Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

URGENSI ETIKA PROFESI HUKUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

ETIKA PROFESI HUKUM

Dosen Pengampu: Bpk. Fawaidurrahman, S.H, M.H

Disusun Oleh Kelompok: 3

1. Isna Afida Annahdiyah S20181050


2. Moh.mufid S20181107
3. Moh. Miftahul Gufron S20183085

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

September 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena dengan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan judul “Urgensi Etika Profesi Hukum”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Hukum. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. AllahSWT

2. Dosen pengampu mata kuliah Etika Profesi Hukum

3. Kepada orang tua kami

4. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian makalah ini

Dalam penyusunanmakalah ini kamimenyampaikan banyak permintaan maaf karena


ketidak sempurnaan dalam penyusunan makalah, khususnya bagi pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah dan para pembaca. Kritik dan saran yang bersifat
membangun selalu kami harapkan untuk perbaikan penyusunan makalah agar bermanfaat dimasa
mendatang. Akhirnya dengan selalu memohon ridho dari Allah SWT semoga makalah ini
bermanfaat bagi kami dan pembaca.

Jember, 17 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PEMGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Profesi Hukum


B. Pentingnya Kode Etik Profesi Hukum
C. Tujuan dan Manfaat Kode Etik Profesi Hukum

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Profesi Hukum


kode etik profesi merupakan norma yang diterapkan sekaligus diterima oleh kelompok
profesi, yang mana kode etik tersebut berguna untuk mengarahkan sekaligus sebagai petunjuk
apa dan bagaimana seharusnya berbuat dalam suatu profesi dan juga sebagai jaminan moral
profesi tersebut di masyarakat. jika salah seorang anggota dari profesi tersebut melanggar kode
etiknya, maka kelompok profesi tersebut tercemar di-mata masyarakat. kode etik juga dipahami
sebagai suatu bentuk norma yang memang sudah dianggap benar atau mapan, yang kemudian
disusun dan dirumuskan sedemikian rupa agar sesuai dengan keinginan para pihak yang
berkepentingan.1 begitu pula yang akan terjadi dalam profesi hukum.
Ada banyak kode etik dalam masing-masing profesi yang bersangkutan dengan profesi
hukum, seperti kode etika penasihat hukum, kode etika arbiter, kode etika dosen hukum dan
yang lainnya. keberadaan kode etika tersebut pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama, yaitu
agar para pengemban profesi hukum agar tetap berjalan sesuai jalur profesinya.

B. Pentingnya Kode Etik Profesi Hukum

Kode etik profesi hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap hakim
indonesia dalam melaksanakan tugas profesi sebagai hakim. Etika profesi hakim, kode etika
hakim, merupakan bentuk penuangan konkret dari pada aturan etika, moral, dan agama. Etika
profesi hakim, kode etik hakim tidak hanya mengajar yang ia ketahui (pengetahuan) atau yang ia
dapat lakukan (teknik), tetapi bagaiman yang seharusnya (ought to be) seorang hakim yang
berkepribadian baik.

Shakespeare mengatakan, “let’s kill all the lawyers”, bunuhlah semua pengacara
(profesional hukum), kalau ingin mengubah negara demokratis menjadi negara totaliter (absolut),
atau jika kita ingin negara ini penuh korupsi, bobrok, rusak, dan hancur karena main hakim
sendiri. Pernyataan ini menunjukkan hakikat para penegak hukum (hakim, jaksa, pengacara,
notaris, dan polisi) adalah pembela kebenaran dan keadilan. Para pemangku profesi hukum
bertugas memberi kepastian hukum kepada pencari kebenaran dan keadilan. Mereka
1
Serlika Aprita, Etika Profesi Hukum (BAB 5 KODE ETIK PROFESI HUKUM), Refika, 79-80.
memberikan bantuan hukum secara profesional kepada klien berdasarkan hukum, keadilan, dan
kebenaran. Mereka menjalankan profesinya dengan iktiqad baik dan ikhlas. Oleh karena itu,
profesi hukum merupakan profesi terhorman dan luhur. Karena mulia dan terhormat, profesional
hukum sudah seharusnya menjadikan profesi ini sebagai pilihan dan sekaligus panggilan
hidupnya untuk melayani masyarakat dibidang hukum.2

Hal ini akan mendorong dirinya untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab dengan
mengutamakan kualitas hasil pekerjaannya berdasarkan kebenaran dan keadilanbagi pencari
keadilan dan kepastian hukum. Ia bekerja tanpa pamrih dengan mendahulukan kepentingan
pencari kliennya dari pada kepentingan dirinya. Sikap seperti ini akan menghalangi dirinya
menjadi calo atau broker hukum yang membisniskan profesinya. Profesional hukum yang
mencintai profesinya sebagai tugas mulia akan menjunjung tinggi etika profesinya. Ia merasa
yakin, bahwa melalui profesi hukum ia bersedia mengabdi pada sesama sebagai idealismenya.

Ia dihormati dan dipercayai oleh pencari keadilan, bukan semata-mata karena bobot dan
kualitas penguasaan hukum yang dimilikinya atau keandalan kemampuan intelektual dan ilmu
hukumnya, melainkan karena ia juga memiliki integritas diri sebagai pengawal konstitusi, hak
asasi manusia, kebenaran dan keadilan sebagai komitmen moral profsinya. Ia memiliki kejujuran
dan keterbukaan serta menjaga kerahasiaan profesinya. Manakala ia merasa klien atau salah
seorang warga masayarakat pencari keadilan tidak lagi berkata jujur, tetapi membiarkan uang
berbicara. Ia segera memutuskan hubungan dengan klien atau salah seorang warga masyarakat
pencari keadilan tersebut. Dalam hal ini, ia harus membina relasi atas dasar saling menghargai
dan saling percaya. Dalam menjalankan profesi itu, ia mempertimbangkan kewajibannya pada
hati nuraninya sendiri, masyarakat pencari keadilan, klien, sumpah profesi, dan rekan seprofesi,
lawan beperkara, pengadilan, dan negara. Dengan begitu, terbentuk suatu kesadaran hukum yang
berkeadilan pada diri profesional hukum dan para pencari keadilan.

Akan tetapi, Profesi luhur dan terhormat ini sudah lama dicemari oleh pelaku profesi
hukum sendiri. Selama ini, profesional hukum lebih memihak pada kekuasaan dan konglomerat
dari pada rasa keadilan masyarakat. Aroma korupsi, kolusi dan nepotisme sangat kental pada
penyelenggaraan peradilan. Akibatnya, profesi hukum dituduh sebagai salah satu white collar
crime (penjahat berdasi) atau educated criminals (penjahat terpelajar). Penyalahgunaan ini dapat

2
Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim, (Jakarta, Prenadamedia, 2013), hal.47.
terjadi karena aspek persaingan dalam mencapai popularitas diri dan finansial atau karena tidak
adanya disiplin diri. Kaum profesional ini berkompetisi dengan menginjak-injak asas solidaritas
dengan teman seprofesi dan asas solidaritas pada klien atau pencari keadilan yang kurang
mampu. Kecendrungan ini terjadi karena pelaku profesi hukum membisniskan profesinya.

Untuk itu, diperlukan para profesional hukum yang memiliki sejumlah kualitas diri,
seperti:

1. Sikap kemanusiaan, agar tidak menanggapi hukum hanya secara formal, tetapi selalu
mendahulukan hukum secara materiel dengan mengutamakan penghormatan pada hak
asasi manusia.
2. Sikap keadilan, untuk menentukan apa yang layak bagi masyarakat agar terjamin rasa
keadilannya.
3. Sikap kepatutan, dalam mempertimbangkan apa yang sungguh-sungguh adil dalam suatu
perkara.
4. Sikap jujur agar tidak ikut-ikutan dalam mafia peradilan. Dalam konteks ini, universitas
sebagai lembaga yang menghasilkan sarjana hukum, perlu secara dini membekali
mahasiswanya dengan pendidikan akhlak (budi pekerti) dan pengenalan mengenai etika
profesi hukum.

Kualitas pengetahuan yang dituntut bukan hanya kemampuan teknis, melainkan juga
kemampuan menentukan sikap berdasarkan pengetahuan yang mendalam tentang hukum dan
maknanya, serta ada kerelaan untuk menanamkan kesadaran hukum dalam masyarakat tanpa
menu tut imbalan yang berlebihan. Para profesional hukum harus mampu menafsirkan hukum
yang berlaku secara tepat dan cermat bagi kehidupan bersama, tanpa mengabaikan etika
profesinya. Untuk itu, profesional hukum harus otonom dalam arti bebas dan mandiri dalam
menjalankan profesi, tanpa ada tekanan dari pihak lain untuk merekayasa proses pencapaian
keadilan hukum.

Akan tetapi, bobot dan kualitas penguasaan hukum saja tidak cukup. Seorang profesional
hukum juga harus bermoral. Dalam artian, diperlukan suatu kode etik bagi pengemban profesi
hukum. Kode etik adalah sebuah kompas yang menunjuk arah moral bagi profesional hukum dan
sekaligus juga menjamin mutu moral profesi hukum dimata masyarakat. Kode etik dan
penguasaan hukum ini bersifat komplementer, saling mengisi dan menguatkan jati diri para
profesi hukum. Kode etik juga merupakan nilai-nilai dan norma-norma moral yang wajib
diperhatikan dan dijalankan oleh profesional hukum. Di dalamnya terdapat daftar kewajiban
khusus bagi setiap anggota profesi hukum untuk mengatur tingkah lakunya dalam masyarakat
dan diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh anggota profesi hukum.

Kode etik ini mengikat para pelaku profesi hukum agar senantiasa menaati kode etik
tersebut. Kode etik ini menjadi ukuran moralitas anggota profesi hukum, motivasi tindakan, dan
ruang lingkup tindakan itu dilakukan. Kode etik ini ditetapkan sendiri oleh pelaku profesi
hukum, sehingga menjadi self imposed atau beban kewajiban bagi dirinya sendiri untuk
senantiasa dilaksanakan dalam keadaan apa pun. Ini dimaksudkan agar setiap anggota profesi
hukum wajib mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggap hakiki yang dituangkan dalam kode
etik, dan tidak pernah mendapat paksaan dari luar.

Kode etik penting bagi profesi hukum karena profesi hukum merupakan suatu moral
community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama, serta memiliki
izin untuk menjalankan profesi hukum. Untuk itu kode etik perlu diumumkan dan disebar
luaskan agar masyarakat pun mengetahui dan memahaminya. Masyarakat pun diminta untuk
berpartisipasi dalam mengawasi para profesional hukum. Mereka tentu saja diharapkan untuk
melapor dan apabila perlu menuntut manakala profeional hukum ketahuan melanggar kode etik
profesinya.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang telak dikatakan Ketua Mahkamah Agung Amerika
Serikat yakni Earl Warren (1953-1969), beliau berkata “in civilized life, law floats in a sea of
ethics” (dalam kehidupan yang beradab, hukum mengapung diatas samudra etika). Earl Warren
menyebut hukum itu sebagai sesuatu yang hanya dapat tegak, berlayar, bergerak diatas etika.
Etika adalah landasan bagi hukum mengapung diatas samuderanya. Lebih lanjut beliau
menyatakan hukum itu tak mungkin tegak dengan cara yang adil jika air samudera etika tidak
mengalir atau tidak berfungsi baik.3

Oleh sebab itu, agar hukum dapat tegak dan terjaga dengan baik, maka pembangun
kesadaran etika masyarakat sangatlah urgen. Etika pada dasarnya lebih luas dari pada hukum.
Setiap pelanggaran terdapat hukum, kebanyakan adalah pelanggaran juga terhadap etika. Akan
3
Farid Wajdi dan Suhrawardi K. Lubis, etika Profesi Hukum, (Jakarta Timur, Sinar Grafika 2019), hal.6.
tetapi sesuatu yang melanggar etika belum tentu melanggar hukum. Etika lebih luas, bahkan
dapat dipahami sebagai basis sosial bagi bekerjanya sistem hukum. Jika etika diumpamakan
sebagai samudera, maka hukum merupakan kapalnya.

Dengan adanya kode etik, kepercayaan masyarakan akan diperkuat karena setiap klien/
pencari keadilan merasa ada kepastian bahwa kepentingan terjamin. Profesional hukum
memberikan pengayoman dan rasa keadilan. Akibatnya, selain masyarakat mengetahui adanya
hukum dan dapat memanfaatkan hukum, mereka pun merasa hukum adalah miliknya karena
mereka merasa diayomi oleh hukum. Hukum pun mendapat pengakuan dan legitimasi dari
masyarakat. Dengan demikian kesadaran hukum dan kepatuhan pada hukum akan eksis dalam
masyarakat.

C. Tujuan dan Manfaat Kode Etik Profesi Hukum


Mengenai kode etik profesi hukum sangatlah penting sebagai tolak ukur baik
buruk seseorang didalam dunia hukum,juga sangatlah penting untuk dipelajari. Tujuan
dari kode etik profesi hukum ialah untuk mengetahui norma yang mengatur pribadi dan
masyarakat, yakni mengetahui dan memahai konsep penilaian baik buruk yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat sesuai dengan norma yang berlaku. Tolak ukur yang
menjadikan norma tersebut berlaku atau tidak ialah tergantung dari sejauh mana
keberadaan norma itu sendiri dalam artian bagaiamana masyarakat tersebut bertindak
karena dari situ norma yang berlaku dapat diketahui. Etika berfungsi untuk dijadikan
sebagai pedoman dalam bertingkah laku, menjadi batasan-batasan sejauh mana
masyarakat seharusnya bertindak dan sejauh mana masyarakat harus meninggalkan
tindakan itu yang tidak lain berfungsi untuk menciptakan ketentraman para individu
selaku kelompok terkecil dalam masyarakat. Ketentraman tercipta apabila masing-masing
individu dalam suatu kelompok tersebut paham pentingnya etika/ baik buruk 4. Jadi
kesimpulannya ialah mampu mengontrol masing-masing individu dan dapat mengetahui
dan membandingkan norma-norma yang ada di masyarakat sehingga tiap individu tadi
lebih menerapkan etika tersebut.

4
Serlika Aprita & Khalisah Hayatuddin, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum, (Pasuruan, Qiara Media,
2020), 12.

Anda mungkin juga menyukai