Anda di halaman 1dari 18

URGENSI ETIKA PROFESI HAKIM DALAM PENEGAKAN

HUKUM DI INDONESIA

MAKALAH
Makalah ini disusun guna memenuhi Kelompok 4
Mata kuliah : Etika Profesi Hukum
Dosen Pengampu : Pangestika Rizki Utami M.H

Disusun Oleh :

Nur Diana Elisa NIM : 1917301065


Rianita Dwi Putri NIM : 1817301066
Nafi’udin Faiz Ashari NIM : 1917301084
Kuat Istiqomah NIM : 1917301068
Melin Alfiyatun Rahmah NIM : 1917301078
Sahrul Mulia Rahman NIM : 1917301097
Noviatun Isna NIM : 1917303080

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UIN PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
2021

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT Tuhan semesta alam atas nikmat dan karunia-
Nya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Urgensi Etika Profesi
Hakim Dalam Penegakan Hukum di Indoensia”. Tak lupa sholawat beserta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberi suri tauladan bagi
manusia dari masa kegelapan menuju masa penuh cahaya.

Ucapan terima kasih kami berikan kepada pihak-pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini hingga akhir pembuatan. kami berharap makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi semua kalangan. Kritik dan masukan sangat kami
perlukan guna memperbaiki tulisan yang akan kami buat di kemudian hari.

Purwokerto, 22 September 2021

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 4
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................ 4
C. TUJUAN PENULISAN .............................................................................................................. 4
BAB II..................................................................................................................................................... 5
A. PENGERTIAN ETIKA PROFESI HAKIM ............................................................................... 5
B. ETIKA MELAKUKAN TUGAS JABATAN HAKIM .............................................................. 7
C. ETIKA HAKIM TERHADAP PENCARI KEADILAN ............................................................ 8
D. PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA .............................................................................. 11
E. URGENSI ETIKA PROFESI HAKIM ..................................................................................... 13
BAB III ................................................................................................................................................. 17
KESIMPULAN ................................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penegakan hukum yang berlandaskan rasa keadilan dan kejujuran, menjadikan para
penegak hukum dituntut keberaniannya dalam menjalankan penegakkan hukum dengan baik,
hal ini dikarenakan nasib orang yang mencari keadilan berada di tangan para penegak hukum
itu sendiri. Oleh karena itu, orientasi penegakkan hukum bukan hanya terkonsentrasi pada
materi saja, melainkan berorientasi pula pada rasa keadilan dan manfaat yang dapat diterima
masyarakat.
Dengan memasukkan aspek transendental dalam jiwa penegak hukum, maka tidak akan
ada lagi permasalahan dalam penegakan hukum dimanapun. Namun pada kenyataannya proses
penegakan hukum saat ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak penegak hukum yang
tersangkut masalah hukum.
Hakim seharusnya memberikan sebuah keadilan dalam proses peradilan dengan
mengatasnamakan Tuhan, namun pada kenyataannya, masih ada oknum hakim yang justru
dihakimi oleh kepentingan individu agar selamat dari jeratan hukum.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, Masalah-masalah yang mendorong
penyusunan makalah ini yaitu :
1. Apa itu yang dimaksud dengan etika profesi hakim ?
2. Apa saja etika melakukan tugas jabatan hakim ?
3. Apa saja etika hakim kepada pencari keadilan ?
4. Bagaimana penegakan hukum di Indonesia ?
5. Apa itu urgensi etika profesi hakim?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sesuai dengan rumusan masalah diatas adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika profesi hakim
2. Untuk mengetahui apa saja etika melakukan tugas jabatan hakim
3. Untuk mengetahui bagaiamana etika hakim kepada pencari keadilan
4. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum di indonesia
5. Untuk mengetahui apa urgensi etika profesi hukum

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ETIKA PROFESI HAKIM

Nilai-Nilai etika tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang tetapi
milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil, yaitu keluarga
sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika profesi tersebut, suatu kelompok
diharapkan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
Etika merupakan konsepsi tentang baik atau buruknya perangai atau perilaku
seseorang. Sedangkan moral adalah perilaku yang baik atau buruknya seseorang. Etika
merupakan ide-ide, cita-cita tentang dambaan kebaikan perbuatan atau perilaku manusia.
Etika senantiasa memberikan contoh-contoh yang baik, sementara moral selalu memberi
penilaian terhadap pelaksanaan dari contoh- contoh yang diberikan oleh etika. Oleh
karenanya, orang yang beretika adalah orang yang memberi contoh perilaku keteladanan,
sedangkan yang bermoral adalah orang yang lakoni keteladanan itu.1
Etika profesi sendiri merupakan suatu ilmu mengenai hak dan kewajiban yang
dilandasi dengan pendidikan keahlian tertentu. Dasar ini merupakan hak yang diperlukan
dalam beretika profesi. Sehingga tidak terrjadi penyimpangan-penyimpangan yang
menyebabkan ketidaksesuaian. Profesionalisme sangat penting dalam pekerjaan, bukan hanya
loyalitas tetapi etika profesilah yang sangat penting. Etika sangat penting dalam
menyelesaikan suatu masalah, sehingga bila suatu profesi tanpa etika akan terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan terjadinya ketidakadilan. Ketidakadilan
yang dirasakan oleh orang lain akan mengakibatkan kehilangan kepercayaan yang berdampak
sangat buruk, karena kepercayaan merupakan suatu dasar atau landasan yang dipakai dalam
suatu pekerjaan. Kode etik profesi berfungsi sebagai pelingdung dan pengembang profesi.2
Hubungan etika dengan profesi khususnya profesi hukum, bahwa etika profesi adalah
sebagai sikap hidup, berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional di bidang
hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan
dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap mayarakat yang membutuhkan
pelayanan hukum dengan disertai refleksi seksama.3

1
Diajukan Untuk et al., “Aspek Hukum” (2009).
2
S.H Dr. Serlika Aprita, Etika Profesi Hukum, vol. 148 (Palembang: Refika, n.d.).
3
Achmad Asfi Burhanudin, “Peran Etika Profesi Hukum Sebagai Upaya Penegakan Hukum Yang Baik,” El-
Faqih : Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam 4, no. 2 (2018): 50–67.

5
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral
dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari
perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat.
Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari
kepribadian profesional hukum.
1. Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari
misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang
terdapat dalam kejujuran yaitu:
a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau
secara cuma-Cuma.
b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter,
tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.
2. Otentik
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya,
kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain:
a. Tidak menyalahgunakan wewenang.
b. Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela.
c. Mendahulukan kepentingan klien.
d. Berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata
menunggu atasan.
e. Tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
3. Bertanggung Jawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya:
a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup
profesinya.
b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara
cuma-cuma (prodeo).
c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
kewajibannya.
4. Kemandirian Moral
Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti
pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian dan

6
mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh
pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih),
penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.
5. Keberanian Moral
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan
kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain:
a. Menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli.
b. Menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.

B. ETIKA MELAKUKAN TUGAS JABATAN HAKIM

Tugas hakim secara fungsional di pengadilan melaksanakan dan mengadili serta berusaha
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang di kehendaki
undang-undang, oleh karena itu harus menjunjung tinggi eika profesi . profesi haki memeliki
sistem etika yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai
yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan tugasnya dalam menjalakan
fungsi dan mengemban profesinya, serta dijadikan pedoman perilaku keutamaan moral bagi
hakim baik dalam menjalankan fungsi profesinya maupun dalam hubungan kerakyatan diluar
kedinasan.4
Dalam menjalankan tugasnya, hakim memiliki kebebasan untuk membuat keputusan
terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainnya. Hakim menjadi tumpuan dan harapan
bagi pencari keadilan. Hakim juga memiliki kewajiban ganda di satu pihak merupakan pejabat
yang ditugasi menerapkan hukum terhadap perkara yang kongkrit baik terhadap hukum tertulis
maupun huum tidak tertulis. Dalam undang-undang dsebutkan tugas pengadilan tidak boleh
menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.5
Momentum penerbitan UU ASN telah memeberikan angin segar bagi kalangan hakim
khususnya dan lingkungan peradilan pada umumnya. Kedudukan jabatan hakim sebagai
pejabat negara tertegaskan secara eksplit dalam UUASN ( pasal 121 dan pasal 122). Namun
didefinisikan pejabat negara dalam beberapa undang-undang yang berlakunya lainnya jabatan

4
Salma, “Urgensi Etika Profesi Hakim Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia,” JPPI (Jurnal Pendidikan
Islam Pendekatan Interdisipliner) 1, no. 1 (2016): 46–55,
https://jppi.ddipolman.ac.id/index.php/jppi/article/view/7.
5
Siti Zulaikha, “Etika Profesi Hakim Dalam Prespektif Islam,” An Natiq XLVII, no. 1 (2016): 63.

7
hakim didefinisikan secara berbeda-beda undang-undang No.28 tahun 2009 tentang
penyelenggraan negara yang bersig dan bebas korupsi.6

Etika melakukan tugas jabatan :


1. Bersikap tegas dan disiplin
2. Penuh pengabdian pada pekerjaan
3. Bebas dari pengaruh siapapun juga
4. Tidak melahgunakan kepercyaan kedudukan dan wewenang untuk kepentimgam
pribadi atau golongan
5. Tidak berjiwa mumpung
6. Tidak menonjolkan kedudukan
7. Menjagaja wibawa dan maertabat hakim dalam hubungan kedinasaan
8. Berpegang teguh pada kehormatan hakim.7

C. ETIKA HAKIM TERHADAP PENCARI KEADILAN

Sebelum disusun Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini, Mahkamah Agung telah
mengadakan kajian dengan memperhatikan masukan dari Hakim di berbagai tingkatan dan
lingkungan peradilan, kalangan praktisi hukum, akademisi hukum, serta pihak-pihak lain
dalam masyarakat. Selain itu memperhatikan hasil perenungan ulang atas pedoman yang
pertama kali dicetuskan dalam Kongres IV Luar Biasa IKAHI Tahun 1966 di Semarang, dalam
bentuk Kode Etik Hakim Indonesia dan disempurnakan kembali dalam Munas XIII IKAHI
Tahun 2000 di Bandung. Untuk selanjutnya ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja Mahkamah
Agung RI Tahun 2002 di Surabaya yang merumuskan 10 (sepuluh) prinsip Pedoman Perilaku
Hakim yang didahului pula dengan kajian mendalam yang meliputi proses perbandingan
terhadap prinsip-prinsip internasional, maupun peraturan-peraturan serupa yang ditetapkan di
berbagai Negara, antara lain The Bangalore Principles of Yudicial Conduct. Selanjutnya
Mahkamah Agung menerbitkan pedoman Perilaku Hakim melalui Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/104A/SK/XII/2006 tanggal 22 Desember 2006, tentang
Pedoman Perilaku Hakim dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor :

6
Ninla Elmawati Falabiba, “Wujudkan Visi MA Tentang Badan Perdilan Yang Agung Melalui Undang Undang
Jabatan Hakim” (2019): 2015–2019.
7
Dewi Margareth Kalalo, “EKSISTENSI KOMISI YUDISIAL TERHADAP PELAKSANAAN KODE ETIK
PROFESI HAKIM,” Lex Crimen 3, no. 1 (2014): 51–58.

8
215/KMA/SK/XII/2007 tanggal 19 Desember 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman
Perilaku Hakim.

Demikian pula Komisi Yudisial RI telah melakukan pengkajian yang mendalam dengan
memperhatikan masukan dari berbagai pihak melalui kegiatan Konsultasi Publik yang
diselenggarakan di 8 (delapan) kota yang pesertanya terdiri dari unsur hakim, praktisi hukum,
akademisi hukum, serta unsur – unsur masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan memenuhi pasal 32A juncto


pasal 81B Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang
Nomor : 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka disusunlah Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim yang merupakan pegangan bagi para Hakim seluruh Indonesia serta Pedoman
bagi Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan
internal maupun eksternal.

Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam
10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut : (1) Berperilaku Adil, (2) Berperilaku Jujur, (3)
Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas Tinggi, (6)
Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisplin Tinggi, (9) Berperilaku
Rendah Hati, (10) Bersikap Profesional,

1. Berperilaku adil
Adil bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi
haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya
di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah
memberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness)
terhadap setiap orang. Oleh karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi
di bidang peradilan yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan
benar harus selalu berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan orang.
2. Berperilaku jujur
Kejujuran bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan
yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang kuat dan
membangkitkan kesadaran akan hakekat yang hak dan yang batil. Dengan demikian,

9
akan terwujud sikap pribadi yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam
persidangan maupun diluar persidangan.
3. Berperilaku arif dan bijaksana
Arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup
dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan, kebiasan-
kebiasan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu,
serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya. Perilaku yang arif dan
bijaksana mendorong terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempunyai
tenggang rasa yang tinggi, bersikap hati-hati, sabar dan santun.
4. Bersikap mandiri
Mandiri bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain, bebas dari
campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong
terbentuknya perilaku Hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan
keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum yang berlaku.
5. Berintegritas tinggi
Integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak
tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh
berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas.
Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan
dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan tuntutan hati 14 nurani untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas dengan
cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.
6. Bertanggungjawab
Bertanggungjawab bermakna kesediaan untuk melaksanakan sebaik-baiknya segala
sesuatu yang menjadi wewenang dan tugasnya, serta memiliki keberanian untuk
menanggung segala akibat atas pelaksanaan wewenang dan tugasnya tersebut.
7. Menjunjung tinggi harga diri
Harga diri bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan kehormatan yang
harus dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap orang. Prinsip menjunjung tinggi
harga diri, khususnya Hakim, akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan
tangguh, sehingga terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat
sebagai aparatur Peradilan.
8. Berdisisplin tinggi

10
Disiplin bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang diyakini
sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat
pencari keadilan. Disiplin tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib di
dalam melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian dan berusaha untuk menjadi
teladan dalam lingkungannya, serta tidak menyalahgunakan amanah yang dipercayakan
kepadanya.
9. Berperilaku rendah hati
Rendah hati bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh dari
kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan
mendorong terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar,
menghargai pendapat orang lain, menumbuh kembangkan sikap tenggang rasa, serta
mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas di dalam mengemban tugas.
10. Bersikap profesional
Profesional bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan
pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas
dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas. Sikap profesional akan mendorong
terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan,
serta berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai
setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien.8

D. PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Hikmahanto Juwono menyatakan di Indonesia secara tradisional institusi hukum yang


melakukan penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, badan peradilan dan advokat. Di
luar institusi tersebut masih ada diantaranya, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorak
Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Imigrasi.
Problem dalam penegakan hukum meliputi hal:
1. Problem pembuatan peraturan perundangundangan.
2. Masyarakat pencari kemenangan bukan keadilan.
3. Uang mewarnai penegakan hukum.
4. Penegakan hukum sebagai komoditas politik, penegakan hukum yang diskriminatif dan
ewuh pekewuh.

8
Kode Etik and D A N Perilaku, “KETUA KOMISI YUDISIAL RI NOMOR : 047 / KMA / SKB / IV / 2009
TENTANG” (2009).

11
5. Lemahnya sumberdaya manusia.
6. Advokat tahu hukum versus advokat tahu koneksi.
7. Keterbatasan anggaran.
8. Penegakan hukum yang dipicu oleh media masa.

Negara Indonesia sebagai negara hukum tentang adanya kebebasan peradilan telah di
jamin sebagimana tersebut dalam Undangundang Dasar 1945 hasil Amandemen dan Undang-
undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan Kehakiman menurut
UUD 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakan hukum dan keadilan. Perubahan UUD Dasar RI 1945 telah
membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman Undangundang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman telah
diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 1999 dan kemudian dirubah lagi menjadi UU Nomor 4
Tahun 2006
Dalam Pasal 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 Tahun 2004
menyebutkan bahwa: “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila,
demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.

Kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam ketentuan tersebut di atas adalah bahwa
kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak eksternal yudisial kecuali dalam
hal sebagaimana diatur dalam UUD Negara RI Tahun 1945. Kebebasan dalam melaksanakan
wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum
dan keadilan berdasarkan Pancasila sehingga putusannya mencerminkan keadilan rakyat
Indonesia.
Aparat penegak hukum yang turut membantu dalam penyelenggaraan pelaksanaan
peradilan untuk menciptakan kepastian hukum selain lembaga kehakiman meliputi:
a. Kejaksaan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2005 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia. Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah
yang melaksanakan kekuasaan negera di bidang penuntutan serta kewenangan lain
berdasarkan Undangundang yang dilaksanakan secara merdeka. Kejaksaan mempunyai
tugas:
1) melakukan penuntutan;

12
2) melaksakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan dan keputusan lepas bersyarat.
4) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-undang
5) Melengkapi berkas perkara tertentu, melakukan pemeriksaan tambahan sebelum
dilimpahkan kepengadilan.
6) Di bidang perdata dan tata usaha negara kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak
baik di dalam maupun diluar pengadilan untuk dan atau atas nama pemerintah.
7) Di bidang ketertiban dan ketentraman melaksanakan kegiatan peningkatan kesadaran
hukum masyarakat, pengamanan kebijakan penegak hukum, pengawasan peredaran
barang cetakan, pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan negara, pencegah
penyelahgunaan dan penodaan negara.
b. Kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian NEegara Republik Indonesia. Dalam rangka peningkatan upaya pelaksanaan dan
penegakan hukum baik bagi masyarakat maupun aparat penegak hukum itu sendiri, maka
pemerintah Negara RI telah melakukan pembaharuan terhadap beberapa peraturan untuk
memperbaiki sistem hukum yang ada demi tercapainya masyarakat yang adil dan tentram,
dengan adanya perbaikan peraturan bagi para aparat penegak hukum maka masing-masing
pihak diharapkan dapat melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya masing-masing
secara bertanggung jawab, pelaksanaan tersebut tidak lepas dari pengawasan pemerintah
dan masyarakat.9

E. URGENSI ETIKA PROFESI HAKIM

Hakim adalah pejabat yang melaksanakantugas kekuasaan kehakiman (pasal 11 Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 1989, Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 ), yakni
pejabat pengadilan yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili (pasal 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981). Istilah pejabat membawa konsekuensi yang berat oleh
karena kewenangan dan tanggung jawabnya terumuskan dalam rangkaian tugas, kewenangan,
kewajiban, sifat dan sikap tertentu yaitu penegak hukum dan keadilan.

9
Sanyoto,”Penegakan Hukum di Indonesia”. www dinamikahukum.fh, diakses 23 September 2021

13
Hakim juga dapat diartikan sebagai Hakim pejabat yang memimpin persidangan. Ia
yang memutuskan hukuman bagi pihak yang dituntut. Hakim harus dihormati di ruang
pengadilan dan pelanggaran akan hal ini dapat menyebabkan hukuman. Hakim biasanya
mengenakan baju berwarna hitam. Kekuasaannya berbeda-beda di berbagai negara.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam Bab I tentang ketentuan umum
pasal 1 ayat 8, mendifinisikan hakim sebagai pejabat peradilan negara yang dinberi wewenanng
oleh Undang-Undang Untuk mengadili.10

Hakim adalah profesi hukum paling penting diantara profesi hukum lainnya karena hakim
diberi wewenang dan tugas oleh UU untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara.
Memiliki kekusaan yang menentukan nasib harta benda bahkan nyawa seseorang, sehingga
hakim disebut sebagai wakil tuhan di muka bumi. Karena itu, seorang hakim harus bersungguh
sungguh mencari kebenaran agar dapat menghukum seseorang dengan seadil-adilnya,
sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al Qur’an surah Annisa ayat 58 yang artinya : “dan
apabila kamu menghukum antara manusia, supaya kamu menghukum dengan seadil-
adilnya”.11

Profesi Hakim adalah jabatan yang mulia sekaligus penuh resiko dan tantangan. Mulia
karena ia bertujuan menciptakan ketenteraman dan perdamaian di dalam masyarakat. Di
samping itu, ada kode etik yang harus mendapatkan perhatian yang mendalam oleh para hakim
yang meliputi dua aspek, yaitu aspek moral dan intelektual. Kedua aspek ini, lebih-lebih aspek
moral, masih menjadi persoalan di hampir setiap pengadilan pada masa sekarang.

Profesi hukum sebagai profesi yang tekait dengan hukum positif, keadilan, kemanusiaan,
penjaga peradaban masyarakat dan kekuasaan tidak cukup diemban hanya berdasarkan
kompetensi intelektual saja, paling tidak ada tiga dimensi kompetensi yang terkait, yaitu
kemampuan ilmiah, keluhuran hati/moralitas/dedikasi, dan keterampilan. Itulah mengapa
profesi hukum termasuk profesi yang penuh kemuliaan/pekerjaan terhormat atau sesuatu
“officium nobile” melambangkan perilaku terhormat (honorable), murah hati (generous) dan
bertanggungjawab (responsible). Hal itu berarti bahwa seorang anggota profesi hukum tidak

10
Dr. Serlika Aprita, Etika Profesi Hukum, vol. 148, p. .
11
M.Si. Dr. Suparman Marzuki, S.H., Etika & Kode Etik Profesi Hukum (Yogyakarta: FH UII Press, 2019).

14
saja harus berperilaku jujur dan bermoral tinggi, tetapi harus pula mendapat kepercayaan
bahwa sesorang profesi hukum akan selalu berperilaku demikian.

Profesi hukum bekerja berdasar hukum sebagai legalisasi kekuasaannya. Dengan demikian,
profesi hukum dapat didefinisikan profesi yang memiliki kekuasaan yang dibenarkan untuk
bersikap dan berperilaku tertentu menurut hukum. Sehingga pengemban “adressat hukum”, ia
mendapatkan legalitas kekuasaan untuk bertindak sekaligus batasan-batasannya. Disisi lain
profesi hukum adalah profesi yang berintegrasi dengan masyarakat, sehingga ia bukan profesi
yang bebas nilai, bukan profesi yang eksklusif, tetapi profesi hukum senantiasa bersinggungan
dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Bahkan pada tingkat inconcreto agar hukum
benar-benar merefleksikan masyarakatnya ada pada tugas profesi hukum.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa etika profesi hakim dalam penegakan hukum
merupakan sesuatu yang sangat penting. Etika profesi hakim memiliki fungsi dan peranan yang
bukan hanya mengajarkan apa yang harus dan tidak sewajarnya dilakukan oleh hakim, akan
tetapi yang lebih utama bagaimana seorang hakim dapat berkelakuan baik.

Hakim adalah aparat penegak hukum atau pejabat peradilan negara yang diberi wewenang
oleh undang undang untuk mengadili atau memutuskan suatu perkara. Di dalam Pasal 1 ayat
(5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman, Hakim adalah
hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam
lingkungan peradilan tersebut. Adapun hakim konstitusi adalah hakim pada Mahkamah
Konstitusi. Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan
pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang
pengangkatannya diatur dalam undang-undang.

Tugas Hakim secara fungsional di pengadilan melaksanakan dan menggali keadilan serta
berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang
dikehendaki undang-undang, oleh karena itu harus menjunjung tinggi etika profesi. Profesi
hakim memiliki sistem etika yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan
garis batas tata nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan tugasnya
dalam menjalankan fungsi dan mengemban profesinya, serta dijadikan pedoman perilaku

15
keutamaan moral bagi hakim, baik dalam menjalankan fungsi profesinya maupun dalam
hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan.12

Etika Profesi Hakim telah dituangkan dalam keputusan bersama Mahkamah Agung
Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia, yang mengatur perilaku
hakim sebagai berikut:
1. Berperilaku Adil
2. Berperilaku Jujur
3. Berlaku Arif dan Bijaksana
4. Bersikap Mandiri
5. Berintegritas Tinggi
6. Bertanggung Jawab
7. Menjunjung Tinggi Harga Diri
8. Berdisiplin Tinggi
9. Berperilaku Rendah Hati
10. Bersikap Profesional

12
Salma, “Urgensi Etika Profesi Hakim Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia.” Jurnal Pendidikan Islam:
Pendekatan Interdisipliner Vol. 1, No. 1 (Desember 2016): hlm. 52-54.

16
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Etika profesi hukum (kode etik profesi) merupakan bagian yang terintegral dalam mengatur
perilaku penegak hukum sebagai wujud penegakan hukum yang baik sekaligus berkeadilan.
Penegakan hukum menuntut sikap integritas moral, sikap ini menjadi modal bagi penyelenggara
profesi hukum dalam menjalankan tugas profesinya. Tolok ukur utama menjadi penyelenggara
profesi hukum dalam menegakkan hukum terletak pada indepensi penyelenggara profesi dan
kuatnya integritas moral ketika menghadapi beragam permasalahan yang menjadi tanggung
jawabnya. Untuk menjadi penyelenggaraa profesi hukum yang baik dalam menjalankan tugas
profesinya dalam menegakkan hukum dibutuhkan praktisi yang memiliki kualifikasi sikap, sikap
kemanusiaan, sikap keadilan, mampu melihat dan menempatkan nilai-nilai obyektif dalam suatu
perkara yang ditangani, sikap jujur, serta memiliki kecakapan teknis dan kematangan etis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Asfi Burhanudin. “Peran Etika Profesi Hukum Sebagai Upaya Penegakan Hukum
Yang Baik.” El-Faqih : Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam 4, no. 2 (2018): 50–67.
Dr. Serlika Aprita, S.H. Etika Profesi Hukum. Vol. 148. Palembang: Refika, n.d.
Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. Etika & Kode Etik Profesi Hukum. Yogyakarta: FH UII
Press, 2019.
Etik, Kode, and D A N Perilaku. “KETUA KOMISI YUDISIAL RI NOMOR : 047 / KMA /
SKB / IV / 2009 TENTANG” (2009).
Kalalo, Dewi Margareth. “EKSISTENSI KOMISI YUDISIAL TERHADAP
PELAKSANAAN KODE ETIK PROFESI HAKIM.” Lex Crimen 3, no. 1 (2014): 51–
58.
Ninla Elmawati Falabiba. “Wujudkan Visi MA Tentang Badan Perdilan Yang Agung Melalui
Undang Undang Jabatan Hakim” (2019): 2015–2019.
Salma. “Urgensi Etika Profesi Hakim Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia.” JPPI (Jurnal
Pendidikan Islam Pendekatan Interdisipliner) 1, no. 1 (2016): 46–55.
https://jppi.ddipolman.ac.id/index.php/jppi/article/view/7.
Siti Zulaikha. “Etika Profesi Hakim Dalam Prespektif Islam.” An Natiq XLVII, no. 1 (2016):
63.
Untuk, Diajukan, Melengkapi Tugas-tugas, Untuk Memperoleh, and Gelar Sarjana. “Aspek
Hukum” (2009).
Sanyoto,”Penegakan Hukum di Indonesia”. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 8 No. 3
September 2008, 202

18

Anda mungkin juga menyukai