Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

PTERIGIUM Gr II +
GLAUKOMA KRONIS ODS

Pembimbing:
dr. Laila Wahyuni, Sp.M

Disusun oleh:
Inez Soraya
1102010130
1
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN :

Tanggal : 12 Juli 2017


Nama : Tn. A
Umur : 52 tahun
Pendidikan : SMA
Alamat : Cilawu
Pekerjaan : Karyawan

2
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kedua mata seperti ada selaput yang
menghalangi sejak 1 bulan SMRS.

Keluhan Tambahan
Penglihatan buram, Mata terasa pegal dan ada
bayangan bila melihat cahaya.

3
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke Poliklinik Mata RSU Dr Slamet Garut


dengan keluahan kedua mata seperti ada selaput yang
menghalangi sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengatakan seperti
ada daging yang menjalar ke arah bola mata. Pasien
mengatakan bahwa penglihatan pasien berkurang sejak kurang
dan buram kurang lebih 3 bulan SMRS. Pasien juga mengeluh
kadang mata terasa pegal, dan apabila pasien melihat cahaya
seperti ada bayangan disekitar cahaya.

Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami


mata merah,nyeri ataupun mual dan muntah. Pasien juga tidak
mengalami pandangan berkabut,pandangan ganda atau
penglihatan menurun pada malam hari.

4
Anamnesa Keluarga Riwayat Sosial Ekonomi
Tidak ada yang merasakan keluhan Pasien sekarang bekerja sebagai
seperti pasien karyawan swasta,dan sedang cuti
karena merasa penglihatan berkurang.
Pasien tinggal bersama istri dan
Riwayat Penyakit Dahulu anaknya. Pasien juga tidak merokok,
Pasien tidak pernah merasakan tidak konsumsi alkohol, dan tidak
keluhan seperti sebelumnya. konsumsi obat-obatan tertentu dalam
Riwayat menggunakan kacamata jangka panjang. Pembiayaan
disangkal. pengobatan pasien menggunakan BPJS
.
Riwayat diabetes melitus, pasien tidak
pernah cek kadar gula darah. Kesan : Sosial ekonomi menengah
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat Gizi
Riwayat penyakit stroke disangkal. Pasien mengaku makan
sebanyak dua sampai tiga kali sehari.
Riwayat trauma radiasi pada mata Pasien mengaku tidak memiliki
disangkal. gangguan nafsu makan. Sehari-hari
Riwayat alergi makanan dan obat- pasien makan dengan nasi
obatan disangkal. menggunakan ikan serta tempe
ataupun tahu, dan mengonsumsi
sayuran dalam jumlah yang cukup.

5
Status Oftalmologis
PEMERIKSAAN VISUS DAN REFRAKSI

Visus OD OS
SC 1/60 1/~
CC - -
STN - -
Koreksi - -
ADD - -
Posisi Bola Mata Ortotropia Ortotropia
Gerakan bola mata Baik kesegala arah Baik kesegala arah
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0

6
OD OS

PEMERIKSAAN EKSTERNAL

jernih jernih

OD OS
Palpebra Superior Tenang Tenang
Palpebra Inferior Tenang Tenang
Margo Palpebra Tenang Tenang
Silia Tumbuh teratur , Tumbuh teratur,
madarosis (-), Trikiasis (-) madarosis (-),Trikiasis (-)
Ap. Lakrimalis Refluks (-) Refluks (-)
Konj. Tarsalis Superior Tenang Tenang

Konj. Tarsalis inferior Tenang Tenang

Konj. Bulbi Terdapat jaringan fibrovaskular pada tepi kornea Terdapat jaringan fibrovaskular pada tepi kornea
Kornea Terdapat jaringan fibrovaskular pada tepi kornea Terdapat jaringan fibrovaskular pada tepi kornea

COA Dalam Dalam


Pupil Bulat, sentral, isokor Bulat, sentral, isokor
Diameter pupil 3 mm 3 mm
Refleks cahaya
Direct + +
Indirect + +
Iris Coklat, Kripti (+), Sinekia (-) Coklat, Kripti (+), Sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih
Shadow test (-) Shadow test (-) 7
OD OS
PEMERIKSAAN SLIT LAMP DAN BIOMICROSCOPY

OD OS

Silia Tumbuh teratur Tumbuh teratur


Konjungtiva Tenang Tenang

Kornea Jernih Jernih


COA Dalam Dalam
Pupil Bulat, sentral, isokor Bulat, sentral, isokor
Iris Warna coklat, Kripti (+), Warna coklat, Kripti (+),
Sinekia (-) Sinekia (-)
Lensa Terdapat jaringan Terdapat jaringan
fibrovaskular fibrovaskular
Tonometri 3/7,5 (35,8 mmHg) 2/7,5 (42,1 mmHg)

8
OD OS
PEMERIKSAAN FUNDUSCOPY

OD OS

Jernih Lensa Jernih

+ Reflek Fundus +

Bulat, batas tegas, pucat Fundus Bulat, batas tegas, pucat

ekskavasio Papil ekskavasio

0,8-0,9 CD Ratio 1,0

2:3 A/V Retina Sentralis 2:3

Normal Retina Normal

Normal Makula Normal

9
RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Mata
RSU Dr Slamet Garut dengan keluahan
kedua mata seperti ada selaput yang
menghalangi sejak 1 bulan SMRS. Pasien
mengatakan seperti ada daging yang
menjalar ke arah bola mata. Pasien
mengatakan bahwa penglihatan pasien Pada pemeriksaan fisik umum
berkurang sejak kurang lebih 3 bulan ditemukan tanda vital tekanan darah
SMRS. Pasien juga mengeluh kadang tinggi 140/90 dan status generalis dalam
mata terasa pegal, dan apabila pasien batas normal. Riwayat tekanan darah
melihat cahaya seperti ada bayangan tinggi (-), diabetes (-), penyakit jantung (-
disekitar cahaya. Pasien mengatakan ), stroke (-) dan trauma radiasi pada
sebelumnya tidak pernah mengalami mata (-).Sedangkan pada status
mata merah,nyeri ataupun mual dan oftalmologi didapatkan visus OD 1/60 OS
muntah. Pasien juga tidak mengalami 1/. Pada tes lapang pandang
pandangan berkabut,pandangan ditemukan bahwa lapang pandang
ganda atau penglihatan menurun pada pasien menyempit, dan pada kornea
malam hari. ditemukan jaringan fibrovaskular pada
tepi kornea. Funduskopi OD papil
ekskavasio 0,8-0,9 tergaung, nasalisasi (+)
temporal rim sangat tipis. Funduskopi OS
papil ekskavasio 1.0 tergaung, nasalisasi
(+) temporal rim sangat tipis

10
DIAGNOSIS BANDING

Pseudopterigium

DIAGNOSIS KERJA

Pterigium Gr II +
Glaukoma Kronis ODS

11
RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan sudut bilik


mata depan
Tes lapang pandang
Gonioskop
Perimeter
OCT

12
TATALAKSANA
Medikamentosa Non Medikamentosa

Timol 0,5% 2x1 Hindari konsumsi coklat,


Acetozolamid tab 3 x 250 kopi, teh.
mg Membatasi asupan cairan.
Kalium Klorida tab 1 x 600 Pemakaian obat secara
mg teratur.
Kontrol ke poli mata
secara teratur.
Edukasi mengenai
perjalanan penyakit

13
PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi

Jalinan trabekular (trabecular


meshwork) sendiri terdiri dari 3 bagian
yaitu:
Jalinan uveal (uveal meshwork),
serabutnya berasal dari lapisan dalam
stroma kornea, menuju ke scleral spur
(insersi dari M. Siliaris) dan sebagian ke
M. Siliaris Meridional.
Jalinan korneosklera (corneoscleral
meshwork), serabutnya berasal dari
dalam stroma kornea dan menuju ke
belakang, mengelilingi kanal Schlemm
untuk berinsersi pada sklera.
Jalinan endotelial (juxtacanalicular
atau endothelial meshwork).

15
Ketiga bagian ini terlibat dalam proses outflow
aqueous humor. Struktur lain yang terlibat adalah kanal
Schlemm, kanal berbentuk sirkumferensial dan
dihubungkan oleh septa-septa. Bagian dalam kanal
dilapisi oleh sel-sel endotel berbentuk kumparan yang
mengandung vakuol-vakuol besar, dan di bagian luar
dilapisi oleh sel-sel datar halus yang mengandung ujung
dari kanal-kanal kolektor. 1

Bagian selanjutnya yang berperan adalah kanal


kolektor. Kanal ini meninggalkan kanal schlemm dan
berhubungan dengan vena episklera. Sekresi aqueous
humor oleh korpus siliar pada mata normal bervariasi
antara 0,22 0,28 ul / menit / mmHg. Dimana sekresinya
menurun seiring dengan pertambahan usia. 1

16
PTERIGIUM

Pterigium merupakan pertumbuhan


fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif
dan invasif. Menurut Hamurwono, pterigium
merupakan konjungtiva bulbi patologik yang
menunjukkan penebalan berupa lipatan berbentuk
segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan
puncak segitiga di kornea. Pterigium berasal dari
bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau
sayap.8

17
Faktor Resiko
Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium
adalah lingkungan yakni radiasi UV matahari, iritasi
kronik dari bahan tertentu di udara, dan faktor
herediter

Radiasi Ultraviolet
Faktor Genetik
Faktor lain

18
DIAGNOSIS

1. Anamnesis
Pterigium lebih sering pada kelompok usia 20-30
tahun
Riwayat pekerjaan juga sangat perlu ditanyakan
untuk mengetahui kecenderungan pasien
terpapar sinar matahari.
keluhan berupa mata sering berair
Mata tampak merah
menimbulkan astigmatisma yang memberikan
keluhan gangguan penglihatan.
Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas,
gatal, ada yang mengganjal.

19
PEMERIKSAAN FISIK
Berdasarkan perjalanan penyakit Berdasarkan luas pterigium

1). Progresif pterigium: tebal dan 1). Derajat I : jika hanya terbatas pada
vaskular dengan beberapa infiltrat di limbus kornea
kornea di depan kepala pterigium
(disebut cap dari pterigium)
2). Derajat II : jika sudah melewati limbus
tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati
2). Regresif pterigium: tipis, atrofi, sedikit kornea
vaskular. Akhirnya menjadi bentuk
membran tetapi tidak pernah hilang.
3). Derajat III : jika telah melebihi derajat
2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata
dalam keadaan cahaya (pupil dalam
keadaan normal sekitar 3-4 mm)

4). Derajat IV : jika pertumbuhan


pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan8

20
TATALAKSANA
Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan
pemberian obat-obatan jika pterygium masih derajat 1 dan 2,
sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium yang
melebihi derajat 2.
Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterigium derajat 1
atau 2 yang telah mengalami gangguan penglihatan. Pengobatan
tidak diperlukan karena bersifat rekuren, terutama pada pasien yang
masih muda.
Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes
mata dekongestan. Lindungi mata yang terkena pterigium dari sinar
matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung.
Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat
diberikan steroid . Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata
buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokonstriktor maka perlu
control dalam 2 minggu dan bila telah terdapat perbaikan pengobatan
dihentikan.

21
PROGNOSIS
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah
dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman pada hari
pertama postoperasi dapat ditoleransi,
kebanyakan pasien setelah 24 jam postop dapat
beraktivitas kembali. Pasien dengan rekuren
pterigium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft
dengan autograft atau transplantasi membran
amnion.

22
GLAUKOMA

Glaukoma adalah suatu kelainan pada mata


yang didefinisikan sebagai suatu gangguan
neuropati yang ditandai dengan adanya cupping
diskus optikus dan gangguan lapang pandang.
Glaukoma biasanya disertai dengan peningkatan
tekanan intraokular.

23
Definisi Glaukoma Kronis

Glaukoma kronis adalah suatu kondisi dimana


terjadi penurunan penglihatan bersifat progresif dan
berkembang secara perlahan. Glaukoma kronik juga
seringkali dikenal sebagai glaukoma sudut terbuka
dan disebut sebagai pencuri penglihatan karena
pada glaukoma kronis seringkali tidak menimbulkan
gejala, nyeri, ataupun tanda apapun.

24
EPIDEMIOLOGI

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua


tertinggi di dunia, 2% penduduk berusia lebih dari 40
tahun menderita glaukoma. Pria lebih banyak menderita
glaukoma dibandingkan wanita. Diketahui bahwa angka
kebutaan di Indonesia menduduk peringkat pertama
untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut WHO, angka
kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta
orang.

25
ETIOLOGI
Glaukoma terjadi karena Peningkatan tekanan
peningkatan tekanan intraokular intraokular akan mendorong
yang dapat disebabkan oleh perbatasan antara saraf optikus
bertambahnya produksi aqueous dan retina di bagian belakang
humor oleh badan siliar ataupun mata. Akibatnya pasokan darah
berkurangnya pengeluaran ke saraf optikus berkurang
aqueous humor di daerah sudut sehingga sel-sel sarafnya mati.
bilik mata atau di celah pupil Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan
terbentuk bintik buta pada
lapang pandang mata. Yang
pertama terkena adalah lapang
pandang tepi, lalu diikuti oleh
lapang pandang sentral. Jika
tidak diobati, glaukoma pada
akhirnya bisa menyebabkan
kebutaan.

26
FAKTOR RESIKO

RAS
USIA
RIWAYAT KELUARGA
PENYAKIT SISTEMIK
ABNORMALITAS MATA
GAYA HIDUP

27
KLASIFIKASI
Secara sederhana glaukoma di klasifikasi Glaukoma Sekunder
berdasarkan etiologi, glaukoma Glaukoma pigmentasi
diklasifikasikan menjadi : Sindrom eksfoliasi
Glaukoma primer Akibat kelainan lensa (fakogenik)
Glaukoma sudut terbuka Akibat kelainan traktus uvea
Glaukoma sudut terbuka primer
Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)
Glaukoma normal tension
Glaukoma sudut tertutup Trauma
Akut Pascaoperasi
Subakut Glaukoma neurovaskular
Kronik Peningkatan tekanan episklera
Plateau iris
Akibat steroid
Glaukoma Kongenital
Glaukoma Absolut
Glaukoma kongenital primer
Stadium terakhir dari glaukoma apabila
Glaukoma berhubungan dengan kelainan tidak terkontrol.
perkembangan mata lainnya.
Glaukoma berhubungan dengan
kelainan perkembangan ekstraokular.

28
PATOFISIOLOGI
Pada glaukoma sudut terbuka Pada glaukoma sudut tertutup
: :
kelainan terjadi pada jalinan trabekular normal,
jalinan trabekular, sedangkan sedangkan tekanan
sudut bilik mata terbuka lebar. intraokular meningkat karena
Jadi tekanan intraokular obstruksi mekanik akibat
meningkat karena adanya penyempitan sudut bilik mata,
hambatan outflow aqueous sehingga outflow aqueous
humor akibat kelainan humor terhambat saat
mikroskopis pada jalinan menjangkau jalinan trabekular.
trabekular. Keadaan seperti ini sering
terjadi pada sudut bilik mata
yang sempit (kadang-kadang
disebut dangerous angle).

29
MANIFESTASI KLINIK
Biasanya terjadi secara perlahan
lahan dan asimptomatik, sampai
terjadi penurunan penglihatan dan
umumnya terjadi secara bilateral
Pasien mengeluhkan sakit kepala dan
nyeri pada bola mata
Pasien mengakui melihat halo (seperti
pelangi atau lingkaran disekitar objek
sinar atau cahaya)
Beberapa pasien mengeluhkan
adanya defek lapangan pandang jika
sudah mencapai stadium lanjut
Beberapa pasien mengeluhkan nyeri
kepala, mual dan muntah.
Peningkatan TIO
Mata merah
Terkadang ada pemeriksaan
penyinaran oblik atau dengan slit
lamp didapatkan bilik mata depan
dangkal
30
DIAGNOSIS
Anamnesis
pasien dengan glaukoma kronik tidak memiliki
gejala pada awalnya. Pasien akan datang ke rumah
sakit dengan keluhan penurunan penglihatan.
Pada glaukoma kronis, penurunan penglihatan
bersifat progresif dan berkembang secara perlahan.
Pasien biasanya datang dengan keadaan dalam
tahap lanjut. Sebelum adanya gejala penurunan
penglihatan, pasien biasanya memiliki gejala
menyempitnya luas lapang pandang,mengeluh mata
sering terasa pegal. Pada kondisi yang lebih lanjut,
pasien datang dengan tidak bisa melihat.

31
Pemeriksaan fisik b.Pemeriksaan tekanan
intraokular
a.Pemeriksaan visus Tekanan intraokular
memiliki variasi diurnal dan
Pemeriksaan fisik paling sangat dipengaruhi oleh
utama dalam status oftalmologi ketebalan kornea pada
adalah pemeriksaan visus. Hal ini beberapa alat pemeriksaan.
juga penting pada penyakit Pasien dengan riwayat hipertensi
glaukoma, terutama glaukoma okuli memiliki risiko 6 kali lebih
kronis dimana pasien biasanya tinggi untuk menjadi glaukoma
datang dengan keluhan kronis sudut terbuka.
penurunan penglihatan tanpa
adanya keluhan atau tanda-
tanda serangan akut, seperti
nyeri pada mata dan mata
merah.

32
a) b)

c) d)

e) f)

Gambar 10. a) Tonometer Goldmann Applanation, b) Tonometer Pascal Dynamic Contour,


c) Tonometer perkins, d) Pneumatonometry, e) Tono-pen, f) Tonometer Schiotz
33
c.Funduskopi
Papil saraf optik
menunjukan penggaungan
dan atrofi, Pemeriksaan fundus
dapat dilakukan dengan
menggunakan oftalmoskop
direk dan indirek. Pemeriksaan
fundus sangat penting dalam
Gambar 11. Gambaran Neuroretinal Rim Normal

kasus glaukoma. Pada


glaukoma kronis, dimana
biasanya pasien datang pada
saat sudah mengalami
gangguan penglihatan, pada
pemeriksaan fundus akan
tampak kelainan.
Gambar 12. Gambaran Neuroretinal Rim pada Glaukoma

34
d. Pemeriksaan sudut bilik mata depan
Merupakan suatu cara untuk
menilai lebar dan sempitnya sudut
Penilaiannnya dibagi
bilik mata depan. Lebar sudut bilik
mata depan dapat diperkirakan dalam empat grade
dengan pencahayaan oblik bilik yaitu:
mata depan, menggunakan sebuah Grade 4 : PAC > 1 CT
senter atau dengan pengamatan
Grade 3 : PAC > -1/2
kedalaman bilik mata depan perifer
menggunakan slitlamp, yang CT
umumnya digunakan yaitu teknik Van Grade 2 : PAC = CT
Herick. Dengan teknik ini, berkas Grade 1 : PAC CT
cahaya langsung diarahkan ke
kornea perifer, menggunakan sinar PAC = CT sudut sempit (
biru untuk mencegah penyinaran kedalaman sudut 20 )
yang berlebihan dan terjadinya
miosis.
35
E. Gonioskopi
Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah
glaukoma terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan mungkin dapat
menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder.

Gonioskopi

Gambar 13. Gonioskopi

a) b)

Gambar 14. a) Gonioskop Direk, b) Gonioskopi Indirek

36
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambar 16. Perimeter Goldmann

A. Perimetri/Perimeter
pemeriksaan dengan menggunakan alat atau
perimetri dapat dilakukan untuk menilai penglihatan
sentral dan perifer.
Gambar 17. Computerized automated perimeter

Gambar 18. Hasil pemeriksaan menggunakan computerized automated


perimeter pada mata normal 37
b. Optic Disc Photograph
Pada dasrnya, pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan fundus dengan
menggunakan oftalmoskopi. Alat ini bekerja
dengan merekam gambaran fundus. Hasil fotografi
memberikan informasi struktural yang cepat dan
ketelitian gambar yang tinggi.

c. Confical Scanning Laser Ophthalmoscopy


Confical Scanning Laser Ophthalmoscopy (CSLO)
merupakan suatu teknologi untuk menampilkan gambaran
fundus secara 3 dimensi. Alat ini bekerja dengan prinsip
memberikan cahaya menggunakan laser diode dengan
panjang gelombang 670 nm. Cahaya ini akan menembus dari
sisi anterior diskus optikus sampai ke posterior atau dasar dari
optic cup. Salah satu alat yang digunakan pada CSLO adalah
Heidelberg Retina Tomograph.
38
d. Optical Coherence Tomography
Pengukuran optic cup, rima neuroretinal, dan rasio C/D dapat digunakan untuk
menentukan progresivitas glaukoma

Gambar 20. Heidelberg Retina Tomography. Perbandingan antara fundus yang sehat pada
mata kanan (gambar kiri) dan fundus yang mengalami kelainan pada glaukoma (gambar
kanan). 7
39
TES PROVOKASI
Tes steroid
Tes ini dilakukan pada suatu
Pada mata pasien diteteskan
keadaan yang meragukan. Pada
larutan dexamethason 3-4 dd gt,
glaukoma primer sudut terbuka dapat
selama dua minggu. Kenaikan tensi
dilakukan beberapa tes provakasi
intraokular 8 mmHg menunjukan
sebagai berikut : 7
glaukoma

Tes minum air


Pressure Congestion Test
Penderita disuruh berpuasa,
Pasang tensimeter pada
tanpa pengobatan selama 24 jam.
ketinggian 50-60 mmHg selama satu
Kemudian disuruh minum satu liter air
menit. Kemudian ukur tensi intraokular
dalam lima menit. Lalu diukur setiap 15
penderita. Kenaikan 9 mmHg atau
menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8
lebih curiga glaukoma, sedangkan bila
mmHg atau lebih dianggap
lebih dari 11 mmHg dianggap
menunjukkan glaukoma.
menunjukkan glaukoma.
40
DIAGNOSIS BANDING
1. Hipertensi ocular 2. Glaukoma tekanan normal (tekanan
Pasien dengan hipertensi okular rendah)
memperlihatkan peningkatan tekanan Pasien dengan glaukoma
intraokular secara significan dalam tekanan rendah memperlihatkan
beberapa tahun tanpa memperlihatkan peningkatan perubahan glaukomatosa
tanda-tanda adanya kerusakan nervus pada diskus optik dan defek lapangan
optik ataupun gangguan lapangan pandang tanpa peningkatan tekanan
pandang. Diagnosis ini secara umum intraokular. Kamal dan Hitchings
ditegakkan jika didapatkan kenaikan TIO menetapkan beberapa kriteria yaitu: 7
di atas 21 mmHg sesuai dengan rata-rata Tekanan intraokular rata-rata adalah
TIO dalam populasi. Beberapa dari 21 mmHg dan tidak pernah melebihi
pasien ini akan menunjukan peningkatan 24 mmHg.
tekanan intraokular tanpa lesi glaukoma,
tetapi beberapi dari mereka akan Pada pemeriksaan gonioskopi
menderita glaukoma sudut terbuka. didapatkan sudut bilik mata depan
terbuka.
Gambaran kerusakan diskus optikus
dengan cupping glaumatosa yang
disertai defek lapangan pandang.
Kerusakan glaumatosa yang progresif.

41
TATALAKSANA

Tujuan utama dari penanganan glaukoma kronis


adalah dengan menurunkan tekanan intraokular dan
mempertahankan fungsi penglihatan. Target tekanan
intraokular yang disarankan adalah 30 50% lebih
rendah sebelum dilakukan terapi.

42
MEDIKAMENTOSA Pembedahan
Analog prostaglandin Trabekulosplasti laser
Epinefrin Trabekulektomi
Agonis alfa2-adrenergic Drainase dengan implan
Beta-blocker Ablasi korpus siliaris
Carbonic anhydrase Iridotomi dan iridektomi
inhibitor (CAI) Goniosinekialisis dengan
Golongan miosis atau tanpa ekstrasi lensa
Rasionalisasi terapi

43
Komplikasi

Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan


menyebabkan semakin rusaknya nervus optik
dan semakin menurunnya visus sampai terjadi
kebutaan.

44
Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien
glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis.
Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat
berkembang secara perlahan sehingga akhirnya
menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes
antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intaokular
pada mata yang belum mengalami kerusakan
glaumatosa luas, prognosis akan baik (walaupun
penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut).

45
Pembahasan
Pasien ini saya diagnosa dengan pterigium grII + glaukoma
kronis ODS berdasarkan dari anamnesa didapatkan keluhan
penglihatan mata kanan dan kiri terdapat selaput yang
menjalar kea rah bola mata. Pasien juga mengeluh penglihatan
mata buram sejak 3 bulan SMRS disertai dengan mata terasa
pegal, dan apabila melihat cahaya seperti ada byangan di
Mengapa pada sekitar cahaya.
pasien ini di Dari pemeriksaan, didapatkan kelainan pada kedua mata,
diagnosa yaitu:
sebagai pasien Mata kanan (OD) : visus 1/60 ; kojungtiva bulbi Terdapat
pterigium grII + jaringan fibrovaskular pada tepi kornea ; kornea Terdapat
glaukoma jaringan fibrovaskular pada tepi kornea, dan pada tonometri :
kronis ODS ? 3/7,5 = 35,8
Mata kiri (OS) : visus 1/~ ; kojungtiva bulbi Terdapat jaringan
fibrovaskular pada tepi kornea ; kornea Terdapat jaringan
fibrovaskular pada tepi kornea, dan pada tonometri : 3/7,5 =
35,8
Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan ekskavasio ODS
dan CD ratio OD 0,8-0,9 dan OS 1,0 .

46
Bagaimana Untuk pterigium belum direncanakan tindakan bedah dikarenakan masih dalam
penatalksanaan derajat 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium yang melebihi
derajat 2. Dan indikasi tindakan bedah yang lain adalah
pada pasien
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
ini? 2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau
karena astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.

Dan untuk tatalaksana galukoma diberikan :


Timol 0,5% : Obat golongan beta-blocker bekerja secara nonselektif, yaitu
dengan menghambat reseptor beta-1 dan beta-2, serta secara selektif, yaitu
dengan menghambat reseptor beta-1.

Acetozolamid : Pemberian obat golongan CAI disesuaikan dengan tingkat


keparahan glaukoma. Acetazolamide 500 mg yang diberikan 1 2 kali dalam
sehari diperkirakan mampu menurunkan tekanan intraokular sekitar 20 40%.

Kalium Klorida : diberikan pad pasien ini untuk mengatasi efek samping dari
glukagon yang menyebabkan hipokalemia.

47
Bagaimana prognosis pada pasien ini?

Quo ad Fungsionam pasien Dubia ad


malam karena fungsi dari penglihatan
pasien tidak dapat membaik dari
Prognosis Quo ad Vitam pasien ad sebelumnya
Quo Ad Vitam : Ad Bonam bonam karena penyakit glaukoma
tidak akan mengganggu kondisi vital Apabila terdeteksi dini, sebagian besar
pasien dan penyakit katarak bukan pasien glaukoma dapat ditangani
Quo Ad Functionam : Dubia Ad Malam
penyakit yang menimbulkan kematian. dengan baik secara medis. Tanpa
Dan pengobatan, glaukoma sudut terbuka
dapat berkembang secara perlahan
sehingga akhirnya menimbulkan
kebutaan total

48
Daftar Pustaka
Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. 2007. Kansky. JJ, 2005. Acute Congestive Angle
General Ophthalmology 17th edition . Closure Glaucoma in Clinical Ophthalmology
McGraw-Hill Companies, hal : 220-232. A Systemic Approach, Sixth Edition,
Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. General Butterworth- Heinemann Elsevier. Page:391-
Ophthalmology. 18th ed. New York: McGraw 397.
Hill;2011. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. 2007.
Ilyas, Sidartha, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Mata Ophtalmology a short textbook. Second
Edisi 3. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal: 212- edition. Thieme Stuttgart, New York.
217. Hamurwono GD, Nainggolan SH,
Heiting, Gary. Primary Open-Angle Glaucoma. Soekraningsih. Buku Pedoman Kesehatan
Allaboutvision. May 2014 Mata dan Pencegahan Kebutaan Untuk
Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Upaya
Mancil GL, et al. Care of the Patient with Kesehatan Puskesmas Ditjen Pembinaan
Primary Open Angle Glaucoma. American Kesehatan Masyarakat Departemen
Optometric Association. St. Louis; 2011. Kesehatan, 1984. 14-17
Goldberg, I. 2007. Definition of Term : Primary American Academy of Ophtalmology. Basic
open angle glaucoma ( POAG ) in Asia Pasific and Clinical Science Course section 8 External
Glaucoma Guidelines South East Asia Disease and Cornea. 2007-2008. p: 344&405
Glaucoma Interst Group, Sydney.

49

Anda mungkin juga menyukai