Anda di halaman 1dari 7

1.

Analisislah makna dari profesi hukum berdasarkan ilmu filsafat hukum dan kriteria
apakah yang harus dipenuhi oleh seorang yang menyandang “profesi hukum” tersebut?
Jelaskan!

Profesi hukum memiliki peran untuk mendampingi hubungan-hubungan antar masyarakat


maupun antara masyarakat dengan Negara. Agar kepentingan maupun hak yang satu dengan
yang lainnya tetap berjalan sesuai dengan porsinya masing-masing. Yang kemudian untuk
menjalankan suatu profesi hukum demi tercapainya cita-cita, semangat, dan tujuan murni
keberadaan suatu profesi hukum maka seseorang diwajibkan melakukan profesinya secara
professional. Keberadaan profesi hukum sendiri memiliki tujuan yakni membantu terciptanya
tujuan hukum (keadilan, kepastian dan kemanfaatan) untuk masyarakat. Meskipun pada
praktiknya sering kali salah satu dari tujuan hukum tersebut dirasa kurang bisa didapatkan.
Yang sering terjadi adalah keterkaitan antara keadilan hukum dan kepastian hukum yang
cenderung saling bertolak belakang satu sama lain. Namun setidaknya sebagai seorang
professional dalam profesi hukum pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai
ketiga tujuan hukum tersebut. Oleh karenanya seseorang dengan profesi hukum berperan
sebagai pion yang harus menggiring agar tujuan hukum tersebut dapat tercapai sebagaimana
mestinya. Mengingat sangat banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dewasa ini.
Dalam keberadaannya, setiap code of conduct atau professional ethics dari setiap profesi yang
di dalamnya juga meliputi profesi hukum, memiliki kewajiban-kewajiban untuk dirinya
sendiri, yakni: kewajiban bagi diri sendiri, kewajiban bagi umum, kewajiban bagi yang
dilayani dan kewajiban bagi profesinya. Sebagaimana pendapat Ignatius Ridwan
Widyadharma, dalam menjalankan profesinya seorang professional harus memiliki
kemampuan akan kesadaran etis (ethical sensibility), kemampuan berfikir etis (ethical
reasoning), bertindak etis (ethical conduct), dan memimpin secara etis (ethical leadership).
Kemampuan- kemampuan tersebut merupakan suatu landasan dasar agar seorang professional
dapat menjalankan profesinya secara professional.

Penjelasan dari landasan kemampuan yang harus dimiliki seorang professional dalam
menjalankan profesinya. Yang pertama seseorang dikatakan mampu memiliki kesadaran etis
apabila orang tersebut bisa menentukan perbuatan yang etis atau bukan perbuatan etis.
Misalnya dapat mengatakan pada lawan persidangan apabila dalam hal pemeriksaan
keterangan saksi, lawannya tersebut mengutarakan ucapan yang mengarahkan saksi pada
opini tertentu. Kedua, mampu berfikir secara etis maksudnya adalah sebagai seorang yang
professional maka sudah sepatutnya juga didukung dengan pemikiran-pemikiran cerdas yang
akan membawanya agar dapat bertindak secara professional. Ketiga, bertindak etis memiliki
keterkaitan yang erat dengan pemikiran yang etis hal ini dikarenakan suatu tindakan seorang
yang professional sudah pasti akan dipikirkan terlebih dahulu tentang baik dan buruknya,
harus dilakukan atau tidak. Hal ini bisa dicontohkan dengan kejujuran (hati nurani), antara
seorang pengemban profesi dengan orang yang dilayaninya harus menjunjung tinggi kejujuran
((hati nurani) agar kepercayaan antara keduanya dapat tercipta. Dan yang terakhir adalah
memiliki kemampuan memimpin secara etis, seorang professional memiliki pribadi dan jiwa
kepemimpinan yang sangat baik, sangat dihormati dan disegani oleh anggotanya. Namun
tidak berdasarkan atas rasa takut terhadap kepemimpinannya melainkan penghormatan atas
wibawa seseorang. Seorang pemimpin yang baik dapat mengarahkan suatu kelompok untuk
mencapai tujuan yang disepakati secara efektif dan efisien. Keempat landasan kemampuan
tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan, karena antara
landasan kemampuan yang satu dengan yang lainnya saling mendukung satu sama lain.
Kemampuan-kemampuan tersebut tidak dapat dimiliki seseorang secara instan, yang artinya
memerlukan suatu proses yang panjang dalam pembentukannya.

Dalam pelaksanaannya profesi hukum sering kali menghadapi tantangan-tantangan yang


menjadi hambatan terciptanya profesionalitas di bidang hukum, yaitu : pertama, kualitas yang
dimiliki oleh pengemban profesi hukum. Kedua, penyalahgunaan dan penyimpangan fungsi
dari profesi hukum. Ketiga, semakin menurunnya moralitas yang dimiliki oleh pengembang
profesi hukum, dan yang keempat, tingkat kesadaran dan kepedulian terhadap sosial yang
menurun. Berdasarkan penjelasan di atasm, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa seorang
professional dalam profesi hukum harus memiliki pengetahuan yang handal dan mumpuni
dalam bidang hukum. Sehingga pada saat masyarakat hendak meminta pertolongan untuk
menggunakan jasanya dapat dijalanankan dengan sangat kompeten dan berkualitas. Dengan
kepuasaan yang didapatkan oleh masyarakat selaku klien dalam bidang profesi hukum maka
juga akan sangat berpengaruh terhadap keberadaan hukum itu sendiri.
2. Memperhatikan aksi saling lapor dalam pelanggaran kode etik antara Hotma Sitompul
dan Hotman Paris, analisislah bagaimanakah seharusnya hubungan diantara sejawat
dalam kode etik advokat, serta bagaimanakah fungsi Dewan Kehormatan dalam
penegakan kode etik advokat tersebut?

A. Analisislah bagaimanakah seharusnya hubungan diantara sejawat dalam kode etik


advokat.

Pada dasarnya organisasi profesi memiliki kode etik yang membebankan kewajiban dan
sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan
profesinya. Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan
profesinya berada dibawah perlindungan hukum, Undang- undang dan Kode Etik,
memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang
berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Bahwa
profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak
hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman
sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Oleh karena itu juga, setiap Advokat
harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi
Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan
sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa
melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat
mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode
Etik Advokat yang berlaku. Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah
sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi
namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung
jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau
masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.
Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimanakah seharusnya hubungan
diantara sejawat dalam kode etik advokat?

Berdasarkan Kode Etik Advokat Indonesia, dalam BAB IV Pasal 5 mengatakan bahwa :

- Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati,
saling menghargai dan saling mempercayai.
- Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam
sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik
secara lisan maupun tertulis.
- Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan
dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa
dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
- Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
- Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat
menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada
Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya
apabila masih ada terhadap Advokat semula.
- Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru,
maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang
penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat
terhadap klien tersebut.

B. Bagaimanakah fungsi Dewan Kehormatan dalam penegakan kode etik advokat


tersebut.

Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang


Advokat adalah profesi hukum yang sangat mulia, dan profesi hukum yang terhormat
sama seperti polisi, hakim dan jaksa. Dalam melaksanakan dan menjalankan profesi
dengan baik, maka advokat memerlukan kode etik profesi sebagai acuan, sama seperti
polisi, hakim dan jaksa. Dalam menjalankan profesinya, advokat berada dibawah
perlindungan hukum, undang-undang, dan kode etik, memiliki kebebasan yang didasarkan
kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian,
kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan. Kode etik advokat tidak akan berjalan efektif jika
dibuat instansi pemerintah atau instansi lain, karena hal seperti itu tidak akan dijiwai oleh
cita-cita dan nilai-nilai yang terdapat di kalangan profesi advokat. Tiap profesi termasuk
advokat menggunakan sistem etika terutama untuk menyediakan struktur yang mampu
menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang bisa dijadikan
acuan para professional untuk menyelesaikan dilema etika yang dihadapi saat menjalankan
fungsi pengembangan profesinya sehari-hari. Sistem etika tersebut juga bisa menjadi
parameter bagi problematika profesi pada umumnya, seperti kewajiban menjaga
kerahasiaan dalam hubungan klien yang professional, konflik kepentingan yang ada, dan
isu-isu yang berkaitan dengan tanggung jawab social profesi. Tugas utama advokat antara
lain membela kepentingan klien yang terkena masalah hukum dan melindungi
kepentingan klien pada saat berlangsungnya proses peradilan. Dalam menjalankan Praktek
Profesinya sebagai Advokat dalam membela kliennya, seorang advokat dalam
mengemban profesinya di dasarkan pada norma atau aturan dari Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2003 tentang advokat juga diatur oleh Kode etik yang disusun oleh Organisasi
Advokat, tidak hanya itu Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat
dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

Bahwa Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran


kode etik profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Dewan kehormatan adalah lembaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi
advokat, yang berfungsi dan berwenang mengawasi pelaksanaan kode etik advokat
sebagaimana semestinya dan berhak memeriksa pengaduan terhadap orang yang
melanggar kode etik advokat. Dalam Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 bahkan mensyaratkan bahwa komposisi Dewan Kehormatan terdiri atas pakar atau
tenaga ahli di bidang hukum dan tokoh masyarakat. Komposisi Dewan Kehormatan terdiri
atas bukan hanya advokat, karena apabila semua anggota Dewan Kehormatan adalah
advokat sendiri, ada kekhawatiran bahwa putusannya tidak diambil secara objektif. Karena
secara naluri, setiap organisasi profesi akan cenderung membela anggotanya. Pasal 10 ayat
(1) Kode Etik Advokat Indonesia, pengawasan atas pelaksanaan kode etik advokat
dilakukan secara eksplisit oleh Dewan Kehormatan. Dewan Kehormatan berwenang
memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat
yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan etik apabila dilanggar dan karenanya ia lebih
bersifat internal. Selain itu untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Pusat atau
Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dapat juga bertindak sebagai pengadu dalam hal yang
menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan untuk
itu. Dewan Kehormatan merupakan organ yang berwenang mengawasi dan menegakkan
kode etik profesi. Dewan Kehormatan dibentuk di tingkat pusat maupun cabang. Dalam
menjalankan fungsi penegakkan kode etiknya dengan hanya menunggu aduan dan tidak
secara aktif mencari kasus pelanggaran kode etik. Aduan yang masuk ditangani oleh
Dewan Kehormatan Cabang sebagai pemeriksaan tingkat banding. Apabila terjadi
pelanggaran kode etik seperti contoh kasus tersebut, Dewan Kehormatan Advokat berhak
memberikan sanksi dan memutuskan untuk mengenakan sanksi sesuai dengan yang telah
di atur dalam Kode Etik Advokat Indonesia yang terdapat pada Pasal 7 ayat (1) Kode Etik
Advokat Indonesia, Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa: a.
teguran lisan, b. teguran tertulis, c. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3
(tiga) sampai 12 (dua belas) bulan, d. pemberhentian tetap dari profesinya. Akan tetapi,
berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 ditegaskan bahwa
jenis hukuman tersebut diatur lebih lanjut oleh Dewan Kehormatan. Advokat sebagai
salah satu organ dari aparat Penegak Hukum di Indonesia dengan profesi hukum yang
sangat mulai, dan profesi hukum yang terhormat sama seperti polisi, hakim dan jaksa,
sangat ideal apabaila dalam mengemban profesinya seorang advokat tetap senantiasa
menjunjung tinggi harkat dan martabat profesinya sesuai dengan Kode Etik Advokat dan
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Sumber refrensi:

- Modul Filsafat Hukum Dan Etika Profesi HKUM 4103.


- Etika Profesi Hukum oleh Dr.Serlika Aprita,S.H.,M.H.
- Kode Etik Advokat Indonesia dalam Laman kai.or.id.
- Kedudukan Dan Peran Dewan Kehormatan Advokat oleh Maria Marganingsih Sekar Puri.

Anda mungkin juga menyukai