Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

METODE IJTIHAD IMAM ABU HANIFAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas:


Mata kuliah : Ushul fikih
Dosen pengapu : Dr. H. Syufa`at, M.Ag.

Disusun oleh :
Nama : Khayat Isnaen
NIM : (1917301077)
Kelas : 2/HES B (Syariah)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT karena atas rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul ” metode ijtihad
menurut imam abu hanifa” dengan tujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
ushul fikih.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna baik dari cara penulisan maupun isinya oleh karena itu kritik dan saran
sangat kami butuhkan untuk membangun demi kesempurnaan tugas yang akan datang.

Kami mengucapakan terimakasih kepada pihak yang telah banyak memberi


bantuan secara moral dan spiritual baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian tugas ini. Semoga bermanfaat bagi para pembacanya.

Purwokerto,5 april 2020

Khayat isnaen
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang....................................................................................3
B. Rumusan masalah...............................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian metode ijtihad imam abu hanifa......................................6


B. Macam-macam hukum islam............................................................6
C. Sejarah biografi imam abu hanifah...................................................7
D. Perkembangan mazhab imam abu hanifah........................................9
E. Karakteristik fiqih imam abu hanifah..............................................11

BAB III

A. Kesimpulan dan saran......................................................................12

Daftar pustaka...................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan ushul fikih tidik lepas dari peran ulama madzhab. mereka ini
imam imam pendiri madzhab empat yang terkenal sampai sekarang. Hal ini karena
kontribusi mereka yang sangat besar dalam ilmu fikih dan ushul fikih. Peninggalan
mereka adalah hasil dari prestasi yang gemilang bagi agama islam dan kaum
muslimin. Pola pikir yang digunakan oleh ulama empat madzhab ini mengedepankan
sikap dan toleransi dalam menghadapi persoalan. Kajoian tenteng hukum islam yang
mereka lakukan selalu mendasarkan al quran dan sunnah.

Secara detil akan membahas tentang. Madzhab hanafi dengan corak pemikiran
fikih dan ushul fikihnya yang rasional karena pendiri madzhab ini (imam hanafi)
hidup di baghdad kota metropolis yang saat itu menjadi pusat peradaban dunia.
Pembahasan mazhab ini dijabarkan dari perspektif historis, metode ijtihad dan
karakteristiknya.
1.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini, adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian ijtihad menurut imam abu hanifah ?
2. Jelaskan dan sebutkan metode ijtihad menurut imam abu hanifa?
3. Jelas sejarah singkat biografi imam abu hanifa?
4. Jelaskan perkembangan ijtihad menurut imam mazhab imam abu hanifa?

1.3 Tujuan masalah

Adapun tujuan dari penulis makalah ini adalah :

1. Mahasiswa dapat mengetahui ijtihad menurut imam abu hanifa


2. Mahasiswa dapat memahami hukum sumber islam menurut imam abu hanifa
3. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah biografi tokoh imam mazhab imam abu hanifa
4. Mahasiswa dapat mengetahui perkembangan mazhab imam abu hanifa
BAB II

PEMBAHASAN

1. pengertian
Imam Abu Hanifah adalah orang pertama yang menggagas fiqih perkiraan
(prediksi), dengan memaparkan masalah-masalah yang belum terjadi pada masa
selanjutnya dan menjelaskan hukum hukumnya dengan harapan apabila kasusnya
terjadi maka hukumnya telah ada, sehingga ilmu fiqih bertambah luas dan
lapangannya bertambah berkembang. Dengan model pengembangan fiqih seperti ini,
madzhab Abu Hanifah merupakan gambaran yang jelas dan nyata tentang persamaan
hukum hukum fiqih dengan pandangan masyarakat di semua lapisan kehidupan.
Madzhab abu hanifa mendasarkan madzhabnya pada al quran,sunnah,ijma,
qiyas dan istishsan.dalam hal ini beliau berkata saya memberiken hukum berdasarkan
al quran. Apabila saya tidak dijumpai di al quran, maka saya gunakan hadits
rasullulah.jika tidak ada dalam keduanya (al quran dan hadits) saya dasarkan pada
para sahabat. Saya berpegang pada pendapat salah satu sahabat yang lebih kuat dan
jika tidak ada pendapat salah satu sahabat maka saya akan berijtihad ahmad asy
syurbasy dibagian akhir ungkapan abu hanifa dapatdisinpulkan bahwa beliau metode
ijtihad dan karakteristik fiqih abu hanifah mengunakan ijtihad dan pemikiran serta
pula penggunan pikiran untuk membuat perbadingan antara pendapat-pendapat dan
memilih salah satu dari pendapat yang kuat.
Cara beliau berijtihad dan menggunakan pikiran terlihat dari bagaimana beliau
memposisikan al-Qur’an, sunnah, ijma’,qiyas, dan istihsan. Ada sebagian kalangan
yang menyangkabahwa Imam Abu Hanifah itu sedikit perbendaharaan haditsnya dan
beliau tidak meriwayatkan kecuali 17 hadits saja. Ternyata ini adalah pendapat yang
salah, karena yang benar adalah bahwa beliau meriwayatkan hadits secara sendiri 215
hadits selain yang dikeluarkan secara berserikat bersama imam-imam lain. Beliau
memiliki kitab musnad yang di dalamnya diriwayatkan sebanyak 118 hadits dalam
bab shalat saja. Ibnu Hajar al-Asqalani berkata dalam kitabnya Ta’zîl al-Manfaah bi
Zawâ’id Rijâl al-A’immah al-Arba’ah, “Adapun musnad Imam Abu Hanifah itu
bukanlah hasil dari pengumpulannya, dan hadits-hadits yang datang dari Imam Abu
Hanifah itu1 terkumpul dalam kitab al-Atsar yangdiriwayatkan Muhammad bin al-
Hasan dari beliau. Dalam karangan-karangan Muhammad bin al-Hasan dan Abu
Yusuf sebelumnya didapati juga hadits dari Abu Hanifah lainnya.”Abu al-Muayid
Muhammad bin Mahmud al-Khawarizmi (w.650 H) telah mengumpulkan musnad
Abu Hanifah, dicetak diMesir pada tahun 1326 H, hampir mencapai 8000 halaman
besar, yang dikutipnya dari 15 musnad yang dikumpulkan dari karya Imam Abu
Hanifah lalu para ulama hadits berpaling padanya. Musnad-musnad ini dikumpulkan
menurut susunan bab fiqih.
2. Abu hanifah dalam berijtihad menetapakan suatu hukum berpegang kepada beberapa
dalil syara`:
a. AL-Quran
Al-quran adalah kalam alloh yang diturukan oleh alloh kepada nabi muhammad
melalui malaikat jibril dengan lafadz bahasa arab, sebagai hujjah bagi rosul dan
menjadi pedoman hidup, yang dianggap ibadah bila membacanya dan urutan
dimulai dari surah al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-naas.
b. As sunnah
As sunnah berasal dari kata al hadits yang artinya adalah perkataan,percakapan
atupun pembicaraan. Dar definisi umum , hadits adalah setiap tulisan yang berasal
dari perkataan ataupun percakapan Rasulluloh muhammad SAW.
c. Ijma
Ijma adalah memutuskan atau menyepakati sesuatu. Secara istilah ,ijma adalah
kesepakatan seluruh ulama mujtahid yang dilakukan setelah zaman rasululloh
untuk menentukan sebuah solusi dari sebuah masalah pada perkara agama.
d. Qiyas
Qiyas ialah menyamakan suatu masalah yang tidak terdapat ketentuan hukum
dalam nash (al quran dan sunnah),karena ada persamaan illat hukumnya (motif
hukum) antara kedua masalah itu.
e. Istishsan

Al-Jauziyyah, Muhammad ibn Abi Bakr ibn Qayyim, 1996, I’lâm


al-Muwaqqi’în ‘an Rabb al-‘Âlamîn, Beirut: Dâr al-Kitab al-
‘Araby, Jilid 2.
Istishan menurut bhasa adalah menganggap sesuatu lebih baik. Sedangkan menurut
istilah menurut ulama ushul fikih adalah berpalingnya mujtahid dari tuntuan qiyas
yang jali ( nyata) kepada tuntutan qiyas yang khaf(samar), atau dari hukum kulli
(umum) kepada hukum istitsanaiy (pengcualian) karena ada dalil yang menyebabkan
dia memilih dan memenangkan perpalingan ini.
3. Biografi imam abu hanifah
Pendiri madzhab ini adalah Imam Abu Hanifah, dengan nama lengkap an-
Nu’man bin Tsabit bin Zutha bin Mahmuli Taymillah bin Tsa’labah. Beliau dilahirkan
pada tahun 80 H(659 M) di sebuah desa di wilayah pemerintahan Abdullah bin
Marwan dan meninggal pada masa khalifah Abu Ja’far al-Mansur pada tahun 105
H.(Ahmad asy-Syurbasyi)Kakeknya berangkat menemui Ali bin Abi Thalib (ketika
itu beliau masih kecil) agar mendoakan cucunya itu supaya diberkati kehidupannya
dan keturunannya. Imam Abu Hanifah merupakan imam yang pertama lahir dan lebih
dahulu daripada imam madzhab empat yang lainnya. Beliau terkenal sebagai seorang
yang ahli dalam ilmu fiqih di Irak dan pendiri Madrasah Ahli Ra’yi
Beliau termasuk keturunan Parsi yang merdeka, danHanifah bin Ismail bin
Hamad berkata, “Kami termasuk keturunan Parsi yang merdeka. Demi Allah, kami
tidak pernah tertimpa perbudakan sama sekali.”(Muhammad Ali as-Sayis,
2003:135) Ayahnya berasal dari Bani Anbar, ia pernah tinggal diTarmuz dan Nisa’.
Imam Abu Hanifah hidup saat di Baghdad terjadi perkembangan ilmu pengetahuan
yang sangat pesat.
Imam Abu Hanifah tumbuh di kota Kufah, di kotaini ia mulai belajar dan
menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Selain pernah melakukan pengembaraan ke
Basrah, Makkah dan Madinah dalam rangka mengembangkan wawasan dan
memperluas ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya. Diantara guru-guru yang
ditemuinya adalah Hammad ibn Abu Sulaiman Al-Asy’ari (w. 120 H/738 M) faqih
kota Kufah, ‘Atha’ibn Abi Rabah (w. 114 H/732 M) faqih kota Makkah, ‘Ikrimah (w.
104 H/723 M) maula dan pewaris ilmu Abdullah ibn Abbas,Nafi’ (w. 117 H/735 M)
maula dan pewaris ilmu Abdullah ibn Umar dan lain-lain.
Ia juga belajar kepada ulama Ahlul-Bait seperti Zaid ibn Ali Zainal ‘Abidin
(79-122 H/698-740 M), Muhammad Al-Baqir(57-114 H/676-732 M), Ja’far ibn
Muhammad Al-Shadiq (80148 H/699-765 M) dan Abdullah ibn Al-Hasan. Ia juga
juga pernah bertemu dengan beberapa orang sahabat seperti Anas ibn Malik (10 SH-
932 H/612-712 M), Abdullah ibn Abi Aufa (w. 85 H/704M) di Kufah, Sahal ibn
Sa’ad3 Al4-Sa’idi (8 SH-88 H/614-697 M) diMadinah dan Abu Al-Thufail Amir ibn
Watsilah (w. 110 H/729M) di Makkah serta ulama besar lainnya.
Pada tahun 96 H beliau menunaikan ibadah haji bersama ayahnya dan di
Masjid al-Haram beliau bertemu dengan seorang sahabat, Abdullah bin al-Harts bin
Juz’i az-Zubaidi. Beliau mendengar sebuah hadits darinya, bahwasanya Rasulullah
Saw.bersabda, “Barangsiapa yang memahami agama Allah, niscaya Dia akan
mencukupi pemahamannya dan memberinya rizki yang tidak disangka-sangka.”
Selain pendiri Madrasah Ahli Ra’yi, beliau juga meriwayatkan hadits dari Atha bin
Abi Rabah, Nafi’ mawlaIbnu Umar, Qatadah, dan Hamad bin Sulaiman, serta beliau
mengambil fiqih dari Ibrahim an-Nakha’i dari al-Qamah an-Nakha’i dan al-Aswad
bin Yazid dari Ibnu Mas’ud. Beliau banyak menghabiskan waktu mencari atsar/hadits
dan juga melakukan rihlah untuk mencari hal itu. Beliau ahli dalam bidang fiqih,
mempunyai kecermatan dalam berpendapat, dan mampu menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang samar dan sulit.
Beliau sempat bertemu dengan Anas bin Malik tatkaladatang ke Kufah dan
belajar kepadanya, ada yang meriwayatkanbahwa beliau sempat bertemu dengan 7
sahabat. Beliau pernah bercerita, tatkala pergi ke kota Bashrah, saya optimis kalau ada
orang yang bertanya kepadaku tentang sesuatu apapun saya akan menjawabnya, maka
tatkala diantara mereka ada yang bertanya kepadaku tentang suatu masalah lantas
saya tidak mempunyai jawabannya, maka aku memutuskan untuk tidak berpisah
dengan Hamad sampai dia meninggal, maka saya bersamanya selama 10 tahun lebih.
Dari perdagangan, beliau kemudian beralih ke ilmu pengetahuan, khususnya
ilmu fiqih. Beliau juga terkenal sebagai seorang yang alim dalam ilmu ushul fiqih dan
tauhid. Di antara para guru beliau adalah Hamad bin Abu Sulaiman al-Asy’ari. Abu

Al-Jauziyyah, Muhammad ibn Abi Bakr ibn Qayyim, 1996, I’lâm


al-Muwaqqi’în ‘an Rabb al-‘Âlamîn, Beirut: Dâr al-Kitab al-
‘Araby, Jilid 2.
Hanifah mendapatkan kelebihan dalam ilmu fiqih gurunya tersebut. Sedangkan ilmu
tauhid beliau dapatkan dari Idris bin ‘Asir, seorang yang alim dalam bidang ilmu
tauhid. Untuk mengenang jasa-jasa gurunya ia berkata, “Saya tak pernah melalaikan
doa restuku kepada guruku yang saya cintai.”(Ahmad asy-Syurbasyi).
4. Perkembangan mazhab imam abu hanifah
Menurut abu zahra dalam buku tarikh al-madzahib al-islamiyyah ada tiga faktor :

a. Banyaknya murid abu hanifah yang memiliki kecakapan dalam menjawab


permasalahan-permasalahan hukum. mereka menguasai metode pengambilan
keputusan hukum abu hanifah, dan dasar-dasar yang digunakannya. Hal ini
membuat mereka dapat ddengan cepat menemukan hukum agama yang terkait
dengan kasus yang sedang terjadi. Selanjutnya mereka menjadi rujukan
masyarakat luas.
b. Pengembangan teori pengambilan keputusan hukum. Pada saat yang bersamaan
pengikut mazhab lain belum menyadari pentingnnya pengembangan teori tersebut.
Misal alasan hukum atau biasa dise but illat hukm. Dengan memahami alasan di
balik suatu bentuk hukum, mereka dapat melakukan analogi untuk kasus-kasus
baru. Hal ini menjadikan mazhab hanafi lebih maju dibanding mazhab hukum
lainnya. Penyebaran kewilayah yang memiliki adat-istiadat yang beraneka macam.
Hal ini akan menguji kemampuan para hakim bermazhab hanafi menjawab
permsalahan yang timbul. Pengalaman ini membuat para ulam pengikut mazhab
hanafi dapat mengembangkan metode pengambilam hukum dan mengkompilasi
fatwa yang sangat kaya.
c. Penyebaran ke berbagai wilayah tersebut tidak dapat dilepaskan dari dukungan
penguasa abbasiyah dimasa lalu dan penguasa turki usmani pad era modern.
Saat ini, mazhab hanafi menjadi mazhab yang dominan di beberapa negeri
mayoritas muslim. Christie S. Werren mencatat bhawa mazhab hanafi yang dianut
yordania, lebanon, bangladesh, mesir, india, dan irak. Kontitusi afghnistan banyak
merujuk kepada, fatwa-fatwa mazhab hanafi.

Pengaruh mazhab hanafi dapat dilihat dalam sejumlah praktik


masyarakat dinegara-negara yang mengikuti mazhab tersebut. Salah satu
praktik ibadah yang didasarkan kepada mazhab hanafi adalah azan yang
digunakan disebagian masjid diindia dan afghanistan.

Dindonesia yang menganut mazhab pada umunya yaitu bermazhab


syafi`i,azan dimulai dengan bacaan takbir sebanyak empat kali. Praktik berbeda yang
dapat ditemui pada sebagian masjid menganut mazhab hanafi5, bacaan takbir hanya
dua kali. Azan ini didasarkan kepada pendapat abu yusuf dan muhammad biun al-
hassan al-syaibani.

5
Al-Jauziyyah, Muhammad ibn Abi Bakr ibn Qayyim, 1996, I’lâm
al-Muwaqqi’în ‘an Rabb al-‘Âlamîn, Beirut: Dâr al-Kitab al-
‘Araby, Jilid 2.
5. Ada beberapa karakteristik yang dijadikan pegangan oleh Imam Abu hanifah dalam
membangun madzhabnya, diantaranya adalah
a. menjaga hak-hak fakir miskin. Contoh: ketentuan wajib zakat pada pakaian yang
terbuat dari emas dan perak, serta tidak diwajibkan zakat pada orang yang mempunyai
hutang.
b. kemudahan dalam beribadah dan dalam pekerjaan sehari-hari. Contohnya adalah
hukum menghadap kiblat: ketika di malam yang gelap atau pada saat susah
ketikamenentukan arah kiblat. Seseorang yang shalat dalam kondisi demikian,
kemudian dia shalat sesuai keyakinannya, maka hukum shalatnya sah sekalipun
ternyata ia tidak menghadap kiblat. Dengan syarat dia sudah berusaha mencari arah
kiblat.
c. memelihara kehormatan dan perikemanusiaan. Contohnya: bagi anak-anak
perempuan yang sudah mencapai umur untuk mencari pasangan hidup tanpa ada
paksaan dari wali. Perkawinan yang dilakukan secara paksa terhadap anak
perempuan, hukumnya tidak sah jika ia menolak perkawinan tersebut
d. memberikan kuasa penuh kepada pemerintah dan pemimpin-pemimpin negara.
Contoh: pemerintah, kerajaanatau pemimpin negara berhak mengendalikan kekayaan
negara seperti tanah dan sebagainya untuk kepentinganumum. Pemerintah atau
pemimpin yang berkuasa juga berhak memberikan hadiah-hadiah kepada pejuang-
pejuang atau prajurit-prajurit sebagai penghargaan kepada mereka.
e. mengakui peradaban hidup manusia. Contohnya:pengakuan keislaman anak-anak
yang belum akil sebagai orang Islam yang sempurna sama seperti orang dewasa juga.
Contoh lain adalah bagi orang yang menerima wasiat hendaknya menjaga harta anak
yatim dan menjalankan perniagaan denga nharta anak yatim tersebut sesuai prinsip
amanah.Masalah-masalah fiqih dalam madzhab Hanafi terbagi dalam tiga bagian:
pertama, an-Nawâdir adalah masalah-masalah yang diriwayatkan dari Imam Abu
Hanifah dan kawankawannya di luar kitab Dzahir ar-Riwâyah.
6

Al-Jauziyyah, Muhammad ibn Abi Bakr ibn Qayyim, 1996, I’lâm


al-Muwaqqi’în ‘an Rabb al-‘Âlamîn, Beirut: Dâr al-Kitab al-‘Araby, Jilid 2.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Imam Abu Hanifah adalah orang pertama yang menggagas fiqih perkiraan
(prediksi), dengan memaparkan masalah-masalah yang belum terjadi pada masa
selanjutnya dan menjelaskan hukum hukumnya dengan harapan apabila kasusnya
terjadi maka hukumnya telah ada, sehingga ilmu fiqih bertambah luas dan
lapangannya bertambah berkembang. Dengan model pengembangan fiqih seperti ini,
madzhab Abu Hanifah merupakan gambaran yang jelas dan nyata tentang persamaan
hukum hukum fiqih dengan pandangan masyarakat di semua lapisan kehidupan. Ada
beberapa sumber hukum islam diantaranya adalah al-quran, hadits, ijma, qiyas,
istishan.
Ada beberapa karakteristik yang dijadikan pegangan oleh Imam Abu hanifah
dalam membangun madzhabnya, diantaranya adalah menjaga hak-hak fakir miskin,
kemudahan dalam beribadah dan dalam pekerjaan sehari-hari, memelihara
kehormatan dan perikemanusiaan, memberikan kuasa penuh kepada pemerintah dan
pemimpin-pemimpin negara, mengakui peradaban hidup manusia.

3.2 Saran

Metode ijtihad dari imam abu hanifah menganut al-quran, hadits, ijma,qiyas,
istishan. Mazhab imam hanifah sekarang ini terus berkembang indonesia ataupun
diluar negara seperti india, aFghanistan dan lainnya, oleh umat islam didunia harus
menjaga kedamainya. Serta tidak ada yang bermasalah karena adanya perbedaan
karakteristik mazhab tersebut.
Daftar pustaka

Abdul Mudjib, 2004, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih (al-Qawâ’id


Fiqhiyyah), Jakarta: Kalam Mulia, Cet. V.
Abu Zahrah, Muhammad, 1991, Tarîkh al-Madzâhib al-Islâmiyyah,
Cairo: Dâr al-Fikr al-Arabi.
Al-Jazairi, Abdurrahman, 1986, Kitâb al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-
‘Arba’ah, Beirut: Dâr Ihyâ at-Turâts al-‘Araby.
Al-Jauziyyah, Muhammad ibn Abi Bakr ibn Qayyim, 1996, I’lâm
al-Muwaqqi’în ‘an Rabb al-‘Âlamîn, Beirut: Dâr al-Kitab al-
‘Araby, Jilid 2.
An-Nawawi, Imam, t.th., Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab, Cairo:
Zakaria Ali Yusuf, Vol IX.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali, 1972, Rawâi’ul Bayân fi Tafsîr Ayat
al-Ahkâm min al-Qurân, Mekah: Dâr al-Qur’an.
As-Sayis, Muhammad Ali, 1953, Tafsîr Ayât al-Ahkâm, Mesir:
Matba’ah Muhammad ‘Ali Sabih wâ Aulâduh.
-------, 2003, Sejarah Fiqih Islam (terj. Nurhadi), Jakarta: Pustaka
al-Kautsar.
Asy-Syaukani, t.th., Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq min ‘Ilm al-Ushûl,
Surabaya: Maktabah Ahmad ibn Sa’ad ibn Nabhan.
Asy-Syurbasyi, Ahmad, 2001, al-Aimmah al-Arba’ah (Sejarah dan
Biografi Empat Imam Madzhab), Jakarta: Penerbit Amzah,
cet. III.
Hafidhuddin, Didin, 2000, Tafsir al-Hijri: Kajian Tafsir Surat An-Nisâ’, Jakarta:
Yayasan Kalimah Thayyibah.

Anda mungkin juga menyukai