kemudian oleh
Dr. Sumitro Djojohadikusumo yang di tuangkan dala, program kerja
Kabinet Natsir pada April 1950 . Program Benteng berjalan selama tiga
tahun(1950-1953). Hasilnya lebih dari 700-an usaha pribumi memperoleh
banyuan kredit dari program ini. Ada banyak faktor yang menyebabkan
kegagalan program, salah satunya adalah mentalis para pengusaha pribumi
yang konsumtif, besarnya keinginan untuk memperoleh keuntungan secara
cepat, dan menikmati kemewahan.
Sebenarnya pemberian kredit impor yang diberikan kepada para
pengusaha pribumi dimaksudkan juga untuk memicu pertumbuhan
perekonomian nasional. Namun kebijakan ini ternyata tidak mampu
meruntuhkan dominasi para pengusaha asing. Oligopoli yang di bangun
oleh para pengusaha Inggris, Belanda, dan Tiongkok yang pandai
memanfaatkan peluang ternyata tetap menguasai pasar.

7
3. Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin adalah sistem demokrasi yang semua keputusan dan


pemikiran terpusat kepada pemimpin, yakni soekarno. Masa Demokrasi
Terpimpin berlangsung dari 1959-1965 yang di awali dengan berakhirnya
Demokrasi Liberal dan juga di tandai dengan mundurnya Ir. Djuanda
sebagai perdana menteri. Landasan dari Demokrasi Terpimpin ditafsirkan
dari sila ke-4 Pancasila. Menurut ketetapan MPRS, Demokrasi terpimpin
adalah demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan yang beintikan musyawarah untuk
mufakat secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang
progresif revolusioner dengan berporoskan nasionalisme, agama, dan
komunisme (Nasakom).
Seperti telah dijelaskan bahwa dasar bagi pelaksanaan Demokrasi Liberal
adalah ketika pemerintah memberlakukan UUD Sementara pada 1950.
Kemudian diikuti oleh perintah Presiden kepada Konstituante untuk
membuat UUD baru menggangtikan UUD Sementara yang telah berjalan
selama lima tahun pemerintahan(1950-1959). Akan tetapi, hal yang di
harapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Akibatnya, ada tiga hal
pokok yang kemudian melatarbelakangi keputusan Presiden untuk
memberlakukan Demokrasi Terpimpin di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1) Dari segi politik, Konstituante telah gagal dalam menyusun UUD
baru untuk menggantikan UUD Sementara 1950.
2) Dilihat dari hal yang menyangkut politik dalam negeri seperti
masalah keamanan nasional, pada masa Demokrasi Liberal banyak
terjadi geraka separatis di berbagai wilayah yang menyebabkan
ketidakstabilan keamanan negara
3) Dari sudut pandang perekonomian nasional, sering terjadi pergantian
kabinet menyebabkan program-program yang telah dirancang tidak
dapat dijalankan secara utuh sehingga pembangunan ekonomi
berjalan tersendat-sendat.

Berangkat dari tiga hal tersebut pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden
Soekarno membubarkan parlemen, membubarkan konstituante, dan
sekaligus menyatakan kembali pada UUD 1945. Soekarno kemudian
membentuk kabinet kerja dan bertindak sebagai Perdana Menteri, serta Ir.
Djuanda menjadi menteri pertama. Kabinet ini kemudian dilantik pada 10
Juli 1959 dengan programnya Tri Program Kabinet Kerja. Tugasnya
mengatasi masalah sandang pangan serta peningkatan keamanan di dalam
negeri dan pegembalian Irian Barat.

8
Pemerintah kemudian membentuk lembaga-lembaga seperti MPRS (
Penetapan Presiden No.3 tahun 1959) dengan keanggotaan yang ditunjuk
dan di angkatboleh Presiden. Kemudian dibentuk pula Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) melalui penetapan Presiden Nomor3 Tahun
1959, yang juga dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno dwngan
mengangkat Roesla Abdulgani sebagai wakil ketua.

Dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno


menerapkan sistem politik keseimbangan(balance of power). Hal ini
diterapkan bukan hanya dalam lembaga pertahanan negara seperti
angakatan darat, laut, dan udara tetapi juga antara angkatan militer dengan
partai-partai politik yang ada. Presiden kemudian mengambil alih secara
langsung pimpinan tertinggi angkatan militer dengan membentuk
Komando Operasi Tertinggi (Koti)

Perkembangan politik masa Demokrasi Terpimpin seluruhnya pusat pda


Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI sebagai pendukung utama.
Melalui semboyannya yang sangat popular Kembali ke UUD 1945,
soekarno memperkuat ngkatan bersenjata dengan mengangkat sejumlah
jenderal pilihan keposisi- posisi penting dalam struktur kelembagaan
militer.

Partai Komunis Indonesia sendiri berkembang menjadi besar karena


didukug oleh presiden, seoerti melalui pembentukan Kabinet Gotong
Royong atau kabinet kaki empat. Kaki-kaki yang dimaksud adalah empat
partai politik besar ketika itu, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI),
majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), Nahdatul Ulama (NU), dan
Partai Nasional Indonesia (PNI)
Pada masa ini Soekarno juga memberikan ajaran tentang pentingnya
kaum nasionalis, agama, dan komunis bersatu. Ajaran ini menjadi lebih
popular dengan sebutan Nasakom
Dampak dari ajaran ini memang sangat menguntungkan PKI. Seolah-olah
partai ini telah ditempatkan pada garda depan dalam pelaksanaan
demokrasi terpimpin. Konsepsi Presiden tentang Nasakom ini banyak
mendapatkan tantangan , baik dari tokoh-tokoh dari Masyumi,NU, PNI,
maupun dari sejumlah tokoh masyarakat. Akan tetapi Presiden Soekarno
selalu menegaskan bahwa masyarakat jangan terlalu memandang atau
memberikan penilaian negative kepada PKI dan Komunisme. Sebagai
bangsa apapun ideology semua harus bersatu dan bergerak secara progresif
dan revolusioner demi pembangunan Indonesia. Meskipun Soekarno selalu
berusaha untuk membina hubungan baik antara angkatan militer dan partai-

9
partai politik yang ada, tetapi konflik antara angkatan militer dan PKI
justru semakin tajam. Apabila ketika PKI mulai melakukan aksi-aksi
sepihak menyangkut keamanan masyarakat, misalnya peristiwa Bandar
Besty di Simalungun Sumatera Utara dan peristiwa Jengkol di Kediri, Jawa
Timur.

Meskipun banyak menuai protes, Presiden soekarno semakin mempertegas


konsepsi tentang Nasakom. Hal ini disampaikannya dalam pidato pada 17
Agustus 1959 berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Naskah
pidatonya ini kemudian diserahkan kepada panitia kerja Dewan
pertimbangan Agung yang ketika itu dipimpin oleh Aidit, seorang tokoh
PKI. Kemudian dirumuskan menjadi Garis Besar Haluan Negara
(GBHN)nserta selanjutnya diberi judul Manifesto Politik Republik
Indonesia yang lebih dikenal kemudian dengan istilah Manipol. Kebijakan
politik luar negri pun cenderung lebih memihak kepada Tiongkok atau nlok
komunis, yang akhirnya memicu pristiwa 30 September 1965. Peristiwa ini
pulalah yang menjadi penyebab utama berakhirnya pemerintahan soekarno
atau pemerintahan Orde Lama.

B. Kondisi Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin


Pada masa Demokrasi Terpimpin perekonomian Indonesia mengarah
kepada system perekonomian etatisme, artinya seluruh kegiatan ekonomi
diatur dan dikendalikan pemerintah. Kegiatan perekonomian yang diatur
tersebut banyak yang mengabaikan prinsip-prinsip dasar ekonomi,
akibatnya terjadi deficit keuangan Negara yang meningkat tajam dari tahun
ke tahun. Sebagai contoh, pada Januari-Agustus 1965 pengeluaran Negara
tercatat sebesar 11 miliar rupiah, sedangkan penerimaan Negara hanya
mencapai kisaran sebesar 3,5 miliar rupiah. Sebelumnya pada 28 Maret
1963, pemerintah mengeluarkan landasan baru bagi perbaikan
perekonomian Negara yaitu Deklarasi Ekonomi (Dekon) dengan 14
peraturan pokok.
Pembentukan Dekon ini bertujuan menciptakan perekonomian yang
bersifat nasional, demokratis, dan terbebas dari pengaruh sisa sisa
imperialisme sehingga dapat mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
terpemimpin. Namun dalam pelaksanaannya Dekon berakibat pada stagnasi
perekonomian Indonesia sehingga kesulitan ekonomi semakin terasa.
Bahkan pada 1961 1962 harga harga barang pada umumnya mengalami
penaikan hingga 400% kondisi ini pun semakin diperparah dengan
konfrontasi dengan Malaysia dan Negara Negara barat lainnya yang
semakin mempercepat prosotan perekonomian Indonesia usaha pemerintah
dalam mengatasi kemerosotan ekonomi diantaranya adalah menerapkan

10
kebijakan dalam bidang moneter. Pada 13 Desember 1965, melalui
penetapan presiden nomor 27 tahun 1965 pemerintah mengambil langkah
devaluasi yaitu kebijakan untuk menekan inflasi. Pemerintah menggunting
uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1 .
Tindakan kebijakan moneter pemerintah ini di dalam praktiknya
semakin meningkatkan inflasi. Hal ini semakin diperparah oleh kegiatan
ekspor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dan impor yang dibatasi
oleh lemahnya devisa Negara. Pada 1965 untuk pertama kalinya dan
tercatat dalam sejarah moneter Indonesia, pemerintah telah membelanjakan
cadangan devisa Negara hingga 3 juta dolar AS. Sebagian besar dana
tersebut dihabiskan untuk membiayai kegiatan politik konfrontasi, baik
dengan Malaysia ataupun dengan Negara-negara barat lainnya

Susunan cabinet
Nama kabinet Tahun Pemerintahan Nama pimpinan
Kabinet kerja I 10 juli 1959-18 Ir. Soekarno
februari 1960
Kabinet kerja II 18 februari 1960-6 Ir. Soekarno
maret 1962
Kabinet kerja III 8 maret 1962 - 13 Ir. Soekarno
november 1963
Kabinet kerja IV 13 nov 27 agustus Ir. Soekarno
1964
Kabinet dwikora I 27 agustus 1964 22 Ir. Soekarno
februari 1966
Kabinet dwikora II 24 februari 1966 28 Ir. Soekarno
maret 1966

11
C. Beberapa perbedaan dalam pelaksanaan Demokrasi
Liberal dan Terpimpin
1. Keterkaitannya dengan masalah kedaulatan rakyatt
pada Demokrasi Liberal kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya
oleh DPR (parlemen/legislatif). DPR dapat membentuk dan membubarkan
pemerintah dan cabinet (eksekutif). Pada Demokrasi terpimpin, secara
normative konstitusional ditetapkan kedaulatan rakyat berada dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Namun dalam pelaksanaannya
kedaulatan rakyat sepenuhnya berada di tangan presiden. Kemudian
presiden kemudian membentuk MPR (S) dan DPR gotong royong
berdasarkan kepada putusan presiden

2. Keterkaintanya dengan masalah pembagian kekuasaan


pada demokrasi Liberal kekuasaan DPR ( legislatif) lebih kuat jika
dibandingkan dengan kekuasaan pemerintah/cabinet (ekskutif). DPR dapat
memberhentiakan pemerintah/cabinet (ekskutif). Sementara itu, kedudukan
presiden hanya sebagai kepala Negara dalam demokrasi terpimpin
kekuasaan presiden ditetapkan seumur hidup sehingga tidak dapat
diberhentikan oleh MPRS.

3. Keterkaitannya dengan masalah pengambilan keputusan


dalam pelaksanaan system demokrasi Liberal semua pengambilan
keputusan berada di tangan DPR dengan mekanisme keputusan diambil
berdasarkan kepada suara terbanyak, sedangkan pengambilan keputusan
dilaksanakan oleh MPRS dan DPR-GR serta berdasarkan kepada suara
bulat.

BAB III

12
PENUTUP

Bab ini penulis akan membuat kesimpulan dari laporan sejarah yang telah

kami susun dengan pembahasan utama Sejarah Demokrasi di Indonesia. Selama

kurang lebih satu minggu.

A. Kesimpulan

Dalam penyusunan laporan penulis melakukan berbagai tahapan dari

beberapa proses pengumpulan sumber informasi, dimulai dari tahapan

pengkajian latar belakang masalah untuk pengumpulan data mengenai judul

laporan tersebut. Sehingga kami dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Dalam perkembangan demokrasi Indonesia, Indonesia sudah mengalami

beberapa kali pergantian sistem politik dan pemimpin.

2. Sampai saat ini Indonesia masih saja belum menemukan sistem

demokrasi yang tepat.

3. Pemimpin dengan sikap yang kurang tegas dan disiplin, merupakan salah

satu penyebab Indonesia belum bisa melaksanakan demokrasi dengan

tepat.

B. Saran

Dalam hal ini penulis memberikan beberapa saran setelah melakukan

pengkajian dari beberapa sumber dengan berbagai latar belakang masalah

demokrasi yang dihadapi oleh Indonesia sebagai berikut :

1. Kita ketahui bahwa perubahan itu tidak dapat terjadi dengan sendirinya,

jadi kita sebagai rakyat Indonesialah yang harus memulai perubahan itu.

13
2. Seharusnya pemimpin yang baik dapat mengambil keputusan yang

terbaik, tetapi harus mendengarkan aspirasi aspirasi rakyat Indonesia.

3. Sebaiknya sistem demokrasi yang dilaksanakan Indonesia merupakan

sistem yang dapat menyatukan seluruh masyarakatnya karena Indonesia

memiliki penduduk yang heterogen.

14
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Adnan Buyung. (2001). Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia:


Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959 (second ed.). Jakarta; Grafiti.

Crouch, Herbert, (2001). Militer & Politik di Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan.

Karim, Rusli. (1993). Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah Potret Pasang-
Surut, Jakarta: Rajawali Pers.

Marwati Djoened Poesponegoro dkk (1993). Sejarah Nasional Indonesia jilid VI,
Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka.

http://209.85.175.104/search?q=cache:S3YhgBx1fgJ:avaproletar.blogspot.com/2007/1
2/indonesiautopiademokrasi.html+sistem+pemerintahan+setelah+proklamasi&hl=id&
ct=clnk&cd=2&gl=id&xclient=firefox-a (13 November 2011)

http://www.rifalnurkholiq.com/2015/10/makalah-demokrasi-liberal-
demokrasi.htmlRatna Hapsari, M. Adil, 2015: penerbit erlangga Sejarah Indonesia
kelompok wajib.

https://realmind.web.id/makalah-demokrasi-liberal-demokrasi-terpimpin-sampai-
reformasi.html/
Mutiara Shifa F, Ringo Rahata, Melkisedek Bagas F, Sejarah Indonesia mata pelajaran
wajib: Intan Pariwara XII

15

Anda mungkin juga menyukai