Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Pemikiran Tokoh – tokoh Pesantren


“Pemikiran KH. Wahab Hasbullah”
Dosen Pengampu : Akmam Mutrofin, S.Sy.,M.Sy.

Disusun oleh :
Dadang Nur Aldiansyah (1794094016)
Ahmad Dhiyaur Rahman (1794094015)

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG JOMBANG
2019

i
Kata Pengantar
Bismillahirrohmaanirrohiim
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allag SWT yang telah memberikan ridho-Nya
kepada kita semua sehingga makalah kami dapat terselesaikan dengan judul “Pemikiran KH.
Wahab Hasbullah”.Makalah ini ditujukan untuk pembaca agar lebih memahami tentang
materi yang kami selesaikan.
Tidak lupa kami ucapkan terimah kasih kepada Bapak Akmam Mutrofin,
S.Sy.,M.Sy. selaku dosen mata kuliah Pemikiran Tokoh – tokoh Pesantren yang telah
membimbing kami. Kami juga mengucapkan terimah kasih kepada teman-teman yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini juga ditujukan untuk memenuhi tugas kelompok. Kami hanya manusia
biasa tempat dimana ada kesalahan-kesalahan, maka kami mohon maaf apabila ada kesalahan
ataupun kekurangan dalam makalah yang kami buat ini.Semoga makalah kami ini dapat
menambah pengetahuan kita semua.Untuk tercapainya kesempurnaan makalah ini kami
mohon kritik dan saran dari teman-teman yang membacanya.

Jombang 31Maret, 2020

ii
Daftar Isi

Cover........................................................................................................................i

Kata Pengantar......................................................................................................ii

Daftar isi................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................1


B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Silsilah dan Latar Belakang KH. Abdul Wahab Hasbullah.........................3


B. Menikah dan Membina Rumah Tangga.......................................................5
C. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah.....................................................6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................13

Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai pergerakan nasional yang muncul di kalangan pribumi lahir dari


rasa persatuan dan kemanusiaan yang tinggi dari para golongan terpelajar yang
pada saat itu mayoritas masyarakat Indonesia mengalami keterpurukan.
Kebijaksanaan pemerintahan kolonial Belanda menyebabkan mereka terbelakang
dalam segala bidang, baik dalam bidang sosial maupun ekonomi. Dalam bidang
sosial, masyarakat pribumi golongan menengah ke bawah tidak dapat merasakan
fasilitas belajar mengajar secara layak. Mereka bisa saja bersekolah, akan tetapi
dalam jumlah tempat yang sangat terbatas. Berikut fasilitas belajar yang telah
diberikan. Mereka hanya diajarkan bagaimana cara membaca, menulis dan
berhitung. Hal ini sangat berbeda dengan masyarakat pribumi golongan
bangsawan yang dapat menikmati fasilitas pendidikan yang lebih baik, mereka
dapat mengenyam pendidikan sistem Barat.
Melihat fenomena tersebut maka muncullah berbagai ide dan inisiatif dari
para golongan terpelajar, baik dari para ulama maupun tokoh-tokoh nasionalis.
Sekitar tahun 1900-1942 banyak sekali berbagai organisasi yang muncul guna
melawan keterpurukan yang telah dialami masyarakat dari ulah para penjajah.
Sebagai contoh adalah organisasi Budi Utomo yang berdiri pada tahun 1908,
Sarikat Islam yang didirikan oleh KH. Samanhudi di Solo pada tahun 1912, 1
Muhammadiyah yang didirikan di Yogyakarta oleh KH.
Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Nahdlatul Ulama yang didirikan di
Surabaya pada tahun 1926 oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah serta organisasi-
organisasi lainnya yang telah tersebar di berbagai wilayah di Jawa.

Beberapa organisasi yang paling dominan adalah organisasi dalam bidang

1
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia: 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980), 115.

iv
pendidikan. Salah satu organisasi tersebut adalah Taswirul Afkar. Perkumpulan
diskusi ini dapat dikatakan sebagai pendahulu berdirinya Nahdlatul Ulama.
Perkumpulan ini membahas berbagai permasalahan keagamaan, sosial
kemasyarakatan dan juga bagaimana mempertahankan sistem bermadhab. 2
Perkumpulan diskusi ini didirikan di Surabaya pada tahun 1914 oleh KH. Abdul
Wahab Chasbullah, KH. Mas Mansur, dan KH. Achmad Dahlan Achyad.
Untuk lebih jelasnya mengetahui pemikiran dan peran KH. Abdul Wahab
Hasbullah dalam Taswirul Afkar maka dalam penelitian ini akan dibahas secara
mendalam tentang pemikiran dan peranan KH. Abdul Wahab Hasbullah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup KH. Abdul Wahab Hasbullah ?
2. Bagaimana riwayat pendidikan KH. Abdul Wahab Hasbulla ?
3. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah dari berbagai bidang?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui riwayat hidup KH. Abdul Wahab Hasbullah.
2. Untuk mengetahui riwayat pendidikan KH. Abdul Wahab Hasbullah
3. Untuk mengetahui pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Silsilah dan Latar Belakang KH. Abdul Wahab Hasbullah

2
Choirul Anam, Pertumbuhan & Perkembangan NU (Sala: PT. Duta Aksara Mulia, 2010), 31.

v
Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah (lahir di Jombang, 31 Maret
1888 – meninggal 29 Desember 1971 pada umur 83 tahun) adalah seorang
ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang
ulama yang berpandangan modern, dakwahnya dimulai dengan mendirikan
media massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama”
atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama. Ia diangkat sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November
2014.

Beliau adalah pengarang syair "Ya Lal Wathon" yang banyak


dinyanyikan dikalangan Nahdliyyin, lagu Ya Lal Wathon di karangnya pada
tahun 1934. KH Maimun Zubair mengatakan bahwa syair tersebut adalah syair
yang beliau dengar, peroleh, dan di nyanyikan saat masa mudanya di
Rembang. Dahulu syair Ya Lal Wathon ini dilantangkan setiap hendak
memulai kegiatan belajar oleh para santri.

Ayah KH Abdul Wahab Chasbullah adalah KH Hasbulloh Said,


Pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang Jawa Timur, sedangkan
Ibundanya bernama Nyai Latifah. K.H. Wahab  Chasbullah berasal dari
keturunan Raja Brawijaya IV dan bertemu dengan silsilah K.H. Hasyim
Asy’ari pada datuk yang bernama Kiai Soichah.

Wahab Chasbullah kecil banyak menghabiskan waktunya untuk


bermain dan bersenang-senang layaknya anak-anak kecil masa itu. Semenjak
kanak-kanak, Wahab  Chasbullah dikenal sebagai pemimpin dalam segala
permainan.3

Selain itu, karena tumbuh di lingkungan pesantren ia juga mulai


sejak dini diajarkan ilmu agama dan moral pada tingkat dasar. Termasuk,
dalam hal ini tentu diajarkan seni Islam seperti kaligrafi, hadrah, barjanji,
diba’ dan shalawat. Kemudian, tak lupa diajarkan tradisi yang menghormati
leluhur dan keilmuan para leluhur, yaitu dengann berziarah ke makam-
makan leluhur dan melakukan tawasul.4
3
https://www.laduni.id/post/read/58801/biografi-kh-wahab-chasbullah
4
Muhammad Rifai, K.H Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888- 1971, (jogjakarta: garasi
house of book, 2010), p. 24

vi
KH. Abdul Wahab Hasbullah menjabat Rais Aam NU sampai akhir
hayatnya.10 Muktamar NU yang ke-25 di Surabaya adalah muktamar
terakhir yang diikutinya, sebagaimana doanya di hari-hari terakhir hidupnya
untuk dapat memberikan suara pilihannya kepada partai NU dan mengikuti
muktamar ini. Sebenarnya ia sudah dalam keadaan sakit. Khutbah iftitah
mukhtamar yang lazim dilakukan oleh Rais Aam kemudian diserahkan
kepada KH Bisri Syansuri yang biasaanya membantu dan menjalankan
tugas sebagai Rais Aam untuk membacakannya. KH. Abdul Wahab
Hasbullah meninggalkan mukhtamar dalam keadaan sakit yang akut.
Hampir lima tahun ia menderita sakit mata dan menyebabkan kesehatannya
menurun. Sejak mukhtamar yang pertama hingga ke-25, ia selalu hadir dan
mengarahkan garis perjuangan partai. Demikian pula dalam Mukhtamar ke-
25, garis perjuangan NU sebagaimana yang telah sukses kepemimpinannya
yang memperoleh dukungan bulat dari seluruh nahdliyin. Karena itu, tidak
heran jika kepemimpinannya mendapatkan kepercayaan penuh. Tidak
mengherankan pula mengapa suara bulat mukhtamar memilih kembali KH.
Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais Aam Partai Nahdlatul Ulama,
sekalipun saat itu belum waktunya pemilihan pengurus besar.5

KH. Abdul Wahab Hasbullah, Rais ‘Aam Partai Nahdlatul Ulama,


telah berpulang menghadap Allah Robbul ‘Izzah.12 Beliau wafat di hari
Rabu 12 Dzulqo’dah 1391 H atau 29 Desember 1971 M di rumah
kediamannya di Tambakberas, jombang.13 pukul 10:00 WIB dan di
makamkan hari itu juga pada pukul 17:00.6

B. Pendidikan KH. Abdul Wahab Hasbullah


Di sela-sela waktunya menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren
di Jawa, Kiai Wahab juga menuntut ilmu pendidikan Islam di Makah
selama kurang lebih 5 tahun. Berguru langsung kepada ulama-ulama
terkemuka di Tanah Suci, misalnya:7

5
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah Pendiri Dan Penggerak NU
(Yogyakarta: Aura Pustaka, 2012), p. 160
6
Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU ( Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2010), p. 4
7
Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis …, p.138.

vii
a. Kiai Mahfudz dari Termas (ulama Indonesia pertama yang mengajar
Shaih Bukhari di Makah. Syaikh Mahfudz adalah ahli dalam ilmu
hadis).8
b. Kiai Muchtarom Banyumas.

c. Syaikh Ahmad Khatib (pemimpin Tarekat Qadiriyyah-


Naqsyabandiyyah).
d. Syaikh Sa’id Al-Yamani.
e. Syaikh Ahmad Abu Bakri Shata.
Sedangkan guru-guru beliau ketika nyantri adalah sebagai berikut:
a. Kyai Kholil Bangkalan (pemimpin Pesantren kademangan
Bangkalan Madura).
b. KH. Hasyim Asy’ari (pendiri pesantren Tebuireng).
c. KH. Saleh Dan KH. Zainuddin Bangkalan-Madura.
d. K. Faqihuddin Kediri (pengasuh Pesantren Branggahan
Kediri).9
Seperti halnya tradisi pendidikan santri yang selalu tidak berguru
pada satu pesantren, K.H Wahab Hasbullah pun demikian, selama kurang
lebih 20 tahun, ia secara intensif menggali pengetahuan keagamaan di
beberapa pesantren. Hal itu merupakan hal jamak. Banyak santri yang juga
melakukan praktik belajar ke beberapa pesantren karena satu pesantren
dengan pesantren lainnya memiliki keistimewaan yang berbeda, bahas Arab
maupun tasawuf. Dengan jalan seperti itulah diharapkan mereka memiliki
beberapa pengetahuan, kemudian siap terjun dalam masyarakat.
Di antara pesantren yang pernah disinggahi Wahab Hasbullah
adalah sebagai berikut:
1) Pesantren Langitan, Tuban.
2) Pesantren Mojosari, Nganjuk.
Beliau melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Mojosari,
Nganjuk di bawah pimpinan Kiai Sholeh. Di pesantren ini, KH.
Wahab Hasbullah memperdalam hokum-hukum Islam. Salah satu
kitab yang beliau kaji yaitu fathul-Mu’in.
8
Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. HasyimAsy’ari, (Yogyakarta: LKis Yogyakarta Pelangi
Aksara, 2008), p. 29.
9
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama..., p. 122.

viii
3) Pesantren Cempaka. (di bawah asuhan Kiai Zainuddin)
4) Pesantren Tawangsari, Sepanjang.
5) Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura, di bawah asuhan Kiai
Kholil Bangkalan.

6) Pesantren Branggahan, Kediri.


7) Pesantren Tebuireng, Jombang di bawah asuhan K. H. Hasyim
Asy’ari.10
Setelah lama belajar ke berbagai pesantren, seperti halnya
kebanyakan santri Jawa saat itu, K.H Wahab Hasbullah pada umur 27
tahun juga memperdalam keilmuannya, terutama ilmu agama di
Makkah. Beliau belajar di kota suci ini selama kurang lebih 5 tahun.
Di makkah, ia bertemu dengan ulama terkemuka dan kemudian
berguru pada mereka. Seperti yang telah di sebutkan di atas di antara
guru-gurunya selama di Makkah adalah sebagai berikut:
a. Kiai Mahfudz Termas.
b. Kiai Muchtarom Banyumas.
c. Syaikh Ahmad Khotib Minangkabau.
d. Syaikh Sa’id Al-Yamani.
e. Syaikh Ahmad Abu Bakri Sata.11

C. Perjuangan politik KH. Abdul Wahab Hasbullah


1. Bidang Keagamaan

Semenjak kecil KH. Abdul Wahab Chasbullah sudah mengenyam


pendidikan dasar keagamaan Islam di pesantren-pesantren dengan beberapa
kiai yang sangat berpengaruh dalam bidang ilmu pengetahuan agama Islam.
Pendidikan yang diperolehnya tidak saja didapatkan dari pesantren saja,
akan tetapi ayahnya menginginkan anaknya agar memperdalam
pengetahuannya dengan menimba ilmu di Mekkah. Ketika menimba ilmu di
Mekkah, bersamaan pula dengan menyebarnya paham Wahabi. Namun,
paham tersebut tidak menggoyahkan dan mempengaruhi pemahaman
keagamaan Kiai Wahab yang telah diperoleh ketika belajar pada guru-

10
Amirul Ulum, The Founding Fathers of…, p. 37.
11
Muhammad Rifai, K.H Wahab Hasbullah Biografi …,p. 24-29.

ix
gurunya di pesantren. Apalagi guru-gurunya ketika belajar di Mekkah juga
merupakan ulama dari Indonesia yang masih memegang teguh dan
menghormati ajaran imam madhab.

Kiai Wahab merupakan pengikut paham Ahl al-Sunnah wa al-


Jama’ah12 dengan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran imam empat
madhab yaitu madhab Syafi’i, madhab Maliki, madhab Hanafi dan madhab
Hanbali. Secara umum pengertian paham Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah
adalah suatu paham yang mengikatkan dirinya kepada tradisi

Nabi dan ijma’ para ulama.13 Para ulama lebih mengartikan paham
Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dalam arti yang lebih sempit, sebagaimana
yang dijelaskan oleh KH. Bisri Mustafa bahwa paham Ahl al-Sunnah wa al-
Jama’ah adalah suatu paham yang berpegang teguh kepada tradisi-tradisi
sebagai berikut:14

a. Dalam bidang-bidang hukum Islam, mengikuti ajaran-ajaran dari salah satu


madhab empat, yaitu: madhab Syafi’i, madhab Maliki, madhab Hanafi dan
madhab Hanbali.

b. Dalam bidang tauhid (akidah), mengikuti ajaran-ajaran dari Imam Abu


Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi.
c. Dalam bidang tasawuf, mengikuti dasar-dasar yang diajarkan oleh Imam
Abu Qasyim al-Junaidi.

Dari pengertian tentang paham Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah


tersebut dapat disimpulkan bahwa paham keagamaan yang dianut oleh para
ulama pesantren seperti Kiai Wahab sangat berbeda dengan paham
keagamaan yang dianut oleh kaum pembaru, yang menyatakan bahwa
dirinya hanya berpedoman kepada Alquran dan Hadis saja, tanpa mengikuti
ajaran-ajaran imam empat madhab besar. Para ulama pesantren berpendapat
bahwa tafsiran mengenai isi daripada Alquran dan Hadis yang ditulis oleh
para imam empat madhab besar dapat dijadikan rujukan dasar bagi
12
Choirul Anam, Wawancara, Surabaya, 3 November 2015.
13
Dhofier, Tradisi Pesantren, 148.
14
Evy Masfufah, “Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah (Studi tentang Perjuangan dan Pemikirannya
dari Tahun 1914-1971)”, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab, Surabaya, 1991),
118.

x
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. Menurut mereka pemahaman isi
Alquran dan Hadis terkadang sulit untuk dipahami secara langsung oleh
setiap orang. Dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam, kaum
muslim hendaknya kepada sumber-sumber yang dapat dipercaya, terutama
setelah wafatnya Nabi Muhammad. Sumber-sumber terpercaya tersebut
diantaranya para tabi’in, tabi’it tabi’in.

Perlunya bersandar kepada pendapat para ulama madhab bukan


berarti para ulama pesantren membiarkan dirinya terbelenggu dalam
suasana jumud, dan usaha untuk mengejar kemajemukan intelektual di
bidang keagamaan tidak harus dilakukan dengan membuang dan
meninggalkan tradisi keagamaan yang sudah ada dan benar.15 Meskipun
para ulama pesantren menerima pendapat para ulama madhab, mereka tidak
sepenuhnya langsung mengikuti ajaran-ajarannya secara langsung tanpa
melakukan pengkajian terlebih dahulu. Mereka juga menganjurkan para
pengikutnya untuk mempelajari agama Islam secara luas dan mendalam.
Mereka yang dapat mencapai kepada tingkat yang lebih tinggi dalam
pengetahuan agama Islam tidak diperkenankan lagi taklid. Sedang mereka
yang kadar pengetahuan agamanya rendah lebih baik untuk menerima taklid
kepada para ulama yang otoritatif tersebut.

Dalam penggunaan fikih, Kiai Wahab cenderung menerapkannya


dengan bersikap kontekstual dalam memahaminya karena menurutnya fikih
harus membumi dan sensitif terhadap masalah sosial. Pemahaman terhadap
fikih secara tekstual akan menjadikan materi fikih kurang aplikatif. Oleh
karena itu, fikih harus diapahami dan diposisikan secara aktual dan
kontekstual. Konsep pemikiran agamanya dalam bidang fikih memang
cenderung lebih fleksibel. Namun, tentunya harus diingat bahwa pola pikir
keagamaan yang moderat tersebut bukan berarti tanpa pinsip atau
mengabaikan prinsip. Ia menetapkan pemahaman keagamaan dengan tetap
mengacu bahwa persoalan ketuhanan, keimanan, dan ibadah wajib yang
berkaitan dengan Rukun Islam dan Rukun Iman itu tidak boleh dilepaskan.16

15
Ibid., 151.
16
Rifai, KH Wahab Hasbullah, 130-131.

xi
2. Bidang Pendidikan

Pemikiran dalam bidang pendidikan Kiai Wahab dimulai ketika ia


memperdalam ilmu agamanya di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang
dibawah asuhan Kiai Hasyim Asy’ari. Selain belajar pengetahuan agama,
ia juga menyempatkan diri untuk membantu Kiai Hasyim Asy’ari mengajar
dan mendidik santri-santrinya. Hasrat dalam bidang pendidikan ilmu
pengetahuan agama Islam semakin menonjol ketika ia pulang dari menuntut
ilmu di tanah suci Mekkah. Ilmu yang telah diterimanya direalisasikan
melalui suatu wadah diskusi yang bernama Taswirul Afkar. Kelompok
diskusi tersebut dibentuk pada tahun 1914 bersama KH. Mas Mansur.

Melalui kelompok diskusi tersebut secara tidak langsung ia mulai


menggerakkan para tokoh agama terutama dari kalangan pesantren agar
dapat mengembangkan serta meningkatkan ilmu pengetahuan agamanya
dengan mengajukan berbagai persoalan yang tengah bergejolak pada saat
itu, dan seiring berjalannya waktu kelompok diskusi tersebut berkembang
menjadi sebuah lembaga pendidikan agama Islam baik bagi kalangan
pesantren sendiri maupun bagi kaum pembaru.

Selain aktif dalam kelompok diskusi Taswirul Afkar, ia pun


meluangkan waktunya untuk membantu pengembangan pendidikan dan
pengajaran agama Islam yang ada di Pesantren Tambakberas, Jombang
milik ayahnya. Di pesantren tersebut diterapkan sistem pendidikan dan
pengajaran yang berbentuk madrasah. Bersama Kiai Aqib, Kiai Husni dan

Kiai Masjkur mendirikan sekolah yang bernama Mubdil Fan pada


tahun 1914. Model pengajaran madrasah tersebut merupakan pengajaran
modern hasil dari pembaharuan Kiai Wahab. Model pembelajaran yang
diterapkan bukan hanya berbentuk sorogan dan wetonan yang sudah
diterapkan bertahun-tahun di pesantren-pesantren.

Walaupun sistem pendidikan di Mubdil Fan masih tergolong


sederhana apabila dibandingkan dengan model pengajaran sistem Barat
akan tetapi madrasah tersebut dapat dikategorikan sebagai sekolah yang
lebih maju dibandingkan dengan pesantren-pesantren yang lain, terlihat

xii
setelah Mubdil Fan menerapkan sistem pendidikan model Barat, pesantren-
pesantren di sekitarnya juga menerapkan sistem yang sama.17

Setelah Mubdil Fan berdiri pada tahun 1914, pada tahun 1918 Kiai
Wahab juga mendirikan madrasah yang bernama Taswirul Afkar
(sebelumnya berupa kelompok diskusi yang dibentuk pada tahun 1914).

Tujuan dari madrasah tersebut adalah untuk mendidik anak laki-laki


agar dapat menguasai ilmu pengetahuan agama mulai dari tingkat
elementer. Lokasi madrasah tersebut berada di Ampel Suci (dekat Masjid
Ampel Surabaya). Perkembangan madrasah tersebut cukup pesat berkat
kerja samanya dengan Kiai Ahmad Dahlan (pengasuh Pondok Pesantren
Kebondalem, Surabaya sekaligus menjadi pimpinan sekolah Taswirul Afkar)
sehingga lokasi madrasah segera dipindahkan di Jalan Pegirian,

Surabaya No. 238 dan madrasah tersebut masih berdiri hingga saat ini.18

Selain sibuk mengurus madrasah, Kiai Wahab juga menyempatkan


diri untuk tetap menjalin komunikasi dengan para intelektual Islam yang
sempat mengenyam pendidikan Barat. Ia masuk dalam sebuah kelompok
kegiatan yang bernama Islam Studie Club guna membenahi keadaan
masyarakat Islam di Indonesia. Islam Studie Club dibentuk oleh Dr.
Sutomo dari Surabaya. Peranan Kiai Wahab cukup menonjol dalam
kelompok tersebut. Ia sering diminta sebagai penceramah keagamaan.

Dengan bergabungnya Kiai Wahab di Islam Studie Club maka


pengetahuan-pengetahuan baru dengan mudah didapatkannya. Ia juga mulai
mencari titik temu kesamaan pandangan dan pemikiran diantara kedua
golongan yang berbeda pendapat di masyarakat, yakni antara golongan
tradisi dan golongan pembaru untuk kemudian dicarikan jawabannya
sebagai suatu alternatif.19

Realisasi dalam bidang pendidikan tidak hanya berhenti sampai


disitu saja, Kiai Wahab juga meningkatkan mutu pendidikan di kalangan
umat Islam dengan membentuk wadah baru bernama Nahdlatul Wathan

17
Hasib Wahab Chasbullah, Wawancara, Jombang, 4 November 2015.
18
Hani’atul Mudjri, Wawancara, Surabaya, 6 Oktober 2015.
19
Yusuf, et al., Dinamika Kaum Santri, 7-8.

xiii
yang di kemudian hari juga dikembangkan menjadi sebuah madrasah
Nahdlatul Wathan. Dari sinilah lahir bermacam-macam madrasah yang
lahir dengan nama akhir wathan, seperti: Khitabul Wathan, Ahlul Wathan,
Farul Wathan dan Hidayatul Wathan.Meskipun Kiai Wahab tergolong
sebagai ulama pesantren yang diidentikkan dengan pemikiran lama, akan
tetapi pemikirannya dalam bidang pendidikan dapat dikategorikan sebagai
pembaru.

3. Bidang Pergerakan

Keadaan sekitar umat Islam terutama di Indonesia yang sangat


memprihatinkan ketika berada di bawah cengkeraman Belanda telah
menyadarkan dan menggugah hati nurani Kiai Wahab untuk menyusun
suatu konsep pergerakan. Sebuah kesadaran atas pentingnya pergerakan
karena pada saat itu juga umat Islam dibatasi dalam hal melakukan
ibadahnya.

Pemikiran-pemikiran tersebut telah diwujudkankan melalui


beberapa pergerakan sebelum munculnya Nahdlatul Ulama. pergerakan
tersebut diantaranya organisasi Sarikat Islam cabang Mekkah sewaktu ia
menimba ilmu disana, sewaktu di tanah air mendirikan kelompok diskusi
Taswirul Afkar, Nahdlatul Wathan dan Nahdlatul Tujjar. Beberapa
organisasi tersebut menunjukkan bahwa ia terbuka dan tahu akan
pentingnya sebuah pergerakan untuk sebuh sebuah kemajuan, bukan hanya
bagi dirinya sendiri melainkan juga rakyat Indonesia yang sedang dijajah.

4. Nasionalisme Islam
Nilai yang diajarkan oleh Kiai Wahab tentang Nasionalisme Islam memuat
dua hal yaitu:
a. Pertama, cinta tanah air sebagai bagian dari iman (hubbul wathan minal
iman).
b. Kedua, semangat kaum muda untuk membela bangsa dari penjajahan.
Wujud dari nasionalisme Islam Kiai Wahab adalah dengan didirikannya
organisasi Nahdlatul Wathan. Organisasi tersebut merupakan realisasi dari
keresahannya melihat tatanan masyarakat Indonesia sedang mengalami
kehancuran. Penderitaan, kemiskinan, kebodohan dan

xiv
ketidakberdayaan telah mendorongnya untuk melakukan sebuah
reaksi untuk keluar dari cengkeraman penjajah. Oleh karena itu,
dengan dibentuknya organisasi Nahdlatul Wathan maka dapat
mewadahi rakyat agar dapat mengenyam pendidikan, kemajuan dan
kesadaran akan pentingnya persatuan melawan penjajah.

Untuk menunjang pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik,


maka didirikanlah sebuah gedung bertingkat dua di Kampung Kawatan
Gang 4, Surabaya yang biasa dikenal dengan Perguruan Nahdlatul
Wathan. Pelopor berdirinya gedung tersebut adalah KH. Abdul Kahar.

Nahdlatul Wathan dijadikan sebagai markas penggemblengan para


pemuda. Mereka dididik sebagai pemuda yang menguasai agama,
berilmu tinggi dan mencintai tanah airnya. Setiap akan dilakukan
kegiatan belajar mengajar, para murid diharuskan menyanyikan sebuah
lagu perjuangan berbahasa Arab. Lagu tersebut merupakan gubahan
Kiai Wahab sendiri yang berjudul Yaa Lal Wathan.20 Selain
berkegiatan dalam hal pengajaran, Nahdlatul Wathan juga mendirikan
kursus-kursus kepemudaan, organisasi dan dakwah. Kiai Wahab sendiri
berperan pada bagian kursusnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Daripembahasan makalah tersebut di atas maka penulis dapat


menyimpulkan bahwa, kyai wahab merupakan bapak pendiri Nu setelah
hadratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Selain itu juga perna menjadi
panglima lascar mujahidin (Hisbullah) ketika melawan penjajah jepang.beliau

20
Hasib Wahab Chasbullah, Wawancara, Jombang, 4 November 2015.

xv
juga tercatat sebagai anggota DPA bersama Ki Hajar Dewantara. Tahun 1914
mendirikan kursus bersama “tashwirul afkar”

KH. Wahab Hasbulah adalah pelopor kebebasa berpikir dikalangan


umat islam Indonesia,khususnya di lingkingan nahdhiyyin. KH. Wahab
hasbullah merupakan seorang ulama besar Indonesia. Beliau merupakan
seorang ulama yang menekankan pentingnya kebebasan dalamkebeagamaan
terutama kebebasan berpikir dan berpendapat. Untuk itu kyai Abdul Wahab
Hasbullah membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan
Pemikiran ) di Surabayapada 1914.

Daftar Pustaka

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia: 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980)
Choirul Anam, Pertumbuhan & Perkembangan NU (Sala: PT. Duta Aksara Mulia, 2010)
https://www.laduni.id/post/read/58801/biografi-kh-wahab-chasbullah

Muhammad Rifai, K.H Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888- 1971, (jogjakarta:
garasi house of book, 2010).

xvi
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah Pendiri Dan
Penggerak NU (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2012).

Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU ( Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2010).

Amirul Ulum, The Founding Fathers of Nahdlatoel Oelama’ Rekaman Biografi 23 Tokoh Pendiri
NU, (Surabaya: Bina Aswaja, 2014), p. 57

Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. HasyimAsy’ari, (Yogyakarta: LKis Yogyakarta Pelangi
Aksara, 2008).

https://panutanmuslim.wordpress.com/tag/biografi-k-h-abdul-wahab-hasbullah/

xvii

Anda mungkin juga menyukai