Anda di halaman 1dari 13

Februari 02, 2019

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Di Indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya. Namun, dari
semua sistem pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi 1998 sampai saat ini adalah
sistem pemerintahan demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan tantangan
disana sini. Sebagian kelompok merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem domokrasi di
Indonesia. Artinya, kebebasan pers sudah menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga
setiap orang berhak menyampaikan pendapat dan aspirasinya masing-masing.
Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh
pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang
dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara
langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya
praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia.
Selain itu yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita
temukan dari banyaknya agama yang masuk dan berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya
suku, budaya dan bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha untuk
membangun sistem politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada
tahun 1945. Sebagai sebuah gagasan, demokrasi sebenarnya sudah banyak dibahas atau bahkan
dicoba diterapkan di Indonesia. Pada awal kemerdekaan Indonesia berbagai hal dengan
negaramasyarakat telah diatur dalam UUD 1945.
Para pendiri bangsa berharap agar terwujudnya pemerintahan yang melindungi bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Semua itu merupakan gagasan-gagasan dasar yang
melandasi kehidupan negara yang demokratis.
Sebagai bentuk kesungguhan negara Indonesia, landasan tentang demokrasi telah
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 maupun Batang Tubuh UUD 1945. Seluruh pernyataan
dalam UUD 1945 dilandasi oleh jiwa dan semangat demokrasi. Penyusunan naskah UUD 1945
itu sendiri juga dilakukan secara demokratis. UUD 1945 merangkum semua golongan dan
kepentingan dalam masyarakat Indonesia. Dengan demikian, demokrasi bagi bangsa Indonesia
adalah konsep yang tidak dapat dipisahkan.Budaya demokrasi di Indonesia perlu dikembangkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta hendaknya mengacu kepada
akar budaya nasionalisme yang memiliki nilai gotong royong atau kebersamaan dan
mementingkan kepentingan umum. Namun, budaya individualisme dan budaya liberal yang
masuk melanda masyarakat dengan melalui arus globalisasi tidak mungkin bisa dibendung
karena kemajuan teknologi.  
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah demokrasi?
2.      Apa makna demokrasi?
3.      Bagaimana prinsip-prinsip Demokrasi?
4.      Bagaimana pelaksanaa demokrasi di Indonesia
5.      Bagaimana pendidikan demokrasi?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memahami sejarah demokrasi
2.      Agar Mengerti Makna Demokrasi?
3.      Untuk memahami Perinsip Pelksanaan Demokrasi
4.      Melihat Pendidikan Demokrasi

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Demokrasi di Indonesia
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus
1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan
pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
(selanjutnya disebut NKRI) menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana kedaulatan
(kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai negara
yang menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).
Penetapan paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu
pihak dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di BPUPKI
tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebahagian terbesarnya pernah
mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung di negara-negara Eropah Barat
(khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui pendidikan lanjutan atas dan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa
dasawarsa sebelumnya, sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang
di negara-negara Eropah Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat itu
(Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar sebagai pemenang Perang
Dunia-II.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini,
ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model
demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.
Sejalan dengan diberlakukannya UUD Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia
mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter Murni (atau dinamakan juga Demokrasi Liberal),
yang diwarnai dengan cerita sedih yang panjang tentang instabilitas pemerintahan (eksekutif =
Kabinet) dan nyaris berujung pada konflik ideologi di Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959.
Guna mengatasi konflik yang berpotensi mencerai-beraikan NKRI tersebut di atas, maka pada
tanggal 5 Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang memberlakukan
kembali UUD 1945, dan sejak itu pula diterapkan model Demokrasi Terpimpin yang diklaim
sesuai dengan ideologi Negara Pancasila dan paham Integralistik yang mengajarkan tentang
kesatuan antara rakyat dan negara.
Namun belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-nya
Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam akibat konflik politik dan
ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, dan
turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada tanggal 11 Maret 1968.
Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan
menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba),
untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan
ideologi negara Pancasila.
Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup lama dibandingkan dengan
model-model demokrasi lainnya yang pernah diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun,
tetapi akhirnyapun ditutup dengan cerita sedih dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan
Presiden pada tanggal 23 Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak stabil
dan krisis disegala aspeknya.
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden
Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari
kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan
negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya
UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan
kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara,
khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan
antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan
terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila
di era Orde Baru.
Model Demokrasi pasca Reformasi (atau untuk keperluan tulisan ini dinamakan saja
sebagai Demokrasi Reformasi, karena memang belum ada kesepakatan mengenai namanya) yang
telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini, nampaknya belum menunjukkan tanda-
tanda kemampuannya untuk mengarah-kan tatanan kehidupan kenegaraan yang stabil (ajeq),
sekalipun lembaga-lembaga negara yang utama, yaitu lembaga eksekutif (Presiden/Wakil
Presiden) dan lembaga-lembaga legislatif (DPR dan DPD) telah terbentuk melalui pemilihan
umum langsung yang memenuhi persyaratan sebagai mekanisme demokrasi.

B.     Akar Demokrasi Indonesia


“Demokrasi kita” karya Mohammad Hatta berbicara banyak mengenai pikiran-pikiran
tentang bangunan kebangsaan, kerakyatan, dan mekanisme kenegaraan dengan karakter khas
Indonesia di awal kemerdekaan. Konsep Negara dan rumusan demokrasi ala Hatta yang berawal
dari perjuangan bangsa Indonesia, tentu tidak serta merta datang begitu saja. Benturannya atas
realitas di masa penjajahan, kesejarahan Hindia Belanda dan dunia, serta pengalamannya
menempuh pendidikan di Belanda yang banyak bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran barat
mengenai kebangsaan, kerakyatan, kemerdekaan, negara, demokrasi, politik dan ekonomi juga
turut hadir mempengaruhinya.
Kedaulatan rakyat bukan berarti rakyat bebas berbuat bagi dirinya sendiri atau atas nama
golongan, ras, suku. Indonesia dalam wilayah yang membentang luas, sekiranya tentang
kedaulatan rakyat yang sebenarnya adalah kewajiban pemangku negara untuk memberikan
pengertian atasnya. Rakyat kita sebagian besar masih tetap hidup dalam per-ikatan desanya.
Maka, semangat kedaulatan rakyat seluruh negara harus dapat diinsafi dan merasuk dalam
sanubari rakyat. Hal yang perlu dilakukan oleh kita adalah mendidik rakyat agar rakyat mampu
menginsafi dan memahami kedaulatannya. Dengan keyakinan bahwa kedaulatan rakyat
merupakan kebenaran dan kebaikan dasar bagi Indonesia untuk menuju kemuliaan dan
kemakmuran rakyat.
Kebangsaan dan kerakyatan adalah dua hal yang tak terpisahkan. Namun saat ini ada
Thesis menyatakan bahwa kebangsaan dan kerakyatan sudah tidak relevan lagi berkaitan dengan
munculnya semangat menjunjung tinggi internasionalisme, serta anggapan bahwa demokrasi
telah berujung pada kediktatoran. Bukankah internasionalisme adalah terdiri dar bangsa-bangsa
dunia?, maka, berbicara lantang tentang semangat internasionalisme oleh bangsa yang belum
merdeka adalah sebuah hal yang kontradiktif. Menurut bung Hatta, kemerdekaan harusnya
bersifat kebangsaan terlebih dahulu, dengan menyempurnakan kemanusiaan bangsa tersebut.
Karena membangunkan semangat kebangsaan pada bangsa yang belum merdeka adalah dengan
membangunkan semangat kemanusiaannya, sebagai modal suatu bangsa dalam pergaulan
internasional. Agar sama-sama dihargai, dan sama-sama mempunyai kemuliaan.
Namun kebangsaan ada rupanya sendiri menurut golongan yang memajukannya. Ada
kebangsaan rupa ningrat, rupa intelek, dan adapula rupa rakyat. Kebangsaan rupa ningrat
merupakan standar menyoal bangsa, permasalahan dan keadaan bangsa yang terikat pada
golongan ningrat, artinya gambaran dan narasi bangsa hanya dari ukuran keningratan saja tidak
pada seluruhnya. Sama halnya dengan rupa kebangsaan intelek, yang memandang bahwa rakyat
tidak punya cukup waktu memikirkan dan membicarakan tentang bangsa, urusan bangsa di
serahkan pada golongan cerdik cendikia, sebab rakyat tidak mampu untuk menyuarakan urusan
negeri, mereka hanya mengikuti apa kata cerdik pandai.
Dasar dari kedaulatan ada pada rakyat, dan rakyat harus sadar akan diri dan harga dirinya.
Kehendak untuk menentukan nasib dan cara hidup suatu negeri ditentukan oleh dirinya (rakyat)
dengan mufakat, tidak hanya oleh kaum ningrat atau intelek saja. Dan ini lah konsepsi demokrasi
kerakyatan yang seluas-luasnya, menyentuh semuanya, tidak hanya aspek politik semata
melainkan juga ekonomi dan sosial.
Dengan kedalaman filsafatnya, hatta mengkritik dan menolak demokrasi barat hari ini
yang cenderung pada kapitalistiche democratie dan keluar dari modern demokratie, dimana
rakyat dapat menentukan nasibnya sendiri. Demokrasi barat hari ini disebutnya sebagai
demokrasi yang pincang, yang membawa individualisme pada manusia dan melahirkan semangat
kapitalisme yang menindas manusia, serta memerlakukan manusia sebagai bagian dari alat
produksi.  
Kelahiran demokrasi pada abad pertengahan adalah bentuk perlawanan atas gereja,
sebagai empunya kebenaran. Demokrasi muncul dari semangat individualisme dalam melawan
kekuasaan gereja yang mengklaim sebagai wakil tuhan dalam mengatur semua aspek kehidupan.
Hal yang berseberangan dengan titah gereja dianggap sebagai sebuah kesalahan dan bentuk
ketidaktaatan atasnya. Semangat individualisme dalam melawan feodalisme terbukti hanya
menyentuh pada aspek politik dan hak sebagai warga negara saja. Sedangkan revolusi prancis
yang mengkampanyekan kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan tidak pernah benar-benar
tercapai, khususnya dalam bidang ekonomi yang tak tersentuh. Walau begitu, semangat
individualisme di barat telah berhasil membawa pada kemerdekaan berfikir sehingga kemajuan
teknologi di barat begitu pesat, hal ini ditandai dengan revolusi industry yang menjadi penggerak
semangat kapitalisme.
Demokrasi yang diagung-agungkan mempunyai urat pangkal pada pemusatan
individualisme manusia, tentu hal itu akan mempertajam jarak antara si miskin dan si kaya,
melebarkan wilayah penindasan manusia atas manusia, sebab demokrasi dalam praktek hanya
berhenti pada wilayah politik semata. Sungguh, demokrasi di Indonesia tak bisa mengambil
konsepsi demokrasi di barat secara dogmatis. Jika di telisik lebih dalam Indonesia  sudah lama
menerapkan demokrasi. bagi Hatta demokrasi di Indonesia sudah berumur tua berdasar pada
kolektivitas dalam ruang-ruang yang masih sempit, di desa-desa dahulu kala dengan aktivitas
sosial ekonomi yang masih menggunakan peralatan sederhana.
Namun keadaan dunia telah berubah. Pergaulan hidup manusia-manusia desa tidak hanya
mencakup wilayah Indonesia saja.  Zaman sudah berubah, dimana arus modal capital telah
menciptakan kepemilikan atas tanah dan alat produksi hanya oleh segelintir orang. Pertentangan
si pemilik tanah dan pemilik alat produksi dengan pekerja kasar sudah menjadi masalah yang
mengancam demokrasi di desa. Maka mengembalikan demokrasi di desa pada fitrahnya yang
menjunjung tinggi semangat gotong royong dan pemerataan ekonomi adalah keniscayaan. Sebab
demokrasi di desa adalah cerminan demokrasi Indonesia yang sesungguhnya.   

C.    Makna Demokrasi


Pemahaman mengenai demokrasi di Indonesia mungkin belum sepenuhnya dikuasai oleh
masyarakat. Walaupun pada pelaksanaannya saat ini terjadi peningkatan yang signifikan
dibandingkan 10 tahun yang lalu. Selain memberikan pengaruh yang positif, namun ternyata
kran demokrasi yang baru saja terbuka memiliki potensi konflik dan perpecahan yang relatif
tinggi. Beberapa konflik yang terjadi di Indonesia terjadi karena pihak-pihak yang terkait merasa
memiliki hak dalam berpendapat dan membela diri dalam payung hukum. Hal ini terjadi karena
pihak-pihak yang bersengketa bisa jadi tidak memahami konsep, prinsip, serta penerapan
demokrasi yang sesungguhnya, sehingga yang terjadi justru kemunculan benih-benih anarkis di
lapangan. Akibatnya, kerusakan yang ditimbulkan bukan saja merugikan kedua belah pihak.
Belajar dari sejarah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang pernah ada
beberapa puluh tahun yang lalu, demokrasi menjadi sistem alternatif yang dipilih oleh beberapa
negara yang sudah maju. Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam
berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara.
Mahfud MD (1999) membenarkan pandangan di atas, yaitu bahwa terdapat dua alasan
mengapa negara lebih memilih demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara, yaitu:
1.      Hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental;
2.      Demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peran
masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.
Karena itulah diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar kepada warga
masyarakat tentang demokrasi.

D.    Pengertian Demokrasi


Untuk mengetahui arti demokrasi, dapat dilihat dari dua buah tinjauan, yaitu tinjauan
bahasa (etimologis) dan tinjauan istilah (terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri
dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk
suatu tempat, dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara
bahasa demos-cratein atau demoscratos (demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam
sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam
keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.[3]
Sedangkan secara istilah, arti demokrasi diungkapkan oleh beberapa ahli yaitu :
a.       Joseph A. Schmeter mengungkapkan bahwa demokrasi merupakan suatu perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh
kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat;
b.      Sidnet Hook berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-
keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa;
c.       Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem
pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di
wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan
kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih;
d.      Sedangkan Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi sebagai sistem politik merupakan
suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya
kebebasan politik.
Dari beberapa pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa hakikat demokrasi sebagai
suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada
keberadaan kekuasaan di tangan rakyat, baik dalam penyelenggaraan negara maupun
pemerintahan.

Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal :


1)            Pemerintah dari rakyat (government of the people)
2)            Pemerintahan oleh rakyat (government by the people); dan
3)            Pemerintahan untuk rakyat (government for people).
Jadi hakikat suatu pemerintahan yang demokratis bila ketiga hal di atas dapat dijalankan
dan ditegakkan dalam tata pemerintahan.

E.     Prinsip Demokrasi Di Indonesia


Salah satu pilar demokrasi adalah trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik
negara (eksekutif,yudikatif,dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara
yang saling lepas (independen ) dalam berada dalam peringkat yang sejajar satu sama
lain.Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini  diperlukan agar ketiga
lembaga negara ini dapat saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip cheks
and balances.
Ketiga lembaga negara tersebut adalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan
untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif , lembaga pengadilan yang
berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyat (DPR,untuk
Indonesia) yang memiliki  kewenangan  menjalankan kekuasan legislatif .Di bawah sistem
ini,keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan
bertindak sesuai dengan aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang
memilihnya melalui proses pemilian umum legislatif,selain sesuai dengan hukum dan peraturan.
Selain pemlihan umum legislatif , banyak keputusan atau hasil- hasil penting,misalnya
pemilihan presiden suatu negara ,diperoleh melalui pemilihan umum.Di Indonesia , hak pilih
hanya diberikan kepada warga negara yang telah melewati umur tertentu ,misalnya umur 18
tahun , dan yang tidak memiliki catatan criminal (misalnya,narapidana atau bekas
narapidana).Pada dasarnya prinsip demokrasi itu sebagai berikut:
1.      Kedaulatan di tangan rakyat
Kedaulatan rakyat maksudnya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Ini berarti kehendak
rakyat merupakan kehendak tertinggi. Apabila setiap warga negara mampu memahami arti dan
makna dari prinsip demokrasi
2.      Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak
membeda-bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya. Pengakuan akan hak
asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebenarnya
terlebih dahulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada tanggal 24
Desember 1945. Peraturan tentang hak asasi manusia. Undang-Undang Dasar 1945 dimuat
dalam: Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama dan empat, Batang Tubuh
Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia Indonesia telah
tertuang dalam ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998. Setelah itu, dibentuk Undang-Undang
No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Undang-Undang yang mengatur dan menjadi hak
asasi manusia di Indonesia adalah Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi
manusia.
3.      Pemerintahan berdasar hukum (konstitusi)
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa
pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
4.      Peradilan yang bebas dan tidak memihak
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk diperlakukan sama didepan hukum,
pengadilan, dan pemerintahan tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, kekayaan,
pangkat, dan jabatan. Dalam persidangan di pengadilan, hakim tidak membeda-bedakan
perlakuan dan tidak memihak si kaya, pejabat, dan orang yang berpangkat. Jika merekabersalah,
hakim harus mengadilinya dan memberikan hukuman sesuai dengan kesalahannya.
5.      Pengambilan keputusan atas musyawarah
Bahwa dalam setiap pengambilan keputusan itu harus dilaksanakan sesuai keputusan
bersama(musyawarah) untuk mencapai mufakat.
6.      Adanya partai plitik dan organisasi sosial politik
Bahwa dengan adanya partai politik dan dan organisasi sosial politik ini berfungsi untuk
menyalurkan aspirasi rakyat.
7.      Pemilu yang demokratis
Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945.
8.      Suatu negara atau pemerintah dikatakan demokrasi apabila dalam sistem pemerintahanna
mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Robert A. Dahl terdapat tujuan prinsip
demokrasi yang harus ada dalam sistem pemerintahan, yaitu :
1.      Adanya kontrol atau kendali atas keputusan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini presiden dan
pemerintah daerah bertugas melaksanakan pemerintahan berdasar mandat yang diperoleh dari
pemilu. Namun, demikian dalam melaksanakannya pemerintahan, pemerintah bukan bekerja
tanpa batas. Pemerintah dalam mengambil keputusan masih dikontrol oleh lembaga legislatif
yaitu DPR dan DPRD. Di Indonesia kontrol tersebut terlibat dari keterlibatan DPR dalam
penyusunan anggaran, penyusunan peraturan perundangan dan melakukan uji kepatutan dan
kelayakan (fit and proper test) untuk pengangkatan pejabat negara yang dilakukan oleh
pemerintah.
2.      Adanya pemilihan yang teliti dan jujur. Demokrasi dapat berjalan dengan baik apabila adanya
partisipasi aktif dari warga negara dan partisipasi tersebut dilakukan dengan teliti dan jujur.
Suatu keputusan tentang apa yang dipilih, didasarkan pengetahuan warga negara yang cukup dan
informasi yang akurat dan dilakukan dengan jujur.
3.      Adanya yang memilih dan dipilih. Demokrasi berjalan apabila setiap warga negara mendapatkan
hak pilih dan dipilih. Hak pilih untuk memberikan hak pengawasan rakyat terhadap pemerintah,
serta memutuskan pilihan yang terbaik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai rakyat. Hak pilih
memberikan kesempatan kepada setiap warga Negara yang mempunyai kemampuan dan
kemauan serta memenuhi persyaratan untuk dipilih dalam menjalankan amanat dari warga
pemilihnya.
4.      Adanya kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman. Demokrasi membutuhkan kebebasan
dalam menyampaikan pendapat, berserikat dengan rasa aman. Apabila warga negara tidak dapat
menyampaikan pendapat atau kritik dengan lugas, maka saluran aspirasi akan tersendat, dan
pembangunan tidak akan berjalan dengan baik.
5.      Adanya kebebasan mengakses informasi. Demokrasi membutuhkan informasi yang akurat,
untuk itu setiap warga negara harus mendapatkan akses informasi yang memadai. Keputusan
pemerintah harus disosialisasikan dan mendapat persetujuan DPR, serta menjadi kewajiban
pemerintah untuk memberikan informasi yang benar, disisi lain DPR dan rakyat dapat juga
mencari informasi, sehingga antara pemerintah dan DPR mempunyai informasi yang akurat dan
benar.
6.      Adanya kebebasan berserikat yang terbuka. Kebebasan untuk berserikat ini memberikan
dorongan bagi warga negara yang meras lemah, dan untuk memperkuatnya membutuhkan teman
atau kelompok dalam bentuk serikat. Adanya serikat pekerja, terbukanya sistem politik
memungkinkan rakyat memberikan aspirasi secara terbuka dan lebih baik.

F.     Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi


Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak dapat
diterapkan secara parsial (sebagian-sebagian). Pemahaman yang utuh akan demokrasi harus juga
dimilliki oleh setiap warga negara baik secara perorangan maupun kelembagaan. Hal ini
mengisyaratkan bahwa siapapun yang berada dan berkepentingan dalam negara ini (stakeholder)
mampu menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap kegiatannya.
Negara yang menginginkan sistem politik demokrasi dapat diterapkan dengan baik
membutuhkan dua pilar, yaitu; institusi (struktur) demokrasi dan budaya (perilaku) demokrasi.
Kematangan budaya politik, menurut Gabriel Almond dan Sidney Verba, akan tercapai bila ada
keserasian antara struktur dengan budaya. Oleh karena itu, membangun masyarakat demokratis
berarti usaha menciptakan keserasian antara struktur yang demokratis dengan budaya yang
demokratis juga. Masyarakat demokratis akan terwujud bila di negara tersebut terdapat institusi
dan sekaligus berjalannya perilaku yang demokratis.
Institusi atau struktur demokrasi menunjuk pada tersedianya lembaga-lembaga politik
demokrasi yang ada di suatu negara. Suatu negara dikatakan negara demokrasi bila di dalamnya
terdapat lembaga-lembaga politik demokrasi. Lembaga itu antara lain pemerintahan yang terbuka
dan bertanggung jawab, parlemen, lembaga pemilu, organisasi politik, lembaga swadaya
masyarakat, dan media massa. Membangun institusi demokrasi berarti menciptakan dan
menegakkan lembaga-lembaga politik tersebut dalam negara.
Perilaku atau budaya demokrasi merujuk pada berlakunya nilai-nilai demokrasi di
masyarakat. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang memiliki perilaku hidup, baik
keseharian dan kenegaraannya dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Henry B. Mayo menguraikan
bahwa nilai-nilai demokrasi meliputi damai dan sukarela, adil, menghargai perbedaan,
menghormati kebebasan, memahami keanekaragaman, teratur, paksaan yang minimal dan
memajukan ilmu. Membangun budaya demokrasi berarti mengenalkan, mensosialisasikan dan
menegakkan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat. Upaya membangun budaya demokrasi jauh
lebih sulit dibandingkan dengan membangun struktur demokrasi. Hal ini menyangkut kebiasaan
masyarakat yang membutuhkan waktu yang relatif lama untuk merubahnya. Bayangkan,
Indonesia yang secara struktur telah merepresentasikan sebagai negara demokrasi, namun masih
banyak peristiwa-peristiwa yang menggambarkan kebebasan yang semakin liar; kekerasan,
bentrokan fisik, konflik antar etnis/ras dan agama, ancaman bom, teror, rasa tidak aman, dan
sebagainya. Struktur demokrasi tidak cukup untuk membangun negara yang demokratis. Justru,
kunci utama yang menentukan keberhasilan sebuah negara demokratis adalah perilaku/budaya
masyarakatnya.
Untuk membangun budaya/perilaku masyarakat yang demokratis, dibutuhkan metode
pendidikan demokrasi yang efektif. Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah sosialisasi
nilai-nilai demokrasi agar dapat diterima dan dijalankan oleh warga negara. Pendidikan
demokrasi bertujuan mempersiapkan warga masyarakat berperilaku dan bertindak demokratis,
melalui aktivitas menanamkan pada generasi muda akan pengetahuan, kesadaran, dan nilainilai
demokrasi. Pengetahuan dan kesadaran akan nilai demokrasi itu meliputi tiga hal; pertama,
kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat itu sendiri. Kedua, demokrasi adalah sebuah learning process yang lama dan tidak
sekedar meniru dari masyarakat lain.Ketiga, kelangsungan demokrasi tergantung pada
keberhasila mentransformasikan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat.
Pada tahap selanjutnya pendidikan demokrasi akan menghasilkan masyrakat yang
mendukung sistem politik yang demokratis. Sistem politik demokrasi hanya akan langgeng
apabila didukung oleh masyarakat demokratis. Yaitu masyarakat yang berlandaskan pada nilai-
nilai demokrasi serta berpartisipasi aktif mendukung kelangsungan pemerintahan demokrasi di
negaranya.
Oleh karena itu setiap pemerintahan demokrasi akan melaksanakan sosialisasi nilai-nilai
demokrasi kepada generasi muda. Kelangsungan pemerintahan demokrasi bersandar pada
pengetahuan dan kesadaran demokrasi warga negaranya. Pendidikan pada umumnya dan
pendidikan demokrasi pada khususnya akan diberikan seluas-luasnya bagi seluruh warganya.
Warga negara yang berpendidikan dan memiliki kesadaran politik tinggi sangat diharapkan oleh
negara demokrasi. Hal ini bertolak belakang dengan negara otoriter atau model diktator yang
takut dan merasa terancam oleh warganya yang berpendidikan. Sosialisasi nilai-nilai demokrasi
melalui pendidikan demokrasi adalah bagian dari sosialisasi politik negara terhadap warganya.
Namun demikian, pendidikan demokrasi tidaklah identik dengan sosialisasi politik itu sendiri.
Sosialisasi politik mencakup pengertian yang luas sedangkan pendidikan demokrasi mengenai
cakupan yang lebih sempit. Sesuai dengan makna pendidikan sebagai proses yang sadar dan
renencana,sosialisasi nilai-nilai demokrasi dilakukan secara terencana, terprogram, terorganisasi
secara baik khususnya melalui pendidikan formal
Pendidikan formal dalam hal ini sekolah, berperan penting dalam melaksanakan
pendidikan demokrasi kepada generasi muda. Sistem persekolahan memiliki peran penting
khususnya untuk kelangsungan sistem politik demokrasi melalui penanaman pengetahuan,
kesadaran dan nilai-nilai demokrasi.

G.    Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia


Sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia cukup menarik. Dalam upayamencari bentuk
demokrasi yang paling tepat diterapkan di negara RI, ada semacamtrial and error, coba dan
gagal. Namun kalau direnungkan secara arif, ternyatauntuk menuju ke sistem demokrasi yang
ideal perlu waktu yang cukup panjang.
Sebagai perbandingan dapat dilihat sejarah perkembangan konsep demokrasi di Amerika
Serikat, yaitu suatu negara yang dianggap sebagai negara demokrasi yang ideal sekali, di negar
tersebut sebenarnya masih banyak kekurangan. Untuk menyusun konstitusi, amerika
memerlukan waktu selama 11 tahun, untuk menghapus perbudakan memerlukan waktu 86 tahun,
untuk memberi hak pilih kaum wanita memerlukan 114 tahun, dan untuk menyusun draf
konstitusi yang melindungi seluruh warga negara memerlukan waktu selama 188 tahun.
Oleh sebab itu, bangsa Indonesia mencari bentuk demokrasi yang tepat sejak tahun 1945
hingga sekarang masih terantuk-antuk. Hal ini bukan karena ketidakseriusannya tetapi
karena memerlukan waktu panjang. Membicarakan demokrasi Indonesia, bagaimanapun juga
tidak terlepas dari periodesasi sejarah politik di Indonesia, yaitu apa yang disebut sebagai
periode pemerintahan massa revolusi kemerdekaan, pemerintahan demokrasi
liberal, pemerintahan demokrasi terpimpin, dan pemerintahan demokrasi pancasila :
1.      Masa demokrasi Liberal 1950 – 1959
Demokrasi liberal adalah paham demokrasi yang menekankan pada kebebasan individu,
persamaan hukum, dan hak asasi bagi warga negaranya. Demokrasi liberal atau sering disebut
demokrasi parlementer, karena lembaga yang memegang  kekuasaan menentukan terbentuknya
dewan (kabinet) berada di tangan parlemen atau DPR. Masa demokrasi liberal yang parlementer,
presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala
eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan
berkembangnya partai-partai politik.
a.       Landasan demokrasi liberal adalah
1)   Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945.
2)   Konstitusi RIS 1949 (Pasak 116 Ayat 2), Dan
3)   Konstitusi UUD Sementara Tahun 1950 (Pasal 83 Ayat 2).
b.      Ciri-ciri demokrasi liberal adalah
1)     Adanya golongan mayoritas/minoritas, dan
2)     Penggunaan sistem voting,oposisi, mosi dan demonstrasi, serta multipartai.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
a.    Dominannya partai politik.
b.    Landasan sosial ekonomi yang masih lemah.
c.    Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
a.    Bubarkan konstituante
b.    Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
c.    Pembentukan MPRS dan DPAS.
2.      Pelaksanaan demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
Dekrit Presiden 5 juli 1959 merupakan tonggak terakhir masa berlakunya demokrasi
parlementer di Indonesia sekaligus awal berlakunya demokrasi terpimpin. Demokrsai terpimpin
adalah paham demokrasi yang berintikan musyawarah mufakat secara gotong-royong antar
semua kekuatan nasional progresif devolusioner berporoskan Nasakom (Nasional, Agama,
Komunis).
Demokrasi terpimpin juga disebut demokrasi yang tidak memperhatikan hak-hak asasi
warga negaranya, dan tidak pula mengenal lembaga kekuasaan dalam tata pemerintahannya.
Demokrasi terpimpin berlangsung mulai Juli 1959-april 1965.
Ciri khas Demokrasi Terpimpin adalah:
a.     Dominasi dari presiden,
b.    Terbatasnya peranan partai politi,
c.     Berkembagnya pengaruh komunis, dan
d.    Meluasnya peranan ABRI (TNI) sebagai unsur sosial politik.
e.     Adanya rasa gotong royong,
f. Tidak mencari kemenangan atas golongan lain,
g.    Selalu mencari sintesa untuk melaksanakan amanat penderitaan rakyat.
h.    Melarang propaganda anti nasakom, dan menghendeaki konsultasi sesama aliran progresif
revolusioner.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang
berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional
yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:[15]
a.    Dominasi Presiden
b.   Terbatasnya peran partai politik
c.    Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
a.    Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan.
b.   Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
DPRGR.
c.              Jaminan HAM lemah.
d.             Terjadi sentralisasi kekuasaan.
e.              Terbatasnya peranan pers.
f.               Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
g.              Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.
3.      Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 – 1998
Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret
1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang
melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan
Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
a.     Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
b.    Rekrutmen politik yang tertutup
c.     Pemilu yang jauh dari semangat demokratisPengakuan HAM yang terbatas
d.    Tumbuhnya KKN yang merajalela Sebab jatuhnya Orde Baru
e.     Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
f.     Terjadinya krisis politik
g.    TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
h.    Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden
4.      Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari
Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.Demokrasi yang
dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-
peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan
tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada
prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil
Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-
lembaga tinggi yang lain. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang
demokratis antara lain:
a.              Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi.
b.              Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum.
c.              Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN.
d.             Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden RI.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan “cratein” atau “cratos” yang
berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa  demos - cratein  atau  demoscratos
(demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di
tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Saat ini, terdapat beberapa model demokrasi.
Ada lima corak atau model demokrasi yaitu; demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi
sosial, demokrasi partisipasi dan demokrasi konstitusional.
Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi agar dapat
diterima dan dijalankan oleh warga negara.
Perkembangan demokrasi Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sejarah sistem
kepemerintahan yang dijalankan di Indonsesia yang dijalankan sejak awal kemerdekaan sampai
bergulirnya reformasi hingga saat ini. Pada awal kemerdekaan (1950 – 1959) Indonesia
menjalankan demokrasi Liberal, dilanjutkan dengan demokrasi terpimpin (1959 – 1966). Pada
masa pemerintahan orde baru (1956-1998) Indonesia bertekad melaksanakan demokrasi yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, namun pada kenyataannya hal itu tidak sesuai harapan
karena pemerintah cendrung bertindak otoriter, lalu dilanjutkan masa reformasi (1998-sekarang)
dimana pada masa reformasi, demokrasi pada dasarnya demokrasi yang berlandaskan pada
Pancasila dan UUD 1945.
B.     Saran
Apa yang menjadi kekurangan dan sejarah kelam bagi pelaksanaan demokrasi Indonesia
dimasa lalu hendaknya menjadi pembelajaran dan tidak diulang kembali. Kedua, hendaknya
masyarakat tidak terlalu eksklusif atau ekstrim dalam memandang perbedaan keyakinan, agama,
adat istiadat, perbedaan politik, dan lain sebagainya. Sebab, perbedaan-perbedaan itu adalah
bagian dari demokrasi. Ketiga, Sebaiknya bagi semua warga negara/masyarakat, dalam
pelaksanaan demokrasi, benar-benar menyuarakan isi hatinya jangan hanya karena iming-iming
hadiah berupa materi sehingga lupa apa yang seharusnya disuarakan. dan Keempat,Bagi para elit
politik dan pemerintah, kiranya kehidupan rakyat lebih diperhatikan, jangan justru bekerjasama
untuk membodohi dan menipu rakyat.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syafii Maarif. 1985. Islam Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan
Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan Depdiknas dalam Rowland B. F. Pasaribu.
2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan  Negara. http://rowland_pasaribu.staff.
gunadarma.ac.id.
Mahfud dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
Negara.     http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.
Mohtar Maso'ed.1999. Negara, Kapital, dan Demokrasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
Negara.http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id
Udin S. Winataputra dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem
Pemerintahan     Negara.http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.
Zamroni dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
Negara.     http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.
http://hmicabsukoharjo.blogspot.co.id/2015/10/menemukan-akar-demokrasi-indonesia-dari.html

Anda mungkin juga menyukai