Anda di halaman 1dari 16

www.scribd.

com

Etika profesi merupakan bidang yang sangat diperlukan bagi dunia kerja manusia, Selain
menguasai pendidikan formal, pengalaman bekerja, maka sumber daya manusia itu
membutuhkan semacam sarana untuk berpijak dalam bidang yang digelutinya. Sarana itu adalah
etika profesi.
Etika profesi adalah etika yang berkaitan dengan profesi manusia atau etika yang
diterapkan dalam dunia kerja manusia.
Di dalam dunia kerjanya, manusia membutuhkan pegangan, berbagai
pertimbangan moral dan sikap yang bijak. Secara lebih khusus, etika profesi dapat dirumuskan
sebagai bagian dari etika yang membahas masalah etis tentang bidang-bidang yang berkaitan
dengan profesi tertentu.
Pengertian profesi, adalah sebagai perbuatan seseorang yang dilakukan untuk
memperoleh nilai komersial. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok
untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI :

1. Tanggung jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa
yang menjadi haknya.
3. Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam
menjalankan profesinya.

Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan
tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.

PERANAN ETIKA DALAM PROFESI :
1. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi
milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai
pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan
mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
2. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam
pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama
anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena
adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan
diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
3. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota
profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang
dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut.
Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga
pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga
masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.

Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas
dan dalam kehidupan sehari-hari.
Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi, sekaligus juga
menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat.
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan
perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus
dihindari.

Prinsip-Prinsip Teori Etika
Prinsip-prinsip etika juga menyumbang dalam membuat keputusan etika. Berdasarkan
prinsip ini individu mempunyai tanggungjawab seperti:
1. Memupuk kepercayaan
2. Memperbaiki moral diri dan berusaha tidak mengulangi perbuatan yang tidak bermanfaat
3. Menghormati keputusan dan menghargai orang lain
4. Berlaku adil, amanah dan jujur
5. Membantu mereka yang dalam kesusa

Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya

Sunday, March 19, 2006
ETIKA PROFESI DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI
Diposting oleh Y0u_N13 pada 3/19/2006 06:21:00 PM
Pengertian Profesi dan Pelaksanaan

Profesi

Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang
tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian,
sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Tetapi
dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan
suatu pekerjaan dapat disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek
pelaksaan, dan penguasaan teknik intelektual yang merupakan hubungan antara teori dan penerapan
dalam praktek. Adapun hal yang perlu diperhatikan oleh para pelaksana profesi.
1. Etika Profesi

Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sangatlah perlu untuk menjaga
profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek). Dengan kata lain orientasi
utama profesi adalah untuk kepentingan masyarakat dengan menggunakan keahlian yang dimiliki. Akan
tetapi tanpa disertai suatu kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat dengan mudahnya disalahgunakan
oleh seseorang seperti pada penyalahgunaan profesi seseorang dibidang komputer misalnya pada kasus
kejahatan komputer yang berhasil mengcopy program komersial untuk diperjualbelikan lagi tanpa ijin
dari hak pencipta atas program yang dikomesikan itu. Sehingga perlu pemahaman atas etika profesi
dengan memahami kode etik profesi.

2. Kode Etik Profesi

Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana seseorang sebagai seseorang yang
professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari
kode etik profesi :

Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana
profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh
dilakukan.
Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan
kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga
memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan keja (kalanggan
social).
Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para
pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri
pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
3.Penyalahgunaan Profesi

Dalam bidang computer sering terjadi penyalahgunaan profesi contohnya penjahat berdasi yaitu orang-
orang yang menyalahgunakan profesinya dengan cara penipuan kartu kredit, cek, kejahatan dalam
bidang komputer lainnya yang biasa disebut Cracker dan bukan Hacker, sebab Hacker adalah
Membangun sedangkan Cracker Merusak. Hal ini terbukti bahwa Indonesia merupakan kejahatan
komputer di dunia diurutan 2 setelah Ukraine. Maka dari itu banyak orang yang mempunyai profesi
tetapi tidak tahu ataupun tidak sadar bahwa ada kode Etik tertentu dalam profesi yang mereka miliki,
dan mereka tidak lagi bertujuan untuk menolong kepentingan masyarakat, tapi sebaliknya masyarakat
merasa dirugikan oleh orang yang menyalahgunakan profesi.

4.Kesimpulan

Kesadaran itu penting dan lebih penting lagi kesadaran itu timbul dari Diri kita masing - masing yang
sebentar lagi akan menjadi pelaksana profesi di bidang komputer disetiap tempat kita bekerja, dan
selalu memahami dengan baik atas Etika Profesi yang membangun dan bukan untuk merugikan orang
lain.


Berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945,
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menghormati harkat dan martabat manusia serta
menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak asasi manusia. Dalam kegiatannya,
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog Indonesia mengabdikan dirinya untuk
meningkatkan pengetahuan tentang perilaku manusia bentuk pemahaman bagi
dirinya dan pihak lain serta memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan tersebut
bagi kesejahteraan manusia.

Kesadaran diri tersebut merupakan dasar bagi Ilmuwan Psikologi dan Psikolog
Indonesia untuk selalu berupaya melindungi kesejahteraan mereka yang meminta
jasa/praktik beserta semua pihak yang terkait dalam jasa/praktik tersebut
atau pihak yang menjadi obyek studinya

Sarjana Psikologi
yang tergolong kriteria ini DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN
PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
JASA PSIKOLOGI adalah jasa kepada perorangan atau
kelompok/organisasi/institusi yang diberikan oleh ilmuwan psikologi Indonesia
sesuai kompetensi dan kewenangan keilmuan psikologi di bidang pengajaran,
pendidikan, pelatihan, penelitian, penyuluhan masyarakat.

PRAKTIK PSIKOLOGI adalah kegiatan yang dilakukan oleh psikolog dalam
memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat dalam pemecahan masalah
psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip
psikodiagnostik. Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah
terapan prinsip psikologi yang berkaitan dengan melakukan kegiatan DIAGNOSIS,
PROGNOSIS, KONSELING, dan PSIKOTERAPI.

PEMAKAI JASA PSIKOLOGI adalah perorangan, kelompok, lembaga atau
organisasi/institusi yang menerima dan meminta jasa/praktik psikologi.
Pemakai Jasa juga dikenal dengan sebutan KLIEN.

TANGGUNG JAWAB
Dalam melaksanakan kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengutamakan
kompetensi, obyektivitas, kejujuran, menjunjung tinggi integritas dan
norma-norma keahlian serta menyadari konsekuensi tindakannya.

PERILAKU DAN CITRA PROFESI
a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus menyadari bahwa dalam melaksanakan
keahliannya wajib mempertimbangkan dan mengindahkan etika dan nilai-nilai
moral yang berlaku dalam masyarakat.

b) lmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menyadari bahwa perilakunya dapat
mempengaruhi citra Ilmuwan Psikologi dan Psikolog serta profesi psikologi.

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai, menghormati dan menjaga hak-
hak serta nama baik rekan profesinya, yaitu sejawat akademisi Keilmuan
Psikologi/Psikolog.

b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog seyogianya saling memberikan umpan balik
untuk peningkatan keahlian profesinya.

c) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib mengingatkan rekan profesinya dalam
rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi.

d) Apabila terjadi pelanggaran kode etik psikologi yang di luar batas
kompetensi dan kewenangan maka wajib melaporkan kepada organisasi profesi.



HUBUNGAN DENGAN PROFESI LAIN

a). Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai, menghormati kompetensi
dan kewenangan rekan dari profesi lain.

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dalam memberikan jasa/praktik psikologi wajib
menghormati hak-hak lembaga/organisasi/institusi tempat melaksanakan kegiatan
di bidang pelayanan, pelatihan, dan pendidikan sejauh tidak bertentangan
dengan kompetensi dan kewenangannya.

SIKAP PROFESIONAL DAN PERLAKUAN TERHADAP PEMAKAI JASA ATAU KLIEN

Dalam memberikan jasa/praktik psikologi kepada pemakai jasa atau klien, baik
yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi sesuai
dengan keahlian dan kewenangannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog
berkewajiban untuk:

a) Mengutamakan dasar-dasar profesional

b) Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang membutuhkannya.

c) Melindungi klien atau pemakai jasa dari akibat yang merugikan sebagai
dampak jasa/praktik yang diterimanya.

d) Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien
dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut.

e) Dalam hal pemakai jasa atau klien yang menghadapi kemungkinan akan terkena
dampak negatif yang tidak dapat dihindari akibat pemberian jasa/praktik
psikologi yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog maka pemakai
jasa atau klien tersebut harus diberitahu.

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut
klien atau pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan
kegiatannya.

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai karya cipta pihak lain
sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur
hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya.

c) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan menggandakan,memodifikasi,
memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun seluruh karya orang lain tanpa
mendapatkan izin dari pemegang hak cipta.

PELANGGARAN
Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap
pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi
organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang

[psikologi_net] Rasionalisasi Kode Etik Profesi Psikologi di Indonesia
Vincent Liong
Wed, 02 Jan 2008 07:53:01 -0800
Di dalam dunia psikologi, pelanggaran etika sudah menjadi persoalan klasik. Pembocoran alat-
alat psikodiagnostik, adanya kursus-kursus bimbingan tes-psikologi, praktek psikologi oleh
non-psikolog dsb, adalah sebagian kecil saja dari segudang masalah mal praktek yang dihadapi
oleh Himpsi.
Dengan makin meluasnya ragam jasa psikologi dan makin meningkatnya kebutuhan masyarakat
akan jasa psikologi, maka mal-praktek pun makin meluas dan makin menjadi-jadi. Misalnya,
anak yang perkembangan bicaranya lambat (late talker) didiagnosis autis, dan ditawari berenang
dengan lumba-lumba di Ancol untuk menyeimbangkan otak kiri dan otak kanannya, agar
pertumbuhan otaknya menjadi lebih sempurna dan autis-nya bisa dicegah. Para dokter dan
psikologi tidak mengerti asal muasal, ilmu ini. Mereka tahunya ilmu ini datang dari Amerika,
dibawakan oleh seorang bergelar Medical Doctor dan di sambut oleh rumah sakit besar di
Indonesia, bekerjasama dengan Taman Impian Jaya Ancol.
Sesuai dengan prinsip etika yang paling dasar, tujuan ilmu dan profesi adalah mensejahterakan
(membantu, pertumbuhan) orang (klien/pasien). Bukan mempertahankan kepentingan masing-
masing.
POST PAPER : Kembali ke Etika Psikologi Medan, 27 September 2004, www.






























KODE ETIK PSIKOLOGI
Etika profesi merupakan bidang yang sangat diperlukan bagi dunia kerja manusia. Selain
menguasai pendidikan formal dan pengalaman bekerja, manusia membutuhkan semacam sarana
untuk berpijak dalam bidang yang digelutinya. Sarana itu adalah etika profesi. Etika profesi
adalah etika yang berkaitan dengan profesi manusia atau etika yang diterapkan dalam dunia kerja
manusia. Di dalam dunia kerjanya, manusia membutuhkan pegangan, berbagai
pertimbangan moral dan sikap yang bijak. Secara lebih khusus, etika profesi dapat dirumuskan
sebagai bagian dari etika yang membahas masalah etis tentang bidang-bidang yang berkaitan
dengan profesi tertentu. (Etika Profesi, 2006). Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak
orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation)
yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan
sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu
keahlian (Etika Profesi, 2006). Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari
masyarakat jika ada kesadaran untuk mengindahkan etika profesi pada saat ingin memberikan
jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, sebuah
profesi akan kehilangan nilai idealismenya dan tidak ada respek maupun kepercayaan lagi dari
masyarakat.
Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan seseorang, sangatlah penting untuk
menjaga etika profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek). Dengan
kata lain, orientasi utama profesi adalah untuk kepentingan masyarakat dengan menggunakan
keahlian yang dimiliki. Akan tetapi tanpa disertai kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat
dengan mudahnya disalahgunakan oleh seseorang.
Di dalam dunia psikologi, pelanggaran etika sudah menjadi persoalan yang tidak asing
lagi. Pembocoran alat-alat psikodiagnostik, adanya kursus-kursus, bimbingan tes-psikologi,
praktek psikologi oleh non-psikolog dan sebagainya, adalah sebagian kecil saja dari masalah
penyalahgunaan profesi. Maka dari itu, sebagai calon ilmuwan psikologi, etika profesi sangat
penting agar tidak terjadi penyalahgunaan profesi. Sesuai dengan prinsip etika yang paling dasar,
tujuan ilmu dan profesi adalah mensejahterakan dan membantu orang (klien/pasien), bukan
mempertahankan kepentingan masing-masing (Etika Profesi, 2006). Selain itu, pentingnya
etika profesi bagi seorang ilmuwan psikologi adalah untuk menjaga agar tidak terbentur dengan
profesi lain. Pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh
mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa etika profesi menjadi sangat penting bagi seorang psikolog
agar ada batasan-batasan yang mengatur dan tidak melampaui batas-batas kemanusiaan atau
merugikan orang lain. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman atas etika profesi dengan
memahami kode etik profesi.
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaan dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi
merupakan sarana untuk membantu para pelaksana profesi dan professional supaya tidak
merusak etika profesi. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negatif dari suatu
profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak
boleh dilakukan dalam pekerjaannya, sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata
masyarakat (Kode Etik, 2010). Di dalam keilmuwan bidang psikologi, ada juga aturan atau
pedoman etis yang perlu diperhatikan, yaitu kode etik psikologi. Kode etik psikologi merupakan
ketentuan tertulis yang menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku, serta pegangan teguh
seluruh Psikolog dan kelompok Ilmuwan Psikolog, dalam menjalankan aktivitas profesinya
sesuai dengan kompetensi dan kewenangan masing-masing, guna menciptakan kehidupan
masyarakat yang lebih sejahtera (Kode Etik, 2010). Kode etik psikologi sebaiknya ditaati dan
dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan selaku Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog, demi kesejahteraan klien dan agar dapat memberikan jasa sebaik-baiknya.
Di dalam kode etik psikologi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menjadi
seorang ilmuwan psikolog. Dalam melaksanakan kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog
mengutamakan kompetensi, obyektivitas, kejujuran, menjunjung tinggi integritas dan norma-
norma keahlian serta menyadari konsekuensi tindakannya (Rasionalisasi Kode, 2008).
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus menyadari bahwa dalam melaksanakan keahliannya wajib
mempertimbangkan dan mengindahkan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam
masyarakat. Mereka wajib menyadari bahwa perilakunya dapat mempengaruhi citra profesi
psikologi. Ketika menjadi Ilmuwan Psikologi dan Psikolog, pelaku profesi wajib menghargai,
menghormati dan menjaga hak-hak serta nama baik rekan profesinya. Mereka juga wajib saling
mengingatkan antar rekan profesinya agar tidak terjadi pelanggaran kode etik psikologi. Apabila
terjadi pelanggaran kode etik psikologi di luar tanggung jawab, maka wajib melaporkan kepada
yang berwajib. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah Psikolog wajib memegang teguh
rahasia yang menyangkut kliennya atau pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan
pelaksanaan kegiatannya. Selain itu, ketika meneliti mereka harus menghormati martabat dan
kesejahteraan manusia sebagai subjek penelitiannya. Orang-orang yang dilibatkan dalam
penelitiannya harus berpartisipasi secara sukarela (Wade&Tavris, 2009).
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog juga wajib menghargai karya cipta pihak lain sesuai
dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Mereka tidak dibenarkan untuk mengutip
hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak
dibenarkan menggandakan,memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun
seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemegang hak cipta (Kode Etik, 2010).
Dengan kata lain melakukan Plagiarisme.
Plagiarisme adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya
dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap
sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Pelaku plagiat disebut sebagai
plagiator (Wikipedia, 2010). Yang digolongkan sebagai plagiarisme contohnya adalah
menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya dengan
menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda), mengambil gagasan orang lain tanpa
mencantumkan sumbernya, mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri, melontarkan
pendapat yang sebenarnya merupakan hasil pendapat orang lain sebelumnya, menyajikan tulisan
yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya, dan sebagainya.
Plagiarisme merugikan banyak pihak, yaitu pihak penulis asli, pihak plagiator itu sendiri,
pihak pembaca dan masyarakat. Mereka yang melakukan plagiarisme mungkin merasa
penjiplakan adalah hal yang paling mudah digunakan untuk mendapat hasil yang baik.
Masyarakat di suatu negara akan sulit berkembang berkembang jika plagiarisme tidak diberantas.
Plagiarisme atau plagiat dapat terjadi karena tak disengaja, misalnya karena kurang memahami
tatakrama pengutipan atau perujukan gagasan atau pendapat orang lain, atau bisa juga karena
keterbatasan pelacakan sumber-sumber informasi dari literatur-literatur ilmiah. Oleh sebab itu,
setiap penulis harus berusaha maksimal untuk memastikan bahwa karya tulisnya bukan buah
karya orang lain.






DAFTAR PUSTAKA

Wade, C., Tavris, C., 2009, Psikologi jilid 1, PT Erlangga, Jakarta

Etika Profesi dan Tanggung jawab Profesi - scribd.com, 19 Maret 2006

Kode Etik Psikologi - psikologizone.com, 25 Oktober 2010

Rasionalisasi Kode Etik Profesi Psikologi di Indonesia psikologi_net, 2 Januari 2008

Plagiarisme Wikipedia, 8 Desember 2010




















KODE ETIK PSIKOLOGI

Mutiara Nisaa S.
2010-070-195





topiknya tentang ini
1. Peningkatan kompetensi dalam profesi Psikologi
2. Dasar penelitian Ilmiah dan sikap profesional
3. Pendelegasian pekerjaan pada orang lain
4. Masalah dan konflik personal
.5. Pemberian layanan Psikologi dalam keadan darurat

Hubungan Antar Rekan Profesi
a. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai, menghormati, dan menjaga hak-hak
serta nama baik rekan profesinya, yaitu sejawat akademisi Keilmuan Psikologi/Psikolog.
Pasal di atas membahas mengenai kerjasama dan persaingan.
Pasal di atas dapat diwujudkan melalui:
a. Kemampuan menjaga diri, terutama dalam kaitan dengan upaya menjaga citra
profesi dan persaingan yang tidak sehat antar sejawat.
b. Pernyataan, komentar, tindakan untuk koreksi yang diberikan kepada pihak lain
(seandainya terjadi kekurangan atau kesalahan kolega yang harus dikoreksi untuk
kepentingan berbagai pihak) diupayakan agar tidak merugikan sejawat maupun
citra profesi.
b. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog seyogianya saling memberikan umpan balik untuk
peningkatan keahlian profesinya.
Pasal ini membahas mengenai pemberian umpan balik.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, apabila Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menemukan
kekurangan atau kesalahan yang dilakukan oleh sejawat, diharapkan bersedia
memberikan umpan balik, baik secara langsung (kepada sejawat yang bersangkutan)
maupun tidak langsung (melalui organisasi profesi atau sejenisnya).
Umpan balik secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada situasi dan kondisinya.
umpan balik ditujukan sebagai upaya mendorong peningkatan keahlian profesi.

c. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib mengingatkan rekan profesinya dalam rangka
mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi.
Pasal ini membahas mengenai pencegahan pelanggaran kode etik. Upaya tersebut
dapat dilakukan dalam bentuk mengingatkkan sebelum terjadinya pelanggaran, yaitu
berdasarkan tanda-tanda yang bisa dikenali sebagai tindakan pelanggaran yang mungkin
tidak diketahui atau tidak disadari oleh rekan seprofesinya.

d. Apabila terjadi pelanggaran kode etik psikologi yang di luar batas kompetensi dan
kewenangan, maka wajib melaporkan kepada organisasi profesi.
Pasal ini membahas mengenai pelaporan pelanggaran kode etik.
Apabila pelanggaran terhadap kode etik psikologi tidak dapat dilaporkan oleh Ilmuwan
Psikologi ataupun Psikologi karena di luar batas kompetensi dan kewenangannya, maka
dapat melaporkannya melalui organisasi profesi.
Pelaporan pelanggaran hendaknya didasari pada kepentingan untuk menjaga citra
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog serta profesi psikologi.

Hubungan Dengan Profesi Lain
Dalam kaitan ini, hubungan yang bisa terjadi adalah bentuk hubungan ganda dan
hubungan dalam rangka pemanfaatan jasa dari pihak ke tiga.
a. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai, menghormati kompetensi dan
kewenangan rekan dari profesi lain.
Pasal ini membahas mengenai hubungan ganda.
Hubungan ganda adalah hubungan yang terjalin antara Ilmuwan Psikologi atau
Psikologi dengan pribadi-pribadi seperti pasien, klien, mahasiswa orang yang di
supervisi, atau peserta penelitian.
Bila Ilmuwan Psikologi dan Psikologi menemukan tanda-tanda adanya hubungan
ganda yang berpotensi merugikan, mereka hendaknya berusaha menyelesaikannya
dengan mengutamakan kepentingan pribadi yang terlibat, dan dengan kepatuhan
maksimal kepada kode etik.
b. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib mencegah dilakukannya pemberian jasa atau
praktik psikologi oleh orang atau pihak lain yang tidak memiliki kompetensi dan
kewenangan.
c. Pasal ini membahas mengenai permintaan jasa dari pihak ke tiga.
d. Kesepakatan pemberian jasa kepada pihak ke tiga hendaknya telah diawali dengan
memperjelas peran (sebagai terapis, konsultan organisasi, pemberi diagnosa, atau saksi
ahli) dan tanggung jawab (penggunaan yang mungkin dari jasa-jasa tersebut atau
informasi yang diperoleh, dan fakta bahwa ada keterbatasan dalam hal kerahasiaan).



http://www.sinarharapan.co.id/berita/0809/17/kesra03.html

Banyak Praktik Psikologi Tak Punya Izin

Jakarta-Belakangan ini bermunculan individu yang mengaku sebagai psikolog dan melakukan praktik
psikologi namun tidak memiliki izin praktik sah. Padahal apabila nasihat atau diagnosis psikolog
tersebut keliru, akan berakibat sangat serius pada pasiennya.
Dapat terjadi hal kontra produktif, yakni menurunnya tingkat stabilitas emosional pasien dalam suatu
program konseling. Malapraktik yang disebabkan oleh psikolog berbeda dengan dokter. Kalau dokter
hanya penyalahgunaan obat yang berakibat di tubuh pasien, tetapi malapraktik psikolog bisa
berkepanjangan karena menyangkut jiwa dan mental seseorang, tegas Ketua Umum Himpunan
Psikologi Indonesia Wilayah DKI Jakarta Raya (Himpsi Jaya) Lukman Sarosa Sriamin, dalam diskusi
mengenai sosialisasi profesi psikolog, Selasa (16/9).
Dampak malapraktik itu di samping merugikan pengguna jasa psikologi, juga akan mencoreng profesi
psikolog, lanjut Lukman. Hal ini dapat dihindari dengan menyusun peraturan sebagai payung hukumnya,
sehingga tidak ada celah bagi pihak-pihak yang berusaha merugikan profesi psikolog maupun pengguna
jasa psikolog.
Dengan demikian, Rancangan Undang-Undang (RUU) Malapraktik psikolog tidak hanya akan melindungi
pengguna jasa praktik psikolog, juga dapat melindungi para psikolog. Untuk itu, diperlukan inisiatif dari
pemerintah untuk menyusun RUU tersebut. Kami terbentur dana untuk menyusun UU mengenai kode
etik psikolog, dan saat ini belum ada kekuatan hukum yang tetap yang melindungi konsumen psikolog
maupun psikolog, tegasnya.
Lukman juga mengungkapkan adanya pihak yang mengaku psikolog walaupun hanya lulusan sarjana
psikologi. Lulusan sarjana psikologi padahal belum tentu menjadi seorang psikolog. Dunia pendidikan
psikologi menetapkan bahwa sarjana psikologi tidak dapat melakukan praktik psikologi. Seorang drs/dra
atau magister profesi baru dapat melakukan praktik psikologi jika telah memiliki izin praktik.
Oleh karena itu, sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas tentang
organisasi profesi psikologi serta perbedaan antara psikolog dan bukan psikolog. Saat ini, Himpsi Jaya
mempunyai 3.587 anggota terdaftar dan 1.825 di antaranya telah memiliki izin praktik yang sah dan
berlaku di seluruh Indonesia. Namun diakui, sampai saat ini masyarakat masih jarang menggunakan jasa
psikolog. (cr-4)
Copyright Sinar Harapan 2008



BAB III PEMBERIAN JASA/PRAKTIK PSIKOLOGI
Pasal 7
PELAKSANAAN KEGIATAN SESUAI BATAS
KEAHLIAN/KEWENANGAN
1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog hanya memberikan jasa/praktik psikologi dalam
hubungannya dengan kompetensi yang bersifat obyektif sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam pengaturan terapan keahlian Ilmuwan Psikologi dan Psikolog.
2. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dalam memberikan jasa/praktik psikologi wajib
menghormati hak-hak lembaga/organisasi/institusi tempat melaksanakan kegiatan di
bidang pelayanan, pelatihan, dan pendidikan sejauh tidak bertentangan dengan
kompetensi dan kewenangannya.
Pasal 8
SIKAP PROFESIONAL DAN
PERLAKUAN TERHADAP PEMAKAI JASA ATAU KLIEN
Dalam memberikan jasa/praktik psikologi kepada pemakai jasa atau klien, baik yang bersifat
perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi sesuai dengan keahlian dan
kewenangannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog berkewajiban untuk:
1. Mengutamakan dasar-dasar profesional
2. Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang membutuhkannya.
3. Melindungi klien atau pemakai jasa dari akibat yang merugikan sebagai dampak
jasa/praktik yang diterimanya.
4. Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien dan
pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut.
5. Dalam hal pemakai jasa atau klien yang menghadapi kemungkinan akan terkena dampak
negatif yang tidak dapat dihindari akibat pemberian jasa/praktik psikologi yang dilakukan
oleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog maka pemakai jasa atau klien tersebut harus
diberitahu.
Pasal 9
ASAS KESEDIAAN
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghormati dan menghargai hak pemakai jasa atau
klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian jasa/praktik psikologi, mengingat asas
sukarela yang mendasari pemakai jasa dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses
pemberian jasa/praktik psikologi.
Pasal 10
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN
Interpretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa psikologi hanya boleh
dilakukan oleh Psikolog berdasarkan kompetensi dan kewenangan.
Pasal 11
PEMANFAATAN DAN
PENYAMPAIAN HASIL PEMERIKSAAN
Pemanfaatan hasil pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam
praktik psikologi. Penyampaian hasil pemeriksaan psikologik diberikan dalam bentuk dan bahasa
yang mudah dipahami klien atau pemakai jasa.



Pasal 12
KERAHASIAAN DATA
DAN HASIL PEMERIKSAAN
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau
pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini
keterangan atau data mengenai klien yang diperoleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dalam
rangka pemberian jasa/praktik psikologi wajib mematuhi hal-hal sebagai berikut:
1. Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan hanya memuat hal-
hal yang langsung dan berkaitan dengan tujuan pemberian jasa/praktik psikologi.
2. Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang secara langsung
berwenang atas diri klien atau pemakai jasa psikologi.
3. Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis kepada pihak ketiga
hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan klien, profesi, dan akademisi.
Dalam kondisi tersebut identitas orang atau klien yang bersangkutan tetap dirahasiakan.
4. Keterangan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain atas persetujuan klien
atau penasehat hukumnya.
5. Jika klien masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak mampu untuk memberikan
persetujuan secara sukarela, maka Psikolog wajib melindungi orang-orang ini agar tidak
mengalami hal-hal yang merugikan.
Pasal 13
PENCANTUMAN IDENTITAS
PADA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
DARI PRAKTIK PSIKOLOGI
Segala keterangan yang diperoleh dari kegiatan praktik psikologi sesuai keahlian yang
dimilikinya, pada pembuatan laporan secara tertulis Psikolog yang bersangkutan wajib
membubuhkan tanda tangan, nama jelas, dan nomor izin praktik sebagai bukti
pertanggungjawaban

Anda mungkin juga menyukai