Anda di halaman 1dari 12

TUGAS ILMU FILSAFAT

MAKALAH FILSAFAT
MEMAHAMI TEORI KEBENARAN

NAMA

: SHINTA ANDINI

NIM

: 1524090129

DOSEN

: YUNUS SULCHAN, DRS.,M.SI,.

HARI/JAM

: RABU (12:30-14:00) 5001

Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia Y.A.I
Jakarta,2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang


masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul "Memahami Teori
Kebenaran" dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator
terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan
terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, dan
orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Filsafat Ilmu dan dipresentasikan dalam pembelajaran di kelas. Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai Teori-teori kebenaran Filsafat.
Makalah ini dianjurkan untuk dibaca oleh semua mahasiswa pada
umumnya sebagai penambah pengetahuan dan pemahaman tentang teori
kebenaran dalam filsafat.

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya


terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada
umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif
sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar belakang Masalah

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara


ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan
menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau
empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan
prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang
berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan
dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang
tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul.
Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam
atau simplifikasi atas fenomena tersebut.

Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan


dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam
struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda.
Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah dalam struktur
tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan
rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran
secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur,
khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah
pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi.

Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan


pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.

Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi


dan aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam
hubungannya dengan ilmu pengetahuan, filsafat ini membahas tentang
apa yang bisa dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Dalam ilmu
pengetahuan modern, realitas hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat
materi dan kuantitatif. Ini tidak terlepas dari pandangan yang
materialistik-sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan berari
bahwa aspek-aspek alam yang bersifat kualitatif menjadi diabaikan.
Epistemologis membahas masalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam
ilmu pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan
adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan
empirisme. Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya ilmu
pengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis.

Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang


aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya telah jauh lebih
berkembang dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain,
dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin. misalnya hukumhukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filsafat, juga kenyataan yang
dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai
pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal.
Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral,
kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi
bahasa, etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan
dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan
epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara
pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan
dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang ada
mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari
kebenaran, dan akal budi yang menyatakannya.

B.

Rumusan Masalah

Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar
pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari judulnya ada baiknya kita
rumuskan masalah-masalah yang akan di bahas, antara lain :
1.

Pengertian kebenaran.

2.

Teori-teori kebenaran filsafat ilmu.

C.

Tujuan Penulisan
Adapun manfaat penbuatan makalah ini adalah :

Agar mahasiswa mampu mengetahui pengertian dan tingkatan-tingkatan


kebenaran ilmu pengetahuan.
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang teori-teori kebenaran ilmu
pengetahuan.
Mahasiswa mampu menjabarkan apa saja tingkatan-tingkatan dan sifatsifat kebenaran ilmu pengetahuan.

D.

Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan yaitu


memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan
permasalahan melalui literatur buku-buku yang tersedia, tidak lupa juga
penulis ambil sedikit dari media massa/internet. Dan diskusi mengenai
masalah yang dibahas dengan teman-teman.

BAB II

PEMBAHASAN
A.

Pengertian Kebenaran

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human.


Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat
manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha
"memeluk" suatu kebenaran.Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak
bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat
digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk
mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.

Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan


fakta dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang
berada dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun
yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan
kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya.

Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu
pengetahuan diletakkan dengan ukuran, pertama, pada dimensi
fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai
masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi
strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas
komponen-komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand),
yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar
motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan
dalam satu kesatuan system.

Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang


kebenaran ini, Plato pernah berkata: "Apakah kebenaran itu? lalu pada
waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab;
"Kebenaran itu adalah kenyataan", tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen)
itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi
bisa saja berbentuk ketidak benaran (keburukan).

Dalam bahasan, makna "kebenaran" dibatasi pada kekhususan


makna "kebenaran keilmuan (ilmiah)". Kebenaran ini mutlak dan tidak
sama atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara
(tentatif) dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang
ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidangbidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri.
Dengan demikian maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara,
dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi
steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus
diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran.

Selaras
dengan
Poedjawiyatna
yang
mengatakan
bahwa
persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut
kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang
diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.

Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai


kebenaran mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari
suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak
bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden,dengan
kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam

diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang


trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu terdapat diluar
jangkauan manusia.

Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran


moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral
menjadi bahasan etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita
nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi
bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan
antara pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan
dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akalbudi, karena yang ada
mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari
kebenaran, dan akalbudi yang menyatakannya.

B.

Teori Kebenaran

1.

Teori Kebenaran Korespondensi

Kebenaran korespondesi adalah kebenaran yang bertumpu pada relitas


objektif.Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan
kebenaran dan kepastian indrawi. Sesuatu dianggap benar apabila yang
diungkapkan (pendapat, kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan,
ide-ide) di lapangan.

Contohnya: ada seseorang yang mengatakan bahwa Provinsi Yogyakarta


itu berada di Pulau Jawa. Pernyataan itu benar karena sesuai dengan
kenyataan atau realita yang ada. Tidak mungkin Provinsi Yogyakarta di
Pulau Kalimantan atau bahkan Papua.

Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi


ini. Teori kebenaran menurut corespondensi ini sudah ada di dalam
masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman
atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu.
Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar
bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.

2.

Teori Kebenaran Koherensi

Teori ini disebut juga dengan konsistensi, karena mendasarkan diri pada
kriteria konsistensi suatu argumentasi. Makin konsisten suatu ide atau
pernyataan yang dikemukakan beberapa subjuk maka semakin benarlah
ide atau pernyataan tersebut. Paham koherensi tentang kebenaran
biasanya dianut oleh para pendukung idealisme, seperti filusuf Britania F.
H. Bradley (1846-1924).

Teori ini menyatakan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu


pengetahuan, pendapat kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau
dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari
proporsi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika. Sederhannya, pernyataan itu
dianggap benar jika sesuai (koheren/konsisten) dengan pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya; Setiap manusia pasti akan
mati. Soleh adalah seorang manusia. Jadi, Soleh pasti akan mati.

3.

Teori Kebenaran Pragmatik/Pragmatisme

Artinya, suatu pernyataan itu benar jika pernyataan itu atau konsekuensi
dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan
manusia. Teori pragmatis ini pertama kali dicetuskan oleh Charles S.
Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878
yang berjudul "How to Make Our Ideas Clear".

Dari pengertian diatas, teori ini (teori Pragmatik) berbeda dengan teori
koherensi dan korespondensi. Jika keduanya berhubungan dengan realita
objektif, sedangkan pragmamtik berusaha menguji kebenaran suatu
pernyataan dengan cara menguji melalui konsekuensi praktik dan
pelaksanaannya.

Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia


menerima pengalaman pribadi, kebenaran mistis, yang terpenting dari
semua itu membawa akibat praktis yang bermanfaat.

BAB III

PENUTUP
A.

Simpulan

Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam


kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam
kehidupan manusia. Teori Kebenaran mempunyai Kelebihan Kekurangan

Korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta


Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik
Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif Bila
pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan
kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan masyarakat
ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.

Dari beberapa Teori Tentang Kebenaran dapat disimpulkan :

Teori Korespondensi : "Kebenaran/keadaan benar itu berupa


kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh sebuah pendapat dengan apa
yang sungguh merupakan halnya/faktanya"

Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar itu


dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau
kenyataan yang berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara
keduanya terdapat kesesuaian (korespondence), maka preposisi tersebut
dapat dikatakan memenuhi standar kebenaran/keadaan benar.
B.

Saran

Dari makalah saya yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat


bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah,
dan yang buruk datangnya dari saya. Dan saya sadar bahwa makalah
kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai
sisi, jadi saya harapkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun,
untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adib, Muhammad. "FILSAFAT ILMU: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan


Logika Ilmu Pengetahuan". Yogyakarta: Puataka Pelajar. 2010

Ahmad, Beni Saebani. "FILSAFAT ILMU: Kontemplasi Filosofis tentang


Seluk-beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan". Bandung: Pustaka
Setia, 2009

Kattsoff, Louis O. "Pengantar Filsafat". Yogyakarta: Tiara Wacana. 2004

Suriasumantri, Jujun S. "FILSAFAT ILMU: Sebuah Pengantar Populer".


Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007

Anda mungkin juga menyukai