Anda di halaman 1dari 37

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Tanggal : 06 Febuari 2018
Nama : Tn. Ariandhy
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Alamat : Jakarta
Pekerjaan : Mahasiswa

ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 06 Febuari 2018
di Poliklinik Mata RSU dr.Slamet Garut

Keluhan Utama : Kedua mata buram

Anamnesa Khusus : Pasien laki-laki dengan keluhan kedua mata buram, pasien mengatakan
sudah memakai kacamata sejak kelas 4 SD. Pasien sering menggunakan
laptop dan sering menonton televisi. Pasien saat ini sudah memakai
kacamata dan kacamata yang sekarang pasien pakai belum diganti sejak
2 tahun terakhir.
Keluhan mata merah, gatal dan silau disangkal. Penglihatan buram saat
senja atau gelap disangkal. Keluhan melihat pelangi disekitar cahaya
lampu disangkal. Keluan pandangan seperti ditutupi kabut disangkal.
Riwayat memiliki darah tinggi dan diabetes militus disangkal. Riwayat
trauma tumpul dan tajam pada mata disangkal. Riwayat meminum obat
dalam jangka panjang disangkal.

1
Anamnesa Keluarga
Ayah, ibu ,kakak serta adik pasien mempunyai masalah penglihatan dan juga memakai
kacamata. Riwayat diabetes militus dan darah tinggi paa keluarga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak mempunyai penyakit darah tinggi ataupun diabetes melitus.

Riwayat Sosial Ekonomi : Cukup


Pasien merupakan mahasiswa kedokteran yang sedang menjalankan koas, pasien merantau
dan tinggal di kosan selama di Garut
Kesan: Sosial ekonomi menengah

Riwayat Gizi : Cukup


Pasien mengaku makan dengan frekuensi tiga kali sehari dan cukup teratur.
Kesan: Gizi cukup

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Composmentis, GCS=15
Tanda vital : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 87 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,60C
Pemeriksaan fisik : Kepala : Normocephale
Thoraks/Cor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan

2
Visus OD OS
SC 3/60 2/60
CC 1.0 1.0
STN 0.05 0.05
Koreksi S -4.50 C -0.25 1800 S -4.50 C -0.50 800
ADD - -
Posisi Bola Mata Ortotropia Ortotropia
Gerakan Bola Mata Versi dan duksi baik ke segala Versi dan duksi baik ke segala
arah arah
Gerakan bola mata Baik kesegala arah Baik kesegala arah
0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

PEMERIKSAAN EKSTERNAL

OD OS

OD OS
Palpebra superior Tenang Tenang
Palpebra inferior Tenang Tenang

Margo Palpebra Tenang Tenang

Silia Tumbuh teratur, trichiasis Tumbuh teratur, trichiasis(-),


(-), madarosis(-), sekret (-) madarosis(-), sekret (+)

Ap. Lakrimalis Refluks (-) Refluks (-)

3
Konj. Tarsalis superior Tenang Tenang
Konj. Tarsalis inferior Tenang Tenang
Konj. Bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, sentral, isokor Bulat, sentral, isokor
Diameter pupil ± 3 mm ± 3 mm
Reflex cahaya
 Direct + +
 Indirect + +
Iris Coklat, kripti (+) Coklat, kripti (+)
Lensa Jernih Jernih
Tonometri Digital 20.3 mmHg 18.0 mmHg

RESUME
Pasien laki-laki dengan keluhan kedua mata buram, pasien mengatakan sudah memakai
kacamata sejak kelas 4 SD. Pasien sering menggunakan laptop dan sering menonton televisi.
Pasien saat ini sudah memakai kacamata dan kacamata yang sekarang pasien pakai belum diganti
sejak 2 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan 3/60 dan mata kiri
2/60, setelah di koreksi kaca mata pasien mempunyai S-4.50 C-0.25 1800 pada mata kanan dan S-
4.50 C-0.50 800 pada mata kiri dan visus setelah koreksi kedua mata adalah 1.0.

Status Oftalmologis :
Pemeriksaan OD OS
Visus 3/60 2/60
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Palpebra superior Tenang Tenang
Palpebra inferior Tenang Tenang
Conjunctiva bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih

4
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat. Isokor,ditengah Bulat. Isokor,ditengah
Iris Coklat, kripti(+),sinekia(-) Coklat, kripti(+),sinekia(-)
Lensa Jernih Jernih
Tonometri Digital 20.3 mmHg 18.0 mmHg

DIAGNOSIS KERJA
Astigmat Miopia Compositus ODS

DIAGNOSIS BANDING
Miopia
Astigmat Miopia Simpleks
Astigmat Miopia Mixtus

RENCANA TERAPI
 Non Medikamentosa
- Resep kacamata sesuai dengan visus koreksi
OD : S-4.50 C-0.25 Ax 1800
OS : S-4.50 C-0.50 Ax 800
Pupil Distance 60/58
- Menjelaskan bahwa pasien mengalami kelainan refraksi miopia astigmatis compositus
- Menjelaskan kepada pasien bahwa akan diberikan resep kacamata yang digunakan
sehari-hari untuk membantu penglihatan.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa prognosis miopia astigmatisme compositus
- Menjelaskan kepada pasien bahwa kacamata harus selalu dipakai
- Pasien diminta kontrol untuk evaluasi mata secara akurat untuk menilai visus selama 6
bulan sekali

PROGNOSIS
- Quo ed vitam : Ad bonam
- Quo ed functionam : Ad bonam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1 : Anatomi bola mata (samping) (pearson education inc)

Yang termasuk media refraksi adalah kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous humor.
Media refraksi targetnya di retina sentral (makula). Gangguan pada media refraksi akan
menyebabkan penurunan visus.

2.1.1 Media Refraksi


Hasil pembiasan sinar pada mata dipengaruhi oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola
mata. Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan
akomodasi atau istirahat melihat jauh.1

6
1. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya.1 Kornea
tidak mengandung pembuluh darah, berbentuk cembung dengan jari - jari sekitar 8mm,
lebih tebal di perifer berbanding di sentral dan mempunyai indeks refraksi 1.3771. 2 Kornea
merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis,
yaitu :1
a. Epitel
 Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman
 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
 Mempertahankan bentuk kornea.
c. Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak

7
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
 Bersifat higroskopis yag menarik air. Kadar air diatur oleh fungsi pompa
sel endotel dan penguapan oleh epitel.
d. Membran Descement
 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 μm.
e. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 μm.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan
zonula okluden.
 Lapisan terpenting untu mempertahankan kejernihan kornea.
 Mengatur cairan dalam stroma.
 Tidak mempunyai daya regenerasi.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam
stroma kornea, menembus membran Bowman, melepaskan selubung Schwannnya. Seluruh
lapis epitel dipersarafi sampai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus
Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan
menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea,
dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. 1

8
2. Aqueous Humor (Cairan Mata)
Aqueous humor merupakan cairan yang terdapat pada bilik mata yang mengandung
zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya
pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor.
Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus
siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu
saluran di tepi kornea yaitu sinus venosus ataupun Canal of Schlemm dan akhirnya masuk
ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya,
kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler. Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan
mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong
menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan
saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi. 1

3. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola
mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari
zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis
pada saat terjadinya akomodasi.1
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam
kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk
atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus
embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih
muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus
lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior.
Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih
muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan siliar.1

9
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :1
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung.
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.
 Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous
body dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :1
 Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
 Keruh atau apa yang disebut katarak
 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan
berat.1
4. Vitreous humor (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan
gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam
hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang
mensintesis kolagen dan asam hialuronat.3 Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan
sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya
pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous
akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi).1 Vitreous
humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.

5. Panjang Bola Mata


Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola
mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena
kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih
pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini
1
disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.

2.1.2 Fisiologi penglihatan normal


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan
sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya

10
dengan kepadatan udara, yaitu kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous humor. Kedua,
akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek
yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar
cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya
yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi mata
dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan
kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang
dilihat.2
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata
memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah- ubah (pupil), dan retina yang
dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi:4
1. perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara
2. perbatasan antara permukaan posterior kornea dan aqueous humor
3. perbatasan antara aqueous humor dan permukaan anterior lensa
4. perbatasan antara permukaan posterior lensa dan vitreous humor.
Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah 1,
kornea 1.38, aqueous humor 1.33, lensa 1.40, dan vitreous humor 1.34.

2.1.2.1 Akomodasi

Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya pembiasannya.


Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm. siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler
adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di
antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat
mempunyai berbagai fokus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh dalam
lapangan pandang. Mata akan berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang
retina.1
Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain :1
1. Teori Helmholtz
Di mana zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot silar sirkuler, mengakibatkan
lensa yang elastic menjadi cembung.
2. Teori Thsernig

11
Dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang yang
dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superfisial atau korteks lensa. Pada
waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga nucleus lensa
terjepit dan bagian lensa superfisial di depan nucleus akan mencembung.

Gambar 2. Skema terjadinya akomodasi mata (hyperphysics.phy-astr.gsu.edu)

Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan nyata tanpa
akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga. Punctum proksimum (P) adalah
titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi maksimal. Daerah akomodasi adalah
daerah di antara titik R dan titik P. Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan
untuk melihat daerah akomodasi. Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri, besarnya
sama dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan di depan mata yang
menggantikan akomodasi untuk punctum proksimum. 3
Terdapat tiga trias akomodasi yaitu mata yang konvergen, lensa yang mencembung
dan pupil yang miosis.3

A = 1/P – 1/R

Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur dan punctum


proksimumnya (P) semakin menjauh. Hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya
elastisitas dari lensa dan berkurangnya kekuatan otot siliarnya.

12
2.2 KELAINAN REFRAKSI

2.2.1 Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum,
terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang
retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya
kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu
bola mata.1
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang
dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat
ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan
astigmat.1
Secara keseluruhan status refraksi dipengaruhi oleh :1
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kekuatan lensa (rata-rata 21 D)
3. Panjang aksial (rata-rata 24 cm)

2.2.2 Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan sempurna di
makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula lutea
disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%.
Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat
diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak
akan 100% atau 6/6.1
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata.kornea mempunyai daya pembiasan sinar
terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama
pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata
seseorang berbede-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka
sinar normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini disebut ametropia/anomali refraksi

13
yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan lain pada mata normal
adalah gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat
pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebutpresbiopia. 1

2.2.3 Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar
terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama
pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat. 1
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh
kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih
pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula. Keadaan ini disebut
ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisme.1

14
2.3 MIOPIA
2.3.1 Definisi
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari
jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien
dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur
atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang
masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi
yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap
maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia. 1
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik kresen pada papil saraf
optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative
terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya
diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah
dikoreksi.1
Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction. Lensa
kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat dikoreksi
dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat timbul pada pasien
dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling esotropia atau juling ke dalam
biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar
mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia. 1

Gambar 4. Miopia

15
2.3.2 Klasifikasi
2.3.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi4
1. Miopia aksial
Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata yang bertambah
panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam batas normal.
2. Miopia refraksional
Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif pada mata.
Menurut Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan menjadi :
a. Curvature myopia
Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan permukaan refraktif mata,
terutama kornea
b. Index myopia
Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media okuler.
3. Miopia posisional
Terjadi akibat posisi lensa yang anterior.
4. Myopia akibat akomodasi yang berlebihan

2.3.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Onset5


1. Juvenile-Onset Myopia (JOM)
JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang disebabkan
terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata yang fisiologis.
Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan kerja berlebihan yang
menggunakan penglihatan dekat merupakan faktor-faktor risiko yang dilaporkan oleh
berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada
usia 9-10 tahun, sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini
onset dari miopia, semakin besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai terjadi
pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan. Progresi dari
miopia biasanya berhenti pada usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada usia 15 tahun)
2. Adult-Onset Myopia (AOM)
AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun
disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan myopia yang terjadi setelah usia

16
40 tahun disebut late adult onset myopia. Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan
dekat merupakan faktor risiko dari perkembangan miopia.

2.3.2.3 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Derajat


Berdasarkan derajat beratnya, miopia dapat diklasifikasikan menjadi:
 Miopia ringan < -3,00 D
 Miopia sedang -3,00 s/d -6,00 D
 Miopia berat -6,00 s/d -9,00 D
 Miopia sangat berat >-9,00 D

2.3.2.4 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Gambaran Klinis4


1. Miopia Kongenital
Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3
tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi bilateral.
Miopia kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti
katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopia kongenital sangat
perlu dikoreksi lebih awal.
2. Miopia simplek
Jenis miopia ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan gangguan
fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopia ini meningkat 2 %
pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak ditemukan pada
anak usia sekolah maka disebut juga dengan ”School Myopia”.
Etiologi
Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik.
a. Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan dengan
neurologi prekok pada masa anak-anak.
b. Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan kebiasaan
diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan yang belum
terbukti.

17
c. Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata, dengan
faktor resiko;
 Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya
sekitar 20 %
 Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya
menderita miopi sekitar 10%.
 Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi
pada anak sekitar 5 %.
d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja dengan
pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori ini belum
terbukti secara pasti.
Gejala Klinis
Gejala subjektif :
 Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
 Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
 Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh
orang tua.
Gejala objektif :
 Bola mata yang besar dan menonjol.
 Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
 Pupil yang lebih lebar
 Fundus normal, namun miopia kresen temporal bisa terlihat tetapi jarang.
 Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20 tahun.
Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.
3. Miopia patologis/ degeneratif
Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti adanya
pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopia patologis
sudah terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang mana
hal ini berhubungan dengan perubahan degeneratif pada mata.

18
Miopia patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola
mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata banyak teori yang
dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang bisa menerangkan
terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini berhubungan dengan herediter
dan pertumbuhan bola mata.
1. Herediter
Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor mayor sebagai
etiologi kelainan ini. Progresif miopia yang bersifat familial, banyak terjadi
pada bangsa Cina, Arab dan Jepang. Namun jarang ditemukan pada bangsa
Afrika dan Sudan. Ini menunjukkan hubungan herediter yang mempengaruhi
pertumbuhan retina dalam perkembangan miopi.
2. Proses Pertumbuhan secara umum
Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada perkembangan miopia,
Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya sepanjamg masa
pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti.
Disini ada beberapa faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan hormon, dan
penyakit yang terjadi saat pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi
perkembangan miopia.

Gambar 5. Pemanjangan bola mata4

Gejala Klinis4
Gejala subjektif :
 Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah dibanding
dengan miopi simplek.

19
 Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada
penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus.
 Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi tinggi.
Gejala objektif :
 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan
pada
o Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia
o Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur.

Gambar 6. Gambaran fundus pada miopia4

 Degenerasi pada retina dan koroid yang terjadi pada miopi tinggi.
Ditandai dengan plak berwarna keputihan pada makula dengan sedikit
pigmen yang mengelilinginya. Foster fuchs spot dapat terlihat di
makula.

20
Gambar 7. Gambaran fundus pada miopia4

 Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.1

2.3.3 Komplikasi4
1. Strabismus divergens
2. Ablasio retina
3. Perdarahan badan kaca.
4. Perdarahan koroid

2.3.4 Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
 Kaca Mata
 Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan
kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.

Gambar 8 : Koreksi pada Mata Miopia

21
Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk
mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita miopia. Dalam ilmu keratologi kontak
lensa yang digunakan adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea
yang berfungsi untuk mengurangi miopia.
b. Terapi Pembedahan
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4
mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari
permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat
bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahan
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah RK,
terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa
terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun
jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.

Gambar 9. Radial keratotomy4

2. Photorefractive Keratectomy (PRK)


Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi dengan
menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan sentral
kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.4
Kelemahan
 Penyembuhan postoperatif yang lambat

22
 Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya
penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa
minggu.
 Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan
 PRK lebih mahal dibanding RK

Gambar 10. Photorefractive keratotomy4

3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)4


Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan
tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini
digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
 Umur lebih dari 20 tahun.
 Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
 Motivasi pasien
 Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK.

23
Gambar 11. LASIK4

Keuntungan LASIK
 Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
 Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
 Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma
setelah operasi,
 Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
 Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK
 LASIK jauh lebih mahal
 Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
 Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat
operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.

2.4 HIPERMETROPIA

2.4.1 Definisi
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar
yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi
di fokuskan di belakang retina. Pada hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina,
yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan
bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah.Banyak
anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh normal dengan pemanjangan bola

24
mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia dengan presbiopia, yang juga menyebabkan
masalah penglihatan dekat namun karena alasan yang berbeda.2
Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia tanpa
koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi dengan
lensa positif

Gambar 12. Hipermetropia

2.4.2 Etiologi4
Hipermetropia dapat disebabkan:
a. Hipermetropia aksial
Merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek
b. Hipermetropia refraktif
Dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
c. Hipermetropia kurvatur
Dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus di
belakang retina
d. Hipermetropia indeks
Berkurangnya indeks bias akibat usia atau sedang dalam pengobatan diabetes.
e. Hipermetropia posisional
Posisi lensa yang posterior.
f. Afakia

25
2.4.3 Klasifikasi
2.4.3.1 Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis4
1. Hiperopia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal dalam pertumbuhan
bola mata, etiologinya bisa aksial atau kurvatur
2. Hiperopia patologik disebabkan kongenital atau didapat yang di luar vaiasi biologi
normal :
a. Hipermetropia indeks
b. Hipermetropia posisional
c. Afakia
d. Consecutive hypermetropia
3. Hiperopia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi seperti yang
terlihat pada penderita dengan paralisis nervus III dan oftalmoplegia internal.

2.4.3.2 Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya


1. Hiperopia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang
2. Hiperopia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D
3. Hiperopia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi

2.4.3.3 Klasifikasi berdasarkan status akomodasi mata4


1. Hipermetropia Laten
 Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hiperopia yang dikoreksi
secara lengkap oleh proses akomodasi mata
 Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia
 Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang
dimilikinya
2. Hipermetropia Manifes
 Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa
menggunakan sikloplegia
 Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang digunakan
dalam pemeriksaan subjektif
 Terdiri dari

26
o Hiperopia Fakultatif
 Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan
menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses
akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa
 Semua hiperopia laten adalah hipermetropia fakultatif
 Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak
pemakaian lensa positif karena akan mengaburkan
penglihatannya.
 Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan
jelas tanpa lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas
dengan menggunakan lensa positif
o Hipermetropia Absolut
 Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi
 Penglihatan subnormal
 Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada
usia lanjut
Hiperopia Total bisa dideteksi setelah proses akomodasi diparalisis dengan agen
sikloplegia.

2.4.4 Gejala Klinis4


Gejala Subyektif
 Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermetropia
pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun
 Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang
atau penerangan kurang
 Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama
dan membaca dekat
 Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat pada
jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama,
misalnya menonton TV, dll
 Mata sensitif terhadap sinar

27
 Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
 Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang
berlebihan pula
Gejala Obyektif
 Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot akomodasi
di corpus ciliare.
 Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasimpatik N III.
 Karena seorang hipermetropia selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis).
 Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata
kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga
memeberi kesan adanya radang dari N II.
 Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan
pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.4

2.4.5 Komplikasi4
1. Blefaritis atau chalazia
2. Accommodative convergent squint
3. Ambliopia
4. Predisposisi untuk terjadi glaucoma sudut tertutup

2.4.6 Penatalaksanaan Hipermetropia


1. Hiperopia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa dengan memakai kaca
mata atau lensa kontak.
2. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan
membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk
o Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
o Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
o Photorefractive keratectomy (PRK)
o Conductive keratoplasty (CK)

28
2.5 ASTIGMATISMA

2.5.1 Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada
meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.
Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk
kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat
yang ringan.

2.5.2 Klasifikasi Astigmatisma4


1. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan pembiasan
bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian
berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis,
lonjong atau lingkaran.
Etiologi
a. Corneal astigmatisme
Abnormalitas kelengkungan kornea
b. Lenticular astigmatisme
Jarang. Bisa akibat :
 Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa
 Posisional – peralihan atau posisi lensa yang oblik
 Indeks – indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda
 Retinal – posisi macula yang oblik.
Klasifikasi
a. Simple astigmatism, dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus lain dapat jatuh di
dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah emetropik dan yang
lainnya hipermetropia atau miopia. Yang kemudian ini dapat di rumuskan sebagai
Simple hypermetropic astigmatism dan Simple myopic astigmatism.
b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di retina
tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian

29
hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan Compound hypermetropic
astigmatism dan Compound miopic astigmatism.
c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang lainnya
berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu arah dan
miop pada yang lainnya.

Gambar 13. Jenis astigmatisma5

Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunya


terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi
menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih
besar terletak di meridian vertikal, dan astigmatism against the rule (astigmatisma
inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal. 4
Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda dan
astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua.
2. Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat
ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda
sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian
utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau
akibat kelainan pembiasan.

30
2.5.3 Gejala Klinis
Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan :
1. Memiringkan kepala untuk melihat
2. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
3. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
4. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
5. Sakit kepala
6. Mata tegang dan pegal
7. Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia.

2.5.4 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan datang
dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik, terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Periksa kelainan refraksi miopia
atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun radial
dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan subyektif untuk
menilai ada dan besarnya derajat astigmat.
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan dengan
melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah
piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat dikoreksi
untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis saja.11

Gambar 14. Kipas Astigmat

31
Gambar 15.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido

2.5.5 Penatalaksanaan5
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D atau
kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmatsma yang berat dipergunakan kacamata
silinder, lensa kontak atau pembedahan.

1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan
dengan sumbu tegak lurus (90 o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan sumbu
horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi
silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder
positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
a. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule dengan
selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi astigmat yang
terjadi di permukaan kornea.

32
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau dengan
laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa prosedur
pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk kurvatur
kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur kornea
dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.

2.6 PRESBIOPIA

2.6.1 Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya
umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan kecembungan lensa
yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa atau menurunnya kekuatan otot
badan siliar sehingga terjadi gangguan akomodasi.
Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.

Gambar 16. Presbiopia

2.6.2 Etiologi1
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
 Kelemahan otot badan siliar
 Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa

33
2.6.3 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena
adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa
menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan
kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat
makin berkurang.

2.6.4 Klasifikasi
1. Presbiopia Insipien
Tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati pasien memerlukan
kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan
pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca.
2. Presbiopia Fungsional
Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan ketika
diperiksa.
3. Presbiopia Absolut
Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana proses akomodasi
sudah tidak terjadi sama sekali.
4. Presbiopia Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhubungan dengan
lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.
5. Presbiopia Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan
diameter pupil.

2.6.5 Gejala Klinis


 Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa
pedas.
 Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada
awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.

34
 Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan
punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik
dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.
 Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras
lainnya.

2.6.6 Penatalaksanaan
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun (umur
rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi
sferis + 0.50.
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. Kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain

35
BAB III
PEMBAHASAN
1. Mengapa pada pasien ini didiagnosa Miopia Astigmat Compositus?

Pasien laki-laki dengan keluhan kedua mata buram, pasien mengatakan sudah
memakai kacamata sejak kelas 4 SD. Pasien sering menggunakan laptop dan sering
menonton televisi. Pasien saat ini sudah memakai kacamata dan kacamata yang sekarang
pasien pakai belum diganti sejak 2 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
visus mata kanan 3/60 dan mata kiri 2/60, setelah di koreksi kaca mata pasien
mempunyai S-4.50 C-0.25 1800 pada mata kanan dan S-4.50 C-0.50 800 pada mata kiri.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pada pasien mempunyai penglihatan
yang kabur karena dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di retina tetapi
keduanya terletak di depan retina. Ini sesuai dengan kepustakaan astigmat miopia
coumpund.

2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini ?

Dengan memakai kacamata sesuai dengan visus koreksi


OD : S-4.50 C-0.25 Ax 1800
OS : S-4.50 C-0.50 Ax 800
Pupil Distance 60/58

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini ?

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad Vitam adalah ad bonam karena pada pasien tidak ditemukannya penyakit mata
lain maupun penyakit sistemik yang menyertai keluhan pasien dan pasien masih dapat
melakukan aktivitasnya seperti biasa.

Quo ad functionam : ad bonam


Quo ad functionam adalah ad bonam dikarenakan pasien dapat melakukan aktivitas
seperti biasa. Fungsi pengeliatannya akan baik bila dibantu dengan kacamata

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke – 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 72-82.
2. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 319 – 330.
3. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2011. Hal 34 -36.
4. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Edisi ke – 4. New Age International. New
Delhi. Hal 19 – 39.
5. Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott Wlliams
& Wilkins; Philadelphia; p 344-346.

37

Anda mungkin juga menyukai