Anda di halaman 1dari 13

 Kamis, 17 Januari 2013


 Tarikat Samaniyyah di Minangkabau: Seputar Tokoh dan Literatur
 Tulisan Ini diterbitkan dalam Jurnal Tsaqafi 2010
Artikel ini ditulis engku mudo khalis.

1. Pendahuluan

Masuknya Islam ke Minangkabau, umumnya ke nusantara, tak


terpungkiri diwarnai oleh unsur-unsur Tasawwuf yang sangat kental.
Hal ini dikarenakan ulama-ulama yang pernah hadir menyebarkan
Islam di Pulau perca ini merupakan ulama-ulama Sufi belaka. Memang
sejarah tidak mencatat bagaimana aktifitas ulama-ulama tersebut
ketika bermukim di negeri ini ketika awal penyebaran Islam di abad ke
VII masehi tersebut. Namun fakta yang nyata kita peroleh ketika
tertulisnya nama-nama besar ulama mulai dari abad ke-XV dalam
sejarah, yang mana ulama-ulama tersebut terbilang sebagai ulama-
ulama Sufi terkemuka.

Menurut keterangan Syekh Yusuf an-Nabhani mengutip kepada Ibnu


Batutah dalam Tuhfatun Nazhar-nya, diabad-abad tersebut telah ada
ulama Tasawwuf yang besar di negeri Aden (Yaman), mempunyai
keramat yang masyhur sampai dikatakan beliau – ulama tersebut
mampu bercakap-cakap dengan orang yang telah wafat , dan diakhir
nama ulama tersebut tertulis “al-Jawi”, indikasi yang nyata bahwa
beliau merupakan orang Melayu. Masa tersebut pula nama-nama
Waliyullah yang sembilan orang di negeri Jawa, Wali Songo, yang
merupakan penyebar-penyebar Islam dengan Tasawwuf tingkat tinggi,
sebagai halnya tertulis dalam Primbon-primbon tua itu. Tak pula asing
nama-nama seperti Hamzah Fansuri, pengarang sya’ir mistik Melayu
yang indah menawan; Syamsuddin Sumatrani, sufi penganut martabat
lima yang menjadi penasehat raja Aceh kala itu; Syekh Nuruddin ar-
Raniri, ulama Ranir (India) yang memapankan karirnya di Aceh sebagai
penolak wujudiyah; Syekh Abdurra’uf Singkel Syiah Kuala, ulama besar
yang masyhur terbilang; dan yang fenomenal Tuan yang mulia Abu
Muhassin Syekh Yusuf Tajul Khalwati Tuanta Samalaka ri Goa
(Mahkota Tharikat Khalwatiyah - Tuan guru yang agung dari Goa),
berpuluh tahun menuntut ilmu di Mekkah belajar berbagai Tharikat
sekaligus berjuang di tanah air hingga wafat di Tanjung Harapan –
Afrika Selatan.
Sedang di Minangkabau sendiri, negeri yang masyhur dengan ulama-
ulamanya, tersebut pula nama besar Syekh Burhanuddin Ulakan,
sudah ratusan tahun lalu meninggal dunia, namun tak henti-hentinya
orang berziarah ke makamnya (bershafar) sebagai bukti pengaruh
beliau yang tiadakan pudar sama sekali. Tersebut pula Tuan Syekh
Keramat – Taram Payakumbuh, masyhur bertuah, disebut sebagai
teman seperjanan Syekh Abdurra’uf Singkel ketika mengaji di
Madinah kepada Tuan Syekh Ahmad Qusyasi. Di aliran sungai Kampar,
terdapat pula makam Syekh Burhanuddin Kuntu, yang terus diziarahi
masyarakat banyak hingga sekarang. Kemudian terkemuka nama-
nama besar di abad ke XVIII hingga abad XX, seperti Syekh Maoelana
Soefi (1738-1818), Syekh Abdurrahman “Beliau Batu Hampar”
Payakumbuh (w. 1899 – usia 120 th), Syekh Muhammad Thahir
Barulak, Maulana Syekh Ibrahim Kumpulan (w. 1914 – usia 150 th),
Syekh Abdul Ghani Batu Bersurat (w. 1961 – usia 150 th), Syekh Ja’far
Kampar dan lain-lainnya.

Berbicara mengenai Tasawwuf, maka kita tidak akan terlepas dari


membicarakan Tarikat, karena Tarikat merupakan suatu kearifan ber-
Tasawwuf, ibaratkan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan.
Besarnya pengaruh Syekh-syekh Tasawwuf terkemuka tersebut,
sehingga dikatakan oleh Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi ketika
membahas Tharikat dalam Izhar-nya bahwa Tarikat itu telah menjadi
pakaian di negeri Minangkabau. Begitu pula laporan seorang petinggi
Belanda saat itu, K. F. Holle, yang mengkhawatirkan kebangkitan
Tarikat yang begitu pesat yang berpotensi menggeser kedudukan
Belanda. Salah satu Tarikat terkemuka yang masih terlihat kabur

2
dalam catatan-catatan yang ada ialah Tarikat Samaniyah. Sebuah
Tarikat yang cukup berjasa ketika perlawanan dengan Belanda,
bahkan menurut salah satu sumber merupakan salah satu Tarikat
yang mula-mula masuk ke Indonesia dan memperoleh pengikut besar
di bumi nusantara ini. Maka di sini kita akan melihat sekilas mengenai
tokoh dan Literatur Tarikat Samaniyah di Minangkabau, negeri
gudangnya ulama-ulama Tasawwuf itu.

2. Akar Samaniyah : Dari Perjalanan murid-murid Jawi ke Haramain


hingga aktifitas Surau-surau Sufi di Minangkabau

Hingga beberapa dekade awal abad ke XX, Mekah merupakan tempat


yang ramai dikunjungi untuk menuntut ilmu, selain untuk berhaji.
Zawiyah-zawiyah termayhur banyak berdiri disekitar Mesjidil Haram,
para Syekh-syekh ternama banyak yang membuka pengajian di
kawasan Mesjid sendiri. Sehingga Mekah sejak dahulunya menjadi
pusat ibadah dan ilmu pengetahuan, malah mungkin lebih dikenal
ketimbang al-Azhar. Al-Haramain merupakan tempat berkumpulnya
kaum Muslimin dari berbagai penjuru dunia, beberapa banyak ulama-
ulama yang datang ke Mekkah buat mengajar sekaligus memperoleh
barokah di kota suci tersebut. Banyak dari kalangan muslim yang
mengidolakan Mekah untuk tempat menuntut ilmu, walaupun hanya
beberapa waktu saja, mengambil berkah istilahnya. Adapula yang
hidup menahun di sana, memenuhi dada dengan ilmu, kemudian
pulang dengan membawa berbagai ijazah tanda telah diakui
keulamaannya. Hingga muncul pameo ditengah-tengah masyarakat,
kalau belum mengaji ke Mekah, ilmunya belum sempurna,
keulamaannya belum sah. Begitulah posisi Mekah bagi kalangan
penuntut ilmu dan Muslim umumnya.
Dengan mengunjungi berbagai halaqah dan Zawiyah Sufi di Mekkah
saat itu, yang banyaknya menjamur seantero tanah haram, para
penuntut ilmu akan dihidangkan dengan berbagai ilmu pengetahuan
agama, dari berbagai Mazhab, berbagai ulama dengan bidang
keilmuannya masing-masing (takhussus) dan dari berbagai penjuru
dunia. Sehingga dapat dikatakan mereka –para penuntut ilmu itu-

3
telah bersinggungan dengan Jaringan Ulama Internasional, dengan
pusatnya kala itu ialah Mekkah dan Madinah.
Posisi mereka setelah pulang ke kampung halamannya –
Minangkabau- menjadi ulama terkemuka, dan ilmu yang mereka bawa
pulang, tersimpan dalam sudur, bukan sekedar ilmu yang di dapat
lingkungan bawah, kalangan lokal, lebih dari itu ilmu yang mereka
peroleh ialah pengetahuan agama yang kosmopolitan sebagaimana
jaringan global yang mereka bentuk ketika menuntut ilmu dari
berbagai Syekh terkemuka di Haramain. Di samping itu, keilmuan
mereka mencapai keotentikan yang bisa diuji, lewat sanad keilmuan
dari para musnid, ulama-ulama besar di Mekkah dan Madinah.
Dengannya mata rantai keilmuan itu bersambung (musalsil), tiada
terputus (munqathi’), sampai kepada tokoh-tokoh ulama salaf yang
shaleh, hingga sampai kepada Rasulullah.

Sudah menjadi tradisi tersendiri di Minangkabau, apabila ada seorang


siak yang telah alim, apatah lagi yang telah pula menimba ilmu di
Mekkah dan mendapat ijazah, maka masyarakat atau kaum sukunya
akan bergotongroyong membuatkan surau buatnya untuk mengajar
agama. Sampai beberapa dekade awal abad ke-20 tradisi itu masih
berlaku. Hingga terkemukalah Minangkabau menjadi gudang ulama,
setiap kampung dan pelosok-pelosok negeri mesti berdiri sebuah
surau atau lebih, dengan berdirinya surau itu sendiri maka mesti ada
ulama di daerah itu.

Di Mekkah sendiri, selain mempelajari hal ihwal syari’at sedalam-


dalamnya, dengan berkhitmat kepada syekh-syekh terkemuka
tersebut, adalah murid-murid Jawi juga memprioritaskan untuk
mengikuti pondok-pondok sufi (zawiyah) yang ramai bertebaran di
Haramain. Aktifitas mereka di pondok sufi itu belajar Tasawwuf,
terutama sekali mengambil bai’at dan bersuluk dalam salah satu
Tarikat mu’tabarah. Dan salah satu Tarikat yang digemari pada abad
XVII dan XVIII itu ialah Tarikat Samaniyah, yaitu Tarikat yang
dikembangkan oleh seorang Sufi masyhur, ulama selaku penjaga
Makam Rasulullah di Madinah, yaitu Syekh Muhammad bin Abdul
Karim Saman (1719-1770).

4
Mengenai pribadi Syekh Muhammad Saman sendiri, beliau
merupakan seorang tokoh Sufi terkemuka di Abad XVIII, bahkan
dikatakan bahwa Beliau merupakan Qutub Auliya’ (Pusaran Wali-wali)
yang tersirat dalam berbagai kisah-kisah kekeramatan yang banyak
tertulis dalam Hikayat Muhammad Saman. Syekh Saman mempelajari
berbagai Tarikat kepada Syekh-syekh besar di zamannya. Selain
sebagai Syekh Tarikat yang berpengaruh, beliau juga dikenal ‘alim
dalam fiqih yang dipelajarinya dari lima ulama Fiqih terkemuka yaitu
Muhammad ad-Daqaq, Sayyid ‘Ali al-Atthar, ‘Ali al-Kurdi, ‘Abdul
Wahab al-Thantawi dan Sayyid Hilal al-Makki. Di bidang Tasawwuf dan
Tauhid, guru Syekh Saman yang paling mengesankan adalah Mustafa
bin Kamaluddin al-Bakri (w. 1749), seorang penulis produktif dan
Syekh Tharikat Khalwatiyah dari Damaskus. Selain itu as-Samani juga
pernah belajar Tharikat Khalwatiyah kepada dua orang syekh
terkemuka di Mesir, yaitu Muhammad bin Salim al-Hifnawi dan
Mahmud al-Kurdi. Syekh lain yang sangat berpengaruh terhadap
ajaran dan praktek-praktek Syekh Saman ialah Syekh Abdul Karim an-
Nablusi (w. 1731) , seorang Syekh Besar Naqsyabandiyah dan pembela
jitu Ibnu al-‘Arabi dan al-Jili. Dari berbagai syekh terkemuka yang
pernah menjadi gurunya, maka Syekh Muhammad Saman setidak
telah mengambil 4 macam Tarikat, yaitu Khalwatiyah, Qadiriyah,
Naqsyabandiyah dan Syadziliyah. Dari berbagai teknik-teknik Tarikat
inilah Syekh Muhammad Saman merumuskan sebuah metode Zikir,
yang kemudian hari dikenal dengan Tarikat Saman, atau Tarikat
Samaniyah.

Selain ulama terkemuka, Syekh Saman juga menjabat posisi penting di


Madinah selaku penjaga Makam Rasulullah. Hal ini paling tidak telah
membuat Syekh Saman untuk lebih leluasa mengajarkan Tarikat
Saman-nya, karena setiap waktu beliau akan dikunjungi oleh berbagai
tamu dari berbagai penjuru dunia jika akan menziarahi Makam
Rasulullah. Maka tidak mengherankan bila dalam waktu singkat, Syekh
Saman telah memiliki murid-murid dari berbagai benua; dari Maghrib,
Afrika Timur sampai ke India dan Nusantara. Di berbagai kota di Hijaz
dan Yaman berdirilah Zawiyah Samaniyah. Tak terpungkiri dengan
posisi dan dedikasi Syekh Muhammad Saman yang sedemikian

5
rupanya telah menarik beberapa murid jawi untuk mengambil ilmu
dan berba’iat kepadanya, seperti salah seorang yang sangat
terkemuka dan menjadi ulama serta tenar namanya lewat karya
monumentalnya Siyarus Salikin ialah Arif billah Syekh Abdus Shamad
al-Falimbani (abad 18), melalui ulama yang satu ini kita memperoleh
gambaran terbaik tentang ajaran Syekh Saman dalam bahasa Melayu.

Di dalam Sairus Salikin ila Tariq Saadat Sufiyahdisebutkan silsilah


Tarikat Samaniyah dari Syekh Abdus Shamad al-Falimbani sebagai
Berikut:
1. Syekh Abdus Shamad al-Jawi al-Falimbani, mengambil dari:
2. Sayyidi Syekh Muhammad bin Abdul Karim Saman al-Qadiri al-
Khalwati al-Madani, mengambil dari:
3. Sayyidi Bakri, mengambil dari:
4. Syekh Abdul Latief, mengambil dari:
5. Syekh Mustafa Afandi al-Adarnawi, mengambil dari:
6. Syekh ‘Ali Afandi Qurabas, mengambil dari:
7. Syekh Isma’il al-Jarawi, mengambil dari:
8. Sayyidi Muhyiddin al-Qisthani, mengambil dari:
9. Syekh Sya’ban Afandi al-Qisthamuni, mengambil dari:
10. Syekh Halabi Sultanul Qura’ (Jamal Khalwati), mengambil dari:
11. Bir Muhammad Azibkhani, mengambil dari:
12. Syekh Abu Zakaria as-Syiruwani al-Bakuni, mengambil dari:
13. Bir Ashdaruddin, mengambil dari:
14. Syekh Izzuddin, mengambil dari:
15. Syekh Muhammad Mir Khalwati, mengambil dari:
16. Akha Muhammad al-Balisi, mengambil dari:
17. Syekh Abi Ishaq Ibrahim az-Zahid al-Bukalani, mengambil dari:
18. Syekh Jamal al-Ahuri, mengambil dari:
19. Syekh Syihabuddin at-Tibrisi, mengambil dari:
20. Syekh Rukanuddin Muhammad Nahas, mengambil dari:
21. Quthbuddin Abhari, mengambil dari:
22. Syekh Abi Najib As-Syuhuwardi, mengambil dari:
23. Syekh Umar al-Bakri, mengambil dari:
24. Syekh Wajihuddin al-Qaqithi, mengambil dari:
25. Syekh Muhammad al-Bakri, mengambil dari:

6
26. Syekh Muhammad ad-Dinuri, mengambil dari:
27. Sayyidi Mumsad ad-Dinuri, mengambil dari:
28. Sayyidi Junaid al-Baghdadi, mengambil dari:
29. Sayyidi Sirri Siqthi, mengambil dari:
30. Sayyidi Ma’ruf al-Kharkhi, mengambil dari:
31. Sayyidi Daud ath-Tha’i, mengambil dari:
32. Sayyidi Habibul ‘Ajami, mengambil dari:
33. Sayyidi Hasan al-Bashri, mengambil dari:
34. Amirul Mu’minin Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib KW, mengambil dari:
35. Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Begitulah halnya murid-murid jawi. Niscaya sebahagian murid-murid


ini sesampainya di nusantara membuka pula pengajian untuk
mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang telah sekian lama diperoleh
di Haramain, tak terkecuali Tharikat Samaniyah, yang kala itu hanya
dikenal dengan nama Zikir Samman saja. Tharikat Saman setelah itu
sangat populer di tengah-tengah masyarakat. Sampai-sampai ketika
masuknya penjajah ke nusantara, maka sebahagian para pejuang yang
mencoba mengusir bangsa eropa itu ialah para ahli Tharikat Samman,
sebagaihalnya yang diceritakan dalam Sya’ir Perang Menteng. Salah
satu kutipan isinya yaitu:

Delapan Belas harinya sabtu


Bulan Sya’ban ketika waktu
Pukul empat jamnya itu
Haji berzikir di pememarakat tentu

Haji zikir di pengadapan


Berkampung bagai mengadap ayapan
Tidaklah ada malu dan sopan
Ratib berdiri berhadapan

La ilaha illallah dipalukan ke kiri


Kepada hati nama sanubari
Datanglah opsir meriksa berdiri
Haji berangkat opsirpun lari

7
Di Minangkabau sendiri, Tharikat Samaniyah sendiri telah
menampakkan dirinya sejak awal abad ke-19. menurut catatan yang
ada, salah seorang ulama yang mengembangkannya ialah Syekh
Muhammad Sa’id Padang Bubus Pasaman , guru dari yang mulia Syekh
Ibrahim Kumpulan. Lewat ulama-ulama dan surau-surau sufi setelah
itu Tarikat Samaniyah berkembang pesat. Kehadiran Tarikat Saman
semakin terlihat dengan tampilnya Syekh Abdurrahman al-Khalidi
Kumango, seorang ulama masyhur yang disegani kala itu. Dengan
surau Kumango beliau mengajarkan Tarikat Saman dan salah satu
teknik silat tradisional Minangkabau kepada murid-muridnya yang
banyak datang dari segenap penjuru Minangkabau. Menurut cacatan
M. Sanusi Latief, pusat-pusat Tarikat Samaniyah di Minangkabau
antara lain:

1) Kumango, Batu Sangkar


2) Belubus
3) Labuah Gunuang, Tuanku Mudo Josan
4) Ateh Aka, Payo Basuang
5) Tarantang
6) Batu Tanyoh
7) Mungka
8) Lubuk Bangku, Sarilamak
9) Aia Putiah, Harau
10) Barulak, Salimpauang
11) Sungai Patai, Sungayang
12) Koto Panjang Lampasi
13) Salido, Painan
14) Padang Bubus, Bonjol
15) Kampung Melayu, Bayang
16) Bungo Pasang, Salido Kaciak, Painan
Dari aktifitas-aktifitas surau Tarikat itulah nantinya terbentuk jaringan
guru-murid, yang memperkuat penyebaran Tarikat-tarikat di
Minangkabau, begitupula Tarikat Samaniyah.

3. Melirik Jaringan Tarikat Samaniyah di Minangkabau : Sekilas

8
mengenai Ulama Saman dan koneksi keilmuannya

Setiap ilmu mesti pula ada mata rantai yang saling berhubungan. Jika
berbica mengenai mata rantai keilmuan itu maka kita tidak akan
terlepas dari hubungan istimewa antara guru dan murid, bahkan
karena sakin istimewanya hubungan ini tidak pisah terputus sama
sekali, walaupun murid atau guru itu telah wafat. Salah satu sebab
hubungan guru murid ini takkan terputus ialah karena hubungan ini
dibentuk oleh ikatan rohani yang sangat kuat. Begitulah halnya yang
berlaku dalam transmisi keilmuan islam sejak dahulunya, di mana
murid-murid akan benar-benar menjaga isnad ilmu yang diperolehnya
dari guru-gurunya itu. Namun akhir-akhir ini, zaman modern
dikatakan orang, perhatian penuntut ilmu tidak lagi mementingkan
hal tersebut. Salah satu keilmuan yang masih mempertahankan isnad
(mata rantai) itu hingga sekarang ialah ilmu Tarikat sebagai sebuah
kearifan bertasawwuf. Di mana melalui isnad atau silsilah inilah
nantinya kita akan menemui jaringan keilmuan islam yang kompleks
dan saling berkait.

Dalam hal Tarikat, yaitu Tarikat Samaniyah di Minangkabau yang kita


bicarakan saat ini, untuk mengetahui jaringan keilmuannya mestilah
kita mengenal tokoh-tokoh terkemuka dalam mengembangkan ajaran
Samman di tanah Andalas ini. Di antara tokoh-tokoh Tarikat
Samaniyah yang masyhur di Minangkabau itu ialah:

1. Syekh Abdurrahman al-Khalidi Kumango (wafat 1927)

Beliau diimasyhurkan orang dengan “Beliau Kumango”. Beliau dikenal


sebagai pembawa Tharikat Saman, walaupun sebelum masanya telah
ada indikasi bahwa Samaniyah telah berkembang, namun dimasa
“Beliau Kumango” inilah Tharikat Samaniyah mencapai kejayaannya,
Samaniyah sering dipesertakan dengan pengajaran Tharikat
Naqsyabandiyah. Ayah dari “Beliau Kumango” ini juga terkemuka
alim, namanya Khatib ‘Alim Kumango.

Nama besar “Beliau Kumango” selain dalam bidang Tharikat

9
Samaniyah, Beliau juga merupakan guru besar sekaligus pencipta Silat
Tharikat “Silek Kumango”, silat terkemuka di Minangkabau.
Perjalanan menuntut ilmu “Beliau Kumango” terlihat unik, pada
mulanya beliau adalah parewa, dan akhirnya menjadi Syekh Besar dan
Ulama yang dihormati.

Beliau mengambil Tharikat Samaniyah di Madinah, kepada Syekh


Muhammad Ridhwan al-Madani. Murid-murid Beliau “Syekh
Kumango” inilah yang memainkan peranan penting menyebarkan
Tharikat Samaniyah di Dataran tinggi Minangkabau. Namun tak
banyak ditemui cacatan perihal nama murid-murid Beliau ini.

2. Syekh Muhammad 'Arief Sampu (Syekh Sampu), Solok Selatan. (w.


1960)

Dalam sebuah catatan muridnya Mahyunar Malin Bagindo, beliau,


Syekh Sampu mengambil tarekat Samaniyah di Madinah. Setelah
mengambil ilmu Tarekat Samaniyah, beliau kembali ke kampung
halamannya dan membuka pengajian serta mengajarkan ilmu Tarekat.
Tepatnya di Rantau Dua Belas Koto, Sangir, Solok Selatan. Beliau
mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam mengembangkan ilmu
agama. setelah beliau berpulang ke Rahmatullah, murid-murid
beliaulah yang memainkan peran besar dalam melanjutkan keilmuan
Islam, termasuk tarekat. Murid-muridnya dikenal kuat memegang
teguh Ahlus Sunnah wa Jama'ah, berjalan dengan menapaki ulama-
ulama saleh di masa silam. Alhamdulillah, al-faqir (penulis) telah
menziarahi makam beliau di Solok, dan telah pula menyaksikan bekas
pengaruh ulama besar ini, meski telah berpuluh tahun beliau wafat.

3. Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus (wafat 1957)

Beliau masyhur terbilang ulama atas jalur Tasawwuf yang besar,


teman pula bagi tokoh ulama dari kaum Tua Syekh Sulaiman ar-Rasuli
Candung. Pernah mengikuti pertemuan Syekh-syekh Tarikat
Naqsyabandiyah di Bukittinggi tahun 1954. Beliau sangat terkemuka di

10
Luak nan Bonsu Luak Limapuluh kota. Perjalanan menuntut Tasawwuf
dijalaninya semasa masih belia, beliau pernah mengaji kepada Tuan
Syekh Abdurrahman Batu Hampar (wafat 1899) yang terkenal itu. Dari
Syekh Batu Hamparlah Beliau menerima kaji Naqsyabandiyah sampai
memperoleh gelar “Syekh Mudo” sebagai prestasinya dibidang
Tharikat. Kemudian secara berturut-turut belajar Tasawwuf atas jalur
Naqsyabandiyah di-6 tempat terkenal, di antaranya di Kumpulan,
yakninya kepada yang Mulia Syekh Ibrahim Kumpulan; Padang Bubus
Bonjol; Padang Kandih; Simabur; Kumango dan lainnya. Di
Kumangolah beliau menerima Tharikat Samaniyah. Muridnya sangat
banyak dan umumnya menjadi ulama terkemuka.

4. Tuan Syekh Beringin (wafat pertengahan abad XX)

Beliau berasal dari Durian Gadang, Luak Limapuluh kota. Beliau salah
satu di antara murid Syekh Mudo Abdul Qadim yang terkemuka, dari
segi keilmuan dan kekeramatan. Paruh kedua hidupnya beliau
menetap di Deli, Sumut. Beliaupun terkenal sebagai pejuang di zaman
Jepang, ketika tentara Jepang mengepungnya di Surau Suluk Tebing
Tinggi Deli, tiba-tiba saja hamparan halaman dan surau itu berubah
menjadi danau, sehingga tentara Jepang itu pulang saja dengan
tangan hampa.

5. Syekh Ibrahim Bonjol (masih hidup sampai era-80-an)


Beliau berasal Bonjol-Pasaman. Beliau merupakan khalifah Syekh
Belubus yang cukup prestisius. Beliau memiliki komplek belajar
Tharikat yang cukup makmur di Medan, diberinya nama “Baitul
Ibadah”. Salah seorang khalifahnya juga terkemuka di Jakarta.

11

 Foto : Syekh Ibrahim Bonjol di Binjai

6. Khalifah Rajab Batu Bajarang Solok

Eksistensinya mengajar Tharikat Saman merupakan indikasi dari


sebuah buku bertuliskan tangan beliau: Kitab Segala Rahasia yang
halus-halus. Beliau pernah berguru kepada Syekh Muhammad Nur
Qadhi Langkat di Sumut (asal Muara Labuh, Solok). Kemudian berguru
secara khusus kepada yang Mulia Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan al-
Khalidi Naqsyabandi Rokan, akhirnya menerima gelar Khalifah dan
mengajar di Batu Bajarang, dengan surau yang cukup besar.

7. Syekh Haji Mahmud Abdullah “Beliau Tarantang” (w. 1986)

Beliau ulama terkemuka di Tarantang, Harau, Luak Limapuluh kota.


Dalam hal Tarikat Beliau mengambil dari Syekh Yahya Magek (guru
Syekh Sulaiman ar-Rasuli). Selain alim dalam kitab-kitab Kuning dan
Tarikat, beliau juga masyhur pandeka. Murid-murid beliau juga
banyak, yang setiap tahunnya mengadakan pertemuan besar dalam
acara Penutupan Khalwat dengan mengundang pejabat-pejabat
limapuluh kota.

8. Syekh Muhammad Kanis Tuanku Tuah (w. 1989)

12
Beliau masyhur di Luak nan Bungsu selaku ulama. Beliau mendirikan
Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Batu Tanyoh sebagai wadah
mengajarkan ilmu-ilmu islam. Pada usia mudanya mengaji kepada
Syekh Ibrahim Harun Tiakar, dan secara khusus belajar Tarikat kepada
Syekh Mudo Abdul Qadim Belubus. Selain Samaniyah, beliau juga
merupakan Syekh Naqsyabandiyah yang kuat memegang prinsip.
salah satu karangannya ialah kitab Izzatul Qulub bima ja’a bihin
Naqsyabandiyah. Murid-muridnya banyak, sampai saat ini dimasa
kepemimpinan anaknya Buya Zed Dt. Bungkuak. Bahkan sebahagian
orang-orang yang bersuluk berasal dari Banten.

Ingin tahu lebih jelas mengenai thariqat sammaniyah ?


Whatsapp : 082385789999
Engku mudo kholidi

13

Anda mungkin juga menyukai