Anda di halaman 1dari 5

1.

Bagaiman Sejarah Timbulnya Qunut, dan mengapa ada perbedaan seputar Qunut
Subuh serta bagaimana anda menyikapi perbedaan tersebut?

= Jawaban=

kata qunut berasal dari kata bahasa ARAB ” ‫ ” قنت – ىقنث – قنوت‬yg artinya ta'at
atau tunduk. Qunut Subuh adlah membaca Do'a Qunut pada shalat subuh pada raka'at
terakhir setelah bangun dari ruku' sebelum sujud. jumhur ulama berpendapat bahwa
membaca Do'a Qunut pada shalat subuh Sunah.

Menurut sejarah, qunut nazilah pertama kali dilakukan oleh Nabi


Muhammad SAW pascatragedi Bir Ma'unah pada bulan Shafar ke-4 Hijriyah, di
mana 70 sahabat pilihan Nabi yang merupakan para qurra` (ahli membaca Al-Qur`an,
yakni ulama) dibantai dengan hanya menyisakan satu orang saja.

Adanya perbedaan para ulama yang melaksanakan doa qunut dan ada yang
tidak Karena beberapa pendapat.

Mazhab Ahmad bin Hanbal menyebutkan kesunnahan qunut Subuh ini hanya
pada momen nazilah, yaitu ketika umat muslim dilanda musibah. Sedangkan bagi
kalangan bermazhab Syafi’i, seperti kebanyakan diamalkan di Indonesia, membaca
doa qunut Subuh termasuk sunnah ab’adl, yang jika ditinggalkan maka dianjurkan
melakukan sujud sahwi.

Para ulama kalangan mazhab Syafi’i menyandarkan pendapat perkara qunut


ini salah satunya pada hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik sebagai berikut:

Artinya: “Rasulullah SAW senantiasa berqunut di shalat fajar (shalat Subuh)


sampai beliau meninggal dunia.” (HR. Ahmad)

menurut saya adanya perbedaan tersebut karena adanya landasan yang kuat masing-
masing mazhab dan tidak bertentangan dengan al-qur’an saya sebabai masyarakt di
Indonesia yang umunya memakai mazhab syafii yang menganjurkan melaksanakan
doa Qunut.

2. Mengapa Bacaan dalam Shalat sering lebih dari satu macam?

=Jawaban=

Adanya perbedaan bacaan dalam shalat dalam mazhab yang satu dengan yang
lainnya adalah karena beberapa alasan Dalam Shifatus Sholah (hal. 172), Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menerangkan, bahwa hikmahnya
adalah agar seorang saat menjalankan shalat, selalu berada dalam konsentrasi dan
upaya mencapai kekhusyukan. Sehingga bacaan-bacaan dalam shalat itu tidak hanya
sebatas kebiasaan. Seorang bila bacaan sujudnya itu itu saja, maka tidak menutup
1
kemungkinan dia akan jatuh dalam keadaan dimana membaca doa tersebut hanya
sebatas kebiasaan, tanpa lagi tersadar untuk menghayati maknanya.

3. Mengapa ada keberagaman perbedaan pendapat yang cukup banyak dan bahkan
tajam antara satu mazhab dengan mazhab lain, mengapa demikian?

= jawaban=

Mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam mujtahid
dalam memecahkan masalah; atau mengistinbathkan hukum Islam. Munculnya
mazhab, sebagai bagian dari proses sejarah penetapan hukum islam tertata rapi dari
generasi sahabat, tabi'in, hingga mencapai masa keemasaan pada khilafah Abbasiyah,
akan tetapi harus diakui madzhab telah memberikan sumbangsih pemikiran besar
dalam penetapan hukum fiqh Islam.Sebab-sebab terjadinya perbedaan
pendapat/mazhab dikarenakan perbedaan persepsi dalam ushul fiqh dan fiqh serta
perbedaan interpretasi atau penafsiran mujtahid.Menganut paham untuk bermahzab,
dikarenakan faktor “ketidakmampuan” kita untuk menggali hukum syariat sendiri
secara langsung dari sumber-sumbernya (Al-Quran dan as-Sunnah). Bermadzhab
secara benar dapat ditempuh dengan cara memahami bahwa sungguhnya pemahaman
kita terhadap perbedaan pendapat di kalangan mazhab-mazhab adalah sesuatu yang
sehat dan alamiah, bukan sesuatu yang janggal atau menyimpang dari Islam.

4. Sebutkan dan jelaskan Hukum mengambil barang temuan, serta jelaskan sikap
seorang muslim terhadap barang temuan dalam kajian fikih?

=jawaban=

Luqathah adalah barang yang tidak diketahui pemiliknya dan telah ditemukan
oleh seseorang.Masalah Luqathah, merupakan salah satu persoalan yang sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, ini disebabkan adanya kelalaian dari pihak
yang mempunyai barang. Bagi yang kehilangan barang maupun yang penemu,
keduanya mempunyai kewajiban yang sama untuk mengetahui bagaimana seharusnya
islam menangani masalah ini manusia beranggapan bahwa barang yang sudah jatuh
itu milik mereka.mereka menganggap bahwa barang tersebut adalah rezeki mereka.
Mereka cenderung tidak peduli dengan hal semacam ini bahkan hampir melupakan
bagaimana dan seperti apa cara untuk menangani barang temuan.

Hukum pengambilan barang temuan, oleh ulama dibagi ke dalam beberapa


tingkatan dan di antaranya sebagai berikut :

1. Apabila barang temuan ditemukan oleh orang yang memiliki kepercayaan tinggi dan
ia mampu mengurus benda-benda temuan itu sebagaimana mestinya dan terdapat
sangkaan berat bila benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau diambil
oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, maka atasnya berhak mengambil
barang temuan tersebut
2. Apabila orang tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-
benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya, tetapi bila tidak diambil pun barang
barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia.

2
3. Apabila harta itu ditemukan, kemudian yang bersangkutan ragu -ragu antara mampu
memelihara dengan mengesampingjkan harta yang ditemukan.
4. Penetapan hukum terhadap barang temuan oleh kebanyakan ulama fiqh adalah
“boleh”. Tentunya penetapan tersebut didasari oleh penalaran dalil-dalil yang ada, dan
hukum tersebut berlaku bagi orang yang meyakini dirinya mampu memelihara dan
mengumumkannya, dasar hukum tentang kewajiban bagi penemu untuk
mengumumkan barang temuan adalah hadits Nabi SAW:
5. “Dari Zaid bin Khalid r.a. berkata; Seorang datang kepada Rasulullah SAW,
menanyakan tentang luqathah, Rasulullah SAW bersabda: Kenalilah wadah dan tali
pengikatnya, kemudian umumkan selama satu tahun, maka jika dating pemiliknya
(kembalikan padanya), jika tidak maka sesukamu. Ditanya: Jika menemukan
kambing? Rasulullah SAW menjawab: Kambing itu untukmu atau saudaramu atau
bagi srigala. Jika mendapatkan unta? Rasulullah SAW bersabda: Apa urusanmu
dengan unta? Dia sanggup cukup dengan minumnya dan kakinya, dia dapat mencari
minum dan makanannya sehingga bertemu dengan pemiliknya.” (HR Bukhari-
Muslim)
6. Abu Daud juga merawikan hadits tentang larangan Rasulullah SAW mengambil
barang temuan pada saat orang-orang sedang mengerjakan ibadah haji, hadits tersebut
ialah

Artinya: “Diceritakan Yazid ibn Khalid Mauhab dan Ahmad ibn Shalih berkata
diceritakan ibn Wahab dikabarkan ‘Umar dari Bakir dari Yahya ibn Abdurrahman ibn
Hathib dari Abdurrahman ibn ‘Ustman al-Taymi sesungguhnya Rasulullah Saw.,
melarang mengambil barang yang hilang kepunyaan orang-orang yang sedang
mengerjakan ibadah haji, kemudian berkata Ahmad berkata ibnu Wahab yakni
tinggalkanlah barang temuan di waktu haji sampai ada orang yang mempunyai
mengambilnya berkata seperti itulah ibnu Mauhab dari ‘Umar”. (H.R. Abu Dawud)

7. Apabila orang yang menemukan suatu benda, kemudian dia mengetahui bahwa
dirinya sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak akan
mampu memelihara barang tersebut.

Sikap Seorang muslim terhadap barnag temuan ilah jika memenng mengetahui siapa
pemiliknya akan megembalikan kepada pemiliknya, dan apabila tidak di ketahui siapa
pemiliknya di beritakan kepada halayak ramai sampai ada pemiliknya yang
mengambil dan apabila tidak ada yang yang memilikinya menyedekahkan kepada
halayak ramai atau kepada anak yatim/fakir miskin.

5. Apa yang harus di lakukan seseorang yang tinggal di sebuah tempat di mana waktu
siang mereka panjangnya sampai 21 jam, apakah mereka mengira-ngira puasa dan
apa yang harus di lakukan jika waktu siangnya pendek sekali? Demikian pula apa
yang harus di lakukan jika waktu siang berlangsung terus menerus sampai 6 bulan
dan waktu malam juga 6 bulan?

=jawaban=

3
Puasa di daerah yang siangnya 21 jam

Mereka tetap berpuasa selama 21 jam yaitu semenjak terbit fajar sampai terbenamnya
matahari sebagaimana dalil dari Al-Quran dan hadits bahwa puasa itu mulai sejak terbit fajar
sampai terbenam matahari.

Allah Ta’ala berfirman,

‫َس َو ِد ِم َن الْ َف ْج ِر‬ ِ ِ ‫ط األَبي‬


ْ ‫ض م َن اخْلَْيط األ‬
ُ َْ ُ ‫َو ُكلُواْ َوا ْشَربُواْ َحىَّت َيتََبنَّي َ لَ ُك ُم اخْلَْي‬

“dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”
(Al-Baqarah: 187)

Jika siang pedek

Maka meraka tetap berpuasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari sesuai dengan
dalil diatas.

Jika siang sepanjang 6 bulan

Pada daerah kutub bisa jadi siang terus atau malam terus. Maka cara berpuasanya adalah
dengan memperkirakan waktu siang dan malam, dan memperkirakan waktu-waktu shalat.
Dan ada ulama yang berpendapat bahwa panjang siang dan malam serta waktu shalat
adalah berpatokan dengan waktu di Mekah dan Madinah yaitu tempat di mana syariat
di turunkan.

Terdapat hadits ketika Dajjal turun dekat hari kiamat. Bahwa nantinya satu hari seperti
setahun, datu hari bisa seperti sebulan. Maka cara shalat di waktu itu adalah dengan
memperkirakannya.

Para Sahabat radhiallahu ‘anhum bertanya mengenai hal ini,

‫ض قَ َال « أ َْر َبعُو َن َي ْو ًما َي ْو ٌم َك َسنَ ٍة َو َي ْو ٌم َك َش ْه ٍر َو َي ْو ٌم‬


ِ ‫ول اللَّ ِه َو َما لَْبثُهُ ىِف األ َْر‬
َ ‫يَا َر ُس‬

‫ك الَْي ْو ُم الَّ ِذى َك َسنَ ٍة أَتَ ْك ِفينَا فِ ِيه‬ ِ


َ ‫ول اللَّ ِه فَ َذل‬
َ ‫ ُق ْلنَا يَا َر ُس‬.» ‫َك ُج ُم َع ٍة َو َسائُِر أَيَّ ِام ِه َكأَيَّ ِام ُك ْم‬
ٍ
ُ‫صالَةُ َي ْوم قَ َال « الَ اقْ ُد ُروا لَهُ قَ ْد َره‬
َ

4
“Wahai Rasulullah, berapa lama Dajjal berada di muka bumi?” Beliau bersabda, “Selama
empat puluh hari, di mana satu harinya seperti setahun, satu harinya lagi seperti sebulan,
satu harinya lagi seperti satu Jum’at (satu minggu), satu hari lagi seperti hari-hari yang
kalian rasakan.”  Mereka pun bertanya kembali pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Wahai Rasulullah, jika satu hari bisa sama seperti setahun, apakah kami cukup
shalat satu hari saja?” beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab. “Tidak. Namun
kalian harus memperkirakan (waktunya)”,

Anda mungkin juga menyukai