Anda di halaman 1dari 29

ETIKA DALAM TATA PERGAULAN SOSIAL

1. Moral dan hukum

Pekerjaan penasehat hukum adalah pekerjaan yang dikualifisakina sebagai pforesi


yang karenanya pekerjaan tersebut terikat oleh adanya kode etik. Pekerjaan ini menuntut
adanya “kebebasan”, sehinggba dalam menjalankan tugas advokat/penasehat hukum tidak
terikat oleh suatu hierarki (jabatan) yang secara instruktif mempengaruhi advokeat/penasehat
hukum dalam menjalankan pekerjaan meraka yang cukup dalam kerangka penegakan
keadilan hukum.

Salah satu konsekuensi daripada adanya pemberian kepercayaan tersebut adalah


adanya hak tolak atau hak ingkar, atau hak untuk menolak memberikan kesaksian didepan
pengadilan dalam hal yang berhubungan dengan pekerjaannya. Hak tolak tersebut memang
merupakan problematic dalam hukum acara pidana di mana di dalamnya menyangkut
pertentangan pertimbangan etik dan hukum, sehingga muncul penonjolan “hak profesi”
dalam proses pemberian kesaksian di depan pengadilan.

Kode etik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sikap moral dan nilai sosial
budaya masyarakat. Etika mengacu pada peraturan kebaikan sikap individual, sedangkan
hukum mengacu kepada pengaturankedapa sikap orang banyak. Karena etik profesi hukum
adalah bagian dari moral masyarakatnya, maka tegaknya kode etik profesi itu sendiri
menuntut keterlibatan control sosial dari masyarakat. Hanya saja, yang sering terjadi
masyarakat sering memiliki kemapuan untuk melakukan control sosial tersebut.

KUALIFIKASI ETIKA

Pengertian profesi secara umum, misalnya profesi tukang computer, tukang radio, dan
sejenisnya berbeda dengan pengertian professional secara akademik yang menuntut
pemenuhan beberapa kualifikasi untuk dapat dikatakan sebagai profesi. Menurut Allan C.
Ornstein & Daniel U Levine dalam bukunya Foundation of Education 1, ada beberapa
karakteristik yang harus dipenuhi untuk dapat diklasifikasikan sebagai profesi, yaitu:

1. Menyentuh kepentingan public; perhatian terus menerus (seanjang hidup) kepada


karir.
2. Suatu bidang tertentu yang menuntut adanya pengetahuan knowledge) dan keahlian
(skill) yang tidak dimililki oleh orang pada umumnya.
1
Ornstein, Allen C & Levine U, Foundation of Education, Houghton Mifflin Company, Boston, 1993
3. Penerapan riset dan teori dalam praktik (terutama untuk masalah kemanusiaan)
4. Menuntut pelatihan khusus dalam waktu yang alama
5. Ada pengawasan terhadap standar keanggotaan dan/atau syarat masuk menjadi
anggota
6. Ada otonomi dalam membuat keputusan dalam pekerjaannya yang menyangkut
pidang tertentu
7. Menerima tanggungjawab atas tindakan yang diperbuat dan bertindak atas pelayanan
yang diberikan; ada perangkat standar tingkah laku
8. Komitmen terhadap pekerjaan dan klien; mendahulukan pelayanan harus didahulukan
9. Tujuan Bersama, kegunaan Bersama_berbagi rasa diantara sesame anggota tentang
hal yang mereka upayakan untuk diselesaikan
10. Mempergunakan administrator dalam memfasilitasi pekerjaan professional;
berhubungan dengan kebebasan dari supervise untuk urusan-urusan kecil dalam
pekerjaan
11. Ada pengelolaan organisasi sendiri yang terdiri dari para anggota profesi
12. Ada perkumpulan profesi dan/untuk kelompok tertentu untuk memberi penilaian
terhadap kemajuan individual
13. Ada kode etik guna memperjelas ha-hal yang kabur atau masalah yang meragukan
dalam hubungannya dengan pelayanan pekerjaan
14. Ada kepercayaan public yang tinggi bagi profesi dan kepercayaan bagi pekerja profesi
perorangan
15. Posisi ekonomis dan prestise yang tinggi

Secara umum ada 2 kategori etika:

1. Etika Negatif: berbentuk larangan-larangan.


Muncul dalam kata-kata: jangan berkhianat, jangan menipu, dan sejenisnya. Untuk
memenuhi hal ini tidak menutut banyak energi.
2. Etika Positif: berbentuk suruhan untuk berbuat.
Muncul dalam kata-kata: harus membela kaum yang lemah, memberi makan orang
yang lapar, dan sejenisnya. Untuk melaksanakan hal ini memerlukan energi dan sikap
yang penuh bijaksana.
Jadi, banyaknya bentuk-bentuk pelanggaran etik profesi hukum yang harus diderita
oleh masyarakat awam dan tidak mampu sedangkan mereka tidak tahu tentang adanya
“sanksi profesi” dan tidak tahu tentang prosedur-prosedur yang harus ditempuh. Dipihak lain
keawaman masyarakat sering dimanipulasi oleh advokat melalui penggunaan istilah-istilah
hukum (Bahasa Belanda) yang istilah tersebut tidak dimengerti oleh klien atau para pencari
keadilan. Apalagi dalam masyarakat sikap “nrimo” menjadi bagian dari kultur mereka.
Karena, bagaimanapun penegakan keadilan tidak dapat dipisahkan dari faktor system
masyarakat yang egaliter sebagai salah satu prasyaratnya. Hingga saat ini banyak masyarakat
masih kabur dalam melihat berbagai corak pelanggaran etik profesi hukum. Dalam arti,
belum mampu membedakan apakah tindakan advokat merugikan dirinya itu merupakan
pelanggaran kode etik atau sudah merupakan pelanggaran hukum. Dalam hubungan ini
Talcot Parson2 mengatakan “seseorang advokat pada umumnya memberikan ‘nasehat’ namun
jika pasien tahu apa yang sebaiknya harus dilakukan tidaklah penting baginya untuk
berkonsultasi dengan advokat.
Konsekuensi dari pekerjaan yang menyangkut “penyerahan kepercayaan” dari
seorang klien (pencari keadilan) kepada advokat maka kebebasan atau otoritas profesi harus
diimbangi dengan ketegasan control profesi. Karena pada hakekatnya kepercayaan tersebut
merupakan kepercayaan masyarakat. Sedangakan otoritas profesi hanya terbatas pada
bidangnya (tertentu) yang secara teknis bersifat khusus.
Pelaksanaan profesi hukum adalah menyangkut cara-cara yang dapat dilakukan oleh
penasehat hukum dalam melaksanakan pekerjaannya. Antara lain menyangkut: cara
mendapatkan klien, cara-cara pembelaan, honorarium, hubungan dengan teman sejawat,
hubungan dengan lawan perkara dan lain sebagainya. Kontrol internal dari profesi hukum
yang tertuang dalam kode etiknya dapat mengendalikan kemungkinan penyimpangan dari
tujuan asasi dari pemberian jasa atau bantuan hukum. Dalam arti pula, control disiplin profesi
pada hakekatnya adalah manifestasi dari kendali moral masyrakat umum. Control profesi
adalah kebutuhan yang tidak mengenakan. Control profesi adalah jamu pencegah “kolesterol”
profesi advokat agar sirkulasi spirit dan peran advokat menjadi sehat dan lancar.
Secara institusional penegakan etika profesi hukum sebangun dengan profesi lain misalnya
profesi dokter dan wartawan, sering dalam masyarakat yang menjdai korban pelanggaran
kode etik profesi hukum, menjadi kehilangan tempat mengadu, atau paling tidak mengundang
keraguan apakah pengaduannya akan efektif mendapatkan respon atau tidak. Padahal, citra
profesi di mata masyarakat akan berbanding lurus dengan tegaknya etika profesi tersebut.
Pada dasarnya kode etik itu bertujuan: 1). Sebagai petunjuak moral yang jelas bagi anggota
komunitas, 2). Sebagai aturan sah yang diberlakukan untuk membatasi dan mengontrol
tingkah laku anggota komunitas, 3). Sebagai pernyataan perhatian organisasi terhadap
2
Parson, Talcot, Esei-esei Sosiologi (terjemahan), Aksara Persada, Jakarta, 1985, hal.28
tanggung-jawab hukum secara institusional, dan sebagai bukti bahwa komunitas profesi itu
tidak memberi toleransi terhadap segala bentuk tingkah laku yang tidak etis dan illegal, dan
4). Sebagai pernyatan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah secara sungguh-
sungguh, sehingga hall ini menunjukan bahwa penerapan kode etik ini merupakan bagian dari
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

2. Pendidikan Profesi Advikat dan Peran Perguruan Tinggi


a. Peran Perguruan Tinggi
Dalam konteks belum tegaknya supremasi hukum di Indonesia, maka secara
isntitusional fakultas-fakultas hukum dituntut untuk mengevaluasi diri kelembagaannya,
karena Pendidikan tinggi hukumdi Indonesia sebagai contributor utama penegakan hukum,
memiliki tanggung jawab atas kondisi penegakan hukum yang masih memprihatinkan.
Masyarakat kebanyakan beranggapan bahwa makin banyak sarjana hukum yang dicetak oleh
perguruan tinggi akan semakin baik penegakan hukum di Indonesia. Perguruan tinggi,
khususnya fakultas hukumnya, merupakan contributor para professional dan praktisi hukum
yang mengemban tanggung jawab dalam membangun supremasi hukum di Indonesia. Untuk
itu keberadaan fakultas hukum dituntut untuk dapat memperjelas visi dan misinya dalam
memproduksi sarjana hukumnya. Dengan kata lain, sejauh mana fakultas hukum dapat
memberi bekal knowledge, skill dan kepribadian bagi lulusannya untuk berperan secara
efektif dan elegan dalam proses penegakan hukum.
Secara lebih teknis sejauh mana fakultas hukum dapat mempertanggungjawabkan
kualitas profesionalisme lulusannya dengan parameter: kualitas pengajarnya, bobot mata
kuliah dan etika profesi bagi lulusannya. Fakultas hukum dituntut untuk selalu meningkatkan
keunggulan lulusannya, sehingga selalu siap diuji ketangguhan lulusannya, baik dari segi
kompetensi profesionalismenya maupunkualitas kemampuan kompetitifnya secara nasional
dan internasional.
Legitimasi profesinalisme lulusan fakultas hukum merupakan pengakuan otentik dari
publik terhadap pemikiran dan tingkah laku dalam proses penegakan hukum dan tata
pergaulan sosial.
b. Cita Ideal Profesi Hukum
Predikat profesi hukum mengacu pada kualiras tanggung jawab terhadap tegaknya
keadilan sebagai substansi dari hukum. Dengan demikian, seseorang atau kelompok
professional (hukum) dalam memberikan pelayanan jasa atau bantuan hukum bagi
masyarakat akan berpedoman pada standar (baku), yang teris menjadimn bahwa tidak akan
melakukan kesalahan atau kelalaian yang merugikan pencari keadilan, melukai rasa keadilan
masyarakat, mengingkari kebenaran hukum atau membohongi hati nurani(nya) sendiri.
Berbeda dengan komunitas organisasi politik atau organisasi massa, maka komunitas
advokat itu bersyarat professional, sehingga untuk menjadi komunitas tersebut harus
berkualifikasi professional hukum dengan segala persyaratan akademik dan prestasi profesi.
Dengan kemudian untuk menjadi anggota komunitas professional seseorang dituntut untuk
memiliki kpribadian sebagai professional huku, sperti haknya takwa, agar dapat
mempertanggungjawabkan pekerjaan profesinya kepada Allah Yang Maha Tahu.
Cita idal dari dalil moral yang melatar belakangi UU No. 18 tahun 2003 tentang
Advokat, menurut adanya semangat kejuangan dari komunitas akdvokat dalam upaya menuju
dan mencapai dataran idaman yaitu profesi advokat yang bebas, mandiri, dan
bertanggungjawab, untuk terselenggaranya peradilan yang jujur, adil dan memiliki kepastian
hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakan hukum, kebenaran, keadilan dan hak
asasi manusia.
Efektivitas peran advokat terkait dengan integritas organisasi yang mewadahinya.
Dengan kata lain, seberapa jauh visi dan misi organisasi dirumuskan. Pada saat yang sama hal
ini akan berproses membentuk budaya organisasi. Tegaknya kode etik dakan berbanding
lurus dengan integritas moral dan citra komunitas advokat. Begitu pentingnya peranan
lawyer, maka perserikatan Bangsa-bangsa (UN) memberi atensi bagi peranan Advokat.
c. Pemenuhan Kompetensi Profesi Hukum
Seseorang professional (hukum) harus memenuhi elemen-elemen kompetensi dari profesi
hukum, yaitu:
1. Memiliki Knowledge
Seseorang professional hukum berkewajiban memiliki pemahaman secara utuh
tentang hukum dan institusi hukum. Lenih dari itu, harus dapat mengkorelasikannya
dengan problema disertai pemecahan kasus yang runtut.
2. Legal Skill
Seseorang professional hukum harus mampu mempergunakan metodologi legal
analysis yang tepat dalam memecahkan problematika kasus yang dihadapi dalam
upaya memberikan legal opinion, negoisasi, mediasi, investigasi, riset serta litigasi.
Dalam arti pula, professional hukum harus memiliki legal technical capacity yang
cukup.
3. Leadership
Professional hukum harus memiliki kemampuan manajerial dalam mengaplikasikan
knowledge dan legal skill secara efektif dan efesien dalam nenegakan hukum
4. Character
Profesianal hukum harus memiliki watak melayani pencari keadilan secara loyal dan
efektif
5. Capability
Seorang professional hukum harus memiliki kebugaran fisik, psikis dan mental yang
memadai dalam melakukan peran profesinya.
Dalam kaca mata teori Leadership, pakar dari The Harvard Business School, JhonP.
Kotter, dalam bukunya Leading Change membedakan antara Management dengan
Leadership. Management diartikan sebagai hal yang menyangkut planning dan bidgeting,
organizing dan staffing,controlling and problem. Penilaian mengenai “good moral
character” ditentukan terhadap calon denganmempergunakan tes dalam 2 jalur, yaitu
referensi, yang menyatakan bahwa orang ini memiliki komitmen modal yang tinggi dalam
mengemban amanat profesi. Juga dikaitkan dengan moral publik dalam area.
3. Etika Kontrol Sosial dan Ideologi Advokasi

Setiap pelanggaran baik itu pelanggaran etika pelanggaran hukum, menurut adanya control,
agar tata hubungan sosial terdapat keseimbangan, keadilan, dan beradab, serata kebenara baik
itu control yang berasal dari kendali moral, Kontrol sosial, control profesi maupun control
hukum. Hilangnya nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam tata pergaulan masyarakat, akan
menimbulkan sikap hipokrasi, manupulasi dan korupsi. Masyarakat yang tanpa etika akan
rapuh, karena akan timbul sikap-sikap yang menghalalkan segala mac acara untuk mencapai
tujuan atau pelaksanaan profesi, apakah itu seorang ekonom, sarjana teknik, pendidik,
Lawyer, dan lain sebagaiya. Masalah ada atau tidaknya tanggung jawab sosial dari seorang
advokat, berkorelasi dengan ideologi advokasi yang dia anut. Apakah dalam menjalankan
profesinya advokat hanya bercita-cita mendapatkan uang sebanyakk-banyaknya atau
bertujuan untuk menegakan keadilan dan kebenaran hukum bagi rakyat banyak.

Mewujudkan keadilan sosial sebagai tekad dari masyarakat bangsa kita juga berate menata
proses-proses politik sosial, ekonomis, dan budaya masyarakat, sehingga setiap warga
masyarakat dapat memperoleh apa yang menjadi haknya, dan dapat melaksanakan
kewajibannya secara wajar. Hidup berkeadilan sosial sebagai bagian dari sikap hidup bangsa
kita juga merupakan cita-cita karena menuntut sikap cinta pada sesame dan solidaritas sosial.
Keadilan sosial hanya akan menjadi konsep semata manakala kita tidak mau peduli terhadap
apa yang diderita oleh orang lain atau kita membiarka terjadinya ketidakadilan. Dalam
hubungan inilah perguruan tinggi sebagai Lembaga yang selalu bergumul dengan nilai-nilai
(kebenaran, keadilan, dan kepatutannya) dapat “digugat” manakala diri kelembagaannya
sudah tidak peka lagi terhadap permasalahan yang melilit dirinya. Jadi, dalam proses
mewujudkan tata pergaulan sosial yang berkeadilan, diperlukan adanya sikap kreatif yang
berspirit amal Ma’ruf Nahi Munkar, berlomba melakukan perbuatan yang baik dan mencegah
perbuatan yang buruk, sehingga sikap yang mementingkan diri sendiri atau asal saya selamat,
adalah tidak menunjang terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang berkeadilan.

Kemunitas advokat sebagai kelompok professional memiliki posisi sosial yang khas, dalam
arti tidak semia orang bisa masuk menjadi anggota. Untuk menjadi anggota organisasi
advokat disyaratkan untuk memiliki predikat dan status sebagai advokat. Apakah dalam
mengaplikasijan ilmu hukumnya tersebut advokat telag sesuai denga tujuan ilmu hukum, dan
apakah advokat salah dalam menerapkan hukum. Dalam menerapkan hukum apakah advokat
telah memenuhi standar baku yang diatur dalam hukum acara dan memiliki otoritas keilmuan
untuk menguji dan mengontrol penerapan hukum yang dilakukan para pengacara adalah
komunitasnya sendiri.

Komunitas advokat sebagai profesi yang berkutat dengan ilmu hukum dan peroses
penerapannya, maka tidak bisa lain harus menjadi “Learned Society” kelompok yang selalu
belajar, menggali kebenaran hukum . apalagi problematika yang dihadapi adalah kasus-kasus
yang serba aneka, yang berpariasi dan menantang untuk diselesaikan secara etis, procedural
dan benar. Dengan demikian jika pengacara tidak termasuk kedalam “Learned Society” maka
akan gagal melaksanakan misi “Officium Nobile”. Dengan ilmu yang “applicable” profesi
hukum memiliki banyak peluang untuk menampilkan peran secara individual, kelompok,
maupun institutional dalam berbagai for a dan momentum. Profesi hukum pada dasarnya
senantiasa memikul tugas sebagai pelantar (agent) perubahan kemajuan dan modernisasi tata
hubungan sosial.

Tanggug jawab mengelola perkantoran merupakan bagian dari manajemen atau keterampilan
mengatur kelembagaan, kantor advokat serta aktivitas profesi. Termasuk didalamnya adalah
bagaimana cara merespon perkembangan lingkungan sosial dan keilmuan. Dengan mengutip
pakar management jepang Masaakii Imai dam Keizen, James A. Balasco dalam Bukunya
Teacahing the Elephant to Dance (mengajar gajah untuk menari) antara lain memaparkan
manager yang berorientasi proses akan berfokus kepada, discipline, time emanagement, skill
development, participation and involvent, morale, communication. Jadi sebagai
professionalnya advokat selalu dituntut untuk sanggup melakukan disiplin, mengatur waktu,
pengembangan keahlian, pertisipasi dan keterlibatan, semangat juang (ketangguhan moril),
dan kepiawaian berkomunikasi.

Perubahan yang sering kali di hadapi oleh advokat baik secara individual, kelompok profesi,
maupun organisasi advokat, menurut adanya gambaran masa deoan sehingga harus
disediakan sumberdaya dan strategi yang jelas. Jika prasyarat tersebut tidak tersedia, maka
advokat secara individu, kelompok dan organisasinya akan kehilangan bobot relevansinya.
Setiap advokat dituntut untuk mampi mengelola kemampuan potensi atau kelebihan yang ada
pada dirinya, karena sesuai dengan fitrahnya karena setiap manusia memiliki kelebihan dan
kekurangan.

Sebagai individu dan kelompok yang memikul predikat pelantar pembaharuan, advokat selalu
dituntut untuk berpikir tidak ketinggalan dari lingkungan sosial politiknya. Termasuk dalam
merespon perkembangan kecenderungan tuntutan berpikir secara global, dan tidak bersikap
ortodoks, statis dan menutup diri atas lingkungan nasional dan internasional. Advokat yang
Tangguh menghadapi tantangan perubahan sosial-ekonomi, politik dan teknologi, akan
sanggup membuat rencana (planning) yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang melekat
pada dirinya. Karakteristik profesi hukkum yang pada dasarnya bersifat luhur, menuntut
prasyarat khusus bagi pelaku profesi yang penuh tantangan (challenging) tersebut. Jadi ada
standar tertentu yang dituntut dan harus dipenuhi oleh pelaku profesi hukum. Tanpa adanya
pemenuhan kualifikasi terhadap prasyarat profesi hukum tersebut, maka akan sulit bagi
advokat untuk memikul beban tanggung jawab sosial dan predikat professional.

Pada hakekkatnya profesi advokat didedikasikan terhadap tegaknya keadilan masyarakat


banyak serta hak-hak yuridis kliennya. Dari pekerjaan professional tersebut, advokat
mendapat kepuasan batin dan insentif atau honorarium. Setiap lawyer dapat menempatkan
dirinya pada posisi profesi sesuai dengan minat dan kompetesi yang dimilikinya. Dalam
mengelaborasi tentang Job Options for Lawyers dan Law Scool Graduates, Deborah Asrron
menyatakan secara umum tersedia lapangan : Alternative Dispute Resolution, Art dan
Entertainment, Bar Association, Communication, Consulting, Corporate, Business, Banking,
Counseling, Education, Enterpreneural Ventures, Evironmentak, Ethics, Foundation dan
Nonprofit Organizations, Government, Healtcare, International, Judiciary, Labor Union,
Law Enforcement, Law Firm, Legal Information Service, Lobbying dan Public Affair,
Publishing, Real Estate, Sports, Tecnology. Sedangkan dalam struktur organisasi Lawyers di
Amerika Serikat ada Bar Associations, dalam bidang Practicing Law terdapat oragan-organ :
Diciplinary, Counsel, General Counsel, Lawyer Referral Service Supervising, Attorney,
Lawyer Referral Service Tiliphone intake Attorney, Legal Education Staff Attorney,
Proffesionalism Counsel, Volunteer Legal Service Project Intake of Staff Attorney, Volunteer
Legal Service Project Supervising Attorney. Dalam Organisasi Bar di Amerika Serikat dan
posisi-posisi antara lain, Penasehat kedisiplinan, Penasehat umum, Pendidikan Hukum,
Penasehat Profesionalism, dan lain-lain.

Tujuan profesi yang luhur, seyogyanya mengundang konsekuensi etis timbulnya sifat
terhormat bagi para pelakunya yaitu advokat. Tapi sebaliknya apabila profesi luhur ini
dikotori oleh praktek-praktek yang culas, khianat para klien, mengelabui pandangan
masyarakat terhadap kebenaran hakiki, maka advokat tersebut akan menjadi tidak terhormat.
Tingkah laku tidak etis dan asocial advokat akan mengundang “konselor moral” dalam tubuh
pengacarra, sehingga dia akan gagap menyuarakan ketidakadilan dan praktek kolusi dalam
tubuh penegak hukum. Karena dia merasa sudah tidak memiliki hak moral untuk berbicara
lugas. Lidahnya merasa kelu untuk mengungkap praktek kotor dalam tubuh komunitas
advokat dan para penegak hukum. Sifat prestisius yang melekat pada profesi hukum akan
berdampak juga bagi advokat yang secara disiplin mentaati dan menerapkan kode etik profesi
dalam melaksanakan tugas profesinya. Artinya kehormatan akan menjadi pakaian advokat
apabila dia selalu menempuh proses etis dalam melakukan tingkah laku yuridis
profesionalnya.

Dengan ideologi advokasi advokasi yang berorientasi pada kebenaran hukum, bukan
sekedar bunyi undang-undang, maka beralasan jika advokat tersebut bangga terhadap profesi
dan praktek hukumnya. Dengan ideologi yang berorientasi dengan nilai-nilai tersebut berarti
advokat telah melakukan amal baik yang memperkokoh jiwanya, karena advokat telah
beramal ilmiah yang bermakna Hambluminnallah atau hubungan dengan yang Maha Kuasa
yaitu Ibadah. Pada saat yang sama advokat telah mempraktekan ilmu amaliahnya dengan
membela kliennya yang bermakna Hablumminannas atau hubungan dengan sesame manusia
atau masyarakat pencari keadilan. Melalui proses peradilan advokat langsung atau tidak
langsung telah mengajari kliennya dan warga masyarakat untuk bersikap ksatria. Artinya
mengakui, menerima danmentaati prosedur-prosedur hukum serta konsekuensi yuridis atau
sanksi sebagai hasil dari proses hukum. Mengambil peran dalam proses pembangunan
peradaban dan mendidik sikap ksatria, berarti mengembangkan ritme dinamika sosial yang
indah artinya membina rasa saling meghormati pihak lain dan kalau terjadi persoalan, perkara
atau sengketa diselesaikan melalui prosedur hukum acara dan proses peradilan yang menuju
kebenaran hukum yang hakiki.

Ideologi adalah nilai yang dipergunakan oleh individu advokat, komunitas atau
organisasinya. Ideologi advokasi Lawyer yang berorientasi nilai-nilai berbeda dengan
ideologi advokasi yang berorientasi materi.

Ideologi Advokasi

No Orientasi Nilai Orientasi Materi


1. Idealis Pragmatis
2. Melalui prosedur etis melalui segala macam cara
3. Terikat pada komitmen moralitas profesi Bebas nilai asal perkaranya menang
4. Altruistik Egoistik
Memiliki empati terhadap nasib dan nurani Tidak merasa memiliki ketertarikan terhadap
5.
rakyat nasib dan nurani rakyat
Mengandalkan kekuatan materi,
Percaya kepada kekuatan kebenaran moral,
6. memamerkan Backing kekuatan politik,
bukan kekuatan phisik
kekuatan phisik atau kekayaan ekonomis
Tidak silau dengan gemerlapnya persaingan Keunggulan materi dianggap dapat mencapai
7.
kemewahan materi segala keinginannya
Berkompromi dengan kemunkaran asal
8. Tidak berkompromi dengan kemunkaran
menguntungkan secara materi
Selalu merasa memiliki tanggung jawab Tanggung jawab sosial dianggap urusan
9.
sosial lain(di luar profesi)
10
Pandangan hukumnya : Fungsional dan Kritis Pandangan hukumnya : Ortodoks
.
Menyakini bahwa profesi pengacara tidak
11
lepas dari tuntutan peran penbegakan bersikap apolitis
.
keadilan, HAM dan demokrasi

Ideologi advokasi per-se mengandung nilai-nilai dan misi yang mempengaruhi dinamika
personal dan institusional komunitas advokat yang mengandung predikat profesi yang mulia
Oficium Nobile. Karakter perjuangan advokat sejati adalah persistensi dalam bersikap, kenyal
dalam perubahan iklim politik atau kerasnya rezim otoriter serta tahan banting terhadap
terpaan ancaman penguasa militeristik yang lalim.

Tantangan Advokat dan Standar Pengujian Profesi

Sebagai profesi yang mulia, Advokat dalam menjalankan tugas profesinya akan
berhadapan dengan tantangan dan godaan, antara lain :

1. Kemampuan/ketahanan mental/kesabaran dalam menghadapi kendala internal (antara


lain : mendengarkan cerita klien) dan eksternal (tantangan pihak lain
2. Kecermatan merekonstruksi posisi kasus yang diceritakan oleh klien secara verbal

Factor eksternal penashat hukum atau advokat ini harus dijawab oleh komunitas advokat itu
sendiri, antara lain dengan adanya standar pengujian sebagai profesi hukum. Sebagai profesi
hukum, Hakim dan Lawyer memiliki pedoman ilmu (hukum) yang diolah di dalam
pengaplikasikan profesinya. Dengan demikian praktek penerapan ilmu hukum yang di
lakukan oleh hakim dan lawyer dapat diaudit atau eksaminasi untuk mendapatkan
pembenaran secara metodologis, apakah terjadi bias keadilan, malpraktek atau tidak. Jika
terjadi bias keadilan atau malpraktek, maka professional hukum tersebut harus diadili di
Mahkamah Kode Etik yang dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Organisasi.

Prasyarat adanya kebebasan dalam menjalankan profesinya bagi professional hukum


berkewajiban moral untuk memainkan peran sebagai pelantar (agent) dari pembaharuan
masyarakat. Peran pembaharuan sosial yang dapat dimainkan oleh professional hukum (PH)
mengaju kepada sifat altruistic (mengabdi kepada kepentingan umum) dari professional
hukum dalam relasi sosial kehidupan masyarakat. Kewajiban asasi dari professional hukum
dalam menegakan keadilan dan hak asasi manusia (HAM) berkorelasi dengan visi dan misi
seorang professional hukum. Altruisme professional hukum yang mengacu pada kemitmen
penegakan hak asasi, keadilan dan demokrasi berkorelasi dengan bobot peran professional
hukum dalam proses peradilan HAM.

Spirit Advokat

Seiring dengan kompleksitas factor yang terlibat dalam proses penegakan hukum, advokat
dalam menjalankan misi profesionalnya dituntut untuk memiliki spirit kejuangan, antara lain :
Amar Ma’ruf Nahi Munkar, yaitu menegakkan hukum secara adlu, dengan berbuat baik
terhadap sesama (orang lain) atau melindungai hak diri sendiri dan orang yang benar, sera
merespons secara proaktif terhadap pihak yang salah.
Dinamika pelaksanaan Erika profesi, seharusnya menjadi katalisator dalam menjaga
kehangatan hubungan batin diantara para profesi hukum. Dengan demikian ideologi advokasi
advokat baik secara personal maupun secara organisatoris tidak terlepas dari suara hati nurani
masyarakat. Pada saat yang bersamaan, advokat dan komunitas profesionalnya akan dipacu
untuk senantiasa memperpeka akhlaknya sebagai pribadi professional sehingga mampu
merespon secara positif tuntutan peran sosialnya. Juga advokaaat dang bersikap asocial akan
menempatkan posisi analisis ilmu hukum secara bias dan membutakan mata hati dalam
melihat Substansial Justice (Keadilan Substansial) yang hidup dalam jiwa masyarakat
beradab.

Keperibadaian menjadi mahkota kehormatan bagi seorang advokat karena semakin


berintegritas seorang advokat akan semakin terhormat advokat tersebut dalam menjalankan
tugas profesionalnya.

1. Dalam upaya mencapai tingkat kepribadian yang matang dan berkualitas professional,
seorang advokat harus dapat mempertanggungjawabkan tindakannya baik yang
berdimensi vertikal kepada Allah Yang Maha Kuasa maupun yang berdimensi
horizontal yaitu pertanggungjawaban kepada hati nuraninya sendiri, keluarga,
masyarakat hukum dan negara.
2. Keistimewaan lain dari pekerjaan advokat dalam memberikan pelayanan jasa hukum
adalah tidak membeda-bedakan orang dalam arti tidak melihat latar belakang suku,
agama, ras dan keyakinan politik. Setiap anak manusia yang mencari keadilan harus
mendapat perlakuan keadilan procedural, agar hasil penegakan hukum itu tidak
mengandung cacat. Dalam prespektif keadilan hukum, suatu prosedur yang salah akan
mengakibatkan lahirnya hasil yang salah. Untuk perlakuan yang adil bagi setiap orang
dengan memberlakukan proses dan prosedur yang sama merupakan kaidah moral bagi
advokat dalam memberi [pelayanan jasa hukum bagi kliennya.
3. Bagi advokat yang memiliki integritas kepribadian akan memiliki kesadaran bahwa
menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran menuntut pengorbanan waktu, pikiran,
tenaga dan energi serta mental yang harus dikeluarkan. Kemanfaatan bagi diri advokat
pejuang adalah mendatangakan nutrisi bathin sehingga akan meningkatkan kebugaran
spirirt profesionalisme. Upaya professional menegakkan kebenaran dan keadilan
hukum juga menuntut profesionalsisme yang tinggi, karena upaya tersebut ibarat
mengelupas atau mengambil daging buah dari kulitnya. Keberhasilan mewujudkan
kebenaran dan keadilan hukum dengan caras yang etis dan sikap professional akan
memperkaya energi bathin advokat.
4. Kebebasan dan kemandirian advokat dalam menjalankan profesinya akan berkorelasi
dengan daya moralnya dalam menegakkan martabat kemanusiaan. Pencari keadilan
adalah anak manusia yang memerlukan pemulihan hak-haknya agar dapat
melaksanakan peran (hak dan kewajiban) secara wajar sebagai anggota masyarakat
dan/sebagai warga negara. Advokat memiliki posisi sosial yang strategis dalam proses
mewujudkan keadilan hukum dan hak asasi manusia. Kebebasan dan kemandirian
akan memberi peluang bagi advokat untuk memproduksi hasil kerja keadbokatannya
secara berkualitas professional. Tanpa adanya factor kebebasan dan kemandirian
secara etis sulit dituntut tanggung jawab, karena tidak ada kesempatan melakukan
pilihan moral untuk berbuat maksimal. Untuk tanggung jawab sosial dari advokat
pada dasarnya melekat pada predikat professional hukum berserta atribut yang
disandangnya.
5. Memegang teguh solidaritas bermakna terhalangnya advokat melecehkan profesinya
sendiri serta kolega sejawatnya. Untuk itu konflik terbuka antar advokat di muka
public merupakan iklan buruk bagi tegaknya integritas profesi dan Lembaga advokat.
Kokohnya solidaritas untuk hal-hal yang positif di kalangan advokat akan
memperkuat spirit kejuangan menegakkan pilar-pilar demokrasi, negara hukum dan
hak asasi manusia.
6. Predikat Officium Nobile bagi profesi advokat menuntut syarat perwujudan
keprobadian individu dan karakter organisasi yang baik agar sesuatu profesi yang
mulia untuk advokat mendapat legitimasi sosial. Predikat Officium Nobile dapat
terkikis oleh erosi komitmen ndan lunturnya etika advoked karena lemahnya
penegakan kode etik,. Pada saat yang bersamaan dituntut adanya mekanisme
organisasi dalam hal mengelola sikap menyimpang yang melanggar kode etik.
7. Bersikap sopan menunjukan jiwa yang ksatria dan menghargai pihak lain baik warga
masyarakat umum maupun warga komunitas advokat itu sendiri. Kepribadian sikap
advokat yang mengandung unsur sikap sopan akan memperlancar komunikasi yang
sehat dan menghindari benturan yang tidak bermanfaat.

Bersikap sopan merupakan salah satu keutamaan moral yang akan mempersubur
tumbuhnya sikap saling menghargai dan mempecayai dalam proses penyelesaian perkara.
Pengendalian diri dari seorang advokat merupakan factor penting, karena ekspresi terutama di
dalam ruang pengadilan merupakan bagian cermin kepribadiannya.

Sebutan profesi secara akademis mengandung konsekuensi adanya prasyarat yang


harus dipenuhi.untuk profesi advokat, elemen-elemen yang harus dipenuhi adalah seperti
1. Ilmu (yang diolah di dalamnya)
dibawah ini 2. Kebebasan (dalam menjalankan Profesi)
3. Kepentingan umum (altruistic-mengabdi)
4. Hubungan kepercayaan (surat kuasa)
5. Hak Imunitas (tidak boleh dituntut dalam hal menjalankan
Profesinya
6. Rahasia pekerjaan (wajib menyimpan rahasia kliennya)
Unsur Profesi 7. Kode etik
rofesi 8. Boleh menerima Fee

1. Adanya ilmu yang diolah atau menjadi acuan dalam profesi advookat adalah ilmu
hukum. Kendati dalam praktek keadvokatan kadangkala memerlukan ilmu lain
sebagai pendukung dalam upaya menemukan kebenaran dan keadilan. Misalnya ilmu
kedokteran, psikologi, dan sebagainya. Berbeda dengan domain olah ilmu bagi
akademisi yang mengutamakan pengembangan teori, kendatipun antara dua domain
itu saling mengisi tetapi ada perbedaan skala prioritas. Dalam artipula kebenaran ilmu
(hukum) harus selalu dapat di uji relevansinya dan teori ilmu yang sudah kehilangan
relevansi sosialnya, akank kehilangan daya berlakunya dalam masyarakat.
Keberadaan ilmu yang bermanfaat bagi diri advokat akan meningkatkan derajatnya,
akan menjadi pelita kebenaran dan pemberi arah keadilan serta akan menjadi perekat
kohesi hubungan kemanusiaan. Ilmu (hukum) yang diolah dalam komunitas advokat
akan menjadi acuan bersama dalam menjalankan profesinya. Adanya bingkai
objektifitas dalam proses penegakan kebenaran hukum dan keadilan menyelesaikan
perkara akan memacu para advokat untuk bersikap penuh kecermatan dan akurat
sebagaimana disyaratkan dalam kaidah keilmuan.
2. Adanya kebebasan merupakan sayarat bagi pelaksanaan profesi advokat, karena tanpa
adanya kebebasan profesi advokat akan bersifat kekantoran, birokrat dan terikat
perintah atasan. Kebebasan advokat sejatinya memberi peluang bagi advokat untuk
berkelana dalam dunia ilmu hukum dan berenang dalam praktik penegakan hukum.
Pengelanaan dunia advokat akan sangat mengasyikan jika beada dalam iklim udara
segar nilai klebenaran dan melangkah dalam jalur keindahan etika profesi.
3. Kualitas Altruistik profesi advokat menjadi nilai tambah dibandingkan dengan
pekerjaan lain yang bersifat individualistic komersial. Bahasa advokat yang selalu
meneriakan persamaan dihadapan hukum, keadilan, demokrasi dan hak asasi manusia
selalu mudah dicerna dan diminati masyarakat nasional maupun public Internasional.
Sifat Altruistik atau mengabdi kepada kepentingan umum dari profesi advokat tidak
lepas dari watak hukum yang berspirit keadilan dan menjunjung perlakuan sama
(perlakuan procedural) bagi semua orang. Nilai kemanusiaan yang universal melekat
pada karakter penegakan hukum.
4. Hubungan antara advokat dengan pencari keadilan atau kliennya bersifat kepercayaan.
Hubungan kepercayaan tersebut menunjukan tidak adanya unsur paksaan. Hubungan
kepercayaan yang dituangkan dalambentuk surat kuasa (Power of Attorney)
mengandung konsekuensi etis dan yuridis apabila salah satu pihak lalai memenuhi
kewajibannya. Pada saat yang sama pihak dirugikan haknya dapat menggugat pihak
yang membuat kerugian.
5. Hak imunitas bagi advokat melekat pada dirinya dalam kapasitas menegakan
kebenaran hukum dan keadilan. Terutama juka advokat bertindak di dalam ruang
pengadilan. Sisalnya dia meneyebut seseorang yang merugikan kliennya dalam
kaitannya dengan perkara kliennya.
6. Sebagai konsekuensi etis dari adanya hubungan kepercayaan antara advokat dengan
kliennya, maka diberi kepercayaan yaitu advokat berkewajiban menjaga atau
menyimpan rahasia yang dipercayakan kepadanya.
7. Suatu profesi selalu memiliki Lembaga kode etik dan mekanisme pengadilan terhadap
anggota profesi yang melanggarnya. Keberadaan kode etik ini merupakan
konsekuensi logis dari kebebasan profesi serta besarnya dampak dari tindakan yang
tidak professional.
8. Adanya fee honorarium yang diterima advokat merupakan konsekuensi logis dari
pemberian jasa advokat yang telah ditunaikan.
Dari konstalasi beberapa elemen protes tersebut diatas, maka menjadi kewajiban
advokat dan komunitasnya untuk memenuhi agar keberadaan profesinya menjadi otentik
dalam realita kehidupan masyarakat. Pemakaian dua atau lebih advokat tidak dilarang dalam
kode etik profesi, adalkan antara advokat yang satu denga yang lain tidak berseberangan dan
merugikan klien. Sehingga pemakaian dua advokat akan lebih menuntut adanya strategi
penanganan perkara yang sama dalam upaya mencapai pemenangan perkara secara anggun.
Ikrar adalah pernyataan sikap yang mempunyai konsekuensi etis bagi diri sendiri dan
membuka diri untuk ditagih oelh masyarakat untuk mentaati apa yang telah diucapkan.
Sukses merupakan bagian dari upaya advokat dalam melaksanakan tugas profesinya.
Dalam melaksanan prses advokasinya setiap advokat memiliki ideologi sendiri atau system
nilai yang digunakan dalam menegakan hukum dan membela hak-hak kliennya. Kode etik
advokat merupakan self regulation yang berlaku dalam internal komunitas advokat. Bagi
advokat yang melanggar kode etik akan diadili oleh pengadilan kode etik yang independent
dan tidak memihak. Biasanya kode etik advokat itu mengatur tentang kepribadian advokat,
hubungan dengan klien, hubungan dengan teman sejawat, cara bertindak dalam penanganan
perkara, ketentuan lain, dan pelaksanaan kode etik.
Penegakan kode etik akan berbanding lurus dengan tegaknya integritas persolan dan
institusi (Lembaga) organisasi advokat.
1. Kepribadian adalah cermin karakter seseorang yang ditunjukan dalam tingkah laku
baik dalam bentuk lisan maupun sikap
2. Hubungan dengan klien dituntu untuk tetap berada dalam bingkai kaidah agar tidak
merugikan salah satu pihak. Karena menyangkut ranah hukum, maka harus ada
kejelasan hak dan kewajiban masing-masing baik pihak advokat sebagai pemberi jasa
maupun pihak klien sebagai pengguna jasa keadvokatan.
3. Hubungan dengan teman sejawatm abtara sesame advokat merupakan keniscayaan,
sebagai konsekuensi logis praktek keadvokatan yang terlibat aktif dalam penegakan
hukum.
4. Cara bertindak dalam penanganan perkara merupakan manifestasi dari seberapa jauh
profesionalisme, kecermatan, dan kejujuran seorang advokat dalam menjalankan
tugas profesinya.
5. Ketentuan lain yang diatur dalam kode etik advokat biasanya menyangkut promosi,
papan nama, kantor cabang, pegawai atau staf di kantor advokat, advokat yang tidak
diangkat jabatan negara, advokat yang sebelumnya berasal dari Hakim, Panitera dan
Jaksa.
6. Pelaksanaan kode etik secara organisatoris berada dipundak Lembaga Indonesia Bar
Association atau Organisasi Nasional Avokat yang bertanggung jawab menjaga,
membina dan meningkatkan keinerja serta profesionalisme para advokat di Indonesia.
Jika organiasi advokat dapat membangun budaya organisasi rofesional, sesuai dengan
Core Value atau nilai-nilai utama dari keberadaan komunitas advokat yang selalu mencari,
menemukan, dan mencintai nilai keadilan, kebenaran, demokrasi, egalitarian, persamaan di
hadapan hukum, maka organisasi advokat akan memberikan kontribusi peran sosial-politik
dalam perjalanan beradaban bangsa dan demokrasi dalam bernegara.
Dalam hubungannya dengan kliennya, advokat dalam kaidah etika disyaratkan untuk
bertindak sebagaimana tersebut di bawah ini :
1. Mendahulukan kepentingan klien merupakan konsekuensi etis dari pekerjaan advokat
yang mendapat kepercayaan sesuai dengan surat kuasa yang diberikan kepadanya.
2. Mengutamanan penyelesaian damai dalam perkara yang sesuai dengan asas peradilan
yang cepat, dan biaya ringan.
3. Sinyal larangan bagi advokat untuk memberikan keterangan yang menyesatkan klien
merupakan syarat agar advokat berkata jujur kepada kliennya tentang keadaan yang
sebenarnya dari kasus atau perkara yang ditanganinya.
4. Seorang advokat professional tidak akan menjamin bahwa perkaranya akan
dimenangkan, karena advokat tidak memiliki posisi menentukan atau memutuskan
benar atau tidaknya, memang atau kalahnya suatu perkara.
5. Tindakan advokat yang melarang kebebasan klien untuk memilih, menentukan atau
menambah kuasa hukumnya, pada dasarnya bertentangan dengan hak asasi seorang
warga negara.
6. Sebagai pihak yang memberikan jasa hukum dan melakukan hubungan hukum
melalui surat kuasa dengan kliennya, seorang advokat memiliki hak retensi.
7. Adanya uang jasa atau honorarium atau fee yang berhak diterima oleh advokat bukan
bebas tanpa batas jumlahnya.
8. Adalam kacamata etika professional, terlihat tidak elok jika advokat membebani klien
dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
9. Advokat professional akan memperlakukan klien yang tanpa honorarium atau Cuma-
Cuma dengan pelakuan yang sama seperti halnya jika membela klien yang dengan
fee.
10. Sesuatu yang tidak etis apabila seorang advokat menerima dan menangani suatu
perkara yang dia sendiri tahu bahwa perkara tersebut tidak ada dasar hukumnya.
11. Advokat yang memiliki integritas dan dapat dipercaya akan memegang teguh sesuatu
yang bersifat rahasia untuk tidak membocorkan kepada pihak lain termasuk terhadap
isteri/ suami dan keluarganya sendiri.
12. Sesuatu hal yang bersifat tidak etis akan terlihat jika advokat melepaskan tugas pada
saat yang kritis.
13. Akan timbul bias nurani bagi advokat apabila dia ada konflik kepentingan dalam
menangani suatu perkara.
Dalam membela kliennya, advokat professional akan mengerahkan segala
kemampuannya yang ada pada dirinya untuk memenangkan hak-hak kliennya secara anggun
dan bermartabat. Hubungan atara advokat dengan kliennya harus dalam kondisi saling
mempercayai, sehingga tidak ada kendala psikologis dalam proses pencapaian tujuan luhur
mencari nilai kebenaran dan keadilan hukum. Dalam menjalankan tugas profesionalnya
advokat harus dengan penuh kesadaran untuk menjalankan tugas sebagai kuasa hukum yang
didalamnya terkandung misi yang luhur yaitu tegaknya kebenaran dan keadilan.
Adanya hubungan yang bersifat dinamis dan kreatif antara advokat yang satu dengan
yang lain, diperlukan pengelolaan koonflik agar eksistensi komunitas advokat dapat berperan
secara maksimal.
1. Sikap saling menghargai dan mempercayai sesame advokat akan menjadi modal dasar
terciptanya komunitas professional yang dapat memberikan kontribusi dalam
perjalanan pembangunan bangsa.
2. Menggunakan kata-kata sopan dalam berkomunikasi dengan teman seprofesi
mencerminkan keindahan perangai seorang advokat.
3. Adanya ketidak sepakatan atau keberatan atas tindakan dan sikap seorang teman
sejawat harus disalurkan melalui kanal oraganisatoris yaitu dewan kehormatan yang
berwenang menilai sikap dan tindakan anggota profesi.
4. Dilihat dari kacamata etika profesi, menarik klien dari teman sejawat merupakan
tindakan yang kasar dan tidak elok.
5. Sebagai anggota kelompok professional, seorang advokat harus berpantang dan tabu
untuk memberi nasehat kepada seseorang yang telah memiliki kuasa hukum.
6. Advokat yang professional akan meminta keterangan dari teman sejawat yang
menjadi kuasa hukum yang alam dari klien yang baru datang kepadanya atau pindah
dari kuasa hukum sebelumnya.
7. Ada dimensi kemanusiaan dan kebutuhan praktis yang harus dipertimbangkan oleh
advokat dalam menerima dan menangani kepentingan kliennya.
8. Apabila seorang klien telah mencbaut kuasa yang pernah diberikan kepada seorang
advokat, maka advokat tersebut tidak mempunyai hak moral untuk menahan surat-
surat milik kliennya.
Advokat beretika profesi akan menunjukan cara bertindak dalam menangani perkara
yang berkualitas profesionalnya.
1. Hubungan surat menyurat dengan teman sejawat merupakan hal yang lazim dilakukan
oleh advokat.
2. Begitu pula dengan “san prejudice” terlarang ditunjukkan kepada Hakim, karena
tidak pada tempatnya.
3. Segala sesuatu yang muncul dalam negosiasi untuk mencapai perdamaian, tidak
selayaknya dijadikan alat menekan pihak lawan.
4. Suatu hal yang akan mengundang kecurigaan jika seseorang advokat menghubungi
saksi pihak lawan, karena hal itu akan dapat mempengaruhi sikap saksi tersebut.
5. Dalam praktik berperkara secara umum di dunia Internasional, advokat menghubungi
hakim merupakan tindakan yang tidak pantas dilakukan karena mengandung tindakan
yang tidak pantas dilakukan karena mengandung pertanyaan relevansi.
6. Advokat professional akan bersikap cermat, hati-hati dan tidak ceroboh, sehingga
tidak akan memberikan atau menambah catatan apapun terhadap berkas meskipun
hanya “adinformandum”.
7. Tidak selayaknya surat dari advokat lawan diobral atau dibeberkan kepada klien,
karena komunikasi antar advokat bersifat professional dengan Bahasa hukum yang
dipergunakan dalam tata pergaulan komunitas advokat yang berkualifikasi
professional.
8. Advokat professional merasa tabu atau terlarang secara moral untuk menghubungi
pihak lawan kecuali melalui bersama dengan atau seizin advokatnya dalam upaya
penyelesaian perkara perdata secara positif, misalnya membicarakan negoisasi atau
perdamaian.
9. Advokat professional jika di luar siding pengadilan atau di suatu tempat bertemu
dengan kawan lama atau kenalannya yang terlibat suat u perkara, maka advokat
tersebut akan berpantang menyinggung perkara jika kenalan atau kawannya tersebut
telah mempunyai advokat yang diberi kuasa hukum.
10. Advokat professional akan menunjukkan tingkah laku yang memiliki standar etika
yang tinggi dan tidak mau terperosok karena tindakan-tindakan yang tidak etis,
meskipun menyangkut hal-hal kecil.
11. Advokat yang memiliki sensitivitas etika yang tinggi akan memberitahukan kepada
advokat lawan tentang penerimaan pembayaran langsung yang diterima dari pihak
lawan.
Ketentuan lain dalam oked etik advokat menyangkut hal-hal yang terkait dengan fakta
tingkah laku advokat.
1. Di Amerika Serikat dulu ada larangan bagi advokat memasang iklan, tetapi di awal
tahun 1990-an larangan tersebut tidak berlaku lagi dengan alasan ada hak para
advokat untuk menyatakan pendapat dan memberitahukan kepada public. Hal ini
berarti ada hal-hal yang bersifat dinamis dalam pengaturan etika profesi advokat
seperti di Amerika Serikat yang tidak lepas juga dengan adanya factor kemajuan
teknologi seperti internet dan lain sejenisnya.
2. Larangan menawarkan jasa bagi advokat karena pekerjaan advokat adalah pekerjaan
profesi yang mulia (officium nobile) sehingga tidak boleh dijajakan atau ditawarkan
sehingga akan menurunkan citra dan martabat profesi.
3. Predikat profesi mulia menuntut adanya sikap dan tempat yang terhormat pula.
4. Bagaimana mungkin seorang advokat tidak berhubungan langsung dengan kliennya
yang akan dibela perkaranya. Hubungan langsung advokat dengan kliennya akan
memperjelas perkara yang perlu diselesaikan.
5. Kualifikasi professional menegasikan tindakan bersifat amatiran, sehingga sulit
dibenarkan orang yang tidak berkualitas advokat dicantumkan dalam kop surat atau
papan kantor advokat.
6. Nasihat hukum kepada klien tidak bileh diberikan secara amatiran, tetapi harus
professional.
7. Tanpa alasan yang masuk akala tau sebab rasional, advokat yang mencari publisitas
melalui media massa akan dipertanyakan oleh masyarakat.
8. Advokat yang ada dalam suatu Associates atau Law Firm, tidak pada tempatnya
masih dipergunakan kalau advokat tersebut telah diangkat dalam jabatan negara.
9. Advokat yang sebelumnya berprofesi sebagai Hakim atau Panitera terlarang selama 3
tahun memegang perkara di Pengadilan Negeri di Advokat bertugas.

KODE ETIK PROFESI HUKUM DALAM MASYARAKAT


1. Eksistensi Dan Problematika Kode Etik Profesi
Asusmi dasar yang ada dalam masyarakat tentang keberadaan kode etik adalah makin
teguh seorang Lawyer memegang dan menerapkan kode etik profesinya akan semakin sukses
dia melaksanakan tugas profesinya dan pengembangan kariernya sebagau tenaga professional
dalam dunia peradilan. Asumsi tersebut baru benar kalau variable-variable perangkat
peradilan dalam penegakan hukum itu berjalan secara parallel. Karena pada hakikatnya
keberadaan kode etik profesi dalam proses penegakan hukum, hanya merupakan salah satu
variable yang terlibat dalam proses pencapaian hukum tersebut.
Kode etik profesi pada hakikatnya merupakan sinyal moral dan menjalankan
pekerjaan profesinya. Keberadaan kode etik profesi merupakan salah satu elemen determinan
untuk menentukan apakah suatu pekerjaan itu termasuk oekerjaan profesi atau bukan.
Efektivitas fungsi dari kode etik profesi selalu menuntut jawaban dari anggota dan organisasi
dan profesi, karena hal ini berbanding lurus dengan citra keberadaan komunitas profesi
tersebut di dalam masyarakat. Begitu luhur tujuan hakiki dari pekerjaan profesi hukum, maka
selain menunt ditegakkanya sanksi profesi bagi advokat yang melanggar kode etik
profesinya, juga menuntut adanya kepribadian advokat yang Tangguh. Karena profesi
advokat sering berhadapan dengan godaan dan tantangan, maka untuk dapat menangani
perkara secara professional pada diri advokat/ penasihat hukum diisyaratkan adanya sikap
kejujuran, keberanian, kecerdasan, kecermatan, kegigihan, dan kesabaran.
Faktor-faktor eksternal juga banyak memancing timbulnya pelanggaran etika profesi
misalnya advokat atau kliennya baik langsung maupun melalui perantara dimintai uang agar
perkaranya bisa dimenangkan atau bisa mendapatkan status penangguhan penahanan, atau
agar putusan hukumnya lebih ringan. Secara factual berbagai pelangaran kode etik profesi
sering sulit dikontrol dan diadili oleh organisasi profesi karena tidak adanya monopoli
organisasi.dalam hal ini da factor politis yang membuat pelanggar kode etik tidak teradili dan
tidak terpacu untuk bersikap professional.
Semakin maju masyarakat maka semakin kompleks persoalan hukum yang terjadi,
sehingga kebutuhan masyarakat terhadap jasa profesi hukum dan/ atau bantuan hukum akan
semakin meningkat. Dalam menghadapi adanya kolusi antar pemegang keputusan dalam
penegakan hukum dengan pengusaha, advokat akan menghadapi pilihan antara jalan tetap
memakai jalan lurus kode etik atau memilih jalan melanggar kode etik misalnya menerima
pemberian sesuatu janji dari pengusaha. Tindakan tindakan seperti itu akan menggerogoti
daya juang hukum pihak ekonomi lemah, yang pada gilirannya akan mengurangi vitalitas
hak-hak asasi manusia. Adanya advokat yang berpegang teguh kepada etika profesi
seyogyanya mempengaruhi pada koleganya dan juga segenap komunitas advokat. Suatu
system penegakan etika profesi yang baik memiliki mekanisme control dan evaluasi,
sehingga dalam diri system tersebut ada sub-sistem-sub-sistem yang secara dinamis bekerja
untuk mencapai tujuan system tersebut. Dengan system yang demikian, komunitas advokat
dapat mengelola organisasi professional secara otonom, mandidi dan bermartabat.
Dalam persepektif etika profesi seorang advokat harus dapat memberikan tawaran-
tawaran alternative upaya hukum untuk membantu masyarakat membebaskan dari kendala-
kendala yang menghambat tegaknya hukum. Dalam arti ula advokat wajib memberikan
“zakat profesi”nya kepada masyarakat yangberhak menerimanya.
2. Etos Profesi Dan Tanggung Jawab Profesional
a. Etos Profesi Dan Hak Retensi
Etika profesi hukum memberi sinyal-sinyal terhadap hal-hal yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh advokat dalam melaksanakan tugas profesinya. Karena profesi advokat
merupakan pekerjaan yang menuntut profesionalisme maka tegaknya kode etik profesi
merupakan prasayarat utama agar praktek profesi hukum tetap sesuai dengan hakikat
keberadaannya yang bermartabat dan anggun. Kode-kode moral profesi hukum yang berlaku
bagi advokat merupakan bagian dari akhlak yang berlaku dalam masyarakat umum.
Hubungan formal dengan advokat itu berdimensi hubungan kepercayaan yang di dalamnya
bermuatan hal-hal yang bersifat rahasia.
Barang sesuatu atau perkara hukum yang diserahkan atau dipercayakan oleh
seseorang atau sekelompok masyarakat kepada advokat itu dapat menyangkut nyawa dan
nasib (ancaman hukuman mati, penjara, denda), martabat (nama baik, keutuhan keluarga),
harta (gugat menggugat), pekerjaan, jabatan dan lain sejenisnya. Seberapa jauh seorang
advokat dapat bersikap dan berprilaku sebagai profesional merupakan bagian dari contoh
kepribadian advokat yang bersangkutan. Melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan
kebebasan dan martabat advokat akan menciderai kehormatan profesi advokat.
Dalam melakukan hubungan dengan klien dan rekan sejawat, seorang advokat
dilarang memberi keterangan yang menyesatkan, menjamin perkaranya akan dimenangkan,
membatasi kebebeasan kliennya untuk mempercayakan kepada advokat lain, membebani
klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu. Dengan tetap memperhatikan hak retensi, seorang
advokat wajib memberikan semua surat dan keterangan untuk mengurus perkara, apabila
klien telah menyerahkan atau mengalihkan perkara tersebut kepada advokat lain.
Setiap pelanggaran terhadap etika profesi, akan diadili oleh Mahkamah Kode Etik
Profesi yang biasanya dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan organisasi profesi tingkat
cabang, dan kalau tidak puas ada Lembaga banding pada tingkat pusat dengan melalui
prosedur yang ada. Kalau tidak puas lalu banding, putusan banding bisa menguatkan
keputusan tingkat cabang, bisa merubah, bisa membatalkan. Sedang sanksi yang dijatuhkan
bisa peringatan biasa, peringatan keras, bisa pemecatan untuk waktu tertentu.
b. Imbalan Jasa atau “Fee” Untuk Advokat
Ketentuan fee atau imbalan jasa hukum bagi advokat memang tidak ada aturan
ketentuan yang pasti, karena hal itu dalam kode etik bukan merupakan tujuan utama dari
praktek profesi hukum. Seperti halnya dikemukakan oleh George Gordon Coughlin 3 bahwa
berdasarkan kode etik yang menyangkut tanggung jawab profesional ada beberapa yang
menentukan rasionalitas dari uang jasa advokat yaitu : kerumitan waktu dan tenaga yang
tersita untuk menangani kasus tersebut, perbandingan jumlah Fee dengan advokat lain di
tempat tersebut jumlah nilai gugatan atau perdamaian dan hasil dari kasus itu, aakah klien
tersebut sudah pernah dibela sebelumnya. Secara garis besar uang jasa atau fee tersebut dapat
dibebankan menjadi Contingent Fee dan Flat Fee. Dengan melihat rambu-rambu etik terlihat
bahwa advokat atau Lawyer tidak dapat sesuka hati menentukan jumlah honorarium,
imbalasn jasa atau Fee paling tidak harus berpedoman pada pekerjaan dan waktu yang
dibutuhkan oleh Lawyer serta berbagai asistensi, termasuk corak kerumitan dan kesukaran
perkara yang dihadapi. Cara yang dipergunakan dalam menentukan fee juga menjadi
pertimbangan, juga tentang lawyer lain yang ikut terlibat dalam menangani perkara tersebutm
bagaimana pembagian fee nya. Dengan adanya pedoman yang dapat dipertanggungjawabkan
secara moral dan rasional dari fee yang diterima oleh advokat, maka dapat dihindari praktek-
praktek yang menjurus ke arah pelanggaran etika profesi seperti “pemerasan”,”penipuan” dan
sejenisnya yang bersifat malpraktek. Sulit untuk mengontrol dan memberi sanksi pada
advokat yang melanggar kode etik profesi, manakala masih banyak organisasi yang mengurus
advokat, seperti IIKADIN, AAI, IPHI, KAI, Peradi dan lain sebagainya.
c. Hak Imunitas Advokat
Adanya otonomi dan itegritas organisasi profesi berkorelasi dengan kualitas
perlindungan organisasi terhadap para advokat dalam melaksanakan praktek profesinya.
Dengan diadilinya advokat Yap Thiam Hien karena dalam pledionya menyebut nama oejabat
tinggi yang diyakininya telah menerima suap, maka dengan kejadian tersebut hak imunitas
penasehat hukum tidak terjamin. Nasib serupa juga dialami oleh advokat Malang Heriani
Widiastuti, SH., karena dalam pledoinya membela kliennya dia mengatakan : “hasil visum
perlu dipertanyakan karena Dr. Ngesti Lestari bukan ahli kedokteran kehakiman (forensic).
Karena itu, keputusan yang dibuat dokter itu perlu diragukan kebenarannya”.
d. Etos Kerja dan Potensi Kekuatan Moral Advokat
Advokat yang menjatuhkan pilihannya sebagai penegak kebenaran dan keadilan
dalam melaksanakan tugas profesinya banyak berhadapan dengan godaan dan tantangan.
Dengan demikina, dituntut adanya niat utama melaksanakan profesi penasehat hukumharus
tetap berada dalam pengamalan ibadah, dengan etos kejuangan amar ma’ruf nahi munkar.
Keluhuran nilai kejuangan menegakan kebenaran dan keadilan hukum yang selalu
diupayakan oleh advokat akan ternoda manakala advokat dalam melaksanakan tugas
profesinya melakukan:

3
Coughlin, George Gordon, Op.Cit.
- Menyuruh orang berperkara padahal tahu itu tidak ada dasar hukumnya.
- Menelantarkan klien sedangkan fee nya telah habis diterima.
- Menyebrang ke lawan perkara, karena lawan perkara dilihat lebih kaya dibandingkan
dengan kliennya semula.
- Memberikan keterangan yang menyesatkan kepada klien tentang posisi kasus perkara
yang ditanganinya.
- Dan lain sejenisnya.
Sebagai konsultan dan penasehat hukum/ advokat selalu berhadapan dengan
keharusan-keharusan untuk bersikap menentukan pilihan nilai-nilai etis. Dalam
melaksanakan tugas profesinya, advokat memiliki kekuatan moral sepanjang advokat tersebut
mempunyai komitmen etik progesi serta tidak terbawa arus negative dari kolega atau penegak
hukum yang lain. Advokat yang berprinsip kadangkala harus menghadapi kenyataan praktik
hukum yang tidak kondusif. Untuk itu dibutuhkan seperangkat kekuatan moral dari advokat
untuk menangani perkara secara profesional, yaitu : kejujuran, keberanian, kecerdasan,
kecermatan, kegigihan dan kesabaran. Tanpa memiliki modal perangkat kekuatan moral
tersebut, maka advokat akan tunduk pada desakan atau irama kolega penegak hukum yang
tuna etika. Dalam arti akan menggadaikan martabat keprofesionalannya sebagai penasehat
hukum, dan pada saat yang bersamaan berarti kehilangan hak moral untuk menuntut adanya
transparansi dan fairness dalam proses penegakan hukum. Kendati secara yuridis advokat
memiliki landasan berpijak yang kokoh dengan berdasarkan pada pasal 35 s / d 37 UU No. 14
tahun 1970 yan gtelah dirubah dengan UU No. 4 Tahun 2004, dan pasal 69 s / d 74 KUHAP
UU No. 8 tahun 1981, namun dalam melaksanakan tugas profesi di lapangan tetap
memerlukan aktualisasi perangkat kekuatan moral (kejujuran, keberanian, kecerdasan,
kecermatan/ keakuratan, kegigihan/ spirit tidak menyerah pada kemunkaran, dan kesabaran.
Dalam hal tertentu sebagian irang menghubungkan antara prestasi seorang advokat dengan
almamater atau fakultas hukumnya di mana dia ditempa, seperti halnya di Amerika Serikat
yang antara lain pernah dikemukakan oleh Erwin O. Smegel dalam bukunya The Wall Street
Lawyer4 yang mengatakan : “The large office also prefer and obtain their men from what
they consider to be the best wetern law school. Seventy-four precent of the sample of Wall
Street lawyers graduated from HARVVARD, YALE and COLUMBIA law school”.
Lebih dari itu factor integritas kepribadian seorang pengacara juga merupakan potensi
utama dalam proses mengemban misi profesi menegakkan keadilan, dan menegakkan
keadilan itu lebih depat dengan taqwa, untnuk itu perlulah bekerja keras dan hanya kepada
ALLAH SWT kita memohon petunjuk.
e. Rahasia Pekerjaan Bagian Dari Tanggung Jawab Profesi.
Membuka rahasia pekerjaan dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran kode etik
profesi, karena selain merugikan pihak lain, advokat tersebut secara etis tidak dapat
memegang “amanah”, tidak dapat diberi kepercayaan. Dengan demikian apabila ada advokat
yang membuka rahasia kliennya harus diadili di muka Mahkamah Koed Etik. Keberadaan
dunia profesi (penasehat hukum) akan menelan biaya sosial yang mahal, manakala saat yang
sama tidak diikuti oleh penegakan etika profesinya. Makin banyak malpraktek atau
pelanggaran profesi yang dilakukan oleh kaum profesi akan semakin banyak biaya sosial
yang harus ditanggung oleh masyarakat, khususnya di mata konsumennya (kilen/ pencari
4
Smigel, Erwin O., The Wall Street Lawyer, The Free Press Of Glencoe, London, 1964, hlm. 39.
keadilan). Karena antara kaum profesi itu dengan para konsumen itu pada dasarnya terikat
oleh hubungan kepercayaan yaitu adanya sesuatu kasus, yang diberikan pada profesi advokat
untuk dikerjakan secara profesional, maka permasalahannya adalah bagaimana agar
penyimpangan tingkah laku profesi itu tidak melembaga atau tidak berkesan dibenarkan oleh
komunitas profesi atau oleh organisasi profesi itu sendiri.
Eksistensi suatu pekerjaan yang berkualifikasi profesi dapat ditandai dengan adanya :
- keterampilan profesi yang berdasarkan ilmu (objek, metode, sitematis).
- hubungan kepercayaan dengan konsumen (klien).
- kode etik profesi.
- Alturisme dalam pemberian/ pelayanan jasa profesi.
- Hak imunitas dan wajib simpan rahasia pekerjaan/ jabatan.
Pekerja profesi sebagai subjek yang memiliki keahlian khusus, dalam hukum formal
juga berada dalam kualifikasi yang dapat menolak untuk memberikan ketrangan atau
kesaksian dalam suatu perkara yang ada hubungannya dengan pekerjaannya misalnya sebagai
nasehat Hukum. Pergumulan antara pertimbangan etik dan pertimbangan yustisial akan
sangat terasa, terutama dalam perkara pidana yang berupaya mencari kebenara material.
Dalam hubungan ini pula ideologi advokasi akan terlihat apakah dia akan mementingkan
dirinya sendiri. Memprioritaskan nilai keadilan berarti dia harus memberla kebenaran demi
kepentingan masyarakat artinya memihak kepada yang benar secara yuridis.
Sampai dimana Kode Etik profesi dapat efektif dalam menegakkan dan mengontrol
tingkah laku para Lawyer berkorelasi dengan variable kejujuran hati nurani para lawyer,
bobot keterampilan profesi, kreativitas profesim keikhlasan/ keberanian moral para lawyer itu
sendiri serta integritas organisasi profesinya. Sebagai subyek yang berupaya memperoleh
kebenaran hukum dan keadilan, klien memiliki hak dan kewajiban dalam hubungannya
dengan advokat yang diberi kuasa hukum. Hak hak Klien :
1) Hak memilih penasehat hukum.
2) Hak memilih Lembaga bantuan hukum.
3) Hak memperoleh informasi kasus yang dihadapi.
4) Hak menolak langkah-langkah hukum.
5) Hak atas rahasia dirinya.
6) Hak memutus hubungan dengan penasehat hukum.
7) Hak menerima ganti rugi.
8) Hak menuntut penasehat huku.
Menentukan kepada siapa seorang atau beberapa orang klien akan menentukan
pilihannya memberi kepercayaan dan menyerahkan surat kuasa merupakan hak yang ada
pada klien tersebut sepenuhnya.
Advokat sebagai subjek yang melakukan jasa hukum dalam kaitannya dengan
kliennya mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :
Hak-hak penasehat hukum :
1) Melakukan pekerjaan profesi sesuai dengan keahliannya.
2) Hak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesinya.
3) Hak atas informasi/ keterangan.
4) Hak atas privacy secara terbatas.
5) Hak atas imbalan jasa/ honorarium.
6) Hak untuk menolak memberi kesaksian tentang kliennya (pasal 120/ 170 KUHAP).
Sebagai profesional yang melakukan pekerjaan jasa hukum dan menerima kuasa dari
kliennya, penasehat hukum berhak untuk bebas sesuai denga watak profesi advokat sebagai
keahliannya. Sebagai personifikasi dari pencari keadilan dan berupaya menemukan
kebenaran, advokat berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
profesinya. Sebagai elemen yang altif dalam proses penegakan hukum, advokat berhak
memperoleh informasi atau keterangan. Dalam hal tertentu, hal-hal yang bersifat privacy dari
klien, berhak untuk diketahui oleh advokat agar advokat dapat mengetahui secara utuh latar
belakang, proses dan tindakan klien yang berhubungan dengan kasus tersebut. Sebagai
konsekuensi etis dari pekerjaan advokat yang diberi kepercayaan kepadanya, maka advokat
tidak dapat memberi kesaksian tentang hal-hal yang berkaitan dengan kliennya atau bekas
kliennya. Sebagai profesi yangmenyandang predikat advokat profesional, ada kewajiban
moral untuk memenuhi standar profesiobakusne yang memiliki parameter minimal yang
harus dipenuhi dan selalu berupaya memenuhi skala tertinggi dalam melayani kliennya.
Hubungan advokat dengan kliennya berada dalam posisi memberi petunjuk jalan hukum dan
melayani kliennya yang terlibat dalam kasus hukum, sehingga kepentingan kliennya berada
dalam urutan pertama.
Melindungi hak-hak klien yang dibelanya merupakan kewajiban bagi advokat selaku
mendapatkan mandate untuk berindak untuk dan atas nama kliennya. Akan dinilai tidak
profesional, jika dalam mengemukakan pendapat tidak akurat dan tidak logis dan sering
dibantah oleh pihak lain. Advokat profesional akan memiliki kata-kata yang tepat dan indah,
sehingga mempermudah pengelolaan perkara yang ditangani dan mencerminkan perangai
yang elok di mata klien dan masyarakat.
PELANGGARAN KODE ETIK, PROSEDUR PENGADILAN DAN SANKSINYA
1. Eksistensi Dan Realita Penerapan Kode Etik Advokat
Sebagai profesi yang tujuan utamanya adalah menegakan keadilan dalam mana klien
yang datang ke lawyer itu minta dilindungi dan diperjuangkan hak dasar kemanusiannya, hak
miliknya, martabatnya, atau bahkan nyawanya kalau klien itu diancam pidana mati, pada
dasarnya merupakan profesi yang mulia. Tanpa berbekal sikap jujur dan tegar/berani, seorang
advokat/ penasehat hukum akan rentan atau mudah terserang penyakit malpraktek karena
tidak sanggup bersikap berani. Peran kreatif selalu menuntut adanya gairah dan semangat
berfikir, sehingga peran profesi dalam memerjuangkan hak-hak klien dapat diperankan secara
optimal. Proses meyakinkan pihak lain memerlukan dasar legitimasi moral dan legitimasi
logis, sehingga klien yang baik akan kehilangan kepercayaan apabila lawyer dalam proses
meberikan pelayanan hukum dirasakan menyimpangi klien.
Profesi lawyer dengan berbagai godaan dan tantangan menuntut adanya sikap mental
yang fight di mana ketekunan,, dedikasi, kesabaran dan keihklasan tidak bisa tidak harus
menjadi taruhannya, sehingga dalam memfungsikan diri sebagai penegak keadilan dan
memfasilitasi pencari keadilan dirasakan adanya amalan nilai ibadah. Hal tersebut tiatas
menunjukan bahwa untuk menjadi lawyer yang baik tidak cukup hanya bermodalkan
keinginan yang ambisius belaka, tetapi harus didukung oleh seperangkat persayaratan ahlak
dan keterampilan yang memadai. Pelayanan hukum yang baik bagi setiap orang itu telah
menjadi kewajiban yuridids bagi para lawyer bahkan penyidik wajib memberitahukan kepada
seorang tersangka tentang haknya untuk mendapatkan bantuam hukum atau bahwa, tersangka
dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum sebelum dimulainya
pemerikasaan oleh penyidik. Profesi lawyer yang mulia itu dapat menjadi factor determinan
dalam menuntun peri kehidupan dan tata pergaulan masyarakat yang adil dan bermartabat.
2. Prosedur dan Proses Pengadilan Pelanggaran Kode Etik.
Pelanggaran kode etik dapat terjadi tidak saling harga menghargai diantara sesame
koleganya. Sinyal atau rambu-rambu etik lain yang ada di hadapan para advokat ialah :
a. Dilarang memasang ikaln semata-mata untuk menarik perhatian.
b. Dilarang menawrkan jasanya, baik langsung maupun tidak langsung.
c. Kantor advokat tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat yang merugikan
kedudukan advokat.
d. Harus berhubungan langsung dengan klien.
e. Dilarang mencantumkan nama orang lain yang bukan advokat pada papan nama.
f. Tidak dibenarkan mengijinkan karyawannya memberi nasehat kepada klien.
g. Tidak dibenarkan mencari publisitas bari dirinya melalui media massa, kecuali untuk
menegakkan prinsip-prinsip hukum.
h. Nama seorang advokat yang telah diangkat suatu jabatan negara, tidak bileh
dipergunajan oleh kantor di mana advokat dahulu bekerja.
i. Advokat yang sebelumnya bekerja menjadi hakim/ panitera, tidak dibenarkan
memegang perkara di Pengadilan Negeri yang bersangkutan selama tiga tahun sejak
ia berhenti dari Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Dengan demikian tetlihat bahwa penerapan kode etik profesi senantiasa berkaitan
denga pilihan-pilihan nilai etis yang harus disikapi oleh para advokat dalam menjalankan
profesinya. Lebih dari itu, eksistensi kode etik profesi akan semakin memiliki relevensi sosial
yang tinggi manakala organisasi advokat itu juga memasyarakatkan prosedur-prosedur dan
acara pengaduan terhadap advokat uang melanggar kode etik dan merugikan masyarakat,
mengadukan advokat yang melanggar kode etiknya. Dalam proses di Pengadilan, advokat
dapat melakukan keberatan (Objection) terhadap jalannya persidangan yang menyimpang
dari ketentuan. Keberatan itu dapat menyangkut bentuk (Term) maupun menyangkut isi
(Substantive). Adapun teori teori dalam pembelaan advokat ialah :
a. Teori kesediaan menerima resiko
b. Teori klien ikut berperan dalam kelalaian
c. Perjanjian membebaskan dari kesalahan
d. Anggapan advokat beri’tikad baik
e. Relese
Adapun beberapa sumber yang menjadi penyebab timbulnya pelanggaran kode etik advokat
ialah :
a. Pelanggaran kontrak berupa surat kuasa dan perjanjian.
b. Kelalaian berupa ada kerugian yang diderita klien/ pihak lain, karena kelalaian
advokat.
c. Tindakan yang disengaja berupa terjadi pelanggaran terhadap kewajiban advokat.
Lembaga dan mekanisme pengawasan kode etik menuntuk adanya ketentuan yang tegas.
Adapaun pelaksana kode etik aialah :
a. Pengawasan koed etik dewan kehormatan.
b. Tidak ada badan lain yang berhak menghukum pelangar kode etik.
c. Dewan kehormatan pusat berwenang menyempurnakan kode etik dan/atau
menentukan hal hal yang belum diatur.
Semagaimana diungkapkan di beberaoa media cetak, pelanggaran kode etik dan/atau
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh advokat/ penasihat hukum itu ada beberapa tipologi,
antara lain :
a. Menggelapkan uang milik klien.
b. Menipu klien.
c. Menyalahgunakan surat kuasa.
d. Meninggalkan kliennya karena disogok pihak lawan.
e. Membela dua klien yang terlibat sengketa.
f. Menyembunyikan kunci rumah milik klien.
g. Berebut honor antar advokat (karena tidak diberikan oleh seorang klien tidak
disampaikan atau tidak dibagi padahal 2 orang advokat itu menangani bersama
perkara seorang klien).
h. Pasif di persidangan dan menunjukkan tanpa persiapan.
i. Menyeberang ke kubu lawan perkara.
j. Mengajukan pemalsuan surat/ akta.
k. Melakukan perbuatan tida menyenangkan terhadap kliennya sendiri.
Lebih dari itu, eksistensi kode etik akan semakin memiliki relevansi sosial yang tinggi
manakala organisasi advokat/ penasehat hukum itu juga memasyarakatkan prosedur-prosedur
dan acara pengaduan terhadap advokat/penasehat hukum yang melanggar kode etik dan
merugikan masyarakat, karena anggota masyarakat termasuk salah satu obyek yang dapat
mengadukan advokat/ penasehat hukumnya yang melanggar kode etik.
BANTUAN HUKUM DAN KODE ETIK PROFESI
1. Permasalahan Dunia Bantuan Hukum.
Munculanya organisasi atau biro bantuan hukum di Indonesia sejak awal tahun 1970-
an merupakan fenomena baru dalam dunia penegakan hukum dinegara kita. Di mana ada
organisasi bantuan hukum dengan berbagai latar belakang, langgam, corak dan variasinya.
Hingga saat ini telah banyak bermunculan papan nama lengkap atau biro bantuan hukum
yang tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga telah bermunculan di kota-kota kecl.
Tanpa ada kesediaan untuk koreksi diri keberadaan organisasi bantuan hukum yang
begitu banyak dan beraneka corak orientasinya, maka akan menjadi beban sosial bagi
masyarakat. Karena, pada hakikatnya keberadaan dan peran dari organisasi bantuan hukum
itu akan selalu terkait dengan faktor-faktor integritas organisasi (profesi), efektifitas etika
profesi dan etos penegakan hukumnya. Tanpa didukum oleh ketiga faktor tersebut, maka
organisasi bantuan hukum akan kehilangan relevansi sosialnya, dan/atau akan menjadi
organisasi bantuan hukum yang sekedar papan nama.
2. Alternative Peran Dalam Kode Etik Profesi.
Organisasi bantuan hukum akan berperan atau dapat memainkan vitalitas dari
kelembagaan sebagai fasilitator bagi masyarakat pencari keadilan manakala organisasi bantun
hukum tersebut senantiasa resfonsif terhadap denyut nadi tuntutan keadilan masyarakatnya.
Penekanan bidang garap advokasi yang sekaligus membedakan denganbidang garap LSM
lain ada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari organisasi bantuan hukum yang tidak
bisa tidak terkait dengan kode etik profesi dalam pelaksanaan aktivitasnya. Kode etik profesi
senantiasa terikat dengan wajib simpan rahasia pekerjaan. Makin efektif peran kode etik
profesi sebagai internal control akan semakin dipercaya eksistensi komunitas profesi hukum
tersebut. Salah pelecehan profesi selain berkorelasi dengan faktor integritas organisasi dan
efektifitas kode etik, sebenarnya juga tidak terlepas dari tingkah laku orang-orang profesi
hukum itu sediri.
Berbicara mengenai emberian bantuan hukum kepada masyarakat yang Cuma-Cuma
dan yang dengan imbalan jasa pada dasarnya menyangkut msaalah dana organisasi. Karena
bagi organisai bantuan hukum yang sebagian besar dananya dibantu oleh luar negeri akan
menghadapi pertanyaan masyakrat tentang kadar ketergantungan terhadap pihak pemberi
dana dan pada saat yang sama gugatan moral tentang kemandirian organisasi yang mendapat
bantuan dana dari negara asing.
Nilai etis dari etos pemberian bantuan hukum yang altruistic, yaitu kepedulian sosial
bagi masyarakat pencari keadilan yang tidak mampu dan buta hukum dalam proses
penegakan hukum dan demokrasi secara essensial dapat diisyaratkan untuk tetap berorientasi
pada prinsip keadilan. Sehingga keterlibatan peran organisai bantan hukum sebagai LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) yang memiliki posisi sosial yang strategis tetap berada
dalam bingkai rasionalitas dan konsistensinya pada prosedur-prosedur upaya hukum yang
legitim. Pada saat yang bersamaan dapat dihindarkan datangnya insinuasi-insinuasi sinis
kepada organisasi bantuan hukum yang disebabkan oleh sikap dan aktivitasnya yang tidak
mempunyai kandasan moral dan dasar hukum. Karena pernyataan hukum dan pembelaan
hukum yang tidak memiliki dasar moral dan dasar hukum akan kehilangan daya himbaunya
dalam masyarakat atau pada gilirannya akan dikualifikasikan sebagai tidak waras atau asal
bunyi. Dalam mana secara filosofis (Pancasila) dan konstitusional (UUD1945), masyarakat
bangsa kita sangat menjunjung tinggi nilai keadilan, sehingga gambaran tentang kemanusiaan
yang adil dan beradab, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia selalu menjadi
kerangka acuan dalam kiprah penegakan hukum dan demokrasi. Bahkan bangsa kita juga
bersepakat menegakkan etos kejuangan yang bertujuan menghapuskan penjajahan dimuka
bumi ini karena dianggap tidak sesuai dengan peri keadilan. Hal tersebut mengisyaratkan
bahwa pengabdi bantuan hukum dituntut untuk memiliki keikhlasan (keberanian) dan niat
yang luhur.
3. Sumber Daya Bantuan Hukum dan Penegakan Hukum.
Peran bantuan hukum dalam masyarakat mempunyai hubungan timbal balik dengan
fakultas-fakultas hukm sebagai tempat persemaian sumber daya bantuan hukum dan advokat.
Dalam konstelasi penegakanhukum pelaksanaan fungsi OBH (Organisasi Bantuan Hukum)
akan senantiasa terkait dengan etos penegakan hukum dari isntitusi-isntitusi ainnya seperti
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta variable-variabel lain yang terlibat dalam mekanisme
penegakan hukum, kondisi masyarakat, kondisi poleksosbud, dan lain sejenisnya. Dengan
demikian peran organisasi bantuan hukum dituntut untuk senantiasa terlibat dalam setiap
tahapan proses penegakan hukum dan juga mengantisipasi dan memahami variabel-variabel
penegakan hukum, sesuai denga porsi dan posisi dari kelembagaannya.
Kemesraan hubungan antara Organisasi Bantuan Hukum dan fakultas-fakultas hukum
akan dapat mengaktualisasikan potensi dan vitalitas peran pengkajian hukum dan penerapan
hukum, sehingga pada saat yangbersamaan merupakan peluang bagi para mahasiswa hukum
untuk memainkan peran ilmu alamiah dan amal ilmiah dari ilmu hukum yang pada dasarnya
memang berwatak “applicable”. Dalam arti, dapat menunjang dan menyikapi secara kritis
setiap langkah penegakan hukum di negara kita searah dan seirama dengan cita-cita para
pendiri Republik kita tercinta ini yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur.
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Harry Dwicha Prayoga
Nim : 18921015
Alamat : Jl. Letn Jahidin Gang Benteng Rt/Rw 003/002, Manna, Bengkulu Selatan
Email : harrydp89@gmail.com
No. Tlp/Hp : 082378527763
Dengan ini menyatakan bahwa tugas perorangan mata kuliah :
Etika Profesi Notaris
Saya kerjakan/lakukan :
1. Diketik sendiri
2. Pada watu di legalisasi di hadapan Notaris, tugas tersebut saya bawa dan saya
perlihatkan kepada Notaris yang bersangkutan.
3. Tidak copypaste dari teman/rekan sesame mahasiswa atau angkatan sebelumnya.
4. Tidak meminta bantuan pihak lain, atau dengan
5. Cara-cara lainnya yang melanggar peraturan perkuliahan dan peraturan-peraturan
lainnya yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Jika pernyataan saya ini tidak benar (tidak jujur dan bohong) saya sanggup dan bersedia nilai
mata kuliah yang bersangkuta untuk dicabut dan dinyatakan tidak lulus.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tidak lain daripada yang sebenarnya
dan tanpa paksaan serta tekanan dari siapapun.

Yogyakarta, 10 Februari 2019


Yang membuat

Anda mungkin juga menyukai